1 November 2020
Penulis —  Pemanah Rajawali

Obsesiku

KELAS TIGA

Entah kenapa nafsuku perlahan seiring waktu juga makin tinggi. Dari mengendus perlahan, sedikit sedikit aku makin kuat menghirupnya. Semakin lama hidungku semakin berani menekan kulit punggung ibu dan nafasku semakin kuat menghirup wangi tubuh ibu. Dan juga, kini setiap aku melihat ibu di rumah aku selalu nafsu dan mendekati ibu untuk mengendusnya.

Tiap pagi, aku bangun, mandi, sarapan dan berangkat sekolah. Tidak ada kesempatan mengendus ibu karena ia sibuk di dapur dan aku tak mau mengganggu. Namun tiap berangkat aku akan cium tangan ibu. Setelah kelas tiga, di mana aku sudah berani mengendusi ibu tatkala ia sedang tidak bergerak, aku juga mulai berani mencium pipinya.

Pulang sekolah biasanya ibu sedang menonton TV. Aku akan mencium tangan dan kedua pipinya, untuk kemudian cuci muka dan ganti baju rumah. Lalu aku akan tiduran di belakang ibu seperti biasa lalu tak sungkan lagi mengendusi punggungnya, hingga waktunya tidur siang di mana aku biasanya akan mengendus-endus punggung ibu terus sampai aku terlelap.

Sorenya aku bangun dan mengerjakan PR, berhubung ibu marah kalau aku tidak belajar. Bila sudah selesai, aku akan mendekati ibu apapun yang sedang ia kerjakan, apakah ia sedang membaca, menjahit atau nonton TV, aku akan mengendusi punggungnya lagi. Sebelum maghrib aku akan mandi, kemudian menunggu ibu yang gantian mandi.

Kelas tiga itu, tingkahku makin tak genah saja. Aku bahkan mulai mengendus-endus lengan ibu. Itu juga karena pernah beberapa hari, ibu sengaja duduk menonton tv bersandarkan dinding dengan duduk menghadap TV, sehingga punggungnya selalu tertutup. Aku mula-mula kecewa dan tidak melakukan apa-apa, namun akhirnya aku sebal, karena sejak hari kedua ibu menutup punggungnya, aku dapat melihat senyum sinis ibu.

“Apaan sih kamu?” tanya ibu. Aku pura-pura tidak mendengar. Dengan deg-degan aku meneruskan kegiatanku itu dan ibu tidak berkata apa-apa lagi. Malamnya pun ketika ibu tidur telentang aku memeluknya dari samping dan mengendusi lengannya kembali. Akhirnya keesokan harinya ibu kembali beraktivitas seperti biasa, dan membiarkan aku mengendusi punggungnya lagi.

Namun, karena aku juga suka dapat mengendusi lengannya yang berarti aksesku bertambah, terkadang kala aku tidur, aku mengendus lengannya dahulu, kemudian punggung. Apalagi area ketiaknya, walaupun ibu menutup ketiaknya, tapi bau yang terpancar dari ketiaknya itu terasa lebih greng bila kuendus di sudut lengan ibu.

Setahun sekali kami akan pergi ke kampung ibu. Terkadang ayah menyusul, namun cuma sebentar. Dengan alasan pekerjaan yang tidak bisa lama-lama ditinggal, padahal sih dia memang lebih betah tinggal di tempat isteri mudanya. Dalam perjalanan ke kampung ibu, aku selalu merangkul ibu layaknya anak kolokan.

Maka dari itu aku sebal bila harus ke kampung ibu karena kesempatanku lebih kecil lagi di situ untuk mengendusi tubuh ibu. Di rumah nenek, kami diberikan kamar tidur adik bungsu ibu yang saat itu masih berumur 15 tahun yang bernama Ela. Singkatan dari Nurlela. Sebenarnya orangnya cantik, tapi dari dulu aku selalu menganggapnya sebagai kakak perempuan yang aku tak punya, jadi aku tak punya nafsu kepadanya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan