1 November 2020
Penulis —  mastershinden

Pengalaman Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Part 14: Pengakuan Tante Lia

Tak berapa lama tante membalas WA-ku. Bukannya menanggapi pesanku, ia malah mengajakku ke rumahnya.

“Ren, tante ke rumah kamu ya?”

“Ada apa tan? Tante pasti lagi pengen banget ya? Kangen titit Rendy ya? Tapi besok aku ada les.”

“Ih sembarangan. Bolos aja sayang. Ada yang mau tante omongin sama kamu. Penting.”

“Hmmm oke lah, buat tante apa sih yang ga? Tapi kasih aku secelup dua celup ya? Hehe”

“Nanti tante bilangin mamamu nih!”

“Bilangin aja, mama udah takluk kok sama Rendy”

“Bisa aja ah, yaudah pokoknya tante mau kesana besok, mamamu jangan tau dulu kalau tante mau ke sana”

“Yaudah tanteku yang cantik, tapi jangan sore-sore ya tan, nanti mama keburu pulang”

“Hmm tenang aja Ren, mamamu pulang malem kok, dia ada rapat sampai malam, sama Om Ifan juga”

“Oke deh tan, sampai ketemu besok. Muaachh” kataku menutup percakapan melalui aplikasi perpesanan ini. Setelah itu aku langsung mandi besar dan sholat maghrib.

Sesampainya di kamar aku langsung rebahan dan aku tertidur begitu saja. Memang lelah sekali tubuhku waktu itu, pagi hari aku sudah onani dengan jilbab mama, siangnya aku tryout di tempat bimbel, dan sorenya aku berzina dengan mamaku sendiri. Yak, satu lagi peristiwa penting di kehidupanku terbuka setelah aku berhasil menyetubuhi mamaku sendiri.

Tapi sayangnya mama menolak melakukan hubungan ini lagi. Penolakan mama terbawa-bawa hingga mimpiku. Dalam mimpiku, aku sedang berjalan di taman bunga bersama wanita cantik yang mirip mamaku waktu masih muda, kurayu ia agar mau menjadi miliku, tetapi ia terus menolakku. Setiap ingin menyosor tubuhnya, wanita itu dengan mudahnya melepaskan pelukanku.

“Kenapa ma?”

“Ng… nggak kenapa-napa kok Ren”

“Mama nangis semalem ya?”

“Hmm iya sih…”

“Ma… Rendy minta maaf lagi…”

“Gapapa Ren, salah mama kok, mama terlalu terbawa suasana. Mama nangis semalaman menyesali perbuatan mama yang ceroboh ini.”

“Yaudah kita makan aja yuk” sambung mama.

Pagi itu suasana sarapan kami tidak biasa. Yang biasanya saling mengobrol, kini kami kikuk satu sama lain. Aku mengerti isi hati mama. Ia marah dengan dirinya sendiri. Dan aku masih tak ingin menambah angin ribut yang berkecamuk di hatinya. Ya, aku belum memberitahunya tentang hubunganku dengan Tante Lia.

Singkat cerita mama pun berangkat kerja. Seperti biasa ia nampak sangat cantik dan seksi meski memakai pakaian panjang dan jilbab. Aku memutuskan untuk tidak onani pagi ini karena aku ingin “isi tenaga” karena nanti siang Tante Lia mau datang. Aku juga sudah memutuskan untuk bolos bimbel. Nanti siang pasti kami bersenang-senang sampai sperma ini habis.

Jam di dinding menunjukkan pukul setengah tiga siang ketika kudengar suara gerbang rumahku dibuka. Itu pasti Tante Lia. Kubukakan pintu untuknya dan langsung dihadiahi kecupan di bibirku. Aku meresponnya dengan memagutkan bibirnya dengan gigiku. Cukup lama kami berciuman di depan pintu layaknya suami istri yang baru bertemu setelah bertahun-tahun berpisah.

“Tan udah ah, di dalem aja” kataku ketika melepaskan ciumannya.

“Hehehe kangen kamu sayang” ujar Tante Lia yang sedang memakai baju panjang berwarna biru dengan celana jins longgar dan jilbab yang biru juga.

“Hehehe Rendy juga kangen nih tan, nih udah berdiri dari tadi nungguin Tante Lia kesayangan titit Rendy”

“Mesum ih”

Kami duduk di sofa. Setelah berbasa-basi dan menceritakan persetubuhanku dengan mama dari awal kejadiannya hingga terakhir mama menolak melakukannya lagi serta mama ternyata telah mengetahui kenakalanku, langsung kutanyakan intinya.

“Jadi apa yang mau diomongin nih Tan?”

“Nggg…” ekspresinya menjadi sedih, “Jadi gini Ren…”

Ia mengambil jeda sebentar dan melanjutkan, “Om mu udah tau kita pernah… anu… gituan.”

Tentu yang dimaksud tante “gituan” adalah perzinahan kami empat hari yang lalu. Aku bagaikan tersambar geledek mendengarnya.

“Kok… kok bisa tan???” tanyaku penasaran.

Tante Lia pun membeberkan kronologisnya. Singkat cerita, Om Ifan sudah tahu apa yang kami lakukan di rumahnya karena ia mendengar suara gaduh dari dalam kamar anaknya ketika Om Ifan sedang melakukan pekerjaan di pekarangan rumahnya. Ia mengintip dari jendela dari luar. Tapi Om Ifan tidak menegur kami karena ia tahu ini merupakan salahnya.

Jadi sebenarnya Om Ifan bersekongkol dengan seorang dukun agar kehidupan ranjangnya dengan Tante Lia semakin panas. Menurut Om Ifan, setelah Tante Lia menggunakan KB spiral selama beberapa tahun terakhir, Tante Lia selalu kurang bergairah kalau diajak berhubungan suami istri ketika disuruh berfantasi yang bermacam-macam seperti (pura-pura) berselingkuh (cuckold, 3S, swinger), berjalan ala model sambil memakai pakaian minim (bikini, lingerie), atau bahkan sekedar mencoba berbagai gaya dan posisi saat melakukan seks.

Ternyata selama ini fantasi yang Tante Lia lakukan di atas ranjang belum cukup memuaskan Om Ifan. Bagi Om Ifan semuanya masih kurang. Akhirnya Om Ifan datang ke dukun untuk “memperliar” Tante Lia. Namun, sialnya, dunia perdukunan itu memang tidak dapat dipercaya, maka salah sasaran lah mantra-mantra si dukun itu.

Mantra itu malah bekerja dan mengenai Tante Lia sewaktu tante sedang bersama mama dan aku ketika kami sedang melakukan perjalanan menuju kota Solo beberapa minggu lalu. Niscaya kami terjebak di hutan dan bertemu Pak Simo. Seperti yang telah kuceritakan sebelum-sebelumnya, jadilah Tante Lia-ku yang liar.

Tapi karena mama ikut terjebak, mama jadi ikutan liar. Dan ternyata… dukun yang bersekongkol dengan Om Ifan adalah pak ustadz atau orang pintar yang waktu itu mengobati mama dan Tante Lia (lihat part 9). Oleh karena itu, kata Om Ifan, dirinya merasa tidak berhak marah kepada istrinya ataupun marah kepadaku.

Aku ternganga mendengar penjelasan tanteku.

“Terus gimana tan?” tanyaku.

“Ya awalnya kesel juga sih tante sama om mu, tapi ini kan salah tante juga yang gak peka serta gak bisa muasin suaminya. Justru karena kejadian ini tante sadar sama kesalahan tante. Dan kita sepakat buat gak ada drama di rumah tangga tante. Kita males berantem, kita damai deh. Tapi tante dibebasin buat nyari kepuasan seksual tante sendiri, tapi ya tante harus ngelayanin om kamu juga.

Mulutku yang tadinya ternganga tidak percaya berubah menjadi nyengir mendengar penjelasannya. Ahay, om ku sudah menyerahkan istrinya untukku rupanya.

“Jadi tante kesini buat nyari kepuasan kan? Rendy siap memberi tante kepuasan lahir dan batin!” sontakku bercanda.

“Halah, kuliah aja belom, mau muasin lahir dan batin, gayamu toh le le”

Kami tertawa saja mendengar bercandaan kami.

“Yaudah tan, langsung aja. Burung Rendy minta masuk sarang nih”

“Buru-buru amat sih Ren!”

“Yeee tante tadi katanya kangen aku.”

Aku langsung meremas-remas pelan kedua payudaranya. Sebuah sensasi tersendiri meremas payudara yang masih terbungkus baju. Tawa tante berubah menjadi desahan pelan. Tante merebahkan badannya ke ujung sofa, kepalanya bersender di tatakan tangan sofa tersebut. Aku mengikutinya. Kini aku menindih tubuh tanteku.

“Jangan dilepas dulu tan jilbabnya”

“Masa gak dilepas dulu sih sayang, kan kita mau enak-enak, masa pake jilbab”

“Tante lebih cantik kalau pakai jilbab, makin nakal keliatannya”

“Kamu yang nakal ih sayang, yaudah iya gak tante lepas dulu”

“Nah gitu dong tan”

Aku berinisiatif membuka kancing-kancing kemeja biru yang dipakai tante. Begitu juga dengan celana jinsnya, kutarik resletingnya dan kulepas celananya. Kemeja dan celananya aku lempar ke lantai. Kini di sofa terbaring seorang wanita yang hanya menyisakan pakaian dalam di tubuhnya dan jilbab di kepalanya.

“Kamu segitunya ya suka sama ibu-ibu kaya tante dan mamamu?”

Aku mengangguk seraya merangkak di atas tubuhnya. Kucium bibir manisnya itu. Aku menyesapkan lidahku ke dalam bibirnya membuat lidah kami saling membelit di dalam mulutnya. Kami saling bertukar ludah. Tanganku meremas payudara tante yang mesih terbungkus BH. Sejurus kemudian, tanpa kuduga tante membantingku ke samping, kini ia yang berada di atasku.

Tante mencium dengan liar bibirku, kemudian ia turun ke dadaku. Ia melepaskan kaos yang kukenakan lalu menjilat putingku, oh sungguh geli rasanya. Ia wanita dewasa yang begitu liar sampai-sampai kini kedua ketiakku di lumat habis dengan lidahnya. Kubalas ia dengan remasan di payudaranya montoknya yang sedang menggantung di atas perutku.

Selesai dengan ketiakku, ia melepas celana pendekku. Ia mengendus-ngendus selangkanganku yang masih ditutupi kolor. Sungguh mencenggangkan melihat wanita berkerudung setengah telanjang sedang membaui daerah pribadiku. Ia meloroti celana kolorku dan membuangnya ke lantai. Di tersenyum melihat senjataku sudah mengacung yang berselimut bulu kemaluan.

“Jahat ah kamu Ren!” bentak Tante.

Aku tersenyum saja. Akhirnya ia menjilati dulu seluruh batang penisku dan buah pelirku. Ia hisap satu-satu biji pelirku seperti orang kelaparan. Setelah semuanya mengkilat karena ludahnya, ia baru benar-benar mengulum penisku. Kepalanya maju-mundur di selangkanganku. Oh sungguh enak sekali permainan lidahnya di penisku.

Sesekali ia tonjokkan penisku ke bagian pipi dalamnya dan juga memasukkan kepala penisku hingga ke tenggorokannya. Saking enaknya, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain mengelus kepala berhijabnya sambil mendesah-desah menyebut namanya. Sesekali ia menatapku dengan mata binalnya. Kenikmatan itu terus berlangsung hingga aku berteriak karena ingin berejakulasi.

Dan crot… crot… crot… aku menyemburkan tepat di mulut kerongkongan tante. Tante agak kelojotan ketika aku menembakkan spermaku, tapi akhirnya ia bisa menguasai dirinya. Tante melepaskan kulumannya dan dengan agak tersedak ia berusaha mengeluarkan spermaku yang menyangkut di tenggorokannya ke mulutnya.

Dengan beberapa dehaman, spermaku berhasil dikumpulkan di mulutnya. Ia membuka mulutnya untuk menunjukan sperma itu kepadaku. Lantas ia berkumur-kumur dengan spermaku dengan gaya binal tanteku. Ia melepehkan spermaku ke tangan kanannya, lalu memindahkan spermaku ke tangan kiriku, begitu berulang-ulang.

Cukup banyak memang sperma yang kuhasilkan. Terakhir ia hisap lagi semua cairan peranakan itu yang belepotan di tangannya. Setelah ia telan, ia membuka lagi mulutnya untuk menunjukkan kepadaku bahwa sperma itu telah habis di tangannya. Sisa sperma yang berceceran di leher, dada, dan, wajahnya ku lap dengan kain hijabnya yang panjang.

Tante kembali merangkak di atasku. Tanpa perintah aku meraba punggung tante dengan tujuan ingin membuka kait BH tante. Setelah kuraba-raba kok tidak ada ya. Tante Lia tertawa melihat kebodohan yang kulakukan dipunggungnya.

“Hahaha kamu bodoh banget Ren. Ini kaitnya di depan!” katanya sambil berjongkok di atas perutku dan melepaskan kait BH yang dipakainya yang rupanya ada di depan. Sungguh aku baru tahu kalau ada BH yang bisa dibuka dari depan. Tante Lia langsung menyingkap cupnya dengan cepat sehingga melompatlah payudaranya dari dalam BHnya.

“Kalau celana dalam ga ada kaitnya kan tan? Hahaha” godaku.

“Gak ada lah! Ada-ada aja kamu ini” jawab tante.

Tante yang masih berjongkok di atas perutku melepaskan celana dalamnya sendiri namun ia langsung melemparkannya ke lantai. Tampak vaginanya diselumiti rambut kemaluan yang tidak tipis namun tidak tebal juga.

“Kalau jilbabnya dilepas juga gak nih Ren?” kini tante yang menggodaku.

“Eh jangan Tan! Dipake aja jilbabnya hehehe. Tante cantik banget kalau pake kerudung hehe”

“Oh maksud kamu tante jelek ya kalau gak pake jilbab?!”

“Eh gak gitu maksud Rendy tan, tante cantik kok kapan pun. Tapi lebih nafsuin aja kalau pake jilbab”

“Ih nakal kamu, ini kan buat solat, masa dipake buat enak-enak sih hehe”

“Yaudah tan, dipake aja. Rendy udah gak tahan nih…”

“Kalau gak tahan, sama mamamu aja sana”

“Eh jangan tan, mama katanya gak mau lagi gituan sama Rendy”

“Ah masa sih”

“Bilangnya sih gitu, tapi Rendy bisa liat kok kalau mama sebenernya mau lagi haha”

“Anak kurang ajar kamu ya Rendy haha, mamamu sendiri kok digituin haha” kemudian Tante menggumam sendiri sambil tersenyum nakal, “Mbak Linda, Mbak Linda, mau aja dientot sama anaknya sendiri.”

“Tante Lia juga, mau juga ngewe sama keponakannya sendiri” balasku.

Percakapan itu diakhiri dengan derai tawa.

“Udah ah Ren, langsung masukin kontolmu ke memek tante aja ya?” pinta tante dengan nada manja.

Aku mengangguk. Tante mulai memposisikan tubuhnya di atas penisku. Ia sudah berjongkok di atas selangkanganku dan mulai meraih penisku yang sudah mengacung ke atas. Diarahkannya penisku menuju liang peranakannya, ia juga ikut merendahkan pantatnya hingga penisku ambles di vaginanya. Kini di sofa ruang tamu rumahku sedang kusetubuhi lagi wanita berhijab yang tak lain adalah tanteku.

Wanita itu mulai menggenjot tubuhnya sendiri dengan kencang, menghasilkan suara teplakan yang sangat hot antara pantatnya dengan pahaku. Plak, plak, plak, plak. Susu montoknya bergoyang-gayang naik turun mengundang tanganku untuk meremasnya. Rambut kemaluanku beradu dengan rambut kemaluannya, menghasilkan sensasi geli.

Kumainkan kedua payudara jumbonya yang sangat kenyal itu. Kepalanya yang ditutupi hijab mendongak ke atas dengan mata yang terpejam dan bibir bawah yang digigit dengan giginya serinya, tanda tante sedang keenakan. Dari mulutnya tak henti-hentinya keluar racauan nan erotis hingga kupikir tante sedang gila atau kerasukan setan Pak Simo.

“Sssshhhhhh Ren enaaakkkk… shit… shit.. shit… shit… fuuucckkkk…”

“Aaaahhhhh fuck fuck fuck… Arrrrrggghhhhh gilaaaa fuck… hiyaaaa… Fuck…”

“Fuck aaaaaghhhhh… Hamil… hamiliiii tanteee… Ren… ahhh shit… Hiyah… Hiyahhh… ahhhh… Fuckkk Rennnnn…”

“iyaaaahhhh… hiyaaahhhh… Hamilin tanteeeee oohhhh fuuuuck… iyahhhhh buat tante hamilllll fuck… terus Ren… fuck… Shit… hamil… hamil… Hamillll… hamili tante Rennnn…”

Aku hanya mendesah pelan saja, tak mau mengganggu hayalan liar tante. Tak begitu lama, tiba-tiba penisku rasanya seperti disedot semakin dalam dan seketika sensasinya berubah seakan penisku lumer di dalam vaginanya. Aku berusaha menahan diri untuk tidak orgasme. Tubuh tante yang berada diselangkanganku melenting ke belakang.

“Aaaaaarhhhhhhhhh shiiiiiitttttt!!!!”

Sssssssssrrrrtttt. Cairan hangat membasahi penisku yang mendekam di vaginanya. Rupanya Tante Lia orgasme luar biasa, berbeda dari orgasme tante yang kemarin-kemarin, ini berkali-kali lipat lebih dari biasanya. Dan juga kali ini tante mencapai klimaks lebih cepat dari biasanya.

“Sini tan, Rendy jilatin dulu memeknya!”

“Ih kamu gak jorok apa? Bekas cairan tante gini, terus kan bekas penis kamu juga?”

“Ah udah sini aja tan!”

Tante menuruti perintahku. Ia naik ke atas sehingga vaginanya berada di atas kepalaku. Kemudian ia duduk di wajahku dan bibir vaginanya yang diselimuti rambut kemaluan itu hinggap tepat di bibirku. Langsung kujilati saja mulut vaginanya yang becek bekas orgasme tadi. Baunya membuatku mabuk kepayang, perpaduan antara pesing dan bau khas wanita.

Akupun tidak peduli bahwa vaginan ini barusan kumasuki dengan penisku. Slurrrrppp slurrrppp slurrrrp, begitu bunyi saat kujilat vagina tante. Tak lupa kueksekusi klitorisnya. Tante ikut menggesek-gesek selangkangannya ke wajahku. Kemudian aku memasukkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Hangat gimana gitu rasanya.

“Ssssshhhhtttt aaahhhhh” tante mendesis seperti kepadasan setiap kukerjai dinding vaginanya dengan lidahku.

“Fuck me… fuck me… yeaaaahhh ohhhh… Yessss uuuhhhh fuck” racau tante. Tiba-tiba Badan tante melengkung kebelakang sambil melenguh panjang. Ia pun mendapat orgasme sekali lagi. Kaena ia orgasme saat vaginanya berada di mulutku, maka jadilah cairan kewanitaannya banyak yang kuminum serta membasahi wajahku.

“Gantian, tante yang dibawah!” begitu perintahnya tiba-tiba. Tante rebahan di sofa dengan kepalanya dialasi bantal kecil agar nyaman.

Sekarang gantian aku yang mengangkangi tante. Kakiku berada di antara selangkangan tante. Aku menindih tubuh Tante Lia dan maminkan mainan kesukaanku, apalagi kalau bukan payudaranya. Kuemut kembali satu-persatu payudaranya. Tanganku membantu meremasnya, setelah itu aku mencium bagian sensitif tante di bagian leher dan belakang telinga.

Tak henti-hentinya tante mendesah karena ulahku. Meski begitu, aku tidak melakukan penetrasi penisku ke dalam vaginanya. Aku ingin suatu sensasi lain. Oleh karena itu, aku hanya menggesek-gesekan saja penisku ke belahan bibir vagina tante yang basah itu. Bulu kemaluan kami bergesek-gesek menimbulkan bunyi srek…

srek… srek… Meski vaginanya tidak dicoblos, tampaknya tante sangat menikmati gesekan-gesekan ini. Tangan tante melingkar mesra di leherku, jemarinya kadang hampir mencakar punggungku ketika aku memainkan daerah sensitifnya. Kedua kakinya kini juga melingkar di pinggulku seperti tak mau lepas dari hangatnya kasih sayang keponakannya ini.

Masih ingin berlama-lama, aku bangkit dan jongkok di atas perut tante. Setelah itu aku memainkan kepala penisku di puting payudaranya. Kuputar-putar, kulap, dan kegesekan penisku di sekujur payudaranya itu, terutama di bagian putingnya. Sungguh sensasi yang luar biasa karena bayangkan saja, penis yang digunakan untuk kencing dan mengeluarkan sperma milik seorang keponakan, kini menggerayangi payudara, alat untuk menghasilkan susu, milik tantenya.

Aku sempat menggoda tante, “maaf ya Nadia, Anya, nenen mama kalian mas pake”, “Ooohh… maaf ya Om Ifan, nenen istri om Rendy entot”. Celotehanku hanya disambut dengan cengengesan dari tante. Selanjutnya kujepit penisku di antara kedua bola payudaranya itu. Ugh, sungguh lembut, empuk, dan nikmat. Kugenjot payudaranya itu.

Tante juga menjepit kedua payudaranya itu dari luar dengan telapak tangannya sehingga semakin menekan penisku di antara buah dadanya itu. Setiap genjotanku disambut dengan desahan binal dari mulut tante,” hiyaaaaa shhhhaaahhhh entot nenen tante… Fuckk ah…”. Seringkali kepala penisku sampai menyentuh dagu dan bibirnya tatkala aku menyodokkan penisku, menimbulkan sensasi geli luar biasa untukku.

Aku yang hypersex kembali dapat melontarkan peluru-peluru putihku, membasahi leher, wajah serta hijabnya. Sekali lagi kulap peniksu, yang masih ada sisa sperma, di sekujur payudaranya, terutama di bagian putingnya karena aku sungguh gemas dengan tempat keluar susu ibu itu. Kemudian ia membersihkan ceceran spermaku dengan tisu.

Tadinya aku mau menyetubuhi tante dengan gaya misionaris, tapi tante melarangku karena bosan hahaha. Akhirnya aku punya ide. Aku tiduran berbagi sofa sempit disamping tante. Kemudian aku mendorong tubuh tante sehingga ia membelakangiku. Kuangkat satu kakinya lalu kucobloskan penisku ke vaginanya. Jadilah aku menyetubuhinya dengan gaya gunting.

kusetubuhi ia dengan penuh kasih sayang, pelan namun menyodok hingga ke mulut rahimnya. Posisi ini bisa dibilang cukup intim karena seluruh badan depanku menempel dengan punggung tante, jadi kami bisa merasakan kehangatan tubuh masing-masing. Kupeluk dirinya dari belakang layaknya kumemeluk guling. Dalam posisi ini, benturan perutku dengan pantatnya menimbulkan bunyi yang erotis, plak, plak, plak.

Ia kemudian bangkit dan memutarkan badannya, tangannya menumpu ke sandaran sofa, jadilah ia menungging di atas sofa dengan posisi pantatnya di pinggiran sofa.

“Ren buruan masukin ke pantat tante” katanya sambil ngos-ngosan.

Aku terpaku sejenak tak percaya.

“Udah buruan, udah tante bersihin. Kamu juga udah pernah masukin ke pantat tante juga kan”, katanya seperti membaca pikiranku.

Tentu aku masih ingat ketika aku menganal Tante Lia bersama Pak Simo dan empat orang kawanan begundal beberapa minggu lalu. Akhirnya aku yang masih rebahan di sofa segera bangkit dan berdiri di belakang pantat tante.

Ugh, pantatnya bulat sekal berkulit putih. Kuelus kedua bongkahannya dan seketika kuteplak pantatnya. Plak!!!! Tante Lia mengerang, “Aduuuuhh”. Aku tertawa. Kuarahkan kepala jamurku ke lubang anusnya. Karena ia menungging di atas sofa, jadinya aku tidak perlu menekukan kakiku agar penisku bisa memasuki lubang pantatnya itu, sungguh pas posisinya.

Namun bukannya langsung menganal, aku malah merojok vagina tante yang sedang menungging itu dengan tiga jariku.

“Aaaawwww anjing, ngentot! Kok malah dikobel sihhh!!…” lenguh tante.

Aku hanya tertawa saja mendengar serapah tanteku. Aku mempercepat kocokanku di vaginanya. Cpret… Cpret… Cpret… becek sekali vaginanya hingga menimbulkan suara kecipuk. Tiba-tiba tante melenguh pendek dan tiba-tiba pula tanganku kebanjiran cairan dari dalam vaginanya. Ia orgasme kembali, mungkin sisa-sisa orgasmenya yang tadi.

“Ah becek banget tan…”

“Aaaah iya Ren becek banget! hahaha… ambil tisu dong, lap sana sofanya.”

Aku ambil tisu di sebelah sofa dan kulap sofa dan permukaan bibir vagina tante. Setelah itu aku kembali kepada lubang pantatnya.

“Tant… Rendy masukin ya…” izinku.

“He-eh”, tante mengkonfirmasi.

Sebelum itu aku ludahkan dulu kepala burungku, “Cuih”

“Eh kok diludahin?! Jorok ah!”, seru tante.

“Yeee biar gampang masuk tan” balasku.

Kudorong perlahan penisku dan sleppppp, penisku dengan cepat bisa mendekam di lubang kotorannya itu. Mungkin karena sudah pernah dipakai enam orang bergantian waktu itu membuat lubang pantatnya itu tidak sempit lagi. Meski begitu rasanya tetap hangat dan menjepit penisku dengan baik. Tante yang masih hanya menggunakan jilbab di kepalanya membuat anal seks ini menjadi makin terkesan nakal.

Tante melenguh dan mendesis panjang, “Uuuunghhhhhhhh sssssttthhhhhhaaaaahhhh”

“Hiyaaaah… Nnnghhhhhh… Liat mas Ifan, istrimu di anal sama keponakanmu mas…” Racau tante tiba-tiba.

“Entot pantat tante terus Ren… aaaahhhh fuckkkk yeahhhh… ssssshhhhtttt.” erang wanita berjilbab itu sambil menggoyangkan pantatnya. Aku merespon dengan meneplak kedua bongkahan pantat sekalnya itu. Aku pun tetap menggenjot pantatnya dengan perlahan.

“Fuckkk ini kan yang kamu mas ifan… istrimu yang alim dientot orang lain??? Hiyaaaah shiit fuck fuck fuck…” Tante Lia pasti sedang membayangkan suaminya sedang menonton persetubuhan kami.

Jemari tangan kanan tante mengusap bibir vaginanya sendiri. ia juga mencolok-colokan jari tengahnya ke dalam lubang itu. Tak mau kalah, aku juga mencolokkan jari tengahku ke vaginanya. Jadilah di vagina tante mendekam jari tante dan jariku. Mungkin saat ini di dalam pikirannya ia membayangkan dirinya sedang di double penetration.

“Liat istrimu mas… Binal kan… seperti yang kamu mau mas…”Tante Lia belum berhenti menghayal. Tante melanjutkan, “Kamu belom pernah anal aku, sekarang pantatku dipakai keponakanmu mas, ssssshhhtttt aaaahhhh… liat istrimu mas uuughhhh fuck yeeeeaaaaah…”

Mendengar fantasi cuckold tanteku ini ditambah dirinya dientot dalam keadaan memakai jilbab, aku ikut terangsang. Dari belakang aku meremas payudaranya yang menggantung. Kurojakkan semakin dalam jemariku ke dalam vaginanya. Aku ikut-ikutan memanasi tante Lia, “Liat om, istri om Rendy entot, di pantatnya aghhhh enak om istri om…

Tante Lia membalasnya, “Shiiiit entot pantat aku terus Ren… biar mas Ifan cemburu… agggghhhh fuck me fuck me fuck this bitch fuck fuck fuck fuck me yeaaahhh fuckkkkkk…”

Tak lama tubuhku mengejang, dan tanpa kuberi aba-aba kepada tanteku aku langsung menyemprotkan air maniku ke dalam lubang pantatnya itu. Cccrrrroooootttt. Kini giliran aku yang ngos-ngosan. Tante Lia hanya tertawa cekikikan seperti orang mabuk. Aku mengeluarkan penisku dari lubang anusnya. Penisku tampak mengkilap karena campuran cairan maniku dengan cairan pantatnya.

Tanteku bangkit dari posisi nunggingnya dan menghadapku yang berdiri. Ia kini duduk di sofa. Ia mengambil penisku yang masih mengacung itu dan mengulumnya. Duh, nakalnya tanteku ini, penisku kan bekas dipakai untuk merojok pantatnya, masa dikulum sih. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana bau dan rasanya haha.

“Tante cantik banget sih…” kataku ketika ia sibuk mengulum penisku. Aku juga merapihkan sedikit jilbabnya yang mulai kucel. Ia seperti menghisap habis sisa-sisa spermaku yang masih tersumbat di saluran kencingku, telaten sekali ia melakukannya.

“Ren sekarang keluarin di memek tante lagi ya?” pinta tante setengah berbisik. Tentu saja aku mengiyakannya. Waktu sudah semakin sore. Karena lelah berdiri, aku duduk di sofa. Sedangkan tante duduk dipangkuanku dengan badannya menghadap kepadaku. Jadilah kami bersetubuh dengan saling memangku. Dengan posisi ini, persetubuhan kami semakin intim.

Tante menggejot penisku dengan perlahan, untuk lebih bisa menikmati hubungan haram antara tante dengan keponaannya. Tangan kami saling melingkar di leher satu sama lain. Bibir kami dengan leluasa saling berciuman dan tangan kami juga leluasa saling menggerayangi setiap inci tubuh kami. Tentu saja bagian tubuh favoritku adalah payudara tante.

Putingnya yang tidak terlalu lebar dan berwarna coklat tua itu mengacung indah, menantang gigi ini untuk melumatnya serta memelintirnya dengan jemariku. Dari posisi ini aku bisa melihat wajah sange tante yang sangat menikmati penisku di selangkangannya. Matanya merem melek menghayati setiap irama kedutan vaginanya dan penisku.

Nafas ngos-ngosan kami beradu karena wajah kami saling berhadap-hadapan. Sisa dari permainan ini adalah kami bersetubuh dengan sangat khidmat. Akibat genjotan pantat tante, berkali-kali juntaian jilbabnya jatuh menutupi payudaranya, berkali-kali pula aku menyampirkannya kembali ke pundaknya agar aku bisa leluasa menyusu kepadanya.

Badan tante cukup berat mengingat ia cukup berisi karena faktor usia layaknya ibu-ibu, sehingga aku perlu menyandarkan tubuhku ke sandaran sofa agar aku tidak terlalu lelah menopang berat tubuhnya. Tante Lia juga masih medesah-desah liar seperti sebelumnya. Kedua tangannya mencengkram erat pundak dan punggungku, seakan tak mau lepas dari kenikmatan ini.

Seringkali, kukunya sedikit mencakar kulit punggungku. Namun tiba-tiba kudengar suara motor yang sepertinya sedang berhenti di depan rumahku. Motor itu tak kunjung mematikan mesinnya sehingga aku bisa mendengar suaranya selama beberapa saat. Astaga, itu pasti mama! Ia memang pulang naik ojek online dari kantor.

“Tan… mama pulang…” erangku sambil berusaha mendorong Tante Lia dari pangkuanku.

“Duh keluarin dulu Ren… nanggung ah” balas Tante Lia sambil mempercepat genjotannya.

“I… iya tan…”

Tak lama kemudian kudengar pintu gerbang rumah dibuka dan suara langkah kaki berjalan di halaman dan teras rumahku, tapi aku belum kunjung mencapai klimaks. Duh, ditengah waktu yang mepet seperti ini aku mengeluarkan seluruh kemampuanku untuk segera mengeluarkan spermaku, mengingat aku sudah empat kali ejakulasi sebelum ini, jadi ini agak sulit.

“Keluar kamu Rendy! Pergi sana dari rumah! Anak kurang ajar kamu! Itu tante kamu!!!”, mama marah besar.

“Mbak! Mbak! Jangan usir Rendy! Ini salah Lia!” teriak tante membelaku.

Aku langsung bersujud di kaki mama minta ampun, “Ampun ma…”

Yang mama lakukan adalah menarik tubuhku hingga terduduk kembali di sofa. Jadilah aku dan Tante Lia duduk berdampingan tanpa busana di sofa sementara mama berdiri di depan kami sambil berkacak pinggang. Tiba-tiba… Plak! Plak! Tangan mama melayang dan mendarat di pipi Tante Lia dan kemudian gantian mendarat di pipiku.

“Pergi kalian dari sini! Saya tidak mau lihat wajah kalian berdua! Saya kira semua ini sudah berakhir!” mama mengamuk dan mengusir kami. Pilihan katanya yang digunakan dalam amarahnya juga berbeda, terkesan kaku.

“Ma… ampun ma… maafin Rendy…”

“Iya mbak… maafin kami, Lia yang salah. Lia yang pergi dari sini, tapi jangan Rendy…”

“Pergi kalian! Bikin malu saja!” Mama sudah tidak peduli dengan kami rupanya.

Gawat… kalau aku diusir dari rumah, aku harus tinggal di mana? Bagaimana persiapanku untuk ujian masuk perguruan tinggi minggu yang tinggal dua minggu lagi?

“Pergi!!!! Orang macam apa kalian ini, bisa-bisanya berhubungan sedarah antara tante dengan keponakannya! ”, Mama memencak kembali dengan gestur telunjuk yang mengusir kami. “Kamu!” lanjut mama sambil menunjukku, “Memangnya kamu tidak puas dengan pakaian dalam saya yang kamu curi hah?!! Anak bajingan!

Sesaat kemudian dari matanya mengalir air mata yang cukup deras. Oh tidak, aku membuat mama menangis lagi, sungguh anak durhaka diriku ini. Aku dan tante hanya menunduk dan terdiam.

Tante memberanikan diri untuk bicara, dan ia pun membela dengan panjang lebar, “Mbak bisakah kita membicarakan ini dengan baik-baik? Lia minta maaf udah lancang, tapi ini semua gara-gara Simo sialan itu. Lia khilaf mbak, ini Lia yang minta Rendy begini. Tapi Lia rasa mbak juga sebenarnya sudah dipengaruhi oleh dukun tua itu.

Wiat, wait, kesalahan apa? Aku terus bertanya-tanya dalam hati.

Tapi… Plak!! Bukannya dijawab, malah pipi tante Lia ditampar sekali lagi. Tubuh tante hampir terpelanting tetapi sempat kutangkap tubuh telanjangnya itu.

“Pergi kalian! Saya tidak mau mendengar alasan kalian! Pergi! ”, Mama mengulangi perintahnya sekali lagi. Baiklah, aku anggap ini perintah yang terakhir kalinya. Aku memberi kode kepada Tante Lia untuk segera angkat kaki dari rumah ini. Aku dan Tante Lia berdiri dan memakai pakaian kami masing-masing.

Mama masih memelototi kami. Sungguh aku takut saat dia marah seperti ini, tidak pernah ia marah sebegininya sebelumnya. Tanpa pamit kami minggat dari rumahku dengan terburu-buru. Mama masih menatap kami hingga kami menutup pintu depan. Alhasil aku pergi tanpa membawa apa-apa selain pakaian yang kukenakan.

Bagaimana nanti kalau aku mau ganti baju? Bagaimana dengan dokumen-dokumenku untuk masa depanku seperti pendidikan dan pekerjaan nanti? Aku khawatir tidak bisa mengikuti ujian perguruan tinggi karena semua dokumenku ada di rumah. Mau mencari pekerjaan pun tidak bisa karena ijazah ada di rumah, kecuali kalau mau kerja kasar.

Tante Lia langsung menyalakan mobilnya dan tancap gas ke rumahnya. Dengan masih gemetar Tante Lia menenangkan aku, “Tenang Ren, kamu tinggal sama tante aja, Om Ifan pasti ngerti. Masalah kita sama mama kamu nanti kita coba omongin baik-baik ke Om Ifan.” Setelah itu di perjalanan kami berdua bungkam satu sama lain.

To be continued…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu