1 November 2020
Penulis —  mastershinden

Pengalaman Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Part 13: Ketahuan Mama Berujung Nikmat

Hari ujian masuk perguruan tinggi tinggal dua minggu lagi. Aku meningkatkan intensitas belajarku demi mendapatkan nilai terbaik sehingga bisa masuk ke perguruan tinggi negeri favoritku yang ada di Depok. Sejak awal mama sudah mewanti-wanti agar aku kuliah tidak jauh-jauh dari Jakarta, agar ada yang menemaninya, katanya.

Maklum mama kan hanya tinggal berdua denganku semenjak papa meninggal. Namun, setelah mendapatkan tubuh tanteku tiga hari yang lalu, konsentrasi belajarku semakin terganggu seiring semakin membaranya nafsuku kepada kedua wanita itu. Bedanya, aku sudah berhasil mendapatkan Tante Lia, namun untuk mamaku, aku belum berani.

Mama sudah tidak pernah dihantui mimpi buruk lagi setiap malam jumat (dengar suara desahan mama saat mimpi sudah bisa bikin burung ini naik) sehingga suasana rumah lebih tenang. Tetapi ya itu masalahnya, meski sudah konsisten berhijab syari, baju panjangnya masih menonjolkan lekukan tubuh indahnya. Jika jilbabnya disingkap, ugh, payudara montoknya menonjol jelas serta BH-nya terceplak nyata di baju panjang mama.

Melihat itu, terbayang-terbayang aku akan nikmatnya tubuh mama saat aku menggaulinya ketika kami terjebak di hutan mistis itu. Aku sungguh butuh pelampiasan untuk melemaskan syaraf-syaraf nafsuku. Alhasil setiap setelah mama berangkat kerja, aku selalu mengendap-endap ke kamarnya atau ke ruang cuci.

Seperti biasa, setiap pagi aku menyempatkan sarapan bersama mama meskipun aku sedang libur seperti saat ini. Kebiasaan ini entah telah dimulai sejak kapan. Dan seperti biasa pula, posisi duduk ku berseberangan dengan mama. Mama pun membuka obrolan basa-basi pagi ini.

“Ren, nanti kamu les jam berapa?”

“Hmm jam satu siang sih mah”

“Kok siang banget nak?”

“Iya mah, hari ini try out doang soalnya”

“Ooh begitu, yaudah, yang bagus hasilnya ya dan jangan lupa kunci pintu ya nak”

“Oiya, kuncinya taruh di luar aja ya, jangan dibawa”

Aku hanya mengangguk karena saat itu pula aku sedang menelan ludahku. Kulihat mama yang sudah berpakaian rapi berbicara padaku sambil menopangkan kedua payudara montoknya itu ke meja makan. Kebetulan jilbab pink panjangnya itu sedang disampirkan ke pundaknya sehingga jelaslah kedua gundukan dibalik baju panjang biru dongker mama itu.

“Ren kamu mikirin apa sih?” mama menyelidik.

“Eh engga mah,” kataku sambil melanjutkan makan.

Mama melihat ke dadanya sebentar lalu ia tersadar rupanya. Langsung ia jauhkan dadanya dari meja makan dan membetulkan jilbabnya hingga menutupi kedua payudaranya. Wajah mama pun memerah. Kami berdiam beberapa saat setelah itu.

Selesai makan, kami berpamitan dan tak lupa mama berpesan, “Jangan macam-macam ya di rumah.”

Mama mengatakannya dengan nada yang tidak mengancam, bahkan ia sambil sedikit senyum. Hal tersebut mengundang pertanyaan di benakku. Macam-macam apa? Memangnya mama tau apa? Aku berusaha menebak-nebak. Apakah mama sudah tau perbuatanku? Ah tidak mungkin lah.

Singkat cerita mama sudah berangkat ke kantor dengan ojek online yang sudah dipesannya. Dari HP-ku terdengar suara notifikasi pesan masuk. Dari Tante Lia rupanya. Memang sejak tiga hari ini percakapan kami menjadi intens, entah sekedar menanyakan kabar, atau bahkan saling menggoda dengan kata-kata yang tak pantas diucapkan oleh tante dan keponakannya, hingga mengirim foto/video singkat tubuh telanjang kami.

Kubuka pesan itu, ternyata ia mengirim foto dengan caption “Selamat pagi sayang”. Foto itu merupakan foto selfie tante yang sedang di kamar mandi tanpa menggunakan atasan. Wajahnya cantik natural. Tampak buah dadanya yang ranum menggantung di dadanya. Kulihat-lihat mirip juga ya dengan mamaku (ya iyalah, kan mereka kakak-adik).

Segera kubalas dengan foto penisku dan kuberi caption “selamat pagi juga tante nakal”. By the way, karena jarak rumahku dengan Tante Lia cukup jauh dan harus melewati daerah macet, aku malas jika pergi ke rumahnya meski untuk sekedar melepaskan hasrat birahiku. Begitu pula dengan Tante Lia. Sebagai ibu rumah tangga ia juga lelah mengurus rumah tangganya, terlebih kedua sepupuku sedang libur sekolah sehingga mereka ada di rumah terus.

Setelah itu, aku mengendap-ngendap ke kamar mama karena ingin mencolong BH dan celana dalam mama dari lemari pakaiannya. Aku tidak mencari di ruang cuci karena semuanya sedang basah. Seperti biasa, sebelum kubawa ke kamarku, kukeluarkan semua tumpukan BH nya di lemari lalu kutaruh tumpukan itu di kasur mama untuk kemudian kupilih-pilih mana yang akan aku sikat.

“Ah yang ungu, pink, biru muda udah sering kena peju gue, yang item berenda juga, yang item polos baru kemarin, yang merah kayanya lagi dipake mama”, pikirku.

Akhirnya targetku kali ini adalah yang berwarna krem. BH itu punya busa yang tidak tebal tapi berenda. Kuciumi BH itu, hmmphhh, wangi sekali. Tapi ada yang menarik perhatianku lagi. Aku melihat tumpukan jilbab mama di sebuah meja di sisi kamar mama yang lain.

“Hmm kayanya enak juga coli pakai jilbab mama”, kataku dalam hati.

Kubawa jilbab-jilbab itu ke kasur dan kugabungkan bersama tumpukan BH dan celana dalam mama. Pilihanku jatuh kepada jilbab berwarna biru yang memiliki busa dibagian kepalanya. Setahuku jilbab itu sering digunakan mama jika pergi ke tempat yang di sekitaran rumah saja seperti ke warung. Biasanya setelah kupilih targetku, pakaian dalam mama langsung kuboyong ke kamarku dan aku akan menjalankan ritual ini sambil menonton film porno di komputerku.

“Nghhh mama… mama…”

“Pinjem jilbabnya ya ma… enak banget ma…”

“Mama cantik banget… nakal deh ma…”

“Maaf ya ma… jilbabnya Rendy pake buat ngelus kontol Rendy…”.

Pikiran kotor meracuni pikiranku. Terbayang wajah mama berada diselangkanganku. Sekarang kumasukan penisku kedalam lubang penutup auratnya itu dan kujepit dengan busanya. Tak berapa lama aku merasakan tanda akan ejakulasi.

“Crot crot crot”

Tanpa pikir panjang kulepaskan semua amunisiku ke tumpukan BH, celana dalam, dan jilbab mama yang berserakan di kasur. “Ah mamaaa!! Terima semua sperma Rendy!!..” teriakku sambil mengarakan muncratan spermaku ke tumpukan itu.

Justru pikiran pendekku itu membawa musibah bagiku, yaitu spermaku yang berceceran di kasur dan pakaian dalam serta jilbab mama membuatku kesulitan mengeringkannya. Akhirnya kulap sperma itu dengan kaos ku lalu kuangin-anginkan saja di atas kasur. Sambil menunggu spermaku kering, dengan bertelanjang badan aku kembali rebahan di kasur mama.

Hitung-hitung aku memulihkan tenaga untuk les nanti siang. Namun dalam perburuanku kali ini entah mengapa aku merasakan sebuah penyesalan yang tidak biasa karena telah begitu bernafsu dengan jilbab mama, sebuah alat penutup aurat, yaitu rambut wanita, yang diwajibkan bagi setiap umat muslim perempuan untuk memakainya.

Setelah kurasa tenagaku sudah pulih, aku kembali ke kamarku di lantai dua dan mandi. Jujur saja setelah itu aku tidak punya nafsu untuk menonton film porno yang telah kurencanakan semalam. Aku memutuskan untuk memusatkan konsentrasiku untuk menghadapi try out di tempat bimbel nanti.

Singkat cerita aku telah kembali ke rumah dari tempat bimbel. Setelah memarkirkan mobil aku langsung masuk ke dalam rumah. Saat ini pukul empat sore dan seperti biasa mama belum pulang. Mama biasanya baru pulang jam 8 malam. Keadaan rumah pun seperti sebelum aku pergi tadi siang. Pikiranku sangat penat karena tadi menghadapi soal try out yang cukup sulit.

Suatu kondisi yang cocok untuk masturbasi karena setiap masturbasi pikiranku menjadi rileks kembali. Aku langsung masuk ke kamar dan menyalakan komputer kesayanganku. Kududuk di kursi putar kesayanganku. Aku memutar film porno bergenre pregnant yang tidak jadi kutonton tadi pagi. Kupasang speaker dengan volume sedang.

Ya setelah kejadian itu, preferensi seksualku begitu berubah. Fantasi-fantasi tentang wanita yang lebih tua seperti mama dan tante semakin liar menari-nari di otakku (tapi bukan berarti aku menjadi tidak suka dengan wanita seumuranku juga). Aku benar-benar kecanduan masturbasi. Aku kini memiliki banyak sekali film porno dengan berbagai genre.

Kalau kau mau tahu, genre yang kukoleksi adalah genre incest mom and son, aunty, MILF, hardcore, BDSM, pregnant, bestiality, gangbang, gokkun, breastfeeding beserta genre turunannya. Tentu saja objek fantasiku tidak lain dan tidak bukan adalah mama dan tanteku sendiri. Terlebih aku akhirnya berhasil menyetubuhi tanteku dalam keadaan sadar.

Kembali ke cerita, video porno tersebut dibintangi oleh seorang wanita yang berusia sekitar 38 tahun dan sedang hamil besar. Video tersebut menyajikan berbagai scene persetubuhan tanpa adanya jalan cerita. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik apabila tidak ada jalan ceritanya. Namun dari yang kubaca di review film ini si wanita akan dikeroyok oleh tiga orang sekaligus serta ada scene yang menampilkan payudaranya mengeluarkan air susu dan air susunya itu diminum beramai-ramai.

Tapi bukan itu yang menjadi puncak penasaranku. Di film ini juga ada scene proses melahirkan wanita tersebut. Aneh memang, tapi inilah fantasiku terhebatku terhadap mama dan tanteku. Aku berharap suatu saat bisa menghamili mama dan tanteku. Akan kuentot mereka habis-habisan saat mereka sedang hamil besar-besarnya hingga mereka melahirkan di tempat.

Tak terasa video sudah berjalan 10 menit lamanya. Saat itu si wanita hamil sedang melakukan doggy style bersama partnernya. Belum ada tanda-tanda aku akan berejakulasi meski tanganku sudah mengocok penisku sejak awal video. Untuk memudahkan fantasiku, kusebut-sebut nama mama dan tante.

“Mama… tante… ughhh Linda… Lia… Rendy mau ngentot kalian… Rendy mau hamilin kalian…”, kupercepat kocokanku sambil membayangkan kejadian mesum beberapa minggu lalu itu. Dengan cepat pula pikiranku melayang.

“Rendy kamu ngapain!”

Jeng! Itu suara mama! Refleksku kalang kabut antara mematikan video porno di komputer atau memakai celana. Dengan gelagapan dan tangan bergetar, ternyata aku hanya mempause video tersebut tanpa menutup jendelanya. Kemudian aku memutar kursiku menghadap mama sambil menutupi kemaluanku yang tiba-tiba sudah tiarap.

“Ma… Ma… maafin Rendy ma…”

Mama tidak menjawab permintaan maafku, ia malah berjalan mendekatiku.

“Rendy! Siapa yang ngajarin kamu begitu!?” Kali ini mama mulai meneteskan air matanya.

Aku tidak menjawab dan hanya tertunduk di kursi putarku.

“Mama benci sama kamu Ren! Teganya kamu ngebayangin mama dan tante kamu buat onani! Hiks.. hiks.. ”, Bentak mama sambil berkacak pinggang. Mama masih menggunakan baju panjang ketat berwarna biru dongker yang ia pakai tadi ke kantor, namun ia kini sudah tidak menggunakan jilbabnya. Belum tahu saja dia kalau aku sudah menzinahi adik kandungnya.

Rupanya mama mendengar desahanku tadi. Tapi, sejak kapan mama ada di situ?

“Maafin Rendy ma…” aku mengulangi permintaan maafku. Kali ini aku yang mengeluarkan air mata.

Dari keadaan menunduk aku melihat mama mengangkat tangannya dari pinggangnya. Kupikir suatu hal buruk akan terjadi yaitu mama akan menamparku atau semacamnya. Aku sedikit menghindar, namun yang terjadi malah sebaliknya. Tangan mama memang mampir di kepalaku, tapi bukan untuk menamparku, melainkan untuk mengelus rambutku.

“Hiks.. hiks… Ren kamu udah besar, sebentar lagi kuliah. Mama sudah berjuang membesarkanmu sendirian semenjak papa gak ada… hiks… harusnya kamu ngerti nak… perbuatan seperti ini salah…” nasihat mama dalam sengukan tangisnya.

“Mungkin ini salah mama juga kurang perhatian sama kamu hiks…” lanjut mama.

Aku yang masih bertelanjang celana hanya semakin tertunduk takzim diselimuti perasaan bersalah. Sebenarnya aku tidak merasa kurang perhatian dari mama. Beliau sebagai ibu sekaligus pencari nafkah mampu membagi perhatiannya dengan baik kepada keluarga maupun pekerjaan.

Belum selesai, mama melanjutkan, “Tapi nak.. ada saatnya mama sebagai ibu juga harus mengerti anaknya…”

Sekarang aku yang tidak mengerti perkataan mama.

“Sekarang kamu balik menghadap komputer dan putar lagi videonya nak”

“Tapi ma…”

“Ren… Kapan lagi?”

Akhrnya kuputar kursiku dan kupencet tombol play untuk melanjutkan video tadi.

“Ren… kok sekarang burungnya ga dikocok?” Goda mama sambil menyeka air matanya.

Jujur aku kikuk dalam situasi ini, menonton film porno tetapi dengan mamaku berada dibelakangku sendiri, memperhatikan anaknya menonton video mesum. Aku mulai mengocok kemaluanku. Sesekali aku menoleh ke mama. Ia hanya tersenyum dan mengangguk saja ketika aku menoleh kepadanya seakan memberi kode untuk melanjutkan apa yang sudah kuperbuat.

“Gini mah?”

Dengan santai mama menjawab, “Sambil sebut nama mama dong Ren, tadi kamu begitu kok. Kamu suka kan?”

“Aduh ma… Yaudah..”

“Ma… Ini kontol Rendy ma… ooh Linda…” aku kembali meracau, “Rendy sayang mama…”

“Ini kontol anakmu, Linda… Ahhhh maaa…”

Tiba-tiba kurasakan pelukan dari belakang. Kepalaku juga ditiban dari atas oleh benda bulat kenyal. Rupanya mama memang memelukku dari belakang dan payudaranya seakan ditopang oleh kepalaku.

“Ren..”, tanpa kuduga tangan mama menyingkirkan tanganku dari penisku. Kini tangan mama menggantikan tugas tanganku di penisku. Mama langsung mengocok penisku secara perlahan. Adegan di video menampilkan si aktris yang hamil besar itu sedang diperkosa dengan seorang pria berkulit hitam.

“Nak… mama udah tau semuanya… kamu sering masturbasi pakai BH dan celana dalam mama kan… mama udah tau Ren.” katanya sambil terus mengocok kemaluanku.

“Maaf ma… ahghhh…”

Tiba-tiba mama melepaskan tangannya dari penisku.

“Duh kok berenti maaaa..”

“Sst!! Kamu jangan negok kebelakang dulu Ren, tutup mata mu!”

Aku sedikit bingung dan berusaha melihat kebelakang. Tapi dengan sigap tangan mama mendorong kepalaku ke depan untuk mencegahnya melihat apa yang sedang dilakukan mama.

Sekarang tangan kiri mama sudah berada kembali di penisku dan mengurutnya secara perlahan. Dan kurasakan ada benda empuk wangi berwarna merah hinggap di wajahku. Ya, benda itu tak lain adalah BH mama. Ternyata ia mencopot BHnya dan menjejalkan BH itu ke wajahku dengan tangan kanannya. Mama masih menggunakan baju panjangnya tetapi bagian atasnya sudah melorot, sementara payudaranya dibiarkan terbuka dan ditempelkannya kedua gundukan susu itu ke belakang kepalaku.

“Ren ini yang kamu suka kan? Ayo Ren ini mama udah kasih”, katanya sambil mempercepat kocokannya. Payudaranya juga digesek-gesekan di rambutku, naik turun dan maju mundur.

“Hirup kutang mama nak… lampiaskan nafsumu… bayangkan wanita di video itu adalah mama nak ahhh…” ujar mama sambil ikut mendesah.

“Ma… ”, Aku sudah kehabisan kata-kata. Kocokan lembut mama, harum keringat bercampur parfum dari BH mama, dan juga gesekan payudara mama di kepalaku membuat nafsuku tiba sampai ubun-ubun. Adegan di video sudah sampai si wanita hamil digangbang oleh tiga orang sekaligus. Mama memindahkan BH-nya dari wajahku ke penisku.

“Nak kamu suka ya kalau mama hamil? Mhmmm”, katanya memanas-manasiku sambil mencium leherku. Tak sempat kujawab ia menyanggah.

“Apalagi kalau mama dikeroyok tiga orang kaya gitu ya Ren?” goda mama sambil mempercepat service yang ia berikan sekaligus itu. Sepertinya mama juga ikut menikmati fantasi ini. Aku hanya bisa mengangguk pasrah.

“Ayo nak lampiaskan sekarang nak… Enak kan… keluarin semua yang kamu punya nak…” kocokan mama semakin menggila ditambah mama kini menciumi kepalaku dari belakang.

Belum sampai adegan melahirkan yang kutunggu-tunggu, akhirnya aku menyerah. Dan… crot crot crot crot!

“Mamaaaa!!!…”

“Rendyyy!!!…”

Spermaku muncrat hingga ke layar komputer dan tentu saja ada yang menetes ke tangan dan BH mama. Nafasku terengah-engah, begitu juga mama. Mungkin karena ia juga menahan nafsu sehingga ikut kelelahan. Mama masih mengocok penisku secaraperlahan. Ia melonggarkan pelukannya dari belakang kursi. Kumatikan video di layar komputerku meski belum ke adegan melahirkan yang membuatku penasaran setengah mati.

Tanpa babibu langsung kuputar paksa kursiku tadi dan aku langsung bangkit dan mencium mama.

“Muachhhh”, bibir dan lidah kami beradu manja bak suami istri yang beru menikah. Pelukan erat kami seakan menggambarkan kami bukanlah seorang ibu dan anak. Keadaan ku kini bertelanjang celana, sedangkan mama bertelanjang dada.

Aku melepaskan ciumanku dan berkata, “Ma… Rendy mau lebih…”

“Ren…” mama mengangguk tetapi meneteskan air matanya. “Yuk”

Tanpa dikomando aku mencium mama lagi sambil meremas payudara mama.

“Muaachh.. hmphhh muaachhh”

Ciumanku turun ke lehernya dan payudaranya. Sungguh aduhai payudara mama itu. Dua buah gundukan kelenjar susu berkulit putih ingga kelihatan urat kehijauaannya. Putingnya berwarna coklat tua kini sudang mengacung tanda sedang bernafsu. Setelah itu kupeloroti baju panjang mama tadi hingga kini yang tersisa adalah celana dalam yang masih dipakai mama.

Mama langsung mengambil peran ketika aku berjongkok untuk melepaskan celana dalamnya (mama mencegahku untuk melepaskannya), seakan bagian kewanitaannya itu merupakan barang rahasia yang tidak boleh dibuka oleh sembarang orang. Mama dengan sigap melepaskan kaos yang kukenakan. Mama langsung rebah di kasurku dan mengerlingkan matanya.

“Nak.. setubuhi mamamu ini nak.. mama sudah tidak tahan Ren…”

Aku yang sudah di atas tubuh mama hanya tersenyum dan mencium keningnya. Kemudian aku mencium dan menjilat seluruh wajah mama hingga telinga dan leher hingga kurasa tak ada bagian yang terlewati oleh bibirku. Mama hanya mendesah desah saja. Terakhir, aku mengecup kembali bibirnya. Aku menindih tubuh mama, membiarkan mama menanggung berat tubuhku.

Aku ingin sore ini tubuh kami saling menempel, saling bersatu, seperti dahulu kala. Aku genggam kedua tangannya dengan erat, jemariku berada di antara jemarinya. Lengannya menyiku di samping kepalanya, menambah suasana erotis hubungan ibu dan anak ini. lama dan dalam sekali kucium bibirnya. Mama juga menikmati momen ini.

Turun ke payudara mama, kini aku menyusu seperti dulu kala. Mama mendesah sambil berkata, “Mama jadi inget waktu kamu masih netek sama mama dulu Ren.. gak nyangka sekarang kamu udah besar ya nak…” Tangan mama sibuk mengelus-ngelus kepalaku layaknya seorang ibu kepada bayinya.

Dan ini lah moment of truth-nya. Ketika aku beringsut ke selangkangan mama dan menarik celana dalam merah mama, ia tidak menolak. Ia malah membantuku dengan mengangkat pantatnya sedikit sehingga dengan lancer aku melepaskan celana dalam itu. Kuhirup sebentar celama dalam itu di depan mama. Astaga harumnya vagina mama… Mama hanya tertawa kecil melihat kelakuanku.

“Nak.. kok diem aja… lanjutin dong…”

Aku gemetar kembali menyentuh bibir vagina mama, padahal ini bukan yang pertama kalinya. Bibir kemaluannya itu diselimuti oleh rambut-rambut yang tidak terlalu tipis tapi tidak tebal juga. Tanpa basa-basi segera aku mengangkangkan kaki mama dan kudekatkan kepalaku di selangkangannya. Aku mulai dengan membuka bibir vagina mama dengan jari-jariku.

Lubang yang ada di depan mataku adalah lubang dimana aku pernah dilahirkan ke dunia dari rahim seorang ibu 18 tahun lalu. Kemudian aku mulai mengorek-ngorek lubang vagina mama dan memainkan klitorisnya dengan tiga jariku. Tak sabar, aku mulai menjilat mulut dan liang vagina mama dengan rakus. Mama mulai menjerit kenikmatan.

“Arghhh Ren… enak.. jilat terus memek mama…” lenguh mama sambil mengelus kepalaku dan mengacak-ngacak rambutku.

Aku semakin leluasa memainkan jemariku di liang vaginanya. Aku sangat menikmati rasa dan aroma vagina mama. Tangannya makin mencengkeram kuat kepalaku, membenamkan wajahku pada belahan vaginanya yang berkedut-kedut hebat sambil menggelinjang hebat kesana kemari. Tangan satunya meremas-remas kain sprei sehingga menjadi kusut.

Aku mengorek dan menghisap vaginanya selama sekitar 15 menit hingga mama mencapai puncak birahinya dan menyemburkan cairan kewanitaannya di wajahku. Erangannya menjadi kasar dan pantatnya terangkat-angkat. Tubuhnya bergetar dan mengejang. Perlahan kucabut jariku dari dalam vaginanya, meninggalkan vagina mama yang masih berkedut.

“Gantian Ren, kamu tiduran sana!”

Aku menuruti perintah mama. Gantian mama yang menciumi tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki, tak ada satupun tubuhku yang tidak terkena sapuan bibirnya. Bagian yang paling kususka adalah ia tidak ragu-ragu mencium leher dan ketiakku. Tetapi yang tak kalah binal adalah sapuan puting payudaranya yang menggantung indah disejur tubuhku.

“Ren, kamu sudah besar yaaa”, goda mama.

Aku hanya tersenyum-senyum saja.

“Dulu waktu bayi kamu sering mama ciumin leher dan ketek kamu, kamu gampang ketawa kalau dicium bagian itu”, mama bernostalgia.

Kini mama mengelus penisku seperti mainan baru. Melihat penisku yang berbulu lebat saat itu mama hanya tertawa kecil saja.

“Burung kamu juga besar banget Ren, lebih besar dari punya papamu dulu. Kamu ajak main apa sih kok bisa besar gini Ren?”

Aku enggan menjawab. Jawabannya tentu saja berkat ritual dukun sialan itu.

Tanpa ragu mama menjilat kepala penisku. Sembari menjilat, ia menatapku seakan meminta pendapatku akan kebinalannya. Tatapan matanya, aduhai sekali, cemerlang bersinar tetapi penuh api kebinalan.

“Aduhhh enak ma… geli…”

Dengan sengaja mama terus memainkan kepala penisku. Hingga akhirnya mama menjilat batang kemaluanku. Matanya terus lekat menatapku.

“Mama nakal banget ah…”

“Kamu suka Ren?”

“Banget ma…”

Mama melanjutkan servisnya sebagai pemuas nafsuku hari ini. Ia mulai memasukan batang kemaluanku ke mulutnya dan menggerakan naik turun kepalanya. Tak lupa ia mengulum buah zakarku. Sebagai balas budinya, aku mengelus-ngelus rambut mama. Mama mengulum penisku kira-kira 10 menit lamanya.

“Ma udahan dong, nanti Rendy keluar duluan…”

Mama melepas kulumannya. Kudorong mama hingga rebah di kasur. Kini aku yang berkuasa kembali. Aku mengangkangi perut mama. Aku jongkok perlahan hingga penisku yang mengacung itu tepat di belahan payudaranya.

“Ma jepit dong titit Rendy”, perintahku

Mamapun menuruti perintahku. Bahkan mama memberikan ludahnya ke belahan dadanya sebagai pelumas penisku. Mama menekan payudaranya dari luar agar bisa menjepit penisku. Aku mulai menggenjot maju mundur penisku di dekapan payudara mama.

Mama mendesis keenakan, “Ren.. nakal banget kamu… masa mama sendiri diginiin haha…”

“Mama nakal sih… Rendy suka..”

Secara bergantian kami saling menggenjot, entah aku yang memaju-mundurkan penisku, atau mama yang menggesekkan payudaranya. Tak lupa areola coklat tuanya kupilin-pilin hingga ia keenakan. Kami sungguh menikmati hubungan intim antara ibu dan anak ini. selang beberapa belas menit, mama mulai merintih.

“Ren buruan masukin… mama udah ga tahan nih…”

“Masukin apa mah?

“Itu Ren, burungmu…”

“Kok burung sih ma… kontol dong ma”

“Nggg mama malu kaya nyebutnya hihi. Yaudah masukin kontol mu dong Ren”

“Masukin kemana maaa??”

“Ke memek mama nak, cepetttt…”

“Yang bener dong ma mintanya… masa pelacurnya Rendy begitu sih”, kataku menyebut mama sebagai pelacur, tapi mama tidak marah.

Mama mendesah, “Iya iya… Rendy anakku, tolong masukin kontolnya ke memek mama… mama kangen kontol… mama haus kontol… mama udah lama ga ngerasain kontol… ahhh Rendy… Ayo..” “Puas kamu Ren?”

“Hehe gitu dong ma…”

Akhirnya kusempatkan dulu mencium bibir mama kemudian melumatnya dengan lidahku sebelum mengentotnya. Kemudian aku mulai mengambil ancang-ancang untuk memasukan penis ku ke lubang senggamanya. Aku menyuruh mama membuka selangkangannya dan kuangkat kedua kakinya hingga tumitnya berada di pundakku. Kutahan pahanya dengan menggunakan pinggulku sedangkan kedua tanganku meraih tangan mama.

Kemudian dengan segera aku jongkok di antara dua paha mama, menghunuskan batangku, mengarahkan kepala jamur ungu merapat bibir liang senggama mama. Tangan mama ikut membimbing kemaluanku agar masuk ke liang kewanitaannya. Dan bless… secara tersendat akhirnya aku menodai kembali kehormatan mama, penisku ambles ditelan liang kewanitaan wanita malang ini, ibu kandungku sendiri.

Aku menunggangi ibu kandungku sendiri. Apalagi persetubuhan ini dilakukan dalam keadaan sadar, bukan pengaruh guna-guna ataupun tekanan dari siapapun. Secara perlahan tapi pasti aku kembali masuk ke lubang itu sebagai anak yang cabul dan durhaka, setelah 18 tahun yang lalu aku pernah lahir ke dunia dari lubang yang sama.

Kugenjot mama perlahan-lahan. Aku mendongak keenakan saat penisku terendam di dalam lubang kewanitaan milik mamaku. Perasaan nikmat diremas rongga kemaluan yang hangat, basah, dan sempit menjalari sekujur tonggak kemaluanku dan sinyal-sinyalnya dikirim ke seluruh tubuhku. Aku menghayati kedutan demi kedutan liang vagina mama di sekujur batang penisku.

Aku merasakan sesuatu yang hangat, keras, dan tumpul di ujung lubang senggamanya. Mama merintih-rintih pelan menikmati masuknya benda asing di dalam vaginanya. Bisa kulihat dari mata mama, rasa takut yang dialami mama menjelma menjadi birahi yang tak tertanggungkan ketika liang kewanitannya ditunggangi oleh anak kandungnya sendiri.

Tubuh sintalnya kupompa keras sehingga kasurku berderit-derit. Matanya merem melek karena aksiku. Genjotanku membuat kedua payudara montoknya bergoyang-goyang naik-turun dengan indah. Payudaranya yang berguncang keras mengundangku untuk menangkap dan meremas-remasnya. Bulir-bulir keringat mulai muncul di permukaan kulit kami berdua, suasana dingin sore itu menjadi hangat.

“Ooohh… puaskan mama Ren… ahhssss…”, desis mama.

“Mama… mamaaaa… mama… aaaaaaaa”

“Haaaaaaarggghhhhhh…”

Sensasinya sungguh sulit digambarkan kata-kata. Kedutan dan kehangatan dinding vagina mama membuatku keenakan dan mempercepat genjotanku.

“Mamaaa… Rendy suka memek mama… Rendy mau hamilin mama…” desisku sambil mempercepat laju genjotanku. Fantasiku bergejolak hingga aku meracau tak masuk akal. Tak kulihat reaksi apa-apa ketika kubilang aku ingin menghamilinya. Mama hanya memejamkan matanya dan wajahnya berkerut keenakan. Tampaknya ia hanya ingin menghayati kenikmatan haram ini.

“Ahhhhh… nghhhhhh… arghhhh…” erang mama.

Aku kemudian rebah di atas tubuh mama, menciumi ketiaknya, menghirup dalam-dalam aroma parfum bercampur keringat. Mama terus merintih-rintih lewat bibirnya yang setengah terbuka, membuatku gemas ingin segera melumatnya. Kini lidah kami saling membelit dan kuhentikan sejenak genjotanku, kunikmati setiap kedutan vaginanya pada batang penisku yang masih terbenam kuat.

Tanpa kusangka mama membanting tubuhku dan tubuhnya kesamping. Jadilah kami berbaring saling berhadapan. Di posisi ini kaki kami semakin mudah membelit satu sama lain, menambah suasana panas sore ini. Aku menggenjot kembali tubuh mama. Pelukanku erat di tubuhnya, begitu juga pelukannya di tubuhku. Mulut kami saling bepagutan, bertukar lidah, bertukar ludah.

Dadanya yang montok menyentuh dadaku yang bidang. Bulu kelamin kami saling bergesekan, menimbulkan suara erotis. Bosan dengan posisi ini, mama membalikkan tubuhnya. Punggung mama menempel di peutku. Tanpa komando, aku memasukkan kembali alat kejantananku ke dalam liang kewanitaannya. Aku meremas payudaranya dari belakang.

“Ma, duduk ma” perintahku. Aku seperti sudah kehilangan akal sehat. “Isep kontol Rendy ma” kataku sambil menyodorkan penisku ke mulutnya.

Mama memasukan penisku yang berkilat karena lendir vaginanya sendiri ke dalam mulutnya dan dengan segera mama menggerakan maju-mundur kepalanya. Permainan lidahnya membuat nafsuku memuncak. Tatapan matanya yang terbakar nafsu menimbulkan kesan nakal. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak ejakulasi dulu.

“Ahh.. Lindaaa… ayo terus emut kontol anakmu, Lindaaa…”, racauku.

“Leppp lepppp cupppp muahhhh”, begitu bunyi penisku ketika dikulum mama.

Selain itu aku juga memainkan penisku di wajah mama dengan menyapu bersih seluruh permukaan wajah mama dengan penisku yang berkilat-kilat ini setelah dikulum mama. Yang membuatku semakin bernafsu adalah memikirkan bahwa bagian tubuhku yang hina dan mengeluarkan kotoran, yaitu penisku, kini bisa kembali bermain-main di wajah seorang wanita yang merupakan ibu kandungnya.

Mama kelabakan dengan permainanku di wajahnya. Tangan mama mengorek-ngorek vaginanya sendiri hingga akhirnya mama mendapat orgasme keduanya bersamaku, Cairan kewanitaan mama menggenangi kasurku. Derit-derit kasurku ini meramaikan suasana intim sore itu. Bosan di posisi ini, aku ingin mencicipi tubuh seksi mama dari belakang.

“Ayo nunging”, bisikku pada mama.

Bagai kerbau dicucuk hidung, mama dengan gemulai mulai ambil posisi nungging. Dua susu montok mama bergelayutan indah. Keindahan pantat-pantat menonjol mama luar biasa, membuatku tak menahan diri untuk meremas-remasnya dan mengigitinya hingga mama meringis. Anusnya juga begitu mengoda untuk digarap, namun rekahan bibir vagina jauh lebih menarik, pikirku.

Dan kali ini ku tunggangi kembali dengan brutal ibu kandung dari belakang. Kupompa keras-keras dari belakang. Permainan kami kembali membuat kasur ini berderit-derit. Kutangkap payudara mama dari belakang dan kuremas-remas. Keringat kami kembali berceceran. Kali ini aku cukup lama bertahan hingga mampu menghasilkan kembali jeritan kepuasan dari mulut mama Dan setelah sekian menit kemudian kurasakan biji pelirku mulai kaku, tanda sesaat lagi aku akan ejakulasi.

“Ma Rendy mau keluar maa!!! Ahhhh Keluarin dimanaaa??”

“AAARGHH di luar aja Ren!!! Mama ga mau hamil… ahhhhh hiyaaa…”

Aku segera membalikan tubuh mama dan mengangkangi lehernya. Dengan sukarela mama membuka mulutnya untuk menangkap benihku… dan… ssrrt… srrrt.. srrt. Semburan benih calon cucunya yang tak terkontrol olehku menyemprot ke wajah dan mulut mama. Mama hanya menutup mata dan mengerenyit sewaktu spermaku menembak wajah cantiknya itu.

“Mamaaaa… Rendy keluaaar… ahhh… Linda…”, desisku tanpa sadar memanggil namanya.

“Rendy… mama juga keluar…” rupanya tangan mama memainkan klitorisnya sehingga mama mencapai puncak birahinya kembali. Tubuhnya menggelinjang dan pinggulnya terangkat ke atas. Dari vaginanya menyembur cairan bening.

Spermaku yang mampir di mulutnya ditelan habis oleh mama. Wajah keibuannya belepotan dengan spermaku. Aku rebah di atas tubuh mama. Aku membenamkan kepalaku di leher mama, tangan kami memeluk erat pundak masing-masing, dan kaki mama melingkar di pinggulku.

Persetubuhan haram malam ini adalah sebuah hubungan seksual sedarah yang sangat intim nan erotis antara ibu dan anak. Ya Allah, ternyata hubungan kami harus seperti ini, yang jelas-jelas diharamkan di dalam agama kami. Apalagi persetubuhan ini dilakukan kami dengan keadaan benar-benar sadar.

Kami terengah-engah setelah mengeluarkan semua tenaga yang kami punya untuk memuasi satu sama lain. Kami mengambil nafas dahulu.

“Love you ma…” desahku.

“Love you too Ren”, mama membalas ucapanku.

Kami pun berciuman.

Tiba-tiba ia melepaskan bibirnya dari bibirku dan berkata, “Ren… biarpun begini, ingat, kita adalah ibu dan anak.”

Ya, kami adalah ibu dan anak. Ibu dan anak. Kata-kata itu yang harus disorot dan ditekankan. Tapi kata-kata itu membuatku semakin bernafsu untuk melanggar aturan agama ini. Kami saling bertatap mata, dan entah bagaimana, kami saling mengerti satu sama lain akan perasaan ini. Kami berdua kembali on fire.

Mama mengerti aku ingin melawan larangan anak menyetubuhi ibu kandungnya sendiri, dan disaat yang sama aku mengerti mama juga ingin melawan larangan seorang ibu menyetubuhi anak kandungnya sendiri. Semua didasari rasa saling sayang dan nafsu, tanpa paksaan. Kami meringkuk dalam pelukan yang semakin erat di atas kasur ku.

“Nak, mama gak mau melakukan ini lagi, ini salah nak…”

“Tapi ma…”

“Mama takut…” katanya sambil meneteskan air matanya kembali.

“Takut apa ma?”

“Takut keterusan Ren, mama suka ini karena sebelumnya mama emang gak pernah sedeket ini sama kamu, tapi ini salah nak. Apa kata tetangga? Apa kata keluarga nanti?” Ia melanjutkan, “Mama pengen kamu hidup normal, punya pasangan seusiamu, berkeluarga. Bukan hubungan seperti ini”.

Aku diam saja, malas berdebat. Dari nada bicaranya, mama terdengar seperti sedang berjuang melawan hasratnya sendiri yang sudah terlanjur menggebu-gebu. Oleh karena itu, aku kasihan dan diam saja.

Kulirik jam ternyata sudah lewat maghrib. Mama akhirnya beranjak pergi ke kamar mandi yang terletak di lantai dua ini. Aku memakai kembali pakaianku dan tiduran di kasur memulihkan tenaga. Beberapa saat kemudian mama masuk kembali ke kamarku dengan memakai pakaian lengkapnya tadi. Matanya sembab, mungkin ia tadi habis menangis di kamar mandi untuk menyesali perbuatannya.

“Ma”

“Iya Ren?”

“Memangnya mama beneran tau Rendy suka ngambil pakaian dalam mama?”

“Iya dong. Kamu ini mainnya kurang bersih sih. Setiap mama pulang mama liat lemari mama jadi agak lebih berantakan daripada pas mama berangkat. Mama udah rapihin, besoknya berantakan lagi. Mama juga liat ada kerak putih di BH mama. Dari baunya mama tau itu sperma. Dan sperma siapa lagi kalau bukan sperma kamu Ren.

“Se-sejak kapan mama tau?”

“Ya beberapa hari sejak pulang dari Solo itu Ren.”

Aku terkaget karena itu kan sudah enam minggu yang lalu dan aku melakukan itu hampir setiap hari. Kenapa baru sekarang mama mau memergokiku?

Singkat cerita obrolan di kasurku menjawab penasaranku terhadap asal mula kejadian hari ini. Jadi mama tadi siang pulang cepat sebelum aku pulang karena urusan dengan kliennya berlangsung dengan cepat. Tanpa berberes rumah dahulu, mama langsung tidur di kamarnya, sehingga ketika aku tiba di rumah, tampak rumah sama seperti ketika aku meninggalkannya tadi siang dan aku menduga mama belum pulang.

Karena mendengar suara desahan film porno dari speaker yang kupasang agak keras tadi, mama terbangun dan pergi ke kamarku untuk memergokiku. Seandainya tadi aku mengecek kamar mama dulu, pasti kejadian ini tidak akan terjadi. Tapi untunglah aku tidak mengecek kamarnya dulu, kan aku jadi bisa merasakan kenikmatan dari hubungan ibu dan anak ini.

Aku tertawa ketika ternyata mama pernah “membalas” perbuatanku yaitu dengan masturbasi dengan menciumi celana dalamku. Duh mama, ternyata ia punya fetish yang sama juga dengan ku. Apalagi belakangan ini ternyata mama dengan seenaknya masuk ke kamarku dan membuka komputerku, contohnya seperti hari sabtu kemarin saat aku pulang dari rumah Tante Lia.

“Ma?”

“Apalagi Ren?”

“Kalau yang itu boleh terus kan ma?”

“Itu apa?” Tanya mama dengan nada ketus

“Hehehe, anu ma, onani pake pakaian dalem sama jibab mama?”

“Aduuuuh nak, kamu kok jorok banget sih”.

“Habis mama kan udah ga mau gituan lagi sama Rendy, Rendy sering kangen tau sama mama.”

“Tinggal serumah kok kangen, yaudah iya iya. Tapi yang udah bekas mama pake aja ya, jangan yang baru. Jijik tau mama makenya, hih.”

“Hehehe makasih mam” kataku mencium pipinya.

“Hush sana! Udah ah nanti keterusan, yaudah mama mau mandi terus nyiapin makan malam dulu.”

Mama keluar dari kamarku. Aku langsung mengambil HP ku dan WA ke Tante Lia “Tan, aku barusan ngentot sama mama.”

To be continued…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu