2 November 2020
Penulis —  Neena

Diario Segreto

Tiba - tiba aku teringat sesuatu yang kusimpan di dalam tas kecilku. Sebuah vibrator yang kecil, hanya sebesar telor burung puyuh. Vibrator itu baru dua hari yang lalu kubeli dari pedagang kaki lima. Dia menawarkan vibrator itu untuk olah raga alis, katanya. Tapi setelah kudesak apa kegunaan vibrator sekecil itu?

“Cara pakainya gimana?” tanyaku.

“Semua kotak vibrator ada aturan pakainya seperti ini Non,” sahutnya sambil memperlihatkan selembar kertas berisi cara penggunaan vibrator itu.

Lalu wanita itu berbisik lagi di dekat telingaku, “Kalau Non seorang karyawati dan mendadak horny di kantor, masukin aja vibrator ini ke dalam vagina, lalu aktifkan batrenya. Enak sekali Non. Saya juga sering pakai kalau suami sedang di luar kota. Tapi yang lebih enak lagi tempelkan aja ke clitoris, dalam beberapa menit juga bisa orgasme Non.

Dan kini, ketika aku semakin terangsang oleh adegan demi adegan di layar monitor CCTV, rasanya aku semakin horny. Lalu vibrator mini yang cuma segede buah melinjo ini kukeluarkan dari tas kecilku, berikut batrenya yang sebesar kotak korek api. Batre kecil ini bisa terhubung ke vibrator secara wireless (tanpa kabel).

Aku mau mengikuti anjuran penjual vibrator ini, kutempelkan ke clitoris alias itil ini. Sambil mengaktifkan batrenya dengan jemari tangan kiriku, sementara tangan kanan tetap kugunakan untuk menempelkan vibrator mini ke clitorisku.

Dan… ttttrrrr…

Vibrator segede telur burung puyuh ini bergetar membuat mulutku ternganga sementara mataku terpejam erat - erat saking enaknya…!

Gila! Ini benar - benar enak… sehingga dalam tempo singkat saja aku menjengking seperti hewan mau melepaskan nyawanya. Dan… aku mencapai orgasme dengahn mudahnya.

Tapi adegan di monitor CCTV masih seru. Mama mulai menggoyang - goyangkan pinggulnya edan - edanan. Pinggul Mama bergeol - geol lebih edan daripada geolan penyanyi dangdut pantura… sementara Ivan pun mengayun penisnya edan - edanan pula.

Aku jadi horny lagi melihat adegan - adegan syur itu. Sehingga terpaksa kumasukkan vibrator yang ada tali pendeknya (untuk mencabut kembali dan jangan sampai “tertelan” oleh kemaluanku). Setelah “telur burung puyuh” itu berada di dalam liang kemaluanku, cepat kuaktifkan kembali batrenya dengan tangan kiriku.

Teeeeeerrrr…

“Telur burung puyuh” ini bergetar kembali. Membuatku tersentak - sentak, seperti penunggang motor sedang berada di jalan yang berbatu - batu.

Dan aku cuma bisa berdesah - desah sendiri sambil memejamkan mataku erat - erat.

“Aaaaaah… aaaaa… aaaaaaah… aaaaaa… aaaaaaah… aaaaa… aaaaaaah… !”

Namun ketika pandanganku tertuju ke layar monitor CCTV lagi, wow… Mama dan Ivan lebih gila lagi. Mereka sudah berganti posisi, jadi posisi doggy.

Rintihan Mama pun semakin riuh terdengar di headphoneku, “Ivan… duuuuh Vaaaan… tante udah orgasme dua kali… tapi sekarang udah enak lagi… entot terus Vaaan… sambil tepuk - tepuk bokong tante… Vaaan… aaaa… aaaahhhh… aaaa… aaaaah… Vaaan… aaah… Vaaaan… kontolmu…

Pada saat itu pula aku tak kuasa lagi menahan enaknya getaran vibrator mini di dalam liang memekku ini…

Maka aku pun merintih sendiri di dalam kamarku aaaahhhh…!

Aku menggelepar sambil memejamkan matanya. Lalu kubayangkan penis Ivan sedang menancap di dalam liang kenikmatanku yang sangat peka ini. Kubayangkan moncong penis Ivan sedang memuncratkan spermanya yang menghangati liang kemaluanku.

Ooooh… nikmatnya orgasmeku ini…!

Lalu kumatikan batre kecil di tanganku ini. Kucabut vibrator ini dari liang memekku. Dan aku terlena di atas bedku. Dan kepalaku tersungkur tepar di atas bantal. Dalam kenikmatan semu yang seolah nyata.

Ketika aku terjaga, kulihat Mama dan Ivan sudah selesai melakukannya. Tampak mereka sudah berpakaian lagi, bahkan seperti yang baru selesai mandi.

Ya… semuanya itu terjadi sebelum aku menyerahkan kewanitaanku kepada Boyke.

Dan pada waktu aku sudah berada di dalam mobilku yang dikemudikan oleh Ivan, lagi - lagi aku duduk di depan lagi. Aku pun bertanya kepada teman lamaku itu, “Bagaimana tadi Van? Tugas dariku enak kan?”

Sebagai jawaban, Ivan mengacungkan jempol kirinya ke depan wajahku. “Luar biasa…” sahutnya.

Aku cuma tersenyum, tak mau berkomentar. Namun tangan kananku diam - diam bergerak, untuk menurunkan ritsleting celana panjang Ivan. Karena penasaran, ingin tahu sehebat apakah penis Ivan yang tadi di layar monitor CCTV kelihatan dahsyat itu.

Hmmm… memang gede sekali. Tapi sudah lemas.

“Mmm… Pampam mau juga?” tanya Ivan sambil melambatkan laju mobilku.

“Nggak, “aku menggeleng, “cuma ingin tau aja seperti apa bentuk kontol yang sudah ngecrot di dalam memek ibuku…”

Penis Ivan pun mulai membesar dan menegang di dalam genggamanku. “Kamu sudah pengalaman dalam soal sex ya?”

“Belum Pam. Kalau ngocok sih sering. Tapi dimainkan di dalam memek baru sekali tadi,” sahut Ivan.

“Berarti kebujanganmu dilepasin di dalam memek ibuku ya?”

“Hehehe… betul Pam. Ini pengalaman yang sangat mengesankan.”

Kulepaskan kembali genggamanku, karena takut lupa diri dan tak kuat menahan nafsu.

Setibanya di rumah, hari sudah sore. Aku berkata kepada Ivan, “Sekarang pulang aja Van. Kamu harus istirahat, supaya badanmu fits kembali.”

“Siap Bu Boss,” sahut Ivan dengan sikap formal.

Aku pun masuk ke dalam rumah yang mirip istana kekaisaran Romawi ini. Langsung masuk ke dalam kamarku dan melepaskan gaun berikut pakaian dalamku.

Lalu kukenakan kimono putihku dalam perasaan tak menentu. Karena masih membayangkan apa yang telah kusaksikan di monitor CCTV tadi. Pada saat itulah aku dibuat tersentak kaget mendengar suara lelaki di belakangku, “Selamat sore Mamie…”

Ketika aku menoleh, ternyata Walter sudah berada di dalam kamarku. Walter adalah suami anak sulung Papie yang bernama Cinthia itu. Berarti statusnya adalah menantu Papie.

Aku baru nyadar bahwa pintu kamarku masih terbuka, sehingga Walter bisa nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu dulu. Kini pintu itu sudah tgertutup, tapi Walter sudah berada di dalam.

Pada saat itu Papie sedang berada di luar negeri. Tapi Papie sedang berada di Jepang, bukan di Eropa seperti perjalanan bisnis berikutnya.

Walter mencium tanganku, lalu cipika - cipiki seperti biasa. Tapi pada saat itu ada yang tidak biasa dilakukannya. Setelah cipika - cipiki, Walter mencium bibirku sambil memelukku erat - erat. Tentu saja akju kelabakan dibuatnya. Dan berusaha meronta agar lepas dari pelukannya. Tapi pelukan lelaki indo Belanda itu bahkan semakin erat memelukku.

Lututku lemas seperti tak ada tulangnya lagi. Aku tak mau munafik, bahwa ciuman Walter membangkitkan libidoku yang belum terpuasi secara normal. Baru dipuasi oleh vibrator mini itu.

Dan… aku tidak tahu sejak kapan aku duduk merapat di sisi kiri Walter di atas sofa kamarku. Aku memang sangat terpancing dengan ciuman dan pelukan menantu tiriku tadi. “Mana Cinthia?” tanyaku berusaha memulihkan pikiranku dari keterlenaan ini.

“Cinthia sedang di rumah sakit Mam,” sahut Walter sambil menciumi tanganku.

“Haa?! Sakit apa dia?” tanyaku sambil berusaha melepaskan tanganku dari genggaman lelaki kebule - bulean itu. Tapi tak berhasil, karena genggaman Walter terlalu kokoh.

“Mau melahirkan, bukan sakit,” sahutnya.

“Berarti Walter sedang menunggu kelahiran anak ketiga ya?”

“Iya Mam. Menunggu kelahiran anak ketiga sekaligus sedang puasa dan membuatku lapar sekali.”

“Sekarang sedang puasa?”

“Iya… puasa dalam soal sex. Cinthia takkan bisa diapa - apain sampai puluhan hari mendatang.”

“Pantesan kamu jadi nakal begini.”

“Maaf Mam. Soalnya Mamie terlalu cantik di mataku,” sahut Walter sambil merayapkan tangannya ke balik kimonoku.

Aku berusaha menepiskan tangan kekar itu dari balik kimonoku. Tapi jemari Walter sudah tiba di permukaan kemaluanku yang belum mengenakan celana dalam ini.

Dengan sendirinya pertahananku jadi lemah. Terlebih setelah jemarinya menyelusup ke dalam celah kewanitaanku yang cepat basah ini.

Dan… tiba - tiba Walter melorot turun. Berjongkok di lantai, di antara kedua kakiku yang sedang lemas ini.

Lalu… mulut Walter menyeruduk ke memekku…!

Dan jilatannya luar biasa trampil. Membuat lututku semakin lemas.

Oooh… adakah godaan yang lebih kuat daripada godaan lelaki indo berambut pirang ini?

Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa ketika Walter semakin gencar menjilati setiap sudut kewanitaanku. Bahkan kelentitku pun mulai dijilati dan disedot - sedot, membuatku terkejang - kejang dalam nikmat…!

Tentu saja batinku semakin tidak karuan. Tak tahu harus berbuat apa dalam situasi yang sudah terpojok begini.

Aku cuma tahu bahwa liang memekku basah lagi (setelah dibuat basah oleh vibrator mini di rumah Mama tadi).

Lalu, aku hanya bisa pasrah ketika Walter mengangkat dan membopong tubuhku ke arah bed. Kemudian ia meletakkanku dengan hati - hati di atas bed. Disusul dengan pelepasan busananya sehelai demi sehelai, sampai telanjang bulat.

Aku terkesiap ketika melihat penis Walter yang putih kemerahan itu. Besarnya mungkin sama dengan penis Ivan. Tapi panjangnya itu… ooooooh… penis Walter yang sudah ngaceng itu… panjang sekali…!

Walter pun naik ke atas bed. Lalu menanggalkan kimonoku. Sehingga aku jadi telanjang bulat. Karena aku belum mengenakan celana dalam maupun beha tadi.

Ketika Walter meletakkan moncong penisnya di mulut vaginaku, masih sempat aku berkata, “Pintunya kunci dulu.”

“Sudah,” sahutnya, “begitu aku masuk ke sini tadi, pintunya sudah langsung kukunci. Biar aman ya Mam.”

Aku tidak menyahut. Cuma memejamkan mata ketika terasa moncong penis bule itu mendesak mulut memekku.

Dan… oooohhhh… penis gede yang sangat panjang itu mulai menerobos liang memekku. Membuatku terbeliak… lalu terpejam erat - erat ketika terasa penis long size itu mjulai bermaju - mundur di dalam liang sanggamaku. Sementara leherku pun mulai dipeluknya dengan hangat. Disusul dengan ciuman hangatnya yang membuatku semakin terlena dalam nikmatnya entotan lelaki indo itu.

Pertahananku memang sudah runtuh oleh suami Cinthia ini. Lalu haruskah aku jadi orang munafik dan berpura - pura tidak merasakan nikmatnya entotan penis Walter yang sangat panjang dan terus - terusan menabrak dasar liang memekku ini (saking panjangnya penis Walter ini)?

Aku tahu bahwa Cinthia lebih tua dariku. Bahkan adik Cinthia yang bernama Monica itu pun lebih tua dariku. Lalu entah dari mana datangnya keinginan yang satu ini. Keinginan untuk menyadarkan Walter, bahwa aku ini lebih muda daripada istrinya. Bahwa aku ini lebih memuaskan daripada Cinthia.

Maka dengan sepenuh gairah kugoyangkan puinggulku dengan gerakan, memutar - mutar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Sehingga gesekan penis panjang gede itu semakin terasa olehku. Tentu saja, karena dengan goyangan yang sudah terlatih ini, penis Walter dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memekku.

Aku memang sudah lupa daratan. Lupa segalanya. Sehingga rintihan -rintihanku pun mulai berlontaran dari mulutku, tanpa kendali lagi.

“Walter… aaaaaa… aaaaaahhhh… Walteeeeer… aaa… aaaaahhhhh… aaaaaa… aaaaaaaahhhhhhh… kontolmu pan… panjang se… sekali… Walteeerrrrr… aaah…”

Walter malah menghentikan entotannya sambil berkata, “Kontol panjang rasanya lebih mantap kan Mam?!”

Kucubit pinggang Walter sambil menyahut, “Ayo entotin terus. Jangan mandeg - mandeg gini… !”

Walter mencium bibirku, lalu melumatnya dengan lahap, sambil menggenjot penisnya kembali.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu