2 November 2020
Penulis —  Neena

Diario Segreto

Ketika

hari mulai senja, Boy sudah duduk di sebelah kiri dalam sedanku yang tengah kukemudikan sendiri.

Menyadari bahwa sedanku matic, Boy terus - terusan menggenggam tangan kiriku dengan sikap mesranya, memperlakukanku laksana kekasihnya.

Jujur, aku suka sekali diperlakukan semesra ini. Bahkan kalau kubanding - bandingkan dengan Papie atau Ricky, perlakuan Boy padaku ini terasa paling mesra.

Bahkan pada suatu saat Boy berkata, “Seandainya Mamie bukan istri Papie, aku mau kawin dengan Mamie.”

“Tadi kita kan sudah kawin Boy,” sahutku sambil menepukkan tangan kiriku ke lutut Boy.

“Heheheee… iyaaa… tapi maksudku menikah Mam.”

“Gak usah mikirin nikah segala. Kamu kan sudah mamie ijinkan, kapan pun kamu mau, memek mamie boleh kamu sodok.”

“Memang iya. Tapi kalau Papie sudah pulang dari Eropa, aku harus jauh - jauh lagi dari Mamie kan?”

“Tetap bisa Boy.”

“Tetap bisa gimana?”

“Kita kan bisa cek in ke hotel. Setelah sama - sama puas, cek out.”

“Oh, iya ya.”

“By the way, kenapa kamu gak pernah pacaran?”

“Kan aku sudah bilang. Cewek - cewek yang mendekati aku pada matre semua. Mereka mendekatiku karena ada maunya. Minta dibeliin inilah, itulah… karena mereka tau kalau aku ini anak orang kaya. Makanya aku sudah enek sama cewek yang cuma money oriented.”

“Terus… kenapa sama Mamie kamu mau?”

“Karena Mamie memiliki kedudukan ganda bagiku. Sebagai kekasih sekaligus sebagai pengganti ibuku yang sudah tiada. Itulah sebabnya pada saat ini tiada satu pun cewek yang bisa menggantikan Mamie.”

“Tapi cewek cantik yang nggak matre juga banyak kan?”

“Mamie cewek tercantik di dunia. Di mana pun aku berada, nama Mamie selalu tersimpan di dalam hatiku.”

Aku cuma tersenyum dengan perasaan bangga mendengar ucapannya itu.

Dan ketika sedanku mentok di depan lampu merah, Boy menggerayangi paha kiriku yang tersembul di belahan gaun malamku. Kubiarkan saja Boy melakukan hal ini. Aku bahkan ingin agar Boy bisa menjadi cowok yang agresif, tanpa terlalu mengikuti etika.

Dan lampu merah menyala cukup lama, sehingga tangan kanan Boyh sudah tiba di pangkal pahaku. Bahkan sudah menyelusup ke balik celana dalamku, untuk mengotak -atik kemaluanku.

ketika lampu hijau sudah menyala, tangan Boy masih berada di balik celana dalamku. Padahal aku sudah menjalankan sedanku kembali, menembus kepadatan lalu lintas di hari yang sudah mulai gelap ini.

Tak lama kemudian aku sudah membelokkan sedanku ke area parkir yang terletak di basement. Area sebuah hotel five star.

“Mau cek in di hotel ini Mam?” tanya Boy.

“Tadinya mau makan dulu. Hotel ini menyediakan makanan all you can eat, dengan system buffet. Tapi mendingan cek in dulu. Setelah ML, baru kita makan. Kamu judah kepengen ngentot memek mamie lagi kan?”

“Heheheee… iya Mam. Mendingan ML dulu, baru makan. Punyaku udah ngaceng berat nih.”

Lalu kami turun dari mobil dan melangkah ke arah pintu lift untuk cek in di front office dulu. Beberapa saat berikutnya kami sudah berada di dalam lift lagi, yang membawa kami ke lantai lima. Lantai di mana letaknya kamar yang sudah kami booking.

Pada waktu di dalam lift yang sedang membawa kami ke lantai lima itulah Boy mendekap pinggangku sambil mencium bibirku dengan mesranya. Memang Boy bebas menciumku, karena hanya ada kami berdua di dalam lift ini.

Setelah lift berhenti, barulah Boy melepaskan ciumannya.

Lalu kami keluar dari lift, menuju kamar yang sudah dibooking.

Setelah berada di dalam kamar hotel, Boy seperti ingin melanjutkan perilakunya di dalam lift tadi.

Boy memeluk leherku sambil berkata, “Di mataku, Mamie ini penuh pesona yang takkan pernah membosankan.”

“Semoga kata - katamu itu muncul dari hatimu yang sebenarnya,” sahutku sambil tersenyum. Lalu kurapatkan bibirku ke bibirnya. Dan kemudian kami jadi saling lumat sambil saling remas. Aku meremas - remas rambut Boy, sementara Boy meremas - remas bokongku.

Setelah saling lumat ini terurai, Boy berkata sambil duduk di atas sofa yang menghadap ke sebuah televisi kecil, “Besok kan sabtu Mam.”

“Terus kenapa kalau Sabtu?” tanyaku sambil duduk di samping Boy.

“Sabtu - Minggu aku kan gak kuliah.”

“Terus kamu maunya nginep di hotel ini sampai Minggu?”

“Maunya sih gitu. Tapi kita gak bawa pakaian ganti ya? Ini aja aku cuma pakai celana pendek dan bersandal pula. Gak pakai sepatu.”

“Sudahlah. Kita nginap sampai besok siang aja. kalau belum kenyang kan bisa dilanjutkan di rumah.”

“Siap Mamie… !” sahut Boyke sambil membusungkan dadanya.

Aku tersenyum sambil menyelinapkan tanganku ke balik celana pendek hitam yang Boy kenakan. Celana pendek yang elastis di bagian lingkaran perutnya. Dan kupegang penisnya yang memang sudah ngaceng berat. Maklum anak muda masih belasan tahun. Produksi sperma dan gairahnya masih melimpah.

“Kontolmu udah ngaceng full gini… udah gak sabar pengen ngentot memek mamie lagi ya?” tanyaku sambil meremas penisnya dengan lembut.

“Iya Mam… please…” sahut Boy sambil melepaskan celana pendek hitam dan celana dalamnya.

Dan… penis panjang gede itu tampak mengacung ke atas. Membuatku tersenyum. Lalu berdiri sambil melepaskan gaun malamku. Kemudian kugantungkan gaunku di kapstok. Begitu juga beha dan celana dalam kutanggalkan dan kugantung di kapstok. dan menghampiri Boy kembali, yang juga sudah menanggalkan baju kaus hitamnya, sehingga jadi telanjang bulat, seperti aku.

Kutarik pergelangan tangan Boy sambil berkata, “Di bed aja yuk. Biar leluasa pergerakannya.”

Boy manut saja. Mengikuti langkahku menuju bed. Lalu ia duluan melompat ke atas bed, diikuti olehku yang terus - terusan mengamati penis Boy secara diam - diam.

Entah nurun dari siapa penis Boy bisa sepanjang dan segede itu. Soalnya penis Papie tidak sepanjang dan segede penis Boy gitu.

Aku pun mulai bergumjul hangat dengan Boy. Terkadang aku berada di atasnya, sambil sengaja menggesek - gesekkan kemaluanku ke penis Boy. Terkadang Boy yang berada di atas, menciumi bibirku sambil meremas - remas toketku dengan lembut.

Dan akhirnya… Boy seperti sadar bahwa ukuran penisnya terlalu gede untuk liang memekku yang kecil ini. Lalu Boy menelungkup di antara kedua pahaku yang sudah kurentangkan. Dengan wajah berada di atas kemaluanku.

Lalu… Boy mulai menjilati memekku dengan lahapnya, sambil mengelus - eluskan ujung jarinya ke kelentitku. Entah belajar dari mana Boy itu… atau sengaja mengembangkan dirinya, sehingga trik yang satu ini terasa jauh lebih nikmat. Bahwa lidah dan bibirnya menggeluti celah memekku, sementara ujung jarinya menggesek - gesek kelentitku.

Karuan saja aku pun mulai merintih - rintih histeris, “Enak sekali Boy… oooooh… itilnya gesek terus Booooy… itilnyaaaa… iiitiiiiiil… iiiiitiiiiiil… hihihihiiiii… geli - geli enak Boooy… gesek terus itilnya… iiitiiiiilnyaaa… iiiiiiiiitttttttttiiiillll…

Saking enaknya permainan Boy ini, dalam tempo singkat saja liang memekku terasa sudah basah oleh air liur Boy bercampur dengan lendir libidoku sendiri.

Sehingga akhirnya aku meratap seperti memohon, “Udah Boy Sayaaang… masukin aja kontolmu Booooy… sudah bisa kan masukin sendiri kontolnya?”

“Mudah - mudahan bisa Mam, “Boy merangkak ke atas perutku sambil mencolek - colekkan moncong penisnya ke mulut vaginaku.

Tak urung aku pun ikut memegangi leher penis Boy, agar jangan meleset ke arah lain.

Setelah moncong penis Boy terasa berada di posisi yang tepat, aku pun memberi instruksi, “Ayo dorong Boy…”

Boy mengikuti instruksiku. Ia mendorong penis ngacengnya sambil menahan nafas… lalu… blesssss… penis panjang gede itu melesak masuk ke dalam liang memekku.

Aku pun menyambutnya dengan merengkuh lehernya ke dalam pelukanku. Lalu kupagut bibir machonya, yang kulanjutkan dengan lumatan lahap dan penuh gairah.

Boy pun mulai mengayun penisnya, bermaju - mundur di dalam liang kewanitaanku. Menimbulkan gesekan demi gesekan yang membuatku terpejam - pejam saking nikmatnya.

Terlebih ketika Boy mulai menjilati leherku disertai dengan gigitan - gigitan kecil, aku semakin terpejam - pejam dibuatnya. Bahkan aku spontan membisikinya, “Cupangin leher mamie Boy…”

“Cupangin? Nanti kalau kelihatan beklas cupangan di leher Mamie gimana?”

“Nggak lah. Nanti belitkan aja selendang di leher mamie, biar gak kelihatan bekas cupangannya.”

Maka Boy pun mengikuti keinginanku. Ia mulai menyedot - nyedot leherku dengan kuatnya. Membuat mataku terpejam - pejam lagi. Memang terasa sakit cupangan Boy ini. Namun aku bisa merasakan sensasi dari persetubuhan ini dengan sedotan - sedotan Boy di leherku, membuatku menggeliat - geliat dalam sakit bercampur nikmat.

Namun tak lama kemudian, bibir dan lidah Boy berpindah sasaran… ke ketiakku…!

Ya… dengan lahapnya Boy menjilati ketiak kanan dan ketiak kiriku yang selalu terharumkan oleh parfum dan deodorant-ku.

Jilatan di ketiak yang begini gencarnya, membuatku geli… geli sekali. Tapi gelinya memang geli enak…!

Maka rintihan - rintihan histerisku pun berhamburan lagi dari mulutku, tak terkendalikan lagi.

“Booooy… oooooh… ini enak sekali Boooooyyyy… entot terus Boooooy… entot terus Booooy… entoooootttt… entooootttttttt… !”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu