1 November 2020
Penulis —  mastershinden

Pengalaman Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Part 7: Hukuman untuk Mama dan Hadiah untuk Tante Lia

“Dok-dok-dok!” Tiba-tiba pintu gubuk seperti di ketuk dengan kasar.

“Masuk aja! Lonte-lontenya udah siap semua nih hahaha”, kata Pak Simo dalam bahasa jawa yang kira-kira artinya seperti itu.

Masuklah segerombolan laki-laki. Ternyata mereka adalah empat orang yang di air terjun tadi pagi. Empat orang itu bisa kusebut Si Botak, Si Cebol, Si Tato, dan Si Codet. Aku menyebutnya begitu karena aku tak tahu nama mereka namun menurutku sesuai dengan postur dan ciri tubuh mereka. Mereka semua bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek.

“Wah montok-montok lontenya pak!” kata Si Codet. Kasar sekali ucapannya, padahal dari wajahnya yang tengil dan sengak, kutaksir dia lebih muda dari ku, seperti anak SMP saja. Tetapi badannya sudah berotot, mungkin karena sedari kecil sudah bekerja kasar.

Yang lain, Si Botak kutaksir usianya 50 tahunan, sementara Si Cebol wajahnya cukup tua tapi tubuhnya pendek. Sedangkan Si Tato perawakannya atletis tapi kulit dan wajahnya seperti kuli-kuli pasar.

Tiga dari mereka mulai menjamah tubuh tante yg terkulai di dipan karena tante lah yg posisinya paling dekat di pintu. Sementara itu di luar, hujan mulai turun kembali.

“Yang mana pak yang haus kontol?” Tanya Si Botak.

“Hahaha udah pada ga sabar ya”, kata Pak Simo. “Yang ini nih”, sambil menepuk pantat Tante Lia.

Sebelum mulai, Pak Simo menghimbau, “Tapi tunggu, kalian boleh entotin si janda ini sepuasnya tapi kalau ingin keluarin peju, bisa kalian kasih hadiah peju kalian ke lonte yang ini”. Janda merujuk pada tante sedangkan lonte merujuk kepada mama.

Wah gila juga, sepetinya Tante Lia juga harus menggarap enam penis sekaligus.

“Wah udah janda ya, udah lama dong ndak dipuasi”, ujar si Tato

Si Botak menyahut, “Wes lah, kita puasin dia sekarang!”

“Tunggu pak! Saya kasihan dengan tante dan mama saya! Jangan sakiti dia lagi!” pintaku.

“Halaah kasian kasian, paling sampeyan juga nafsu liat ibu dan bule sampeyan kita keroyok”, jawab si Cebol.

“Eh hukuman untuk ibu dan hadiah untuk tante sampeyan belom selesai! Sampeyan mau keluar dari sini ndak?”, Pak Simo kembali mengancam.

Aku terdiam saja mendengar ancaman Pak Simo.

Tanpa memperdulikanku mereka langsung mengelilingi tanteku yang malang itu. Tante Lia yang sedang pingsan dibangunkan dengan satu tepukan di pantatnya oleh Pak Simo. Tante terlihat kaget dengan sekelilingnya. Ia mulai meronta dan berteriak, namun dirinya tidak bisa melawan gerombolan laki-laki di sekitarnya.

Si Tato mendudukan secara paksa tante yang hanya terbaring lemah di dipan. Kemudian tante yang masih lemas dipaksa turun dari dipan dan duduk bersimpuh di lantai tanah. Tante Lia kembali menangis.. Para laki-laki itu segera melepaskan celananya dan menyodorkan penisnya masing masing. Penis mereka besar, hitam, dan berurat tetapi tidak ada yang mengalahkan milik Pak Simo.

“Emut nduk!” perintah Si Botak.

“Jangan pak… Hiks…”, tante menolak

“Halaahhh, ayo buruan!” Si Botak memaksa.

Tante Lia tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah Si Botak. Dari mata tante keluarlah air mata diiringi isakan.

Pesta seks dimulai. Ya, hadiah untuk Tante Lia adalah ia harus bersetubuh dengan kami semua. Tante Lia dipaksa mengulum penis mereka satu persatu secara bergantian. Kepalanya ditarik paksa agar seluruh batang kejantanan mereka hampir masuk seluruhnya ke kerongkongan tante. Tante tak punya daya untuk melawan mereka.

Sementara itu Asih mengambil sesuatu dari bawah dipan yang satunya. Sebuah tali tambang! Ia mendekati mama yang pingsan di dipan.

“Bangun mbak!”, perintah Asih sambil menepuk pantat mama.

Mama tiba-tiba terbangun dan dapat kulihat tatap mata ketakutan dari wajah mama. Mama mau tidak mau menuruti perintah Asih untuk turun dan duduk bersimpuh di lantai tanah gubuk itu. Asih segera mengikat-ikat tubuh mama. Tangan mama diikat ke ke belakang. Tali tersebut disambungkan ke tali lain yang memang sudah menggantung dari struktur kayu di atas rumah.

Kembali ke Tante Lia, Si Cebol dibantu teman-temannya menarik tubuh tante hingga kembali rebah di dipan. Kembali mereka berdiri mengililingi tubuh tante yang tergeletak di dipan. Si Cebol langsung mengangkangkan kaki tante. Karena tidak sampai, Si Cebol naik dulu ke dipan. Dengan kasar Si Cebol memasukan penisnya ke dalam vagina tante dan mulai memerkosa tante.

“Hmmmphhff… Ahhhh… Tolong Rendy, Mbak Lia… Ahhhh…” rintih Tante Lia di dipan.

Selesai Si Cebol, tubuh tante sedikit diputar seperti jarum jam ke arah Si Botak yang bediri di sampig Si Cebol, hingga kini selangkangan tante mengarah ke penis Si Botak yang sudah mengacung. Selanjutnya terus lah Tante Liaku yang malang digilir seperti itu. Setelah Si Botak, berganti ke Si Tato, kemudian ke Si Codet, dan terakhir Pak Simo.

Sekarang Si Tato menyuruh Tante Lia menungging. Entah karena takut atau keenakan, kali ini tante mulai menuruti kemauan bajingan-bajingan itu. Tante seperti mengumpulkan sekuat tenaga untuk menopang tubuhnya saat menungging. Jelas tangannya sudah tidak kuat menopang beban tubunya. Dan sama seperti tadi, tante kembali diperkosa bergiliran tetapi kali ini mulutnya juga ikut diperkosa.

Ketika penis Si Tato bersemayam di vagina tante, mulut tante diisi oleh penisku, selanjutnya lubang vaginanya kini dihujam oleh penis Si Cebol sementara mulutnya sibuk mengulum punya Pak Simo. Kemudian giliran penis Si Codet menghujami vaginanya sementara penis Si Botak dikulum oleh mulut tante. Berputar bergantian terus seperti itu.

Mulut Tante Lia yang diisi penuh oleh penis-penis raksasa ini mengeluarkan suara rintihan yang tidak jelas, “Hmmmpf… nghhh… Hmmmm… erghhh”. Disisi lain Tante Lia juga tidak kuasa memberontak karena tubuhnya dikelilingi enam lelaki sekaligus.

Hingga kemudian Si Tato dan aku merasa gelisah ingin segera ejakulasi. Aku mencabut penisku dari vagina tante dan Si Tato juga mencabut penisnya dari mulut tante, kami segera menuju mama yang sudah terikat, menunggu di pojok rumah.

“Hiks… jangan Rendy… Tolong mama…”, mama meminta belas kasihanku.

Tapi aku tidak peduli. Kami keluarkan hadiah sperma kami di wajah dan mulut wanita 42 tahun itu. Ya, hukuman terakhir untuk mama adalah tembakan sperma kami di wajah dan payudaranya. Crot crot… banyak sekali lendir yang menghiasi wajah cantik mamaku ini… Begitu juga dengan Si Cebol dan Pak Simo, mereka memberikan hadiah mereka kepada wajah dan payudara mama.

Mama seperti toilet saja, menjadi tempat pembuangan sperma-sperma calon penerus bangsa. Setiap semprotan sperma kami ke tubuh mama, selalu diiringi oleh isak tangis mama yang tak berdaya itu. Menyadari dirinya seakan sudah tidak punya harga diri lagi, mama hanya menunduk lemas sambil menangis. Namun kami selalu menjambak rambutnya setiap kali kami ingin memberikan lendir-lendir kami, sehingga tembakan kami selalu tepat membasahi wajah ibu kandungku yang malang ini.

Kini giliran Si Codet dan Si Botak. Kembali Si Codet menyetubuhi wanita yang mungkin selisih usianya hampir 30 tahun lebih tua itu. Selang beberapa waktu, saat Si Botak sudah mengeluarkan penisnya dari mulut Tante Lia, Si Codet malah mempercepat genjotannya, wajahnya pun mulai panik.

“Arggghhh…”, lenguh Si Codet

Waduh! Si Codet keluar di dalam vagina tante!

“Bocah guoblok!”, Pak Simo marah sambil memberikan bogem mentah ke wajah si Codet.

“Ampun pak, saya tidak tahan”, katanya panik.

Duh, bagaimana ini, tanteku dibuahi oleh seorang anak remaja tanggung yang bahkan lebih muda dari ku. Gawat. Aku khawatir jikalau nantinya tante hamil ternyata itu adalah anak dari Si Codet. Tetapi Bu Sekar bertindak cepat. Ia langsung menghisap vagina Tante Lia sambil mengorek ngorek isi vaginanya.

Sambil meringis kesakitan, Si Codet terus memohon-mohon untuk tetap bisa bergabung dengan permainan kami. Akhirnya diizinkan kembali oleh Pak Simo.

Sekarang Si Botak sudah rebah di samping tante, sedangkan Si Cebol membalikan tubuh tante hingga menungging di atas badan Si Botak. Dengan tangannya, Si Botak mengarahkan penisnya ke vagina tante. Sedangkan Si Cebol langsung menghujam pantat tante. Kini tante mendapat double penetration pertamanya.

“Tolong jangan di pant… Akkkkhhhhh!!!” Tante Lia berteriak sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.

“Akkkhhhh sakit… Berhenti… hiks… hiksss… Akhhhh!” Tante Lia memohon. Tapi bajingan itu tidak memerdulikannya.

“Sempit banget nih pantat, baru pertama ya hahaha”, Si Cebol malah menghina tante.

Tak mau kalah Si Tato berdiri di depan wajah tante dan langsung memberikan penisnya ke mulut tante. Tangan kanan dan kiri tante juga tidak dibiarkan menganggur, mereka mengocok penisku dan Pak Simo. Begitu terus bergantian. Si Codet yang tidak kebagian, hanya mengocok-ngocok penisnya sendiri. Tampak mukanya lebam akibat kena bogem mentah Pak Simo.

Saat giliran Si Botak yang memberikan “hukuman” pada mama, tampaknya ia ingin memberikan benihnya hingga ke dalam tenggorokan mama. Dipaksanya penis hitam raksasanya masuk kedalam mulut mama terus hingga ke kerongkongannya.

“Huekkk!!” mama tersedak dengan penis yang memenuhi lehernya. Air mata keluar dari matanya yang sendu. Mama menatap Si Botak minta dikasihani tetapi itu malah membuat Si Botak semakin bernafsu.

Sekarang tubuh Tante Lia diputarbalikan lagi. Tubuhnya ditelentangkan di atas tubuh Si Tato. Tante tampak pasrah saja. Tak butuh waktu lama, Si Tato langsung menghujamkan penisnya ke anus tante. Si Codet kini menggarap vagina tante. Tante mendesah-desah pasrah. Di mulut tante sudah ada penis Pak Simo.

Tangan kanan dan kirinya tidak lama dibiarkan menganggur, tangan kanannya mengocok penis Si Botak dan tangan kirinya mengocok penisku. Kedua payudara tante menjadi milik Si Cebol, payudara tante digunakan untuk menjepit penisnya. Si Cebol menggenjot penisnya di dalam genggaman payudara tante. Begitu terus bergantian.

Setelah permainan itu rasanya aku lelah sekali. Dari jendela gubuk aku tahu hari sudah sore. Pak Simo keluar mengantar para bajingan itu hingga halaman gubuk, kemudian ia menyalakan rokoknya. Tante Lia dan mama yang sudah sadar masih terus menangis. Isak tangisnya memenuhi gubuk sore itu. Asih dan Bu Sekar membersihkan wajah mama dengan kain jilbab Tante Lia dan juga melepas ikatannya dengan dingin dan tanpa bersuara.

Ia tidak terlalu lelah seperti Tante Lia, sehingga sempat melawan ketika ikatan tangannya dilepas, namun dengan tenang Asih dan ibunya mampu menangkalnya. Tubuhnya diangkat dan setengah dilemparkan ke atas dipan ke samping Tante Lia. Mereka juga memberikan minum kepada mama dan tante. Sepertinya Bu Sekar dan Asih memberikan semacam jamu kecoklatan kepada mereka.

“Maafin Rendy ma…”, pinta ku.

Mama tidak menjawab dan masih terus menangis.

Tubuhnya yang terkulai lemas dapat dengan mudahnya kupeluk. Kuciumi pipi serta leher mama. Sungguh aku sayang sekali dengan wanita ini, namun kini rasa sayang tersebut bukanlah kasih sayang antara anak dengan ibunya. Sementara itu Tante Lia yang terbaring disebelahku sepertinya tertidur.

To be continued…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu