1 November 2020
Penulis —  udin bengong

Pantat besar mamaku yang menyejukan jiwa

Setelah selesai membersihkan lantai sekitar ruang makan dan kemudian mandi, kini aku duduk bersantai diruang keluarga sambil menonton tivi.

Seperti halnya tadi, tubuhku kini juga tanpa selembar benangpun alias bugil. Tadi waktu aku pamit mandi karna merasa tubuhku lengket dan kurang nyaman akibat guyuran air kencing mama, mama berpesan katanya “Nanti selesai mandi gak usah pakai baju lho gus… tetap Bugil.. kita masih akan bersenang-senang menghabiskan long week-end ini…

Kebetulan sekarang ini hari jum’at, itu artinya hari sabtu dan minggu besok mama libur kerja, dan kami berencana menghabiskan hari-hari itu bersenang-senang berdua bagai raja dan permaisuri, dan selama itu pula kami berencana akan mengunci diri dengan bugil seperti ini sampai senin pagi. “Kita akan jadikan week-end ini dengan full of sex…

Aku menonton tivi dengan duduk disofa disudut kiri, sedangkan mama yang sibuk dengan handphonenya, berbaring santai dengan berbantalkan pada pahaku.

Sambil bersantai, kami juga “ditemani” dengan sebotol anggur merah yang menurut mama adalah oleh-oleh temannya yang baru pulang dari Belanda.

“Jangan salah sangka, ini bukan untuk mabuk-mabukan lho sayang… kamu kan tau sendiri, mama bukan seorang pemabuk… ini hanya sekedar untuk membuat kita lebih rileks dan lebih lepas… lagian ini cuma anggur koq… kadar alkoholnya enggak terlalu tinggi…” begitu ujar mama tadi.

Satu gelas sudah minuman yang menghangatkan itu mengisi lambungku, bahkan mama sudah hampir dua gelas ditenggaknya.

“Mama baru menerima pesan WA dari kakakmu, katanya besok dia akan kesini, untuk menginap barang beberapa hari disini…” ucap mama, sambil perhatiannya masih tertuju pada layar handphone.

“Waduh… bisa kacau semuanya ini ma… long week-end yang full of sex bakalan tinggal impian nih… padahal Bagus udah ngebayangin yang macem-macem…” sesalku, sambil menepuk kening.

“Kamu gak boleh begitu dong sayang… Kak Indah itukan kakakmu sendiri, anak mama juga… lagian sudah hampir 5 bulan ini dia tidak pernah nengokin mama… sungguh keterlaluan kakakmu itu…” ujar mama, seraya meletakan handphonenya diatas meja yang ada didepan sofa, diikuti dengan memeletikan beberapa jari jemarinya.

“Kak Indah kesini bersama Mas Mirza ma…?” tanyaku.

“Enggak, dia sendiri… justru karna suaminya itu pergi keluar kota selama kurang lebih 2 minggu, maka dia putuskan untuk menginap disini…” terang mama, seraya tubuh bugil mama mengulet untuk beberapa detik, sebelum akhirnya mama bangun dari posisi tidurnya, kemudian duduk disampingku.

“Mmm.. gimana ya… kalau ada kak Indah disini, artinya kita enggak bisa apa-apa ya ma…”

“Gak apa-apa, nanti kalau malam setelah kak Indah tidur, kamu menyusup aja ke kamar mama… lagian kamar Kak Indah kan diatas… mudah-mudahan sih aman deh…” terang mama, sejurus kemudian mama meraih hair-clip berbahan plastik yang kemudian digigitnya beberapa saat selama kedua tangannya menyingkap keatas rambutnya, untuk kemudian hair-clip itu dijepitkannya pada bagian belakang rambutnya.

“Wah, bakalan selama 2 minggu nih kita main kucing-kucingan sama Kak Indah… ah, nasib… nasib… gagal lah honey-moon kita ini ma…” keluhku.

“Aduh, kamu itu gak boleh begitu dong sayang… seharusnya kamu itu merasa senang karena kakakmu akan berkunjung kesini… bukan malah uring-uringan kaya’ gitu…” ucap mama, sambil mengelus-elus pahaku.

“Iya sih ma… tapi…”

“Sudahlah… lebih baik kita nikmati saja waktu berdua kita yang masih tersisa sampai besok pagi ini… mari kita bersenang-senang ditaman belakang…” ajak mama, seraya berdiri dan menarik tanganku.

Yang dikatakan mama sebagai taman belakang adalah pekarangan dibelakang rumah kami yang luasnya sekitar 10x16 meter, yang kami disain sedemikian rupa layaknya taman bermain dengan ditanami rumput gajah mini dan beberapa jenis tanaman hias, ada juga satu pohon ketapang yang lumayan besar untuk memberikan kesan teduh.

Dan yang paling istimewa adalah disudut belakang kami bangun gazebo berbahan kayu dengan atap genteng tanah liat, yang luasnya sekitar 2x2 meter. Didalam bangunan yang berlantaikan papan kayu itulah kami biasa bersantai, karna suasananya memang lebih alami dengan tiupin angin semilir yang menyejukan.

Rumah kami ini untuk ukuran pemukiman dikawasan Jakarta memang tergolong memiliki tanah yang lumayan luas, yang tentunya ini juga dibeli dengan harga yang tidak murah. Tentu saja semua ini tidak mungkin mampu dibeli dari hasil gaji mama yang seorang pegawai negeri. Ini semua adalah hasil jerih payah almarhum papa yang adalah seorang pengusaha.

Walaupun usaha ayah bukanlah termasuk usaha yang besar, tapi lumayan lancar dan sukses, hingga semeninggalnya papa, masih ada yang diwariskan untuk anak istrinya, yang selain rumah ini, papa juga masih memiliki aset berupa bangunan kantor. Namun karena kami tidak memiliki kapasitas dan kemampuan yang mumpuni untuk melanjutkan usaha papa, maka mama memutuskan untuk menjualnya saja, lalu uangnya didepisitokan, yang menurut mama untuk biaya pendidikanku atau untuk keperluan lain yang sifatnya urgent.

Woow.. dengan berada ditempat terbuka dan diterangi sinar matahari sore, tubuh telanjang mama lebih tampak terlihat menarik dan diteil. Kulitnya yang putih mulus terekpose jelas, bahkan guratan urat tipis berwarna kehijauan pada buah dadanya juga terlihat, yang bagiku itu justru tampak lebih menarik dan eksotis.

“Mari kita bersenang-senang sayang… kita ekspresikan diri kita sebebas-bebasnya… bebas dan lepas… walau kita adalah ibu dan anak… tapi bebas melakukan apa saja yang kita mau… kita bisa bercinta dan bercumbu sebebas yang kita inginkan… ayo sayang.. anakku sayang… bebaskan birahimu… reguklah sepuas yang kau inginkan…

akan kita wujudkan semua obsesi seks yang ada dipikiran kita selama ini… disini… karna kita bebaaaasss… hi.. hi… hi…” oceh mama, sambil membentangkan kedua tangannya lalu berputar-putar seperti gadis kecil. Sedangkan aku hanya menyaksikan tingkahnya itu sambil duduk diatas lantai papan gazebo.

Hmm… sepertinya alkohol pada minuman anggur itulah yang menyebabkan mama selepas ini, kalau tidak mana mungkin dia bertingkah seperti itu. Yah, walaupun aku yakin mama tidak mabuk, namun setidaknya pikiran mama menjadi lebih rileks dan lepas, alias tidak malu-malu dan ja’im.

“Mari sayang… kita menari… bercinta dan bercumbu… ayo lah… masa’ cuma duduk bengong begitu aja sih…” ajak mama, sambil menarik tanganku.

“Menari… bercinta dan bercumbu… juga mengentot ya mamaku sayang…?” godaku, yang kini saling berpegangan tangan sambil berdansa mengikuti gerakan mama.

“Itu pasti dong anakku sayang… kita juga saling mengentot sepuas-puasnya… berjinah sepuas-puasnya… hi.. hi.. hi…” jawab mama, sambil terus membimbingku berdansa.

“Eh, tunggu sebentar ma… kayaknya kita perlu iringan musik nih…” ujarku, seraya aku berlari-lari kecil masuk kedalam rumah. Setelah kembali, ditanganku sudah memegang handphone dengan musik berirama disco telah terdengar dari aplikasi music-player.

“Sekarang kita disco ma… kita dugem… he.. he.. he…” ucapku, lalu kuletakan handphoneku diatas lantai gazebo.

“Ayo ma… goyang…!!” teriakku, sambil berjoget, yang kemudian diikuti oleh mama dengan tak kalah antusiasnya.

Untuk beberapa saat kami berjoget bersama dengan tubuh bugil kami, suara musik disco, teriakan dan tawa kami menjadi satu, kadang suara pekikan binal mama saat dengen iseng aku tarik-tarik puting susunya atau aku cubit bibir memeknya yang tembem itu, yang kemudian dibalas mama dengan dengan meremas batang kontolku, kemudian ditariknya kekiri dan kekanan mengikuti irama musik, tentu saja aku berteriak-teriak dibuatnya.

Dengan kami berteriak atau tertawa-tawa sekeras apapun disini, kami tak terlalu kawatir ada orang lain yang akan mendengar apalagi melihat apa yang kami lakukan, karna disekeliling pekarangan ini kami bangun pagar tembok setinggi 3 meter. Di belakang tembok terbentang anak sungai yang bermuara ke kali Ciliwung, sedang di sebelah pagar kanan adalah rumah yang dihuni oleh seorang ekspatriat yang jarang berada dirumah, sekalipun mereka berada dirumah, bule berkebangsaan Jerman itu tak akan pernah perduli dengan apapun yang kami lakukan, lalu disebelah pagar kiri adalah jalan raya yang sepi, kecuali hanya kendaraan saja yang melintas, sehingga tempat ini bisa dikatakan eksklusif, alias tertutup dari jangkauan orang luar.

Setelah letih berjoget, kami hempaskan tubuh kami yang telah bermandi peluh diatas gazebo. Aku bersandar dipagar gazebo, sedang mama duduk dengan menyandarkan tubuhnya didadaku. Dengan posisi mama yang duduk membelakangiku seperti ini, praktis pantat mama bersentuhan dengan penisku.

“Wuuhh… lumayan juga ya sayang… itung-itung olah-raga sore…” ujar mama, sambil tangannya mengusap-usap pahaku.

“Iya ma… baik untuk memperkuat imun tubuh…” jawabku, sambil tanganku juga mulai iseng mengusap-usap memek mama, karna memang posisi duduk mama yang mengangkang, sehingga memancingku untuk melakukan itu.

“Ma… ngomong-ngomong selama mama menjadi janda, apa pernah ada kontol lain yang masuk ke ini mama…?” tanyaku, kali ini tanganku bukan sekedar mengusap-usap memek mama, tapi jari tengahku kini telah menelusup masuk keliang vagina mama.

“Koq kamu nanya gitu sih sayang… memangnya kenapa… zzzz.. aaahh..?” jawab mama, sambil sesekali mendesah menikmati liang memeknya yang aku colok-colok.

“Ya enggak apa-apa sih, mau tau aja ma…”

“Jujur, mama belum pernah sayang… Selama mama menjanda, cuma kontol kamulah yang pertama kali masuk ke memek mama ini… mmm.. kecuali…”

“Kecuali apa ma…?” tanyaku penasaran.

“Kecuali dildo… Kontol-kontolan karet… mmm.. jadi kalau mama lagi kepingin, biasanya mama melampiaskannya dengan cara memasukan dildo kememek mama terus dikocok-kocok, sambil mama nonton film porno dilaptop…” terang mama, kali ini pantat mama sengaja digerak-gerakan pelan, mungkin dengan maksud memberi rangsangan pada batang penisku yang memang bersentuhan langsung dengan pantat dan punggung sebelah bawah mama.

“Masa’ sih ma… kan mama cantik dan menarik, masa mama gak punya gebetan untuk sekedar mencari kepuasan seks dengan seorang laki-laki… teman kantor mama umpamanya…” desakku.

“Ih, kamu koq tega banget sih menilai mama seperti itu sayang… mama itu sebetulnya sangat ja’im lho sayang… jadi mama enggak berani untuk melakukan itu walaupun sebenarnya mama butuh… Memang ada sih beberapa laki-laki yang sepertinya mencoba menarik perhatian mama, baik itu dengan cara yang frontal maupun secara halus dan diam-diam, namun semuanya itu tidak mama ambil peduli…

“Maaf deh ma… bukan maksud Bagus memandang rendah mama… Bagus cuma heran aja ma… mama begitu cantik, seksi dan menarik, tapi koq gak pernah berhubungan dengan laki-laki… padahal ada juga wanita yang sudah punya suami, tapi masih sempat-sempatnya selingkuh dengan laki-laki lain…”

“Yah, itu sih urusan masing-masing orang lah sayang… yang penting mama enggak akan melakukan hal yang seperti itu… mendingan mama ngentot sama anak kandung mama saja… iya enggak sayang…? Eh, ngomong-ngomong kontol kamu udah ngaceng banget tuh… mmm… mau ngentot lagi sayang…?” terang mama, yang kemudian menawari aku untuk ngentot, setelah dirasakannya batang penisku telah berdiri tegak.

“Nanti aja deh ma… Bagus masih betah yayang-yayangan dulu sama mama…” jawabku, seraya kukecup dan kuciumi leher dan tengkuk mama, yang direaksikannya dengan menggelinjang manja.

“Mmm… iya sih sayang… mama juga suka begini… mmm.. tapi sayang, tolong dong, sambil jari tengah kamu ngobelin lubang memek mama, jari jempol kamu juga digunakan untuk ngusap-usap itil mama ya… bisa kan sayang… nah, iya gitu sayang… aaaaaaghhhh… kamu pinter ih sayang… mmmmmh…” pinta mama, yang tentu saja dengan mudah dapat aku lakukan, dimana jari tengahku mencolok-colok liang vagina mama, dengan waktu bersamaan jari jempolku juga mengusap-usap klitoris mama yang letaknya dibagian atas vagina.

“Oh iya sayang… tadi kamu bilang mama cantik, menarik dan macem-macem lah… mmm… menurut kamu yang paling menarik dari diri mama itu apa sih sayang…? maksudnya secara seksual gitu lho… mmm.. sesuatu yang bikin laki-laki nafsu gitu lah…” tanya mama.

“Mmm… kalau Bagus sih hampir semua yang ada pada diri mama Bagus suka… tapi kalau ditanya mana yang paling disuka sih, pasti Bagus akan jawab pantat mama yang besar dan montok ini…” jawabku.

“Ah, masa’ sih sayang… mama justru paling gak pede dengan pantat mama yang terlalu besar ini… menurut mama justru mengganggu penampilan.. kalau bisa malah maunya mama sih lebih kecil sedikit lah, gak usah terlalu gede begini…” terang mama.

“Wah, jangan dikecilin lagi dong ma… plis deh ma… gak usah dikecilin… justru pantat besar mama ini yang bikin Bagus tergila-gila…” mohonku.

“Iya deh sayang, kalau memang mau kamu begitu sih… mama akan menjaga agar pantat mama ini tetap besar dan montok… supaya anak mama semakin sayang sama mama… tapi yang paling penting sih supaya kamu senang dan bahagia… pokoknya kebahagiaan kamu adalah yang paling utama bagi mama…” terang mama.

“Makasih ma… Bagus pasti akan semakin sayaaang terus sama mama… muaaacchhh…” ucapku, seraya kukecup mesra bibir mama.

“Lalu, kalau kamu suka sama pantat mama… obsesi apa yang ingin kamu lakukan dengan pantat mama ini…? mmm… gini lho gus, maksudnya, impian kamu yang ingin sekali kamu wujudkan dengan pantat mama ini apa…? Mama pasti akan berusaha mewujudkan impianmu itu deh… mama akan bersedia pantat mama ini diapain aja sama kamu, asal kamu senang dan bahagia…

“Ah, mama baik sekali sih ma… Bagus jadi terharu mendengar perkataan mama itu… mmm.. ini ma, Bagus tuh ingin sekali pantat mama yang besar dan montok itu duduk diwajah Bagus… pasti nyaman deh ma…” jawabku.

“Duduk bagaimana sayang…? pantat mama duduk di wajah kamu…? kurang begitu paham mama… emangnya muka kamu itu jok sepeda apa, koq didudukin sih…” heran mama.

“Ah, mama ini… teknisnya begini ma… Nanti Bagus berbaring telentang.. lalu mama berdiri mengangkangi wajah Bagus… kemudian secara perlahan mama turunkan pantat mama… kira-kira setelah jarak sekitar satu jengkal antara wajah Bagus dan pantat mama… mama tahan dulu, biarkan Bagus menikmati pemandangan indahnya pantat mama dari dekat…

setelah itu mama turunkan lagi sampai anus mama menyentuh hidung atau mulut Bagus… mama tahan dulu.. biarkan hidung Bagus menciumi harumnya aroma anus mama, untuk selanjutnya biarkan lidah Bagus menjilati lezatnya anus mama… barulah setelah itu mama boleh duduk diwajah Bagus.. anggap saja wajah Bagus ini adalah kursi…

biarkan wajah Bagus tenggalam didalam pantat mama yang besar dan montok itu ma… pasti Bagus akan merasa nyaman dan tentram disana…” terangku, kali ini aku sudah tidak lagi mengobel memek mama, dan posisi mamapun kini menghadap kearahku, mungkin karena antusia mendengarkan penjelasanku. Kulihat mama senyum-senyum menahan tawa mendengar penjelasanku barusan itu.

“Kamu itu ada-ada aja gus… oh iya, itu nanti… mama menghadapnya kearah mana..? maksudnya wajah mama menghadap kearah kaki kamu atau kepala kamu…?” tanya mama.

“Mama menghadap kearah kaki Bagus… supaya konsentrasi Bagus bisa sepenuhnya tertuju pada pantat mama… jadi yang bisa Bagus lihat cuma pantat mama, karna wajah mama membelakangi Bagus… paham ma…?” terangku.

“Iya, mama paham sayang… mmm… tapi nanti mama kawatir kamu enggak bisa nafas waktu pantat mama yang besar ini nindihin wajah kamu…” kawatir mama.

“Ya enggak lah ma… nanti kalau Bagus sudah enggak kuat, Bagus akan tepuk-tepuk paha mama… itu artinya mama harus bangun… nanti kalau Bagus sudah mengambil nafas lagi, mama kembali duduk… gitu aja ma…” terangku.

“Oke deh, kalau begitu sih… Jadi kapan nih mau dilaksanakannya…?” tanya mama.

“Sekarang dong ma… disini…” jawabku.

“Ya udah, kalau gitu sekarang kamu berbaring aja…” saran mama, sambil menggeser tubuhnya agak ketepi, untuk memberi ruang bagiku.

Akupun segera mengambil posisi berbaring telentang diatas lantai gazebo.

“Bagaimana sayang… sudah siap menggapai impianmu..?” tanya mama, agak tersenyum juga aku mendengar ucapan mama itu.

“Oke ma… Bagus sudah siap menikmati pantat bahenol mama…” jawabku.

Sejurus kemudian mama telah berdiri mengangkangiku dengan posisi membelakangi. Dari sini aku hanya bisa melihat bagian pantat dan punggung mama. Perlahan mama mulai menurunkan pantatnya, dengan tangan kirinya berpegangan pada pagar gazebo, sedang tangan kanannya memegangi pahanya.

Wooww… ternyata mama menggoyang-goyangkan pantatnya berputar seperti penari striptis. Bersamaan dengan itu wajah mama menoleh kearahku sambil tersenyum menggoda. Sepertinya mama paham betul kalau aku benar-benar keranjingan dengan pantat bahenolnya itu.

Kini pantat mama telah berada sekitar satu jengkal diatas wajahku, dari sini aku hanya memandang menikmati keindahan pantat mama yang bulat dan besar dengan liang anusnya yang mengarah padaku. Kedua tangankupun mengusap-usap sekitar buah pantat dan paha mama.

“Mama turunin sampai hidung kamu ya sayang…” ujar mama.

“Oke ma… biarkan Bagus menikmati harumnya aroma anus mama…” jawabku, bersamaan dengan itu mama mulai menurunkan bokongnya, kini liang anus mama tepat berada dihidungku, seraya kuhirup dengan menarik nafas panjang, kunikmati sensasi aroma khas anus mamaku.

“Sedap aromanya sayang…? hi.. hi.. hi…” tanya mama dengan genit, sambil mama menolehkan wajah kebelakang menyaksikan tingkahku.

“Mmmm… harum ma… luar biasa…” jawabku.

Puas aku menciumi aromanya, kini lidahku mulai beraksi menjilat-jilat, yang diikuti dengan desahan mama menikmati liang anusnya menerima sentuhan lidahku.

“Aaaaaahhhh… nikmat sayang… jilatin terus lobang pantat mama sayang… uuuuuuuhhhh… enak kan rasanya sayang… kezat kan lubang anus mamamu ini… uuuuuhhhhhh…” gumam mama, sambil memejamkan matanya.

Puas lidahku menjilat-jilat, kini mulai kuemut dan kusedot-sedot dengan rakus, yang membuat mama beberapa kali harus mengangkat pantatnya karena kaget, namun kedua tanganku segera menahannya, sehingga pantat itu tidak bisa menghindar walau sekuat apapun kusedot liang duburnya, kecuali dari mulutnya hanya terdengar pekikan-pekikan manja atau tawa genit menahan geli.

“Oke ma… sekarang mama boleh duduk diwajah Bagus…” ujarku, dan beberapa saat kemudian, bruk… wajahku benar-benar menghilang ditelan bokong mama yang lebarnya mungkin tiga kali ukuran wajahku.

Fuh, besar juga tekanan tubuhnya, sehingga serasa akan remuk tulang kepalaku ini, namun ada sensasi luar biasa yang aku dapatkan, aku benar-benar merasa seperti menyatu dengan pantat mama, pantat besar mama yang sedari dulu aku impikan kini benar-benar berada dudalam kekuasaanku sepenuhnya. Hmm.. serasa nyaman dan tenang jiwa ini.

Ya, dalam dalam dekapan pantat mama, walaupun serasa gelap, namun kutemukan ketenangan jiwa yang sulit ditemukan dengan cara apapun.

“Gimana sayang… kamu enggak apa-apa kan…?” kawatir mama, yang aku jawab dengan mengacungkan ibu jari tangan kananku, sebagai isyarat bahwa aku merasa baik-baik saja.

Hingga beberapa saat kemudian, saat kurasakan mulai butuh asupan oksigen, kutepuk-tepuk paha mama, dan mamapun segera bediri. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya layaknya orang yang baru melakukan penyelaman.

“Bagaimana sayang… kamu menyukai itu…? “tanya mama.

“Luar biasa ma… Bagus benar-benar merasa puas… lagi ma.. mama dudukin lagi muka Bagus… langsung…” pintaku.

Seperti yang kupinta, mama langsung menghempaskan pantatnya kembali diwajahku. Setelah mama merasa yakin bahwa aku baik-baik saja dan justru menikmatinya, sesekali pantat mama bergoyang-goyang, seolah-olah wajahku adalah cabai yang diulek diulek menggunakan pantat mama. Woww.. semakin sensasional saja rasanya.

Beberapa saat kemudian kembali aku tepuk paha mama agar melepaskan dudukan pantatnya pada wajahku. Aksi itu aku lakukan sekitar 5 kali secara berulang-ulang, baru kemudian aku sudahi, setelah aku merasa puas tentunya.

“Bagaimana kesan-kesannya sayang, setelah wajah kamu berperan menjadi sadel sepeda… hi.. hi.. hi…” goda mama, padaku yang kini duduk bersandaran pada pagar gazebo.

“Mantap ma… pantat mama ini memang joss…” jawabku pada mama yang duduk disampingku.

“Sukur lah sayang kalau kamu menikmatinya, mama ikut bahagia… mmm.. keliatannya kamu capek tuh.. sampai ngos-ngosan begitu… pasti haus ya.. mama ambilin minum ya…” tawar mama, namun baru saja mama hendak pergi, tanganku menahan pergelangan tangannya.

“Apa lagi sih sayang…?” tanya mama.

“Bagus enggak mau minum air biasa ma… Bagus mau yang spesial…” ujarku.

Kulihat mama tersenyum-senyum mendengar ucapanku itu, seolah mengerti apa yang kumaksud.

“Mmmm… pasti mau yang aneh-aneh tuh… mama tau deh…” ujar mama, sambil mencibir menggoda.

“Ah, mama sok tau nih… emangnya apa ma…?” tanyaku, seraya kutarik tubuh mama hingga kini mama kembali berada dipangkuanku seperti sebelumnya tadi, yaitu mama duduk didepanku dengan posisi membelakangi, lalu kemudian kurangkul mesra tubuhnya yang bersandar didadaku.

“Pasti kamu mau minum pipis mama tuh… iyakan..?” bisik mama dengan mesra.

“Ih, mama tau aja nih…” ujarku, sambil mencubit pipi mama.

“Tau dong… mama kan ibu kandungmu… seorang ibu pasti tau apa yang di inginkan anaknya..” jawab mana.

“Oke kalau begitu ma… Bagus sudah aus nih…” pintaku.

“Mau cara seperti apa nih minumnya, bagindaaaa…” tanya mama.

“Mmm.. begini aja ma… Bagus berbaring seperti tadi, lalu mama duduk diatas Bagus seperti tadi… cuma bedanya, kali ini mama menghadap kearah kepala Bagus… mengerti ma…?” terangku.

“Berarti nanti memek mama berada tepat dimulut kamu gitu… lalu… mmm.. oke deh, mama paham apa yang kamu mau…” ujar mama.

“Betul ma… untuk selanjutnya, mama tau kan yang aku inginkan…”

“Oke deh… kalau begitu sekarang kamu langsung berbaring aja… kebetulan mama kebelet pipis nih.. efek minum anggur dua gelas tadi mungkin.. hi.. hi.. hi…”

“Wah, kebetulan tuh ma… pasti banyak deh keluarnya nanti… Bagus bakalan puas nih…”

Saat itu juga segera berbaring telentang, disusul mama yang juga telah berdiri mengangkangi wajahku. Berbeda dengan tadi dimana aku hanya dapat melihat pantat dan punggung mama, sekarang ini aku dapat melihat wajah mama yang tersenyum kearahku sambil kedua tangannya menyibak vaginanya, sehingga terlihat jeroannya yang merah menganga bagaikan kerang yang dibuka cangkangnya.

Ah, sungguh menggemaskan tingkah mama itu, dia menggoyang-goyangkan pinggulnya menggodaku. Hmm.. sepertinya mama paham betul kalau aku sangat bernafsu melihat memeknya yang direntangkan seperti itu. Bahkan saat pantatnya itu sudah turun, dan tinggal beberapa senti lagi memeknya itu menyentuh mulutku, secara mendadak mama kembali menarik pantatnya keatas, membiarkan aku yang menelan ludah karena terlalu horny.

“Hi.. hi.. hi… nafsu banget nih anak mama… nyantai dong sayang…” goda mama, sambil pinggulnya itu bergoyang memutar pelan layaknya penari striptis.

Setelah digoda beberapa kali, akhirnya mama berjongkok dengan mengarahkan memeknya tepat didepan mulutku sambil kedua tangannya tetap menyibak kedua sisi bibir vaginanya. Untuk beberapa saat aku menjilati liang vagina mama dengan rakus.

“Oke ya sayang… siap-siap menikmati pocary-sweat spesial dari mama…” ujar mama, kemudian mama berkonsentrasi sesaat, lalu… srrrr.. keluarlah cairan hangat dengan rasa asin yang langsung masuk kedalam mulutku, dan tentunya segera kureguk dengan rakus. Derasnya air seni mama yang keluar berakibat tak tertampung seluruhnya didalam mulutku, beberapa bagian terpaksa harus tumpah menggenangi lantai papan, namun sebagian besar masuk kedalam perut dan mengisi lambungku, tentunya setelah terlebih dahulu menghangati rongga mulut dan tenggorokanku.

“Mmmmmhhh… segar ya sayang…? Mmmhh… anak mama ini doyan banget sih minumin air kencing mamanya… mmmhh… “ocah mama, sambil sesekali mengedan.

Setelah beberapa saat kemudian semburan air yang keluar dari memek mama mulai menurun, serta tidak lagi sederas sebelumnya, bahkan lama kelamaan terhenti sejenak, lalu kemudian kembali keluar namun dengan semburan yang kecil, dan lama-kelamaan habis, kecuali hanya tetes-tetesan kecil saja. Dan setelah tak ada lagi air kencing mama yang keluar, kembali aku menjilati dan menyedot-nyedot memek mama, seolah tak puas walau perut ini serasa kembung terisi air kencing mama yang lumayan banyak tadi.

“Udah ya sayang… udah habis tuh pipis mama… mmmhh… kamu masih jilat-jilatin memek mama sih… masih kurang ya sayang… mmmhhhh… aaaahhhh…” ucap mama, sambil mendesah menikmati jilatanku.

Setelah merasa puas, kuminta mama untuk menyingkir dari atas tubuhku. Begitu aku bangkit, langsung kulumat bibir mama, dan untuk beberapa saat kami saling berpagutan.

Beberapa saat kemudian kami kembali duduk dengan posisi seperti sebelumnya, yaitu mama bersandar didadaku.

“Makasih ya ma, untuk pipisnya…” ucapku.

“Sama-sama sayang… Kamu puas sayang…?”

“Puas ma… pipis mama memang menyegarkan…” jawabku.

“Emang beneran enak ya sayang…? mama serius nanya nih…” tanya mama, sepertinya mama penasaran.

“Memang enak koq ma… asin-asin hangat gitu… mmm.. gimana ya… pokoknya ada sensasi tersendiri yang sulit untuk dikatakan lah…” terangku.

“Mmm… mama koq jadi kepingin ngerasain juga deh gus… Kamu kencingin mulut mama ya gus.. mama juga ingin merasakan segarnya air kencing anak mama… Mau ya sayang…” pinta mama.

“Oow.. dengan senang hati ma, kebetulan Bagus juga mau pipis nih… mmm.. bagaimana nih ma..? Mama tiduran terus Bagus kencingin atau bagaimana…?”

“Mmm… gini aja deh sayang… dibawah aja… diatas rumput situ… Mama jongkok, terus kamu ngencingin mulut mama sambil berdiri… oke..?” terang mama.

“Oke deh ma…” jawabku.

Setelah itu kami turun dari atas gazebo yang pada bagian tengah lantainya terdapat genangan air seni mama bekas tumpahan tadi.

Kemudian mama duduk bersimpuh diatas rumput taman.

“Ayo sayang… mama siap menerima asupan minuman segar dari kamu… Ayo langsung kencingin mulut mama sayang… aaaakkk…” sambil bersimpuh mama membuka mulutnya lebar-lebar, bersiap menerima semburan air seniku.

Akupun telah berdiri dengan jarak sekitar setengah meter didepan mama. Kupegang batang penisku dengan tangan kanan.

“Siap ya ma… satu.. dua.. tigaaa…”

Srrrrrrrr…

Bersamaan dengan itu menyemburlah air kencingku kearah wajah mama, yang segera kukontrol penisku agar air kencingku mengarah masuk tepat kedalam mulut mama.

Kulihat mama seperti kewalahan menerima semburan air seniku yang deras. Sebagian besar masuk kemulutnya yang kemudian ditelan, namun ada juga yang tumpah menggenangi leher, tetek, hingga perutnya. Leher mama tampak bergerak-gerak sebagai tanda sedang menelan sesuatu. Ya, dengan antusiasnya mama meminum air kencingku.

“Fuuuaahhhh… hmmmgghh.. glek… glek.. glek… khlok.. khlok… hmmmrrhh… fuuaahh…” hanya suara seperti itu yang keluar dari mulut mama, sepertinya dia sudah tidak sempat lagi untuk berbicara.

“Fuuuuaaaahhhh… wuuiihh… matap gus… terus gus… yang banyak gus… woooww.. keramas nih… hi.. hi.. hi… keremas air kencing… hi.. hi.. hi… wuuuhh…” oceh mama, sambil menggosok-gosok rambutnya seperti orang sedang keramas, saat semburan air kencingku kuarahkan kearah kepalanya. Tersenyum geli juga aku melihat tingkah mama itu.

“Ayo ma.. minum lagi ma… dikumur-kumur dulu dong ma… he.. he.. he…” godaku, saat kembali kuarahkan pada mulutnya.

“Hhmmfffuuhhh… ghlok… ghlok… ghlok… ghlok… gleg.. mmaahhhh…“seperti yang kuprovokasikan, mama mengkumur-kumur air kencingku, kemudian baru meminumnya.

Beberapa saat kemudian, habislah pancuran air seni yang keluar dari penisku. Bersamaan dengan itu batang penisku langsung dikulum oleh mama untuk beberapa saat.

“Woww… mama binal banget ma… seksi… kaya’ lonte ma… kaya’ lonte pinggir jalan… he.. he.. he.. Bagus jadi tambah nafsu ngeliatnya…” godaku, saat mama selesai mengulum kontolku. Aku sengaja menggunakan kata-kata seperti itu karna sebelumnya mama pernah bilang bahwa dirinya juga suka kalau aku sesekali menyebutnya seperti itu saat melakukan aktifitas seksual, ada sensasi tersendiri menurutnya.

“Masa’ sih sayang… kamu suka ya kalau melihat mama seperti lonte pinggir jalan… seksi ya sayang..? menggairahkan ya…?” tanya nama.

“Iya ma… suka sekali… sini lonteku sayang… mamaku lonte murahan… sini Bagus ciumin mulut lontemu itu… mmmfffhhh…”

Mama yang masih dalam posisi bersimpuh segera kuajak berdiri dengan mengangkat lengannya. Sekujur tubuh mama yang basah kuyup dengan air kencingku itu dengan bernafsu kuciumi dan kulumat mulutnya.

“Sekarang, mamaku yang kaya lonte murahan Bagus entotin ya…?“ujarku, sambil meremasi pantat besar mama.

“Iya nih sayang… mamamu yang kaya’ perek kolong jembatan ini udah gak sabar pingin dientotin sama kontol anak kandung mama…” ucap mama, sambil tangannya mengockok-ngocok batang penisku.

“Ya, udah.. sekarang mama nungging disini, biar pantat mama yang kayak gentong ini lebih keliatan menantang…” pintaku, seraya mama menungging diatas lantai gazebo. Posisi mama yang disebelah pinggir gazebo membuat pantatnya itu mengarah padaku yang berdiri dibawahnya.

Yes, posisi yang ideal. Dengan mama menungging diatas gazebo, praktis posisi pantat mama sejajar dengan penisku, sehingga aku dapat “menggasaknya” dengan posisi berdiri.

Wooww… sungguh posisi yang benar-benar menggiurkan dan menantang. Pantatnya yang super besar itu terekspose sempurna.

“Apanya yang mau dientot nih ma… memeknya atau anusnya…?” tanyaku, sambil meremas-remas dan menampar-nampar pantat mama.

“Terserah kamu sayang… kamu bebas melakukan apa yang kamu suka… bagi mama sih, dientot memeknya atau anusnya sama-sama enak… masing-masing memiliki sensasi tersendiri…” jawab mama.

“Mmm.. kalau begitu sih, Bagus memilih ngentot lobang anus mama saja… pantat gede yang lagi nungging seperti ini lebih enak dientot lobang pantatnya… Pantat gede memang lebih cocok disodomi… apalagi pantat gedenya lonte kolong jembatan yang tarif sekali ngentot 20 ribuan seperti mamaku ini.. yang biasa dientot sama tukang becak dan pemulung, iya gak ma..?

“Oh, iya sayang… pilihan kamu tepat sekali… perek najis kaya’ mama ini memang lebih cocok dientotin lobang anusnya… ayo sayang… langsung ditoblos aja lubang pantat mamamu ini sayang… mama juga udah gak sabar nih…” ujar mama, sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.

Setelah kupinta mama mengulum kontolku sebentar untuk sekedar memberi pelumasan dengan ludahnya, kini batang penisku telah siap kuarahkan kedepan lubang anus mama.

Bless… tanpa banyak kesulitan batang penisku telah masuk kedalam liang anus mama, yang kemudian langsung kugenjot maju mundur. Ah, sedapnya.

“Aaaaaahhhhh… lobang bo’ol mama tambah lama tambah nikmat aja rasanya ma…” ujarku, sambil terus menggenjot liang anus mama.

“Pasti dong sayang… lobang bo’ol siapa dulu… lonte kolong jembatan gitu lho… pasti nikmat dong lobang bo’olnya… ayo sayang… entot yang kenceng lobang bo’ol mamamu yang lonte ini sayang… entotin lobang tai mamamu… kamu suka kan lobang tai mama sayang… iyakan sayang… uuuuuuhhh…

“Iya ma… pasti anakmu ini suka dengan lobang tai mama… lobang tai lonte… aaahhh… lobang tai lonte memang enak dientot… apalagi lonte murahan kaya’ mama… wwuuhh… nikmat sekaliiiii… huhhh… huhhh… huhhh… huhh.. huhh…” racauku, dan semakin cepat dan gencar pantatku bergerak maju mundur, bahkan mama sudah tidak lagi menggerakan pantatnya karna sulit mengimbangi kecepatan sodokanku.

Plak… plak.. plak.. plak… plak…

Brott.. brott.. brott.. brott.. brott…

“Aagghhh… nah.. gitu sayang… mantaaaapp… uuuuhhh… mantap sekali sih sodokan kontol kamu sayang… anak sialaaan… anak yang doyan ngentotin ibu kandungnya sendiriiii… dasar mother-fucker kamu… anak haram jadaaaahhhh… aaaahhhh…” racau mama, sepertinya mama mulai histeris.

“Iya ma… ngentotin ibu kandung sendiri memang enak sih ma… tidak ada rasa yang lebih nikmat dari ngentotin ibu kandung sendiri ma… aahhh… huhh.. huhh.. huhh.. huhh.. huhh…” balasku, semakin semangat dan gemas saja aku membombardir anus mama. Nafsu birahi ini semakin bergejolak, dan sepertinya ingin segera mencapai puncaknya, itu dapat kuyakini dengan rasa nikmat yang semakin kurasakan.

“Sayang… tolong hentikan dulu sayang… stop… stop… mama mau klimaks sayang… tolong kamu entotin memek mama dulu ya sayang… biarkan mama telentang dulu…” pinta mama, sambil tangan kanannya menahan perutku.

“Oke ma… kita keluarin sama-sama aja ma… kita keluarin bareng… bagus juga kayaknya udah mau ngecrot nih…” setujuku, seraya kucabut batang penisku dari anus mama.

Begitu batang penis tercabut, dengan cepat mama merangkak agak ketengah, lalu merebahkan tubuhnya dengan posisi telentang diatas lantai gazebo yang basah oleh air kencingku tadi.

“Cepat sayang… cepaaaat anak sialaaan… mamamu yang lonte ini udah mau klimaks tau… perlu disumpelin sama kontol lobang memeknya… nah.. gitu dong…” histeris mama, yang langsung menarik tubuhku yang baru saja naik keatas gazebo. Dan dengan secepat kilat langsung kumasukan batang penisku kedalam memeknya yang menganga karna memang kedua pahanya mengangkang lebar, yang langsung kugenjot dengan kecepatan penuh.

Jrott… jrott… jrott… jrott… jrott

Plok.. plok.. plok… plok… plok…

“Aaaaahhhhh… genjot yang kenceng sayang… entot memek mama yang kuat Bajingaaaaaannnn… Jahanaaammm… kamuuuu… Mama keluar sayang… Lontemu keluaaarr… aaaaaaakkkkk… ngentooooottttt… anjiiiiiing… enak bangeeeeeetttt… kontol kamu, anjiiiiing… enak bangeeeeett…

“Aaaaaaaaahhhhh… Bagus juga mau keluar ma… kita keluarin bareng ma… aaaaaaaahhhh… uuuhhh… uuhhh.. uuuhhh… uuhhh…”

“Iya sayang… peluk mama sayang… cium mama… mmmmfffff…” pinta mama.

Akhirnya kamipun mencapai klimaks secara bersamaan, yang dibarengi dengan saling berpelukan erat dan mulut kami saling berpagutan. Ah, sungguh sensasi yang luar biasa mengcapai puncak kenikmatan secara berbarengan.

Untuk beberapa saat kami masih saling berpelukan dengan posisiku menindih tubuh mama, dan tentunya masing-masing kelamin kami masih saling bersinergi walau tanpa aksi, karena memang sudah tidak lagi berpenetrasi.

“Kamu puas sayang…?” tanya mama, diikuti dengan mengecup mesra bibirku.

“Iya ma, Bagus puas sekali… Bagus benar-bebar bahagia…”

“Sukur kalau kamu bahagia sayang… mama juga merasa bahagia sekali… mama benar-benar merasakan nikmat orgasme yang tak terlupakan, apa lagi tadi kita sama-sama orgasme secara bersamaan ya sayang… mmm.. hot banget…”

“Iya ma… apalagi tadi waktu mama orgasme itu heboh banget… penghuni kebon binatang keluar semua ma.. he.. he.. he..”

“Hi.. hi.. hi… iya tuh… mama kaya’ hilang kendali sayang… abisnya enak banget sih… kayaknya gimana gitu… tapi kamu juga tuh, segala ngomong mama kaya’ lonte yang tarifnya sekali ngentot 20 ribu lah… Emangnya hari gini masih ada PSK yang tarifnya 20 ribu gus…?”

“He.. he.. he… mana Bagus tau ma… Bagus aja cuma asal ngejeplak…”

“Ih, dasar kamu… asal jeplak aja tuh mulut…“ucap mana, sambil memencet hidungku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu