1 November 2020
Penulis —  Pemanah Rajawali

Obsesiku

Kelas Enam - Bagian Kedua

Suatu malam di minggu kedua itu, entah hari keberapa, ibu baru saja orgasme setelah memeknya kuhisap dan kujilati. Selama lima menit aku asyik menggeseki kelaminku di memeknya, dengan kontolku yang selalu menoweli lubang kencing ibu, ketika tak sengaja akibat ibu yang bergerak mundur dan aku yang bergerak maju, kepala kontolku masuk setengah ke dalam lubang kencing ibu.

“Aduh… Kok masuk?”

Aku buru-buru menarik lalu menggeseki lagi sambil berkata, “baru ujungnya doang bu, ga apa-apa kan?”

“ati-ati sayang…” kata ibu menimpali.

Setelah beberapa waktu lewat, kepala kontolku kembali masuk setengah ke lubang kencing ibu.

“Yaaaaang!” ibuku menegur pelan.

“Oops… Sorry…”

Kucabut dan gesek lagi memek ibu yang kini sudah banjir. Setelah beberapa waktu lewat, kembali kepala burungku menancap setengah. Aku mengucapkan “sorry!” dengan cepat dan kembali mencabut kontolku dan menggesek bibir kemaluan ibu kembali. Ibu hanya mendengus. Entah mendengus sebal atau birahi. Aku tancapkan lagi kepala kontolkku sedikit dan mencabutnya untuk kemudian menggesekkannya kembali.

Ibu hanya mendecakkan lidah untuk memberikan tanda bahwa ia sebal namun tidak berkata apa-apa lagi. Tak lama aku menancapkan kepala burungku lagi dan secara cepat kembali aku cabut dan gesekkan ke kelaminnya. Tak ada tanggapan. Sehingga, setelah lima menitan, gerakanku adalah tiga kali gesek, satu kali tancap.

Kami berdua mengerang nikmat. Tak lama ibu mengejang orgasme dan aku menyusul juga dengan menindih pantatnya keras-keras, kontolku di antara belahan pantatnya, ibu yang tadinya posisi doggy style kini dengan lemas terjatuh telungkup dengan aku yang menindihnya karena orgasme. Kami tertidur sampai pagi.

Besoknya, tiap kali kami bergesekkan kelamin, aku selalu sedikit menancapkan kontolku sebelum tiga kali menggesek bibir kelamin ibu. Ibu selalu orgasme tiap kali kami menggesek kelamin kami. Ditambah dengan oral seks, maka ibu hampir setiap kali akan dua kali orgasme sebelum aku orgasme sekali, kecuali bilamana ibu menolak dioral dan ingin langsung digesek-gesek olehku.

Hari sabtu di minggu kedua sebelum kami tidur, ibu sudah orgasme dengan dioral olehku, dan kemudian ibu nungging dengan posisi doggy style dan kami menggesekkan kelamin seperti biasa. Namun yang beda adalah saat itu kami berdua bersamaan mengalami orgasme. Ibu medorong pantatnya mundur dan aku mendorong maju kontolku, seperti biasa kepala kontolku menancap setengah.

“Hendraaaaaa! Jangaaan! Sakiiiittt!” tangan kanan ibu menahan pinggulku agar kontolku tidak menembus lebih dalam lagi, namun kontolku telah berdenyut-denyut dan aku mengalami orgasme paling hebat sepanjang pengalamanku dengan ibu sampai saat itu. Badanku ikut mengejan kecil. Dan aku menindih ibuku, ibupun dengan lemas telungkup.

Setelah beberapa menit ibu berkata lirih.

“Kok dimasukin yaaangg?” suaranya merajuk bagaikan anak minta mainan, tapi di telingaku terdengar sangat mesra dan menggairahkan.

“Cintaku… Kan cuma ujungnya aja? Ga apa-apa ya?”

“tapi kan ga boleh yang. Dosa…” kata ibu dengan suara manja.

“cin… Kan udah terjadi… Ga apa-apa ya? Kan cuma ujungnya aja, ga semuanya masuk… Ibuku cintaku ga marah kan?”

“anakku sayangku… Ibu ga marah… Tapi ga boleh lagi ya?”

“cintaku… Kan udah terlanjur… Ga apa-apa ya kalau ujungnya doang? Please… Ibuku cintaku kan yang paling baik dan paling cantik…”

Ibuku terdiam. Nafasnya makin lama makin stabil.

“sakit tahu… Kepala kontol sayangku besar sih…”

“sekarang masih sakit ibuku tercinta?”

“sekarang nyeri aja sih…” aku bergerak menarik kepala kontolku.

“Jangan gerak dulu, Yang… Masih nyeri”

Aku berlutut, kutarik paha kanan ibu ke atas.

“mau ngapain sayang?”

“berhubung masih boleh di dalam dan belum boleh dikeluarin, anakmu mau lihat kepala kontolnya yang masuk di vagina ibunya. Pasti terlihat indah. Anakmu mau mengingat pemandangan ini seumur hidupnya, ibu.”

Kulihat ibu merengut, tapi mukanya jadi terlihat cantik. Ia memerintahkan aku untuk memposisikan diri bagaikan push up, dan jangan bergerak. Ibu beringsut memutar tubuhnya perlahan sehingga ia berbaring, tanpa melepaskan koneksi kontolku dan memeknya. Sambil terus merengut ia berkata manja saat ia sudah berbaring penuh di bawahku.

“dasar anak cabul. Tuh lihat puas-puas deh tititnya sudah dimasukkin ke memek ibunya.”

Agar dapat melihat kelamin kami lebih jelas, maka dari posisi push up perlahan aku beringsut dengan kedua tanganku kutarik berjalan ke belakang di tempat tidur dari posisi kedua telapakku sejajar pundak sampai kedua telapakku sejajar pertuku. Sementara kedua kakiku kutaruh perlahan di tempat tidur dengan kedua paha ibu yang mengangkang dengan kaki mengapitku.

Batang kontolku yang masih keras dapat terlihat dan batang itu secara kaku membujur dengan ujung bagian sana yang tenggelam dalam lipatan bagian bawah memek ibu yang merekah menunjukkan warna merah muda dengan cincin lubang kencing yang tampak merekah menjepit ujung batang kontolku. Sungguh pemandangan yang luar biasa.

“Ibuku cintaku, kelihatannya indah ya?”

“anak cabul,” katanya dengan mulut dimonyongkan, “otak kamu emang ngeres… Tapi emang sih kelihatannya indah.”

Lalu ibu meledekku dengan menjulurkan lidahnya. Wajah ibu begitu indah dan entah kenapa kulihat seperti anak abg saja yang sedang bergurau sama pacarnya. Kedua tanganku kugerakkan kedepan lagi hingga kedua wajah kami menjadi dekat dan kujilat lidah ibuku.

“masih kurang, cabul?”

Aku tidak menjawab tetapi mencecer mulutnya lagi. Ibu kini merangkul leherku dan kami berciuman dengan panas. Lidah kami beradu berkali-kali. Kupeluk tubuh ibu yang setengah terangkat itu lalu aku tindih badannya. Kedua kaki ibu merangkul badanku dari samping. Kami asyik menukar ludah kami berkali-kali tanpa bosan.

Pelukkan kami semakin erat. Berkali-kali bibir kami berpisah dengan diiring bunyi kecupan keras, dan berkali-kali kedua bibir kami berbenturan lagi. Saling mengecup saling menghisap dan saling menjilat-jilat. Tak lama tubuh kami berkeringat lagi dan memek ibu mulai basah, dengan kepala kontolku yang dari tadi menegang dijepit liang senggama ibuku.

Dalam balutan birahi yang semakin lama semakin meninggi, aku peluk tubuh ibuku erat-erat, lalu memposisikan kedua kaki dan selangkanganku dengan baik untuk kemudian aku hentakkan pantatku kuat-kuat ke depan sehingga seluruh kontolku amblas masuk ke memek ibu yang licin namun sangat sempit. Anehnya ketika tiga perempat kontolku masuk, aku merasakan ada yang menghalangi hujaman kontolku di dalam memek ibuku, namun karena aku menghujamkan kontolku kuat-kuat, halangan itu seakan robek ditembusi kemaluanku itu sehingga akhirnya batang kontolku kini terbenam semuanya ke dalam liang memek ibu kandungku itu.

Ibu berteriak kesakitan ketika tubuh kami menyatu. Aku menindih ibu sebelum ibu bereaksi. Kedua kaki ibu kini menjepit pantat dan kakiku begitu eratnya. Kedua tangannya mendekap pantatku.

“Hendra… Sakiiiiitttt… Kok kamu masukkin?”

Jepitan dinding ibu begitu ketat di kontolku seakan tangan yang menggenggam erat, tapi dinding memek ibu itu kurasakan sangat hangat dan basah, bagai beludru licin yang melingkupi sekujur batang kontolku. Sungguh nikmat.

“Aduuuuuhhh… Lubang kencing ibu sempit bangett… Bukannya tadi kontol anakmu sudah masuk di dalam memek ibunya?”

“tadi kan ujungnya doang, yaaaang…”

“sekarang ujungnya doang juga masih di dalam kan, cinta?”

“Ih sebel!” kata ibu, mukanya merengut lagi, “Kamu kayaknya ngerobek memek ibumu…”

“Iya bu… Hendra merasakan ada sesuatu di memek ibu. Ketika kontol Hendra masuk, kayak ngerobek sesuatu…”

Wajah ibu sekarang berubah serius, ia mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya hingga kami berpandangan.

“Ibu juga. Ibu merasakan ada yang robek. Coba kamu tarik kontolmu keluar berdarah ga?”

Aku jadi takut. Jangan-jangan aku melukai ibuku dengan kontolku. Bergegas aku menarik kontolku, namun ibu menyuruhku pelan-pelan karena sakit. Akhirnya perlahan aku menarik dan ketika kontolku keluar, ada noda darah di kepala kontolku, dan sedikit darah di lubang vagina ibu.

“berdarah, bu. Apa kita perlu ke dokter?” tanyaku panik.

Tiba-tiba ibu tertawa. Katanya.

“Ternyata ibu masih perawan!” lalu tertawa lagi. Aku menjadi bingung. Ibu masih perawan? Mana bisa? Kan sudah nikah? Tapi melihat ibu tertawa dan tidak kesakitan, maka aku yang masih horny mengarahkan kontolku lagi dan aku hujamkan lagi kontolku di memek ibu yang berdarah itu hingga akhirnya seluruh kontolku amblas, dan yang lebih hebat lagi, sekitar satu senti ujung palkonku menancap di lubang rahim ibu.

Ibu mengerang kesakitan. Tapi tidak separah tadi.

“Coba kamu diam dulu. Jangan dicabut colok kayak gitu. Biarkan di dalam…”

“Ibu, kalo boleh tahu, apakah ibu masih perawan? Kok bisa?”

“Ibu kira ibu udah ga perawan… Cuma emang pada malam pertama, darah perawan ibu ada, tapi cuma dikit sekali, kayak setetes dua tetes gitu. Sekarang ternyata selaput dara ibu belum jebol semuanya. Kayaknya papamu hanya ngebolongin sedikit karena kepala kontolnya cuma mentok sampe di situ saja. Karena kontol kamu gede banget, seluruh selaput dara itu akhirnya jebol.

“Kamu emang anak yang mesum, Ndra. Masak dari kelas satu kamu udah nafsu sama ibu kamu sendiri? Dari dulu kamu suka ngendus-ngendus punggung ibu, pertama kali ibu jadi risih, tapi karena ibu sayang kamu, maka ibu biarin aja. Tapi, lama kelamaan kamu ga hanya ngendus, kamu mau lebih. Kamu mulai deh cium-cium punggung ibu.

Ternyata ibu tahu dari dahulu dan membiarkan saja aku. Ternyata ibu sangat menyayangi aku hingga aku bebas melakukan apapun terhadapnya. Bahkan kini kontolku sudah terbenam sangat dalam di kemaluan ibu. Aku hendak menarik kontolku karena aku ingin menggesekki sekujur lubang memek ibu namun ibu berkata lagi.

“Jangan dulu. Biarkan memek ibu beradaptasi. Kontol kamu rasanya membuat lubang vagina ibu sesak. Ga ada celah lagi. Kontol kamu juga udah nancep di lubang rahim ibu. Seakan-akan kontol kamu memang dibuat untuk memek ibu. Ukurannya pas banget. Panjang kontolmu itu sepanjang liang memek ibu.”

Daripada aku nganggur, aku segera mengenyot pentil kiri payudara ibu, sementara payudara kanan ibu aku remas dengan tangan kiriku.

“Betul, Ndra… Isepi pentil ibu dulu… Kayak gitu…”

Sempitnya liang peranakan ibu membuat kepalaku pening menahan birahi. Memek ibu makin lama makin hangat dan licin. Akhirnya setelah beberapa menit payudara ibu aku lumat dengan bibirku, ibu berkata lagi.

“Coba kamu gerakkin kontolmu maju mundur… Pelan dulu…”

Aku tarik pantatku, kurasakan ketatnya dinding kemaluan ibuku itu mencengkeram sekujur batang kontolku, begitu nikmatnya perasaan ini. Begitu pas ukuran kelamin kami berdua sehingga sepertinya ibu diciptakan untukku. Aku dorong lagi pantatku ketika kontolku keluar setengah. Ibu memelukku erat, kedua tangan dan kakinya memeluk tubuhku, dengan tumit kaki ditekan di pantatku.

“eenggghhh… Besar sekali kontol anak kesayanganku… Ngilu tapi nikmaaat… Ssshhh…”

Beberapa menit aku menarik dan mendorong kontolku di dalam vagina ibu secara perlahan. Memang ada sedikit ngilu, tapi rasa itu bagaikan ditenggelamkan oleh perasaan lain. Kenikmatan seksual. Ribuan bahkan jutaan syarafku di seluruh tubuh bagaikan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh syaraf-syaraf di kemaluanku.

OMG, aku sekarang sedang mengentoti ibu kandungku yang melahirkanku. Aku kini kembali ke dalam tubuh ibuku, walaupun hanya kelamin saja. Aku dan ibuku sekarang menjadi satu tubuh. Tubuhku dan tubuh ibuku kini menyatu. Kami bagai entitas baru yang terdiri dari dua manusia yang menjadi satu badan. Tak ada yang menghalangi tubuh kami berdua menyatu.

Aku sudah lupa segala larangan dari ibu. Mulutku telah menyedoti sekujur dada ibuku hingga kini terlihat kulit payudaranya yang putih sudah dipenuhi oleh cupangan yang membekas merah tua. Aku sudah menandai bahwa perempuan ini, perempuan yang mengandungku selama sembilan bulan, kini adalah betinaku.

Makin lama dari bersetubuh kami menjadi mengentot. Mengentot bagai dua binatang yang penuh birahi. Kedua selangkangan kami akhirnya saling membentur dengan keras menyebabkan suara tubuh beradu terdengar jelas. Plak plak plak plak memenuhi kamar tidur kami ditingkahi suara lenguhanku dan erangan erotis ibuku.

“entot ibu… Entot ibu… Entot memek ibu yang kuat… Aaahhh… Sodok memek ibu keras-keras… Rebut mahkota ibu… Rampas kehormatan ibu… Gagahi ibu… Entoti ibu… Ngentot terus… Terus entot ibu… Teruss… Entoooott… Terussss… aaahahhhh… Kocok kontol kamu di memek ibu…

“aaahhh.. Memek ibu sempit… Enak… Kontol Hendra dijepit-jepit… Enak ngewean sama ibu… Hendra mau ngentotin ibu selamanya… Selamanya… Memek ibu milik Hendra…”

Lama-kelamaan aku tak tahan juga, aku gagahi liang senggama ibu keras-keras. Ibupun menambah kecepatannya. Ketika kurasakan memek ibu menjepitku sangat keras disertai dengan gerakan mengejan ibu bagai orang ayan di bagian selangkangannya, aku tak tahan lagi dan mengalami orgasme. Hanya saja, kali ini tidak kering!

“Enaaaakkk buuuu…” teriakku dalam balutan kenikmatan yang tak terperikan.

“Ibu sampeee Yaaaaanggg…”

Kutekan dalam-dalam kontolku selama spermaku menembaki liang rahim ibu. Ibu memelukku begitu erat sehingga aku agak susah bernafas. Dan akhirnya kami yang lemas terpuruk di situ dengan aku tetap menindih ibu dan kontolku yang masih terbenam di dalam memek ibuku.

Tiba-tiba ibu menarik kepalaku sehingga aku menatap wajah ibu.

“Waktu kamu orgasme ada yang keluar dari kontol kamu ya?”

Wajah ibu begitu serius dan ada rasa takut yang terlihat. Jawabku.

“Maa… Ma… Maaf bu. Tadi Hendra pipis di memek ibu…”

Ibu menghela nafas, katanya.

“Itu bukan air kencing, yang. Itu adalah cairan sperma. Ketika seorang lelaki menjadi dewasa, selain air kencing, dia juga mengeluarkan cairan sperma.”

“Beda ya bu?”

“Beda, air kencing itu seperti air biasa. Kalau air sperma itu kental. Cara ngeluarinnya juga beda. Kalau air kencing mengalir, kalau sperma dikeluarkan seperti dimuntahkan berkali-kali.”

“Iya bu. Tadi berkali-kali keluar. Artinya Hendra sudah dewasa ya?”

“Iya. Bila lelaki sudah punya sperma, dia sudah bisa mempunyai anak.”

“Maksud ibu?”

“Kalau sperma itu dikeluarkan di dalam vagina seorang wanita, maka sperma itu bisa membuahi sel telur wanita itu. Wanita kalau dewasa memproduksi sel telur. Kalau sperma itu bertemu dengan sel telur maka akan menjadi janin yang nantinya akan menjadi seorang bayi.”

“Jadi, karena tadi Hendra mengeluarkan sperma di dalam memek ibu, maka ibu bisa hamil?”

Ibu menghela nafas. Lalu ia mengangguk. Tampak ibuku menjadi sedih. Namun, aku malah merasa senang. Aku ingin sekali bisa menghamili ibu. Ibu kan cintaku. Seharusnya ibu aku hamili dan bukan orang lain!

“Yes!” aku berteriak kesenangan. Ibu menatapku dengan tampang penuh keheranan.

“Kok kamu senang?”

“Kan ibu itu cintaku. Memek ibu kan punya aku. Ibu sendiri yang bilang begitu. Maka, Hendra sebagai kesayangan ibu harus menghamili ibu. Karena ibu adalah milik Hendra.”

“Hendra, masa anak sendiri menghamili ibunya? Apa kata orang?”

“Lah, enggak usah kasih tahu oranglah. Kalau ibu hamil kan orang lain menganggap sudah biasa. Ibu kan punya suami.”

“Kalau ayah kamu tahu gimana?”

“Dia kan ga perlu tahu. Yang penting, Hendra akan setiap hari ngentotin ibu sampai ibu hamil, nanti kalau ibu positif hamil, ibu ajak ayah ngentot biar ayah ga curiga. Tapi cuma sekali aja ya ngentotnya. Soalnya ibu kan milik Hendra.”

Ibuku berpikir keras selama beberapa menit, selama ia berpikir, aku yang sedang semangat karena bisa menghamili ibu, mulai menciumi leher dan dada ibu yang mengakibatkan aku kembali menjadi horny tak lama setelah itu. Kontolku yang tadi sudah melembek dan tadi sudah setengah mengecil, kini kembali keras.

“Kamu ngebet terus sama ibu.” kata ibu setelah menghela nafas.

“abis ibu cantik kayak bidadari.”

“gombal.”

Ibu menundukkan wajahnya dan mencium aku selama beberapa saat, kemudian merebahkan diri lagi. Ia merengkuh leherku dan mulai menggoyang tubuhnya memutar. Ini pertanda bahwa ibu juga kembali horny maka aku mulai mengocok kontolku di memeknya yang sempit namun basah dan hangat. Memek ibu dapat bergerak bagaikan membuka menutup, menambah nikmat sensasi yang dialami oleh kontolku.

Persenggamaan kami yang kedua itu lebih pelan. Bila persetubuhan pertama penuh dengan nafsu birahi liar, maka kini kami berdua mengentot dengan suasana sensual dan romantis. Gerakan kami tidak tergesa-gesa, dan kami saling berciuman dan meraba tubuh pasangan kami. Kami berdansa tarian persenggamaan diiringi irama tubuh dan suara desahan nafas beserta benturan badan.

Tubuh ibu yang indah kudekap erat sehingga dapat kurasakan detakan jantungnya di dadaku. Kulitnya yang basah dan licin begitu halus kuelus dan kucium. Wangi tubuhnya yang menggoda kelelakianku menjaga birahiku tetap tinggi. Dalam suasana penuh cinta, kami mereguk kepuasan itu bersama-sama, saat penisku yang menggagahi vagina ibu menghujam sedalam-dalamnya, mengirimkan jutaan calon anak kami dalam lingkupan pejuku yang kental dalam rongga kenikmatan dan meluncur sampai ke rahim yang dulu menjadi tempat tinggalku selama sembilan bulan.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu