1 November 2020
Penulis —  Pemanah Rajawali

Obsesiku

Prologue

Kami hidup di kota Jakarta. Bukan sebagai keluarga kaya atau berada, melainkan keluarga sederhana yang mengarah kepada miskin. Ayahku adalah supir Bus antar kota antar propinsi. Sehingga ia sering tidak di rumah, apalagi ternyata ayahku punya isteri muda di kota lain. Ibuku sendiri hanyalah ibu rumah tangga.

Aku adalah anak tunggal. Namaku Hendra. Ibuku melahirkan aku ketika beliau berusia 18 tahun. Sekitar tahun kelahiranku itu, ternyata ayahku menikahi gadis di kampungnya yang berusia 16 tahun. Kisahku yang kutuangkan kepada saudaraku Guo Jing, atau yang dikenal di dunia perlendiran sebagai Sang Pemanah Rajawali adalah kisah aib, tetapi aib yang aku lakukan adalah aib yang aku sangat sukai.

Aib ini terjadi karena kedekatan antara aku dan ibuku. Berhubung aku anak tunggal, sedari kecil aku selalu tidur dengan ibu. Apalagi ayah jarang di rumah. Kami tinggal di kontrakan satu pintu. Kamar tidur cuma satu. Bila ayah ada, maka aku akan tidur di matras di samping tempat tidur, bahkan terkadang di ruang tamu depan.

KELAS SATU

Aku sendiri anak yang normal pada mulanya. Hingga suatu saat waktu aku kelas 1 SD dan usiaku masih 7 tahun, aku mulai berubah sedikit demi sedikit menjadi anak kecil yang berpikiran kotor. Ibuku bila di rumah selalu pakai daster dengan model dua tali yang memperlihatkan bagian punggungnya di antara belikat.

Depannya sih tak terlalu rendah sehingga belahan dadanya tak sampai terlihat. Tetapi punggungnya selalu terbuka. Dan suatu saat ketika aku tidur siang berdua, aku yang belum tidur memperhatikan punggung ibu dan merasa tiba-tiba kagum. Ada tanda di tengah belikat ibu, tepat di tengah tulang belakangnya, yaitu ada tahi lalat hitam kecil yang menurutku membuat punggung ibu jadi indah.

Kulit ibuku sendiri putih, karena ia dari daerah pasundan. Hanya saja, kalau mau jujur, wajah ibu tidak bisa dibilang cantik, malah, bibirnya agak tebal atau dower. Tidak setebal orang Afrika, melainkan terlihat agak mencolok. Matanya malah agak sedikit sipit, tapi hidungnya mancung. Sehingga bila dinilai secara keseluruhan, orang bisa bilang bahwa wajah ibuku bernilai 6.

Yang menjadi kelebihan ibu selain kulitnya putih adalah tubuh ibu yang memiliki lekuk yang seksi. Pinggulnya lebar, dengan perut yang hanya sedikit buncit, tanda bahwa ia pernah melahirkan. Selain itu, buah dada ibu cukup besar dengan cup B. Sebenarnya, ibu selalu memaki BH dengan cup yang lebih kecil sehingga bila ia keluar rumah, orang-orang banyak yang tidak tahu bahwa dada ibu itu sebenarnya cukup besar, apalagi beliau selalu berpakaian tertutup dan longgar.

Sehingga bila ada orang yang bertemu dengan ibu di luar rumah, tidak ada yang tahu bahwa ibu memiliki tubuh yang seksi sekali. Bila wajahnya 6, bodi ibu minimal nilainya 8. Tubuh wanita dewasa yang menunjukkan apa artinya keindahan natural. Tanpa operasi, tanpa obat langsing, tanpa kelainan anoreksik.

Kembali ke masa aku SD. Saat itu aku yang sedang terkagum-kagum mendekatkan diri ke punggung ibu untuk melihat tahi lalatnya itu. Tiba-tiba saja hidungku mencium aroma tubuh ibu yang amat lembut yang menguar dari kulitnya yang putih dan terlihat mengkilat disinari cahaya lampu kamar. Aku sangat menyukai bau tubuh ibu.

Ibu tidak memiliki bau seperti ibu Jenar sebelah rumah yang baunya kayak kuli bangunan, atau ibu Atik yang keteknya bau asem. Bau tubuh ibu tidak bisa dibandingkan dengan apapun di dunia. Bukan wangi bunga atau buah segar, hanya saja itulah bau khusus yang keluar dari tubuhnya. Tak terasa hidungku menyentuh punggung ibu yang terasa halus.

Ketika aku bangun ibu sudah tidak ada, karena sudah sore. Maka aku kemudian bangun dan melanjutkan aktivitas sore seperti mandi dan belajar. Namun, mulai dari situ aku menjadi terobsesi dengan tubuh ibu, terutama wangi tubuhnya dan juga punggungya yang memiliki tahi lalat kecil yang bagiku adalah pemandangan paling indah.

Malamnya aku menunggu ibu dengan tak sabar. Ketika akhirnya ia masuk kamar dan tidur, aku yang masih polos dan belum tahu benar atau salah, belum takut dimarahi untuk banyak hal, maka aku mengatur bantalku di sampin punggung ibu lalu segera memeluk ibu dari belakang dan menaruh hidungku di tahi lalat ibu.

Ibu sedikit kaget namun tidak berkata apa-apa. Ia hanya memegang tanganku yang saat itu mendekap perutnya. Kunikmati aroma tubuh ibu selama mungkin. Apalagi halus kulit ibu yang tersentuh hidungku itu menambah kenikmatan tersendiri. Inginnya aku tidak tidur, aku berusaha terjaga sebisa mungkin, namun akhirnya kantuk juga yang menang dan aku tertidur sambil memeluk ibu dan bernafas di punggungnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu