1 November 2020
Penulis —  mastershinden

Pengalaman Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Part 2: Permainan Dimulai

Merasa tidak nyaman, aku memutuskan keluar dari gubuk untuk mengobrol dengan Pak Simo. Aku memulai percakapan basa-basi. Hingga pada akhirnya sampailah ke percakapan yang mengubah hidupku.

“Kalian gak mungkin bisa keluar dari hutan ini”, ujar Pak Simo mengagetkanku.

”Maksud bapak?”, tanyaku penasaran.

“Kamu pasti sadar kan… Kendaraan kalian ada di tengah hutan, bukan di atas jalan”, jawabnya dengan suara parau dan datar.

Aku mulai bergidik.

”Ada kekuatan gaib yang membawa kalian ke sini, makanya saya bilang kalian harus kulonuwun melewati hutan ini”, ujarnya lagi membuatku kian memucat.

“Terus kami harus bagaimana pak?”, tanyaku setengah bergetar.

“Kalian saat ini berada 15 kilo dari jalan, mau lewat jalan kaki pun butuh seharian, itupun kalau kalian tidak kesasar”, ujarnya lagi.

“Terus, kenapa bapak bisa tinggal di sini?’’, tanyaku.

“Hmm… ceritanya panjang, tapi katakanlah ini hal turun temurun yang harus kami lakukan dan katakanlah musuh kami banyak sehingga harus tinggal di sini”, jawabnya sambil menghisap lintingan tembakau dalam-dalam.

“Terus bapak bisa bantu kami keluar dari sini?’’, tanyaku setelah terdiam beberapa saat.

“Dengan syarat”, jawabnya. “itupun jika kamu mau”, lanjutnya lagi.

“Hmmm… asal gak memberatkan saya mau pak, kami juga bawa uang yang cukup lho pak”, ujarku terbata-bata.

“Kami biasa hidup tanpa uang nak, kami ora butuh uang kalian”, ujarnya dengan mimik misterius.

“Terus saya harus bagaimana pak?”, tanyaku setengah mengharap.

”Hmmm… kita akan melakukan beberapa permainan menyenangkan. Nah, empat wanita itu syarat permainanannya”, jawabnya tegas.

“Maksudnya pak?”, tanyaku penasaran.

“Dari tadi saya perhatikan kamu selalu menatap anak dan istri saya”, ujarnya.

Wah, berabe juga kalau aku harus mengawini mereka walau memang kuakui mereka cukup manis dengan potongan tubuh aduhai.

“Sampeyan suka mereka?”, tanyanya.

”Ya suka sih pak, tapi…”, belum selesai ku menjawab, tetapi sudah disanggah oleh lelaki tua itu.

“Saya gak meminta kamu menikahi anak saya” potongnya seolah-olah tahu apa yang aku pikirkan.

”Terus bagaimana pak?”, tanyaku lagi.

“Sampeyan mau ngentotin Asih sama istri saya?”, tanyanya dan membuatku seolah terloncat dari kursi reot itu.

Dalam hati sebenarnya di usia remaja yang sarat hormon ini, aku ingin sekali mencoba merasakan kenikmatan tubuh seorang wanita, tidak hanya sekedar bermasturbasi menyaksikan adegan film porno, atau hanya bisa berliur mendengarkan kisah teman-teman yang telah merasakannya. Pucuk di cinta ulam tiba pikirku.

“Tapi pak, bagaimana dengan mama dan tante saya? Bagaimana kalau saya ketahuan?” Tanyaku

“Sebagai sesama lelaki…”, ia menghisap dalam rokoknya lalu menoleh ke dalam, ke arah dipan di mana mama dan Tante Lia tidur. ”Mereka cantik dan montok, apakah sampeyan keberatan kalau saya ngentotin mereka?’’

Aku kaget dan merinding, pertanyaannya bagaikan guntur yang tengah menyambar-nyambar di luar. ”Aaaa…”, ucapanku terpotong.

”Ya kalau sampeyan keberatan, silahkan cari jalan keluar sendiri,’’ tukasnya.

Aku dihadapkan buah simalakama, walau di dalam hati jujur saja penasaran juga bagaimana tubuh telanjang mama dan Tante Lia. Mereka berdua memang wanita matang yang cukup cantik dengan potongan tubuh yang bisa menjadi bahan onani lelaki manapun, tapi mereka adalah keluargaku. Shit… apa yang harus kulakukan?

“Dengan syarat, bapak tidak akan menyakiti mama dan tante saya kan?, lanjutku.

Pak Simo tak berkata apapun tapi langsung masuk ke dalam rumah menuju dipan di mana anak dan istrinya tidur dan membangunkan mereka, ”Ayo nyambut gawe, kamu layani mas mu, kowe ngalih, bantu kulo”, ujar Pak Simo. Aku mengikuti Pak Simo masuk ke dalam. Tak lama, istri Pak Simo bangkit mengikuti Pak Simo yang berjalan ke arah belakang rumah.

Asih, anak gadisnya segera mendekatiku dengan wajah tanpa ekspresi kemudian mendorong tubuhku hingga terduduk di dipan dan dia meloroti celanaku. Aku sangat gugup, karena ini adalah pengalaman pertamaku bermain dengan seorang wanita. Penisku yang sudah menegang langsung dijilat oleh Asih secara perlahan mulai dari pangkal hingga kepalanya.

Asih melakukannya dengan senyum nakalnya. Aku keenakan tetapi aku berusaha tidak medesah karena takut mama dan tanteku bangun. Asih memainkan penisku di wajahnya, seperti mennyapu penisku ke seluruh bagian wajahnya. Semakin bergairahlah aku. Kemudian Asih memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Asih tampak menikmatinya.

Permainannya sangat menggairahkan. Kulumannya, hisapannya, permainan lidahnya, genggaman tangannya dan gerakan maju-mundurnya di penisku membuatku tidak tahan lagi. Permainanku dengan Asih membuat dipan reot ini berderit-derit. Aku sudah tak peduli lagi jika seandainya mama dan Tante Lia terbangun, karena nafsu ini sudah berada diubun-ubun.

Akhirnya aku menembakan spermaku di dalam mulutnya. Asih mengeluarkan penisku dari mulutnya kemudian menunjukkan spermaku yang ada di mulutnya, kemudian dia memainkan air mani itu di mulutnya, hingga layaknya orang berkumur dan akhirnya menelannya. Asih menunjukkan kepadaku mulut kosongnya setelah menelan spermaku.

Selintas kulirik mama dan tante yang masih terlelap nyenyak, dada mereka yang penuh itu naik turun seiring tarikan nafas. Tiba-tiba kulihat Pak Simo kembali masuk diikuti istrinya, Bu Sekar membawa sebuah tungku dan kendil kecil, seolah tak mempedulikanku, mereka mendekati dipan yang ada di depan ku, sontak ruangan gubuk itu dipenuhi aroma kemenyan. Bu Sekar lantas berjalan berkeliling memutari dipan mama dan Tante Lia sementara Pak Simo hanya berdiri sambil komat-kamit seperti membaca mantra.

Kemudian Pak Simo duduk bersimpuh di antara mama dan tante, meniupkan asap kemenyan ke wajah mama dan Tante Lia, kemudian memercikan sedikit air di sekujur tubuh mereka berdua. Usai melakukan ritual, perlengkapannya kemudian dibawa istri Pak Simo ke belakang. Semuanya tak lepas dari pandanganku. Lagipula, jarak antar dipan itu tidak lebih dari 1,5 meter saja sehingga aku bisa melihat jelas apa yang ada di dipan sana.

Dan inilah saat yang aku tunggu, di seberang sana, dengan perlahan Pak Simo melepaskan ikatan kemben di dada mama, lalu menurunkannya ke bawah. Perlahan payudara mama tersingkap. Wow ternyata sangat besar dan indah pikirku. Semakin ke bawah aku bisa melihat perut mama yang agak berlemak tetapi tidak gendut, lalu bayangan hitam tumpukan rambut di pangkal pahanya yang masih terbungkus celana dalam berwarna merah.

Perlu kalian ketahui, lipatan perut mama yang khas ibu-ibu itu sangat menggoda. Pak Simo melepaskan dengan kasar celana dalam mama kemudian menghirupnya dalam-dalam, kemudian dilemparkannya begitu saja ke lantai. Baru kali ini kulihat secara nyata tubuh telanjang seorang wanita. Mataku nanar memperhatikan betapa tubuh mama demikian indah, bahkan di usianya yang 42 tahun.

Bagaimana tidak, payudaranya membusung besar dengan puting coklat tua, perutnya yang putih mulus naik turun seiring tarikan nafas, dan yang kian membuat aku ingin segera menyetubuhi Asih yang kini sedang mengocok penisku yang sedikit layu adalah gundukan vagina mama yang menyembul dan ditumbuhi rambut kemaluan yang lebat.

Tapi itu bukan satu-satunya pemandangan indah yang kusaksikan. Setelah menelanjangi mama, Pak Simo berjalan ke sisi dipan berikutnya, dengan segera ia lepaskan kain kemben, kain hijab yang tadi digunakan tante untuk menutupi dadanya, dan juga celana dalam hitam yang dipakai Tante Lia. Kembali mataku berpesta pora menyaksikan tubuh wanita separuh baya yang juga tak kalah indah dengan tubuh mama.

Anehnya, tidak ada perlawanan dari mama dan tante. Tampaklah dua gunungan indah dari mama dan tanteku serta bulu kemaluan yang cukup lebat. Payudara tante terlihat lebih besar dari punya mama tetapi punya mama terlihat lebih kencang. Hanya berjarak 1,5 m dari tempat penisku dikocok Asih, aku dapat melihat jelas seluruh pemandangan indah kedua tubuh wanita sedarahku itu, termasuk rekahan bibir vagina keduanya, meski ditutupi bulu kemaluan yang cukup lebat.

Pak Simo dengan kasar mulai meremas-remas kedua bukit kembar tante dan membetot ringan, lalu mengusap-usap perutnya yang putih dan mulus terus ke bawah pusar di mana semak belukar hitam tumbuh lebat, kemudian dia beringsut ke ujung dipan, melebarkan kedua paha Tante Lia, lalu merunduk tepat di ujung segitiga hitam selangkangan tante, dan mulai mengecap dan menjilati organ kewanitaanya.

Sampai kemudian tante kelihatan mulai bergerak gelisah, meski mata masih terpejam, dan mulutnya mulai mengelarkan suara rintihan, yang mulanya lirih namun semakin keras erangannya ketika Pak Simo mulai mengorek-ngorek vagina tante dengan jemarinya. Semakin lama gerakan jari Pak Simo semakin cepat. Tak hanya itu, pada awalnya Pak Simo hanya memasukkan satu jarinya, namun kini sudah ada tiga jari Pak Simo yang bergerak maju mundur di dalam liang vagina Tante Lia.

Lia. Suasana erotis bercampur magis memenuhi seantero rumah gubug itu, suara rintik hujan dipadu erangan rintihan dan kecipak beradunya kelamin dan sayup-sayup suara dalang wayang kulit dari radio butut bagai orkestra yang memacu berahi. Tindakan cabul itu berakhir ketika tubuh Tante Lia mengejang karena mendapat orgasme hingga badannya melengkung ke atas serta cairan kewanitaannya menyembur dengan hebat dari dalam rekahan bibir vaginanya, membasahi seluruh tangan Pak Simo.

Sadar nafsuku sudah membara kembali, Asih bangkit dan membuka kembennya. Tampaklah payudara yang besar untuk seusianya. Mataku berpesta pora menyaksikan payudaranya yang ranum dan berukuran lumayan itu, lalu terus ke bawah ke bagian pinggulnya yang membulat hingga bagian delta di antara dua pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.

Kami berciuman dan beradu lidah sambil meremas payudaranya kemudian aku turun ke payudarnya. Kujilati semua bagian payudaranya sambil meremas payudara lainnya. Kemudian aku turun ke vaginanya. Baunya yang harum seperti air kembang membuatku semakin bernafsu. Awalnya aku hanya mencium bibir vagina itu, tapi lama kelamaan aku mulai menjilat bahkan memasukan lidahku ke dalam lubang vaginanya.

Asih mendorong tubuhku berbaring di atas dipan. Dengan sabar ia telentangkan aku, lalu merangkak di atas tubuhku, kembali melumat bibirku. Ia kemudian bangkit berdiri, berjalan ke arah wajahku lalu dengan perlahan berjongkok di atasnya, ia mengangguk seolah-olah menyuruhku menikmati liang senggamanya yang merekah merah, aroma asing namun membangkitkan gairah berahi memenuhi hidungku, dan tanpa sadar aku mulai menjilati permukaan vaginanya dengan rakus.

lum seseorang, akumencoba bangkit untuk melihat apa yang terjadi, Asih dengan pengertian berlutut sebentar… terkejut bukan kepalang mendapati istri Pak Simo alias ibunya Asih tengah mengulum dan mengunyah kontolku, BH putih lusuhnya sudah melorot sebatas perut, payudaranya yang jauh lebih besar dari milik anaknya berayun-ayun dengan putingnya yang keras menyapu kedua pahaku. Aku tak pernah membayangkan pengalaman seks pertamaku bisa sedahsyat ini, dipuasi sekaligus ibu dan anak.

Aku terus menjilati bibir vagina Asih sementara di bagian bawah tubuhku, ibunya sibuk menghisap dan menjilat batang kemaluan dan biji pelirku. Ia merintih-rintih pelan saat menikmati masuknya lidah dan jariku di dalam vaginanya. Sambil menjilat kemaluan Asih, tak lupa aku kumainkan payudaranya. Payudaranya yang berguncang keras mengundangku untuk menangkap dan meremas-remasnya.

Sementara itu, mulut Bu Sekar yang masih mengulum penisku kupompa keras sehingga dipan itu berderit-derit. BH-nya yang tadi melorot sekarang sudah lepas tidak tahu kemana. Bulir-bulir keringat mulai muncul di permukaan kulit kami bertiga, suasana dingin malam itu menjadi hangat. Kemudian aku merasa tidak sabar lagi ingin memasukan penisku ke dalam lubang vagina Asih, tetapi ketika aku ingin bangkit untuk merubah posisiku dan Asih agar kubisa menyetubuhinya, dapat kurasakan gerakan Asih yang menolak tindakanku.

Disaat yang bersamaan, Pak Simo terlihat sudah puas bermain-main dengan tubuh Tante Lia. Pak Simo bangkit berdiri berjalan memutar menuju di mana mama tidur, meninggalkan tubuh Tante Lia yang masih kelojotan akibat digempur Pak Simo. Kini giliran ibu kandungku yang akan menerima tindakan cabul lelaki asing, di depan anaknya pula.

Pak Simo mulai meremas-remas payudara mama, dan juga memilin-milin putingnya, lalu ia merunduk, menghisap, dan menggigit-gigit ringan mutiara kecoklatan di puncak gunung itu, wajah mama kelihatan mengernyit. Tangan mama direntangkan ke atas kepala, lalu ia hirup ketiak putih mama dengan dalam. Setelah puas, kembali tangan-tangan kekar Pak Simo merayapi sekujur tubuh bugil mama, dan berakhir hinggap di rerumputan hitam di bawah pusar mama, menyisiri bulu-bulu kemaluan lebat itu sebelum tiga jari-jemarinya mulai menggali dalam-dalam lubang di mana aku lahir 18 tahun lalu.

Dan itu memacu ledakan orgasmeku, kurangkul erat-erat Asih yang masih jongkok diatas wajahku, lalu semburan demi semburan cairan hangat memenuhi setiap milimeter rongga mulut seorang istri dari lelaki tua yang tengah sibuk merendahkan kehormatan ibu kandungku. Sensasi nikmat itu terus berlanjut sampai kurasakan tak ada lagi tetesan sperma yang mengalir keluar, lalu aku bangkit meninggalkan tubuh Asih dan Bu Sekar dan seolah tak mempedulikannya.

Sama seperti Tante Lia tadi, kini mama mulai merintih-rintih dan tubuhnya bak cacing kepanasan bergerak kesana kemari, sementara matanya juga masih terpejam seolah-olah masih berada di alam mimpi. Aku berinisiatif untuk merekam permainan mama dengan Pak Simo dengan hp ku, kuharap ini bisa menjadi kenang-kenangan dan dapat kunikmati video ini jika aku ingin bermasturbasi.

Tiba-tiba Asih turun dari dipan dan berlutut di hadapanku… dan hap… ia menjilati sekujur penisku yang masih diselaputi sperma seolah-olah ingin membersihkannya, aku hanya bisa termangu menikmatinya sampai kemudian ia bangkit berdiri dan berjalan ke bagian belakang rumah. Rekaman ku berakhir ketika mama orgasme hingga badannya melengkung keatas serta menyemburkan cairan kewanitaan dari vaginanya dengan sangat derasnya.

Pak Simo kini mengangkat betis mama dan ditumpangkan di pundaknya, sehingga pinggul mama terdongak ke atas, lalu ia beringsut ke depan dan makin tinggi mengangkat bagian bawah tubuh mama hingga vagina mama tepat di depan mulutnya, dan dengan rakus ia jilati liang senggama ibu kandungku itu, mama yang seperti orang kayang itu mulai menceracau ribut.

Pemandangan sensual itu membuat senjata biologisku yang tadinya layu mulai bangkit kembali secara perlahan. Dan malam itu kejutan belum berakhir, ibunya Asih muncul dari belakangku mendekatiku, dan sebeleum ia duduk menemaniku, ia tanggalkan satu-satunya alat penutup tubuhnya, kain sarung batik lusuh itu jatuh pelan ke permukaan lantai, yang segera ia pungut untuk di letakan di atas bantal.

Mataku nanar menyaksikan tubuh semok berbalut kulit sawo matang itu dengan payudara besar dan vagina yang bulu kemaluannya telah dicukur habis duduk mendekat disampingku, dan tanpa tedeng aling-aling langsung meraup batang penisku dan mengusap-usapnya pelan. Dan aku pun mulai berani juga mulai meremas-remas payudara montok yang jauh lebih besar dari milik anak gadisnya, munkin sebesar punya mama, lalu menjamah lubang senggamanya dan mengutil-ngutil klitorisnya, membuat matanya merem-melek dan nafasnya mulai mendesah.

Di dipan lain, Pak Simo menurunkan tubuh mama, lalu bangkit berdiri melepaskan celana sontog yang mirip celana pakaian silat, batang kemaluannya yang besar yang melebihi ukuran milikku itu telah mengacung berdiri dengan gagahnya. Ia menaiki dipan lalu mengangkangi dada mama, dengan menjambak rambut mama, ia arahkan kepala mama hingga ujung kepala penisnya menyundul bibir mama… mata mama membelalak, seperti orang bingung…

”Ayo nduk, emuten!! ”, perintah Pak Simo dengan wibawa, mama yang dalam matanya seperti ada penolakan namun seperti terhipnotis mulai mengulum penis lelaki asing itu, ia melirikku dan matanya seperti terkejut menyaksikanku duduk telanjang didampingi istri Pak Simo yang juga dalam keadaan bugil dan sibuk mengocok-ngocok batang kemaluan puteranya.

”Rendy? Kamu ngapain? Apa-apaan ini… to… mmff’’, ucapannya terhenti ketika Pak Simo dengan paksa menyumpalkan kembali batang kemaluannya ke mulut mama, membuat mama kembali tersedak dan terbatuk-batuk… kembali ia berontak melepaskan diri… ia melirik ke arah Tante Lia…

”Lia… tolo… mmfff”, kembali Pak Simo memaksa mama mengoral kemaluannya, air mata mama sampai menetes, tetapi Pak Simo dengan kasar terus mendesak-desakan penis besarnya ke rongga mulut mama, bagai menikmati kekuasaan mencabuli seorang wanita di depan anak kandungnya, tampak kemudian mulutnya seperti merapal suatu mantra dan membuat mama tak lagi berontak.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan