1 November 2020
Penulis —  mastershinden

Pengalaman Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Part 6: Hukuman untuk Mama

Selesai berbicara dengan orang-orang itu, dari atas tebing Pak Simo memberi tanda, mengajak kami kembali ke gubuknya. Kami keluar dari air, mama dan tante memakai kembennya kembali sedangkan aku memakai celana pendekku. Akhirnya kami kembali ke gubuk itu. Sesampainya di gubuk, terlihat Asih yang sedang membantu Ibunya mencuci pakaian di dekat sumur.

Aku langsung masuk ke dalam. Aku mengambil hpku yang tertinggal semalam. Mati. Kusimpan hp ku di tas ranselku. Hari sudah beranjak siang. Seharusnya hari ini menjadi hari terkahir kami terperangkap di hutan ini. Sebenarnya bisa saja aku kabur saat berjalan pulang dari pemandian, tapi aku masih memikirkan nasib mama dan tanteku kalau aku kabur.

Mama dan Tante Lia segera merebahkan tubuhnya di dipan. Tak berapa lama, Bu Sekar dan Asih masuk ke dalam gubuk dari arah belakang. Ia berdiri di samping Pak Simo.

“Sekarang waktunya untuk hukuman untuk ibu sampeyan,” kata Bu Sekar sambil memeluk ku dari belakang. “Telanjangi dia sekarang!”

Seperti anjing penurut, aku langsung melucuti kemben mama setelah mendengar perintah yang tiba-tiba itu. Rasa kasihan sepertinya sudah hilang dari diriku, yang kumau hanyalah menikmati sensasi bersetubuh dengan ibu kandungku sendiri, dan yang terpenting kami bisa keluar dari sini, tentu saja kalau aku menuruti apa yang lelaki tua itu mau.

“Sampeyan tau ndak pantat mama sampeyan masih perawan? Apa sampeyan ndak pernah tertarik buat mrawani pantatnya?!” Tanya Pak Simo galak.

Sebuah kesempatan! Tanpa dikomando aku langsung beringsut ke arah selangkangan mama dan mengangkangkan kakinya. Kali ini kuarahkan langsung kepala penisku ke lubang pantatnya yang kecil itu. Kuludahi dulu kepala penisku seperti yang kulihat di film-film porno. Kutusukan perlahan batang penisku ke pantatnya.

“Jangan di pantat saya pak… Oouuuh…”, lenguh mama sambil sedikit meronta.

Tapi tak kuhiraukan. Makin dalam penisku, makin kencang juga teriakan kesakitan mama. Air matanya menetes karena tak sanggup menahan rasa sakit. Aku coba menenangkan mama. Sementara itu, Pak Simo dan Bu Sekar hanya menonton saja.

“Mama… tenang ma… Nanti mama suka kok…”, kataku sambil menghapus air matanya.

Aku iba tetapi nafsuku mengalahkan iba ku. Kini seluruh batang penisku tertelan semuanya di lubang pantat mama. Aku bisa merasakan kedutan vaginanya yang menjalar hingga dinding lubang pantatnya itu. Kugenjot perlahan. Setiap kugenjot pantat mama, mama mulai meringis lagi.

“Sakiiitt… Jangaaan paaak… Berhenti…”, tapi tak kuhiraukan.

Aku terus menggenjot. Lama kelamaan rintihan kesakitan berubah menjadi desah keenakan.

“Aahh… Ahhhh… Jangan berhenti pakk…”, desah mama yang masih menganggap aku Pak Simo.

Pak Simo mendekati kami dan melorotkan celana sontognya. Lelaki tua itu menyodorkan penis raksasanya ke mulut mama dari samping dipan. Mama yang kalap karena pantatnya sedang digenjot kini juga menggarap penis Pak Simo dengan mulutnya. Wow, mama ku yang kini berubah jadi binal ini sedang menggarap dua penis sekaligus.

“Hmmmpphh hmmmphh…”, mama mendesah tidak jelas karena mulutnya dipenuhi penis raksasa Pak Simo.

Melihat itu rasanya ingin sekali aku saat itu juga menembakan spermaku di dalam pantat mama, tapi kutahan-tahan saja. Kurasa permainan ini akan semakin lama menjadi semakin menarik.

“Pak Simo, gantian pak”, kataku.

Pak Simo mencabut penisnya dari mulut mama dan aku mencabut penisku dari pantat mama. Aku berjongkok di atas wajah mama dan membelesakkan penisku di mulut mama. Penisku yang tadi berlumur cairan pantatnya kini sudah berada di dalam mulutnya. Tak dapat kubayangkan bagaimana rasanya, tapi aku tidak peduli.

Tiba-tiba mata mama terbelalak hingga bagian putihnya saja yang terlihat. Penisku bahkan hingga terhisap hingga kerongkongannya. Ternyata Pak Simo memasukan penisnya ke dalam anus mama. Tanpa ampun, Pak Simo memasukan penisnya secara paksa. Aku sudah benar-benar tenggelam dalam kegilaan ini, aku menggenjot penisku di mulutnya sedangkan Pak Simo mengenjot penisnya di anus mama.

Puas menyiksa anus mama, kini Pak Simo menghujami vagina mama. Penisnya yang tadinya berada di anus mama kini berpindah ke vagina mama. Pak Simo langsung rebah di atas tubuh mama dan merangkul tubuh mama. Tiba tiba Pak Simo bangkit dan turun dari dipan sambil menggendong mama dengan penisnya masih menancap di vagina mama.

“Sampeyan ndak lihat pantat ibu sampeyan nganggur?!” Bentak Pak Simo.

“Bbb.. bagaimana pak?” tanyaku gugup.

“Sampeyan lihat kan pantat lonte ini nganggur? Cepat entotin dia!” perintahnya.

Awalya aku ragu, tapi kucoba memberanikan diri. Aku mendekati mama yang sedang digendong membelakangiku. Aku arahkan penisku ke lubang anus mama yang sudah terbuka itu sementara penis lelaki tua itu masih menancap di lubang vagina mama. Blesss masuklah ujung kepala penisku secara perlahan ke dalam pantat mama.

“Rendy… hiks…” rintih mama mengejutkanku.

Gawat! Mama sadar dari hipnotisnya! Wajahnya yang berada di pundak Pak Simo berusaha menoleh padaku.

“Apa yang kamu lakukan Rendy??… hiks hiks” mama menangis. Dari matanya kulihat air mata jatuh mengalir.

“Mamaaa…” kataku iba tetapi tetap terus membenamkan penisku. Rasanya, jepitan pantatnya kuat sekali karena di lubang yang satunya sudah terisi penuh oleh penis Pak Simo.

“Rendy… tolong mama… hiks ahhh sakiiittt…” Rintih mama sesengukan. Nafasnya terengah-engah.

Bukannya menghentikan aksi cabulku, aku malah menciumi leher mama.

Mama seperti memberontak dari gendongan Pak Simo. Tapi apa daya, mama yang keletihan tubuhnya menjadi lemah sehingga mudah ditaklukan Pak Simo. Bu Sekar dengan sigap mengambil kendi yang berasap kemenyan, berusaha mendekati mama untuk membuatnya tak sadar kembali.

“Jangan… jangan hipnotis saya… hiks hiks saya amat tersiksa ahhh… saya akan melakukan apa yang kalian mau… nghhh… tapi tolong jangan hipnotis saya… aakkkhh!!!”, teriak mama terengah-engah.

Mama tiba-tiba menjerit ketika penisku sudah terbenam semua di lubang pantat mama.

Kini dua lubang di selangkangan mama terisi penuh oleh dua batang penis sekaligus. Aku bisa merasakan sempitnya pantat mama. Penis pak simo yang besar itu dapat kurasakan kedutannya dari dinding yang mebatasi liang vagina dengan liang pantat mama. Penis besarnya yang berada di vagina mama membuat pantat mama yang masih sempit menjadi lebih sempit lagi, menghimpit penisku yang berada didalam anus mama.

Aku mulai menggenjot lubang pantat mama, begitu pula Pak Simo menggenjot vagina mama sementara mama masih berada di gendongan lelaki tua itu.

“Hiks Rendy… tolong jangan lakukan ini sama mama… Hiks… sakittt…”, pinta mama.

Mama yang tak berdaya itu terus memohon agar aku menghentikan tindakan menyelewengku. Jujur saja sekarang aku merasa gagal menjadi pelindung mama. Setelah papa meninggal, seharunya aku lah yang melindungi mama. Tetapi kini aku malah berbuat sebaliknya, aku menyiksa mama dengan tindakan cabulku. Tapi aku tau, dari hati yang paling dalamnya, mama merasa puas dengan permainan seks ini, sesuatu yang mungkin sudah lama tidak ia rasakan.

Kugenjot terus penisku di dalam lubang pantatnya dan kutangkap payudaranya dari belakang. Pak Simo tak henti-hentinya menepuk pantat mama sehingga menghasilkan suara plok plok plok. Mulutnya juga selalu menyosor ke bibir mama, menikmati bibir seksi mama. Lidah lelaki tua itu pun mulai berani memasuki mulut mama, lidah mereka saling membelit.

Dengan masih menggendong mama, Pak Simo rebah di dipan. Akibatnya mama telentang setengah menungging di atas Pak Simo, sedangkan aku masih menyodok pantat mama dengan gaya doggy style. Kemudian aku rebah di atas punggung mama. Kami seperti kue lapis saja. Tubuh putih mama dihimpit oleh tubuh coklat gelap Pak Simo dan juga tubuh coklat milikku.

Pak Simo mencabut penisnya dari vagina mama. Aku juga mencabut penisku dari pantatnya. Pak simo memutar tubuh mama yang tak berdaya itu hingga tubuh mama rebah telentang di atas tubuh Pak Simo. Tangan Pak Simo mengarahkan penisnya ke pantat mama. Mama teriak kesakitan ketika penis Pak Simo merobek lubang pantatnya.

Aku tak mau ketinggalan. Kumasukan penisku ke vagina mama yang sudah mengangkang. Ughh sempit sekali meski baru dihujami penis Pak Simo. Vaginanya sempit karena penis Pak Simo sekarang sedang bersarang di pantat mama. Vagina mama sungguh hangat sekali, seperti tahu bahwa burung sang buah hatinya “kembali pulang” ke rumahnya.

“Rendy… arghhh… enghhh… hentikannnn… hiks… hiks…”, mohon mama agar aku menghentikan persetubuhan haram ini. Air matanya terus mebasahi wajah cantiknya.

“Mama… maafin Rendy…” kataku sambil mulai menggenjot. Tak lupa kupilin dan kusedot putting susunya.

Dipan reot itu kembali berderit-derit. Mama kelabakan karena dua lubang diselangkangannya dihujam oleh dua penis sekaligus. Sisa dari permainan siang ini adalah tangisan mama yang bercampur rintihan entah keenakan atau kesakitan.

Penisku rasanya seperti diperas. Dan ejakulasi ini tak bisa kutahan lagi. Aku mempersembahkan spermaku di dalam vagina mama. Sedangkan Pak Simo menumpahkan spermanya di dalam pantat mama. Kami mencabut penis kami bersamaan. Dari lubang vagina dan pantat mama keluarlah aliran cairan putih yang deras, tentu saja yang paling deras yang keluar dari pantat mama.

Pak Simo mendudukkan mama. Disodorkannya penisnya yang berkilat karena sperma dan cairan pantat mama. Pak Simo memaksa mama untuk membuka mulutnya. Kini Pak Simo sibuk menggenjot mulut mama. Aku yang juga ingin penisku dibersihkan mama juga menyodorkan penisku ke mulutnya. Aku merebut dan menarik kepala mama dan kuarahkan mulutnya ke penisku yang masih mengacung.

Hanya dengan sedikit usaha, mulut mama pun terbuka dan aku memasukan penisku ke mulutnya. Sama seperti Pak Simo, kugenjot juga kepala mama. Stelah puas, kurebahkan kembali tubuh mama di dipan. Sepertinya ia pingsan. Asih mendekati mama dan menghisap lelehan spermaku dan Pak Simo yang keluar dari kedua lubang kemaluan mama.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu