1 November 2020
Penulis —  Pemanah Rajawali

Obsesiku

KELAS ENAM - Bagian Satu

Mulai kelas enam, aku sudah bertambah tinggi dan kontolku yang tiap hari kugesek di selangkangan ibu dan yang liburan kemarin kugesek juga di selangkangan Mbak Ela, juga semakin panjang. Bila kelas lima panjangku 10 senti, di kelas enam sudah sepanjang 13 senti. Aku juga sudah mulai ingin merasakan gesekan dengan ibu tanpa dihalangi apapun.

Lama kelamaan aku sudah terbiasa menghirup aroma kotoran ibu. Pada pertamanya aku jijik, tapi demi melihat memek ibu aku tahan saja. Tapi kini tahi ibu bagiku biasa saja. Anggap saja aku sendiri buang hajat, kan bau juga, namun tidak terlalu dipikirkan.

Aku ingat kali pertama aku ikut ibu waktu ibu buang air besar. Hari itu adalah hari senin dan sudah sore, seperti biasa, ketika itu kami tidur siang dan sudah melakukan kegiatan gesek menggesek kami sampai aku tidur. Kemudian aku duluan yang bangun dan mulai nenen. Ibu tak lama bangun. Aku menindih ibu dan kami berciuman cukup lama dengan lidah yang saling berkelahi.

Kami saling mengecup, menjilat dan menyedot lidah satu sama lain. Tak lama aku mulai menggoyang selangkangan ibu dengan selangkanganku sampai kami berdua orgasme. Setelah itu, seperti biasa kami akan tiduran untuk beberapa waktu. Biasanya antara sepuluh sampai lima belas menit dengan aku yang kembali asyik menciumi tubuh ibu sampai ibu bangun untuk ke dapur.

Saat itu ibu ke dapur dan aku ikut. Aku peluk pinggangnya. Ibu merangkul pundakku. Ibu di kanan dan aku di sebelah kiri. Saat itu kepalaku sudah mencapai dagunya. Ibu sedang mengupas bawang di dapur dengan duduk di dingklik, dan aku di dingklik yang satu lagi. Kami punya dingklik, berhubung itu kemauanku.

“tar dulu, Ndra. Ibu mau berak.”

Aku yang sudah merencanakan hal ini berkata, “tanggung bu. Lagi seru nih,” sambil merangkul pinggang ibu dan mencium punggungnya. Ibu bergegas ke kamar mandi, tapi aku terus menempel. Ketika sudah masuk kamar mandi ibu berkata.

“nanti aja ya. Ibu kebelet nih.”

“ga mau. Biar aja. Hendra mau cium ibu.”

Ibu menahan sakit perutnya sebentar untuk akhirnya berkata.

“terserah kamu, nanti kebauan.” lalu ibu bergegas ke depan toilet, membuka celana dalamnya sampai lutut lalu duduk. Aku dapat melihat memek ibu sekarang. Memek ibu itu dihiasi bulu jembut yang lebat. Namun kedua bibir memek ibu yang tebal masih dapat terlihat. Dua bibir vagina ibu itu rapat sekali sehingga aku tak dapat melihat lubang kencingnya.

“Sukurin!” kata ibu sambil tertawa. Wajah ibu begitu cantik di mataku. Aku menjadi lupa bau tak sedap di kamar mandi kami lalu aku menghampiri ibu yang duduk di toilet lalu menundukan wajahku untuk kemudian mengecup bibir ibu. Sambil terkadang diiringi suara tahi keluar dari anus ibu, kami berdua asyik berciuman.

Lidah kami menari-nari. Tampaknya ibu menyukai hal ini, buktinya ia membalas ciumanku dengan liar dan penuh nafsu. Ia menarikku dengan keras, sambil berciuman dengan seru, tubuhku merapat ke samping tubuhnya. Tahu-tahu batangku yang menegang maksimal itu di pegang tangan kiri ibu, dan beliau mengocok-ngocok batangku.

Tangan kanan ibu disusupkan ke selangkangannya dan ibu sambil mengusap-usap klitorisnya sendiri, ia juga mengocok kemaluanku dengan buas. Lidah ibu kadang terjulur keluar menyerobot masuk mulutku dan aku akan membalas dengan menghisap-hisap lidahnya yang basah. Makin lama kocokan ibu makin keras, tangan kanan ibu pun makin cepat mengusap klitorisnya.

Saking kerasnya kocokan ibu, kontolku menjadi ngilu dan sedikit sakit, namun aku malah menyukai kebrutalan ibuku itu. Sambil menyedot-nyedot lidah, bibir dan mulutnya aku semakin dekat ke puncak. Tiba-tiba ibu melepaskan ciuman dan menyedot leherku kuat-kuat, aku merasakan geli dan nikmat yang tiada taranya sehingga aku orgasme kering, sementara tangan kiri ibu yang mengocokku terdiam namun tetap menggenggam keras, dan terdengar suara erangan ibu yang tertutup kulitku yang sedang dicupangnya.

Setelah beberapa saat kami lemas, ibu melepas tangannya dan cupangannya dan menyender di toilet. Kami basah kuyup keringetan. Walaupun burungku sudah lemas, aku melihat tubuh putih ibu yang mengkilat, tidak mau ketinggalan untuk menjilati dada dan bahunya untuk merasakan keringat wanita yang mengandungku itu.

Mulai saat itu aku mengikuti ibu ketika buang air kecil atau besar. Aku ingin juga mandi bersama ibu, namun aku pikir agar menahan diri dulu. Jangan sampai nanti ibu malah menolakku. Aku biarkan ibu terbiasa dulu dengan kehadiranku di toilet kala ia sedang buang air. Maka semenjak saat itu, aku selalu merangkul ibu kalau ada kesempatan.

Di kelas enam itu, kontolku sudah terlatih apalagi selama beberapa bulan makin panjang pula kontolku sehingga kini sudah 15 senti, yang aku banggakan, pernah di sekolah waktu aku dan kawan-kawanku membandingkan kontol, kontolku yang terpanjang dan terbesar, bahkan ada temanku bilang bahwa kontol bapaknya saja tidak sebesar kontolku.

Kini hampir disetiap saat aku menindih ibu dan menggesekinya, ibu akan orgasme. Mulai kelas enam inilah, kami lebih sering berciuman. Ibu sudah tidak menonton TV lagi. Bila semua pekerjaan kami selesai, maka kami akan berpelukan di kamar dan berciuman hingga kami berdua tidak tahan dan mulai menggesek-gesek kelamin kami.

Hari minggu, ibu tidak akan masak, melainkan membeli makanan dari luar. Berhubung aku sudah tidak pernah minta jajan lagi, ibu dapat menggunakan uang itu untuk membeli makanan. Ibu membeli makanan ketika pagi untuk sarapan dan siang untuk makan siang dan makan malam.

Setiap hari minggu ibu tidak akan melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci baju atau menyetrika atau menyapu atau mengepel. Sepanjang hari, kecuali ketika membeli makanan, ibu akan berpelukan dan berciuman denganku. Kami bagaikan pengantin baru. Ibu kularang mandi, sementara aku sendiri mandi, karena aku suka bau tubuh ibu tapi aku tidak menyukai bau tubuhku sendiri.

Sekujur tubuh ibu akan kujilati dari rambut sampai ujung kaki. Namun hanya selangkangannya saja yang kulewati. Pernah aku cium memeknya yang masih terhalang celana dalam, namun ibu tahu-tahu mendorong kepalaku dan mengatakan bahwa ia tidak mau. Walaupun aku merengek, ibu tidak bergeming, bahkan mengancam akan menghentikan kegiatan kami dan aku harus tidur sendiri di ruang tamu bila aku tetap bersikeras.

Suatu ketika di kelas enam, saat awal dari semester terakhirku di SD, aku sedang asyik berciuman dengan ibu kala ibu berak. Saat itu kami baru saja makan malam. Saat ibu hendak cebok, ia melepaskan ciumannya, aku lalu berkata.

“Hendra cebokin ya, Bu?”

Ibu menatapku lalu mengangguk enggan. Aku ambil selang air untuk cebok, lalu aku lumuri tanganku dengan sabun, dengan tangan kanan memegang selang air, aku siram pantat ibu dari depan, sementara tangan kiriku menyusup dari belakang untuk mengusap anusnya. Ibu memegang pundakku dengan tangan kanannya.

Ibu mencium bibirku ketika aku asyik mengusapi memek dan pantatnya. Ia mendorongku perlahan sehingga akhirnya kami berciuman dengan aku duduk di pinggir bak mandi, sementara ibu menunduk dengan kaki kiri diangkat menginjak pinggiran bak mandi. Kulempar selang air itu, lalu tangan kananku mulai menggosok memek ibu sementara yang kiri tetap mengusap pantat ibu.

Dalam satu kesempatan, aku tusukkan jari tengahku yang bersabun itu ke lubang anus ibu. Lubangnya sempit sekali. Ibu terkaget dan menegakkan tubuh hingga teteknya sejajar wajahku. Kulahap teteknya sambil tangan kananku menggosok memeknya dan jari manis kiriku mulai kumaju mundurkan di lubang anusnya.

Oh nikmatnya. Ibu dry hump kontolku yang kini basah oleh cairan tubuhnya, sementara anus ibu kurojok-rojok dengan cepat menggunakan jari manisku. Gerakan ibu makin hebat saja untuk kemudian ibu mulai mengerang dan mengalami orgasme. Aku belum, karena posisi yang aneh bagiku. Aku bergegas turun dari bak mandi, sementara jari manis kiriku masih di anus ibu.

Aku bergerak ke belakang ibu dan terus mengocok anusnya. Ibu kini menopang tubuh atasnya dengan kedua tangan di bak mandi membuat dia menungging dengan kaki membuka lebar. Ibu masih mengerang-ngerang, tampaknya baru kali ini ia merasakan sensasi anus dipenetrasi sehingga ia masih menikmati walau sudah orgasme.

Aku dari dulu ingin menjilat memek ibu, tapi ibu selalu pakai celana dalam. Setiap aku mau buka ia akan marah. Tapi sekarang lain. Teknikku ikut ibu masuk kamar mandi ternyata berhasil. Aku memang selalu mencari celah agar bisa meningkatkan level hubungan terlarang kami. Dan inilah saatnya. Saat lidahku menyapu klitoris ibu, ia menjerit sambil meremas rambutku dengan satu tangan, “Jangan dijilaaat…

Tapi lidahku secara liar sudah menjilati kelentit ibu yang menonjol. Tubuh ibu menggelinjang tak terkendali. Aku putar-putar lidahku di kelentiti ibu itu dan suara ibu makain meninggi.

“Jangaaaaannnnn… Jorooooookkkk, Ndraaaa… Jangaaaannnnnnnn!”

Tapi kedua tangan ibu kini mendekap kepalaku erat-erat sehingga mulutku makin tertekan di selangkangan ibu. Memek ibu maju mundur dan terkadang memutar karena digoyang oleh ibu yang sedang diliputi oleh nafsu. Suatu saat, aku hisap pelan klitoris ibu dan tiba-tiba ibu berteriak histeris sambil mempererat pegangannya kepada kepalaku dengan kedua tangannya.

“SEDOT TERUS MEMEK IBUMUUUUUUUU! ISEP! SEDOT! KENYOT! ISEP YANG KERAAAASSSS…”

Ibu mengentoti bibirku yang menjepit klitorisnya dengan penuh nafsu. Bau memek ibu adalah satu-satunya aroma yang kucium saat itu. Hampir saja aku tak bernafas, namun akhirnya ibu yang sudah lemas menggelesor ke samping tubuhku dan berbaring telanjang bulat di lantai. Aku bergerak cepat, aku buka kedua kaki ibu dan aku mendekatkan kontolku di lubangnya, tapi tiba-tiba ibu menggengam kontolku.

“Hendra! Jangan!” ibuku melotot dengan wajah marah. Aku jadi kaget dan takut. Tapi aku sudah mengantisipasi ini dan berkata, dengan suara yang aku buat senormal mungkin.

“Hendra cuma mau gesek kayak biasa. Masa ga boleh?”

Ibu tampak berpikir sebentar, untuk kemudian menarik kontolku sehingga kini batang kontolku berbaring menindih bibir memek ibu. Ibu memegang pantatku, tampaknya ia menjaga agar aku tidak berusaha menarik pantatku untuk menyejajarkan palkonku di memeknya.

“ya udah, gesek aja, ya…”

Sambil menyedot-nyedot puting kanan ibu, aku mulai menggesek memek ibu dengan batang kontolku naik turun. Sungguh berbeda dengan sensasi bila tertutup celana dalam. Memek ibu yang licin dan hangat itu terasa begitu lembut dan basah di batangku. Berhubung aku sempat terkejut, kontolku tadi sempat melemas sedikit, sehingga perlu beberapa menit untuk membuatnya keras kembali.

Aku cupang payudara kanan ibu di bagian sebelah dalam, di dekat belahan dadanya. Aku kenyot payudara itu kuat-kuat, sementara ibu kali ini tidak protes tetapi mendekap kepalaku dengan tangan kanannya, tangan kiri ibu tetap menekan pantat kananku. Ibu bergerak ke atas untuk duduk, sehingga posisi kami kini duduk di lantai kamar mandi.

Kedua kakiku menjulur ke depan, kedua kaki ibu membentuk segitiga di atas kedua kakiku, dengan kelamin kami masih menggesek. Kedua tangan ibu mendekap kepalaku, ia menunduk dan kami berdua berciuman dengan penuh nafsu. Kami mencampurkan ludah kami di kedua mulut kami sementara keringat kami juga sudah bergabung menjadi satu adonan dan talenannya adalah kedua tubuh telanjang kami yang berpelukan erat-erat.

Ibu menarik kepalaku sehingga ciuman kami terlepas.

“buka mulutmu anakku sayang…” kata ibu.

Aku membuka mulut dan ibu perlahan mengeluarkan ludahnya yang kental ke dalam mulutku. Ketika air liur ibu menyentuh lidahku aku mengemut ludah itu dan meminumnya.

“anak yang otaknya kotor seperti kamu harus diludahi. Buka terus,” kata ibu yang lalu mengumpulkan ludahnya lagi dan memasukkan ludah itu kembali ke mulutku. Aku dengan senang hati menerima ludah ibu, sementara pantatku makin kugoyang dengan cepat karena birahiku menjadi maksimal oleh perlakuan mesum ibuku.

Ibu tampaknya terbawa dengan permainanku. Ia juga secara liar menggoyang pantatnya. Kedua mulut kami sudah basah oleh liur ibu yang banyak itu. Bahkan liur ibu sampai menetes jatuh ke dada kami yang berhimpitan keras itu. Kami saat itu memeluk satu sama lain demikian kerasnya seakan bila mampu, ingin menjadikan kedua tubuh kami itu menyatu.

“Hendraaaaa…” ibuku memelukku sementara tubuh ibuku mengejan beberapa kali. Kala orgasme telah lewat, tubuh kami yang lemas berbaring di lantai kamar mandi beberapa saat.

Aku melarang ibu mandi, sementara aku sendiri mandi dan ibu keluar kamar mandi untuk mengeringkan keringatnya. Selesai mandi, aku mendapati ibu telah memakai celana dalamnya. Aku protes dan bersikeras agar ibu telanjang bulat saja.

“Enak aja…” kata ibu manja sambil meleletkan lidahnya untuk mengejekku. Saat itu ia sedang menonton TV sambil tidur menyamping. Aku duduk di dekat kakinya. Aku tarik kakinya hingga ibu mengangkang. Seperti penuturanku sebelumnya, ini memang sudah menjadi kebiasaan kami. Namun, bukannya menindih ibu, aku menarik celana dalamnya.

“Ih! Kok maksa?!” tanya ibu dengan muka cemberut. Tapi raut wajahnya tidak menunjukkan kemarahannya bahkan ia mengangkat pantatnya agar memudahkanku melepas celana dalamnya.

Aku lempar celana itu jauh-jauh. Lalu aku mendekat memek ibu. Baru kali ini diterangi lampu terang kamar tamu, aku melihat bentuk memek ibuku. Sebelumnya selain aku terburu-buru karena nafsu, lampu di kamar mandipun tidak begitu terang, sehingga aku hanya dapat melihat lipatan bibir ibu dan kelentitnya namun aku belum dapat melihat dengan jelas bagaimana detil dari bentuk vagina ibuku itu.

Bulu-bulu kemaluan ibu begitu keriting dan lebat, namun bibir memek ibu yang tembam tampak rapat. Aku buka bibir luar vagina ibu itu dan melihat bibir dalam ibu yang mungil, membuka juga. Warna meki ibuku itu merah muda. Bau tubuh ibu memancar kuat dari situ. Aku dapat melihat kelentit ibu bagaikan mahkota di bagian atas memeknya, sementara, dapat kulihat juga lubang kencing ibu tampak kecil.

“Kecil amat lubang ibu?” tanyaku.

“Ibu kan melahirkan cesar, Ndra… Makanya lubangnya kecil.”

“Kayak orang gedongan aja, Bu. Pake cesar segala.”

“Dulu bapakmu itu supir di Bank pemerintah. Dapat asuransi. Jadi bisa bayar cesar.”

Aku hanya mengangguk-angguk saja, karena aku sedang mengagumi kemaluan ibuku itu. Bila dilihat dari ukurannya, kontolku ga akan muat masuk situ. Maka aku elus perlahan kelentit ibu. Ibu mendesah-desah. Kulihat perlahan memeknya mulai mengeluarkan cairan bening.

“Bu, apakah kontol bapak kecil?”

“Husshh.. Sembarangan! Jangan kurang ajar. Barang bapakmu ya gedhe, Ndra…”

“Masa sih? Kok lobang ibu kecil gitu? Pasti kalau Hendra masukkin ga bakalan bisa.”

“Hussshhhh… Masa punya kamu dimasukkin ke ibu? Ga boleh, Ndra… Dosa! Lagian, ukuran kamu itu memang lebih besar dari bapakmu.”

“masa? Emang panjangnya seberapa bu?”

“palingan sekitar 12 senti. Tapi agak gemuk.”

“gemukkan mana sama Hendra, bu?”

“gemukkan kamu juga sih…”

“Itu artinya burung Hendra ga bisa masuk ya?”

“kalau masuk sih bisa aja, Ndra… Lubangnya perempuan itu bisa membesar sesuai dengan bentuk burung yang masuk.”

“Ah, ibu bohong! Ga mungkin!”

“kamu itu dibilangin orang tua ga percaya…”

Memek ibu semakin basah, sementara nafas ibu mulai berat. Kataku lagi.

“Ibu pasti bohong. Hendra yakin kalau Hendra masukkin ke situ, lubang ibu ga mampu menampung burung Hendra..”

“Ahhhhh… Kamu itu keras kepala… Pasti bisa masuk!” ibu mulai mendesah pelan. Aku tetap mengusap kelentitnya sambil berbicara.

“Beneran bu? Gimana kalau kita test aja?”

“Maksud kamu? Sssshhhh…” desahan ibu mulai meninggi.

“kita test saja. Kalau Hendra bisa masukkin, artinya ibu menang. Kalo enggak, artinya Hendra yang menang.”

“apaaaahhhh???? Maaahhh maaahsuuukkkinn? Ga boleeehhhh…”

“Tuh kan. Pasti ga bisa masuk. Ibu aja yang bohong. Ga mungkin lubang kecil ibu bisa menampung burung Hendra yang besar…”

“kamuuhhh… Kamuhhh yang sok tahu… Ssshhhhh…”

Memek ibu sudah basah kuyup, ibu menggelinjang erotis mengikuti usapan jariku. Ingin rasanya aku mengentoti ibu saat itu juga, namun aku mengurungkan niat itu, karena bila saat itu aku mampu mengentoti ibu, ada kemungkinan bahwa setelah kami ngewe, ibu akan merasa bersalah dan berdosa, sehingga bisa saja dia akan memutuskan untuk menghentikan kegiatan tabu kami.

Perlahan aku mengeluarkan lidahku dan mulai menyusuri memek ibu yang merekah dari bagian bawahnya. Kedua jari tanganku tetap membuka memek ibu yang mengeluarkan bau khas wanita dewasa.

“Oooohhhh… Pelan-pelan sayaaaaaang…” kata ibu ketika lidahku perlahan menyapu lubang kecil memeknya. Baru kali ini ibu menyebut aku sayang dengan suara yang manja dan mesra yang menyebabkan aku merasa bangga, bahagia dan berbunga-bunga. Saat itu aku berjanji untuk selalu memuaskan ibuku bagaimana pun juga, karena ibuku adalah wanitaku yang adalah segalanya bagiku.

Perlahan, seperti keinginan cintaku, aku tusuk lidahku ke dalam lubang kecilnya hingga mulutku mentok di kemaluan ibu dan lidahku tak mampu melesak ke dalam lagi. Ibu mengerang-ngerang sambil menyebut namaku dan menyebut sayang kepadaku berkali-kali. Memek ibu membuka menutup seakan ingin menjepit lidahku sementara cairan vagina ibu mulai merembes keluar.

Perlahan aku melengkungkan lidahku di dalam memek ibu sambil menarik lidahku ke luar lubang mekinya yang mungil itu.

“Aaaahhhhh… Hendraaaaa… Enak sayaaaanggg…” kata ibuku ketika merasakan lidahku yang melengkung itu menggesek dinding dalam bagian atas lubang kencingnya itu. Kedua tangan ibu menekap kepalaku erat-erat.

Ketika lidahku telah keluar, dengan suara agak serak aku bertanya.

“Enak rasanya, cintaku?”

Ibu menatapku dengan pandangan sayu dan penuh birahi dan menjawab, “enak banget sayangku…”

“Mau lagi cinta?”

“Mau dong sayaangg…”

“Mau diapain cinta?”

“Mau dijilatin lagi..”

“jilatin apanya cintaku?”

“Jilatin Memekku sayaaangg…”

“Hendra mau jilatin lagi, tapi ini bukan memeknya cinta ya… Ini memek miliknya Hendra…”

“Iya sayaaangkuuu… Jilatin memekmu lagi dooong…”

Kembali aku mulai menusukkan lidahku lagi di dalam vagina ibuku, ibu kembali mengerang dan kini selalu menyebutku dengan kata ‘sayang’ dan jarang sekali menyebut namaku. Lidahku merojoki liang surgawi milik ibu dan merasakan dinding kemaluannya ketika aku tarik lidahku yang kubuat melengkung. Berkali-kali aku menelan cairan memek ibu ketika kurasakan cairannya sudah banyak di mulutku.

Mulut dan daguku kini sudah belepotan air pelumas ibu sehingga sudah berbau vagina ibu. Sekali kucoba ketika lidahku melengkung, aku tidak tarik keluar tapi aku gesekkan ke kiri kanan di dinding atas lubang kencing ibu. Ibu mulai berteriak keenakkan dan memek ibu kini sudah banjir dengan cairan kewanitaannya.

“Saaayangkuuuuuuu… Pinter banget kamuuuuhhhhh… Terus yaaangg… Yaaannngg…”

Makin lama lidahku makin cepat menari di lubang kencing ibu, sementara ibu makin menggila dan tubuhnya mulai meliuk-liuk bagaikan cacing kepanasan. Keringatnya sudah membanjir dan memeknya bermandikan cairan kewanitaan yang menghembuskan bau yang memabukkan. Menjadi gemas, aku menghisap memek ibu. Bagaikan orang kesetanan, ibu menekan kepalaku dengan kedua tangannya dan mulai mengentoti mulutku dengan menggoyang pantatnya memutar-mutar dan maju mundur membuatku hampir tak bisa bernafas.

Kuarahkan mulutku ke klitori ibu dan aku segera mengenyoti kelentit ibu itu, sementara jari tengah kananku aku tusukkan ke dalam lubang kencingnya dan kukorek-korek vagina ibu dengan jari itu. Ibu makin buas menggoyangkan pantatnya, seakan-akan ia ingin menghancurkan wajahku dengan selangkangannya.

“teruuuuss… Kobok memek ibu, yaaang… Isepin itil ibu… Ibu sebentar lagi sampeeeeeee…”

Sekitar dua menit kemudian, kurasakan tubuh ibuku mengejang, selangkangan ibu bagaikan menggigil pelan dan ibu berteriak.

“Ibu sampeeeeeeee…”

Kemudian kedua tangan ibu terlepas dari kepalaku, tubuhnya yang telanjang dan lemas terkulai, dan ibu merebahkan diri dengan kedua kaki masih mengangkangi kepalaku.

Perlahan aku menindih ibu, lalu menaruh kontolku di atas lipatan memeknya yang tembam. Kutaruh kepalaku di payudara kanan ibu yang bersinar karena keringatnya dan sambil menciumi buah dadanya itu, aku mulai menggeseki memek ibu. Dengan lemas ibu hanya memeluk leherku. Kontolku yang sudah tegang dari tadi tak bertahan lama.

Hanya beberapa menit yang singkat, aku mengalami orgasme kering lagi akibat berbagai sensasi yang kurasakan yang membuat nafsuku tak dapat ditahan lagi. Sensasi bibir memek ibu yang hangat dan basah yang bergesekkan dengan kontolku, sensasi kulit tubuh ibu yang halus dan licin karena banjir keringat yang menempel di kulitku, dan sensasi dua buah dada ibu yang kuremasi dan kuselomoti dengan mulut dan lidahku.

Semenjak saat itu, hubungan kami kembali berubah. Kini ibu akan telanjang bulat bila di rumah. Aku sudah selangkah lagi untuk dapat menggagahi ibu. Dan, aku tahu sebenarnya ibu sendiri sebenarnya mengetahui hal ini, hanya saja ibu masih enggan untuk melanjutkan hubungan kami ke tingkat yang paling intim.

Selama minggu itu, aku berusaha perlahan membuat ibu dipenuhi kenikmatan birahi sepanjang hari. Aku selalu menjilati memek ibu sebelum aku menggeseki kelaminnya yang telanjang dengan kontolku. Pulang sekolah, ibu yang memakai daster akan menyambutku. Kami french kiss di belakang pintu. Sementara ibu mengunci pintu aku akan melepaskan semua pakaianku dan ibu kemudian akan telanjang bulat dan merebahkan diri di tempat tidur.

Setelah kami berciuman hot dan aku meraba-raba tubuh ibu selama beberapa menit, aku kemudian akan mencium dan menjilati sekujur payudara ibu sambil tanganku mengusapi memeknya. Setelah memeknya basah, aku akan mengoral vagina ibu sampai ibu orgasme. Barulah kemudian aku akan menindih ibu sambil menggagahi payudara, leher dan ketiak ibu dengan mulut dan lidahku hingga aku orgasme kering.

Dari ketika aku terbangun sore, aku selalu menempel pada ibu. Bila ibu di dapur atau di kamar tamu atau bahkan ketika masih tertidur di kamar tidur, aku akan selalu menciumi tubuhnya, mengoral vaginanya dan menggesekkan kontolku di kelaminnya. Ibu akan membasuh kedua badan kami hingga bersih untuk kemudian melanjutkan aktivitas lagi.

Aku akan terus menempelnya dan menciumi dan menggerepe tubuh telanjang ibu sampai aku horny, dan aku akan mengulang proses mengoral ibu dan menggeseki kelamin kami. Aku hitung-hitung, dari semenjak aku bangun pagi sampai kami tidur malam, minimal 7 kali aku akan menggeseki kelaminnya. Minimal. Tetapi, ibu sendiri terkadang minta untuk tidak dioral.

Pada hari keempat ketika aku baru bangun tidur, ibu belum bangun sehingga aku mulai asyik menciumi, menjilati dan mencupangi tubuh ibu. Ibu bangun tak lama kemudian, ketika aku mulai ingin mengarahkan kepalaku ke memeknya, ibu berkata.

“Langsung gesekin aja, Yang. Tapi jangan di sini. Di tempat cuci piring aja. Ibu lupa cuci piring sebelum kamu pulang tadi.”

“Oke cinta.”

Ibu mencium bibirku dan kami french kiss beberapa saat sebelum ia beranjak ke tempat cuci piring di belakang rumah. Walaupun kami mengontrak, bagian belakang kami diberikan dinding pemisah dari beton, dan di kiri kanan kami ditutupi dengan spanduk bekas sehingga tetangga tidak bisa melihat ke halaman belakang kami.

Ibu mulai mencuci piring dan aku memposisikan diri di belakangnya. Berhubung aku lebih pendek, maka susah sekali mensejajarkan kontolku dengan memek ibu. Tetapi pada hari kedua yang lalu, ketika ibu juga minta langsung digesek di tempat cuci piring, aku mendapatkan ide brilian. Di depan rumah ada dipan panjang tempat orang bisa duduk atau tiduran.

Dipan itu aku ambil lalu aku posisikan di belakang ibu, bila aku berlutut di situ, aku akan sejajar dengan ibu, sehingga dengan mudah aku dapat menggesekkan kelaminku dari situ. Ibu waktu itu tertawa, dia sebenarnya berniat untuk membuat aku sulit menggeseki kelaminnya, sehingga sebenarnya niatnya adalah untuk membuat aku frustasi, ternyata dia kalah pintar dengan anaknya.

Setelah dipan ku taruh dengan baik. Aku berlutut di belakang ibu di atas dipan, dan kontolku kutaruh menekan memek ibu dari bawah. Sambil meremasi kedua payudara kenal ibuku dan menciumi dan menjilati punggung putihnya, aku mulai menggeseki kelaminku di kelamin ibu yang ternyata sudah basah karena aktivitas sebelumnya di kamar tidur.

Sudah empat hari aku menggeseki kelamin ibu, sehingga tidak ada rasa canggung lagi. Ini menyebabkan aku langsung tancap gas dan menggeseki bibir kemaluan ibu dengan semangat dan cepat. Kedua tanganku selain meremas kedua tetek ibu, terkadang mengelusi tubuh ibu. Kadang aku meremasi bokongnya, kadang memegang pinggul ibu sehingga tampak sedang mengentoti ibu dari belakang.

Ketika aku sedang menjilati tubuh ibu dari tengah punggung ke atas, kontolku yang sedari tadi asyik menggeseki kemaluan ibu, entah bagaimana tahu-tahu mencolok kemaluan ibu sekejap, namun karena kuatnya dorongan pantatku, kepala kontolku mencelat keluar dan kembali menggeseki kemaluan ibu. Ibu kaget dan berkata.

“Sayang… Hampir masuk tau…”

“Kan enggak masuk, cuma hampir doang…” kataku yang sedang terhanyut dalam nikmatnya gesekan kelamin kami.

“Awas… Hati-hati…” kata ibuku pelan.

Kembali aku menggeseki kelamin ibu sambil menjelajahi punggungnya yang indah. Entah beberapa menit berlalu, tahu-tahu kembali kepala kontolku menancap sekejap di lubang memek ibu. Berhubung lubang memek ibu itu sempit dan kepala kontolku lebih besar dari lubang itu, maka kembali kepala kontolku melejit dan menggeseki lagi bibir memek ibu.

“Tuh kan… Hampir masuk lagi…”

“Tapi kan enggak, cinta… Lubang memek ibu kan kecil, ga bakalan bisa kontol Hendra masuk…”

“Bisa lagi…”

Kuulangi lagi gerakan itu.

“Tuh kan ga bisa…” kataku sambil tertawa.

“Bisa aja kalau ga hati-hati…”

“Enggak bakalan cintaku…”

Kali ini aku ulangi terus gerakan itu. Kontolku menancap sejenak untuk kemudian mencelat keluar lagi setiap kali aku hujamkan kontolku ke atas.

“Enggak bisa kan? Kecil sih memeknya cintaku…”

Kini kontolku selalu menowel-nowel lubang ibu yang kini banjir walaupun tidak bisa ditembus. Ibu menghentikan cuci piringnya lalu menahan tubuhnya di bak cuci piring dan mulai ikut menggoyang pantatnya maju mundur seirama dengan goyangan pantatku. Berhubung kepala kontolku menancap namun dengan posisi hanya bagian atas, tidak seluruh pala kontolku yang menancap, maka kontolku selalu melejit keluar.

Ketika aku menggeseki lagi kelamin kami di kamar tamu setelah kami berdua makan malam hari itu, aku menggeseki kelaminnya dengan menowel-nowel lubang kencing ibu tanpa ada protes lagi dari ibu. Sekarang, sedikit lagi maka impianku selama ini akan terwujud.

Masuk minggu kedua, ibu yang malah sering mengajakku ke tempat cuci piring untuk menggesek kelamin di sana, tampaknya ibu sangat menikmati rasa kontol menowel lubang kelaminnya, ia merasa was-was namun sangat menyenangkan. Nafsu birahi dengan bahaya tabu seperti ini ternyata adalah suatu perasaan yang membuat ibu kecanduan juga.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu