1 November 2020
Penulis —  udin bengong

Pantat besar mamaku yang menyejukan jiwa

Kini mama mulai mengulum ujung kontolku, dan terus dimasukan hingga separuhnya. Aaahh… rupanya mama mengemut dan mengenyot-ngenyotnya. Uuuhhh… nikmat sekali sedotan mama.

“Zzzzzzz… aaaaahhhh… sedap ma… aaaaahh…” erangku, merasakan nikmatnya mulut mama menyedot-nyedot kontolku, bagaikan anak sapi sedang menyusu pada induknya. Sensasi yang seperti ini termasuk pula yang belum pernah Ririn berikan padaku. Yang dilakukan Ririn hanya memasukan kedalam mulutnya lalu dikocok-kocoknya berapa saat sambil kepalanya bergerak maju mundur, sedang tangannya memegangi bagian pangkal kontolku, karna yang sanggup Ririn masukan kedalam mulutnya memang tidak sampai separuhnya, sehingga sepauhnya lagi biasanya digenggamnya sambil dikocok-kocok.

Hmmm… sepertinya kini mama mencoba memasukan batang penisku lebih dalam… dan, wooww.. lebih separuhnya berhasil ditelan. Dan sepertinya tidak sampai disitu saja, setelah berhenti beberapa detik, mama kembali mencoba terus menekan kedepan dengan maksud agar batang penisku terus masuk lebih dalam.

“Woooww… mama super sekali ma… Ririn saja Cuma sanggup menelan tidak sampai separuhnya… mama memang hebat…” kagumku melihat apa yang dilakukan mama.

Sejurus kemudian mama mulai memaju mundurkan kepalanya dengan tempo yang cepat, sehingga begitu riuh terdengar suara kecipakan dimulut mama.

“Glohghhh… gloghhh… ghloghh… glhogghhh… mmmhhh… hhmmm… mmuaahhh… ghloopp.. bloopphh… Ghllaagghh… ghllaagghhh… ghllaaagghh… mmffgffhh…”

Wooww.. sungguh luar biasa… terlihat binal sekali mama, ditambah lagi dengan mulut hingga dagunya yang belepotan dengan cairan ludah kental.

“Mama seksi sekali ma… Bagus jadi enggak sabaran pingin cepet-cepet ngentotin memek mama…” ujarku, terus terang aku memang sudah sange’ berat, ingin rasanya kuentot memek ibu kandungku ini.

Mendengar itu, mama segera menghentikan aksinya.

“Ya udah kalo gitu sayang… mama juga udah kepingin banget ngerasain memek mama ditoblos sama kontol gede anak mama… ayo sayang… entotin mama sekarang…” ujar mama, seraya dirinya merangkak menuju ketengah ranjang, dan langsung berbaring mengangkang, memperlihatkan liang vaginanya yang basah merekah siap dientot.

Tanpa pikir panjang, aku segera menaiki ranjang untuk menyusul mama, dan segera kuposisikan tubuhku diatas mama, atau tepatnya aku duduk diantara kedua kaki mama yang mengangkang.

“Ayo sayang… langsung toblos aja dong… “pinta mama, sambil kedua tangannya menarik pinggulku.

Setelah kuarahkan ujung kontolku tepat dimuka liang memek mama. Sekali dorong, blesss… masuklah separuh batang jakarku didalam lubang memek mama. Ya, lubang yang 19 tahun lalu itu mengeluarkan aku kedunia ini, sekarang balas kumasukan batang penisku ini.

“Uuuuuuuugghhhh… mantep bener kontol kamu sayang… betul-betul terass bener… uuuuhhhhh… teken lebih dalem lagi sayang… iya gitu terus… terus sayang… aaahhh… tambah enak sayang… aaaaaaahhhhh… ya Allah enak banget sih kontol anak kandungku ini… aaaahhhh…”

Kugoyang pantatku maju mundur dengan posisi duduk, sedang mama masih tetap berbaring telentang, sementara kedua tangannya meremas-remas pantatku, atau membantu menekan kedepan seolah agar tusukanku semakin kuat menghantam lubang memeknya.

Ah, memek mama memang jauh lebih legit daripada milik Ririn. Sungguh menggigit dan lebih hangat, bahkan kurasakan seperti ada sensasi empot ayamnya.

“Aaaaahhhh… memek mama enak banget sih ma… uuuhhh… legit banget ma… dan serasa ngempot-ngempot lagi ma… aaaahhh… sedaaaappp…” gumamku, sambil tanganku meremasi tetek mama yang sebelumnya oleh mama memang sengaja diturunkan lingrie tipis yang menutupinya tadi, sehingga kini menyembul keluar, membuatku leluasa meremasinya.

“Uuuuuhhhh… Lebih enak mana memek mama sama memek Ririn sayang…?”

“Ya jelas enakan memek mama dong ma… jauh lah ma… bagai bumi dan langit… aaahhh… ”

Semakin kuat saja aku menghantam lobang memek mama, sehingga menimbulkan suara yang riuh diruangan ini.

Brroottt… brrooottt… brroot.. brooottt… plok.. plokk.. plokk.. plokk…

Ya, bunyi yang timbul dari gesekan antara kontolku dan memek mama, berpadu dengan suara tumbukan pahaku dan paha mama membuatku semakin bersemangat menyetubuhi mama.

“Bagus entot yang lebih kenceng lagi enggak apa-apa ma…?”

“iya gak apa-apa gus… justru mama suka sekali sayang… entotin mama kebih kenceng lagi sayang… biar mama tambah enak… ayo sayang… entotin mama yang kasar… entotin memek mama yang brutal… yang brutal anakku sayang… aaaahhhh…”

Seperti yang yang diinginkan mama, dan keinginanku juga tentunya, kugenjot sekuat tenaga bokongku, sehingga ranjang tempat menampung tubuh kami berdua ini seperti akan roboh saja dibuatnya.

Krek… krek… krek… krek… sambungan-sambungan kayunya sepertinya bagai menjerit-jerit menerima polah kami yang kebangetan ini. Mudah-mudahan saja tempat tidur antik yang katanya buatan jaman Belanda ini masih tetap kokoh menahan goncangan yang kuberikan.

“Aaaaaa… huu… aaah.. hu… aaa… aaaa… aaa… ter.. russ… gussss… han.. tam… te.. rruu… uuuusss… en.. tot… wwuuh… uuu… aaahhh… bang.. sat… kamu… guuu.. uuuss… huu.. aaaaaaa… aaaaa… aaa…”

Lucu juga melihat respon mama menerima hantaman super cepatku itu. Tubuhnya bergerak-gerak maju mundur seirama hantaman bokongku. Sampai-sampai buah dadanya itupun bergerak-gerak gondal-gandul sangat cepat. Untuk berbicarapun jadi agak terputus-putus karena seluruh badannya ikut terbanting-banting dibuatnya.

Ah, mudah-mudahan saja besok pagi pinggulku tidak encok karena terlalu diporsir.

Brroootttt… brroott… brroottt… brrrooottttt… plak.. plak.. plak… plak… plak…

Semakin riuh saja ruangan itu. Kulihat mama semakin menggila, keringat membasahi wajahnya, begitupun diriku, yang juga sudah basah kuyup dengan keringat, padahal ruangan ini berAC, entah apakah ACnya yang kurang sejuk, atau dasar karena aktifitas kami yang terlampau aktif, sehingga panas yang dikeluarkan tubuh jauh lebih banyak ketimbang sejuknya ruangan.

“Aaaaaahhh… gus… mama… mau… keluar.. gus… aahh.. cium mama… ciumin mama gus… mmmmmm… mmmffff… mmmffff… hhh.. mmff…”

Segera kumenundukan tubuhku dan langsung melumat mulut mama sebagaimana yang dia pinta. Ah, mama membalasnya dengan buas hingga aku gelagapan, sampai-sampai bagian belakang kepalakupun dirangkul kuat dengan kedua tangannya.

“Mmmmmm… mmmmmm… mmmmmmm… “

Lenguhan mama tertahan oleh kecupanku, namun dari reaksi dan ekspresinya yang semakin liar, sepertinya mama sedang merasakan puncak kenikmatannya. Ya, mama sedang orgasme, itu aku dapat aku rasakan dari liang memeknya yang semakin becek, serta pantatnya yang mengangkat-angkat keatas.

Kurasakan mama hanya tergolek pasrah, sepertinya mama sudah tuntas alias sudah puas, dan kulepaskan pagutan mulutku dari mulutnya. Gempuran kontolkupun semakin kukurangi kecepatannya, bahkan kini hanya aku genjot dengan irama yang lambat namun tetap tandas dan mantap.

“Uuuuuuuhhhhh… makasih banyak ya gus… mama benar-benar bahagia sekali… seumur-umur baru kali ini mama ngalamin ngentot yang begitu nikmat… kamu memang luar biasa sayang…” ucap mama, sambil tangannya mengusap-usap pipiku.

“Aaahhh… iya ma… sama-sama ma… Bagus juga bahagia bisa ngentotin mama kandung Bagus sendiri… uuuhhh…” jawabku, sambil tetap menggenjot memek mama dengan irama yang slow.

“Ooohh… sukur alhamdulillah kalau kamu merasa bahagia bisa ngentotin memek mama gus… kamu memang sungguh anak yang berbakti pada orang tua…” puji mama.

“Oh iya ma… nanti pejunya mau dikeluarin dimana ya ma…?” tentu saja aku perlu untuk menanyakan itu, aku kawatir mama marah kalau aku ceroboh dengan mengeluarkannya didalam vagina mama, karena setahuku haid mama masih teratur, karena usia mama memang masih 42 tahun, dan itu artinya mama masih berpotensi untuk bisa hamil.

“Dikeluarin didalem aja gus…” jawab mama. Hmm.. mungkin sekarang ini bukan sedang masa suburnya mama, sehingga dia berani memutuskan itu.

“Ini lagi bukan masa subur ya ma…?” tanyaku untuk sekedar memastikan.

“Enggak koq… kayaknya ini justru masa subur mama… baru 4 hari lalu mama selesai datang bulan…” jawab mama enteng, tentu saja aku kaget dengan jawaban itu, sampai-sampai aku menghentikan sodokanku.

“Waduh… gimana ini, nanti kalau hamil bisa berabe ma…” protesku.

“Nyantai aja sayaang… mama tuh mau punya anak dari kamu, itu udah mama pikirkan matang-matang semuanya… udah deh, sekarang kamu keluarin aja peju kamu didalam memek mama… Ayo sayang, taburu rahim mama dengan benihmu… mama ingin sekali punya anak dari anak kandung mama sendiri… kamu mau ya sayang…

“Oke deh ma kalau begitu sih… Apa sih yang tidak Bagus turuti kalau mama minta… Lagi pula, Bagus juga ingin punya anak dari mama… Bagus juga ingin menghamili mama… kayaknya sesuatu banget bisa menghamili ibu kandung Bagus sendiri…” terangku, yang kini sudah mulai kembali batang kontolku menyodok-nyodok liang memek mama.

“Aaaiiihhhh… so sweet kamu sayang… kamu benar-benar anak yang baik… ayo sayang entot mama yang lebih semangat… hamilin mama sayang… bumtingin mama kandungmu ini…” ujar mama dengan senang.

Entah mengapa kata-kata mama itu membuat nafsu birahiku tambah meninggi. Ada sensasi yang menggairahkan saat mama mengatakan “hamili mamamu ini sayang”

Sensasi itu pada akhirnya memicu gairahku memuncak, yang pada akhirnya kurasakan puncak nikmat birahi yang tiada tara.

“Aaaaaaahhhh… maaa… Bagus mau keluar ma… aaaaahh…” ujarku, setengah memekik.

“Iya sayang… keluarkan dirahim mama sayang… pejuin memek mama… pejuin memek ibu kandungmu ini… iyeeesss…” suport mama, sambil kedua tangannya menekan pantatku.

“Aaaaahhhhhhhh… nikmaaaaaaat…” pekikku, bersamaan dengan itu berhamburlah beberapa CC cairan kental kedalam liang vagina mama.

Dan akhirnya tubuhku ambruk diatas tubuh mama, dengan rasa puas didalam jiwa.

“Makasih ya ma… Bagus puaass banget…” ucapku, yang langsung dijawab mama dengan kecupan lembut pada bibirku.

“Sama-sama sayang… mama juga bahagia kalau kamu puas… oh iya sayang, kontol kamu jangan dicabut dulu ya… biar nancep aja dimemek mama… biar pejunya enggak tumpah… biar cepet bunting…” ucap mama dengan lembut dan setengah berbisik.

“Iya ma… Bagus juga suka koq kalau kontol Bagus terus berada didalam memek mama… rasanya nyaman gitu ma… serasa damai hati ini…” ucapku jujur.

“Ah, Bagus anakku sayang… mamapun juga demikian sayang.

Dan entah untuk berapa saat, kamipun tetap dengan posisi seperti itu.


Hampir satu jam juga posisiku masih berada diatas tubuh montok mama. Tentunya dengan batang penisku masih tertanam didalam liang vaginanya.

Mulai dari penisku masih berdiri tegak, kemudian mengecil saat beberapa menit selesai orgasme, sampai mulai kembali berdiri tegak lagi seperti sekarang ini.

“Aduh gus, mama haus nih… tapi gimana caranya ya, soalnya mama juga gak mau kalau kontol kamu harus berpisah dengan memek mama… gimana dong sayang…” rengek mama, manja.

Ada-ada saja mamaku ini, ingin minum tapi tak ingin lepas dari kontolku ini. Bagaimana caranya.

“Ya gimana dong ma…?” jawabku, sambil berpura-pura berpikir.

“Oh iya sayang… itu diatas meja kecil dipinggir tempat tidur kayaknya ada Aqua botol… coba kamu ambil deh…” usul mama. Memang sih aku lihat ada satu botol air mineral dengan ukuran botol sedang diatas meja kecil tempat mama biasa meletakkan ponsel dan aksesorisnya. Tapi untuk meraihnya tanpa harus melepaskan kontolku dari memek mama, jelas tidak mungkin.

“Ya, kalau Bagus ngambil itu, tetap harus cabut kontol dong ma…” protesku.

“Eeiiiyy… no.. no.. no.. pokoknya mama enggak mau… memek mama gak rela berpisah dengan kontol kamu sayang…” ujar mama. Ih mama ini lebay banget deh.

“Terus gimana dong…?” tanyaku.

“Mmm… gini aja… kita bangun… kita duduk aja… jadi posisinya kita kondisikan kayak posisi orang lagi ngentot gaya duduk… oke..?” usul mama.

“Jadi kita ganti posisi ma…?”

“iya, tapi jangan sampai terlepas lho… oke.. siap-siap… kita bangun bareng-bareng… satu.. dua.. tigaaa…”

Akhirnya kami berhasil merubah posisi tanpa melepas tautan kelamin kami. Ah, beruntung kontolku sudah kembali berdiri tegak, sehingga menancap dalam pada liang memek mama.

Hmm.. seandainya sudah ciut, agak sulit juga kurasa. Besar kemungkinan akan lepas.

Ya, kini posisiku duduk selonjor, sedangkan mama duduk diatas pahaku. Tentunya dengan batang kontolku masih nancep mantao didalam memek mama.

Fuh, lumayan juga ini pahaku yang ukurannya sedang-sedang saja diduduki tubuh mama yang cukup montok.

“Geser agak kepinggir sayang… tangan mama masih belum sampai nih…”

Dengan susah payah kugeser-geser tubuhku mendekati meja kecil dengan masih diduduki mama.

“Yes… dapet… berhasil…” berhasil juga tangan mama meraih botol itu, seraya membuka tutupnya dan menenggaknya hingga srparuh botol.

“Aaaah… legaaa… kamu minum sayang…? “tawar mama, sambil menyodorkan botol kearahku.

“Gak mau ah ma…”

“Emang kamu gak haus…?”

“Haus juga sih sebenarnya..”

“Kenapa gak mau minum kalau haus…?”

“Mmm… Bagus Cuma mau minum yang dari mulut mama…”

“Maksudnya gimana…” heran mama, sambil mengerutkan kening.

“Mama minum dulu, tapi jangan ditelan… mama tahan aja dimulut… terus mama lepehin air itu kemulut Bagus… oke ma…?”

Mama tersenyum mendengar penjelasanku itu.

“Ih Bagas… kamu itu bawaannya romantis banget sih… oke deh, kalau itu sih… mama akan dengan senang hati melakukannya…” terang mama, seraya menenggak sisa air didalam botol itu.

“Mmmm… emmm…” ujar mama, sambil tangannya memberi isyarat untukku agar membuka mulut.

Kubuka mulutku lebar-lebar, dari atas mama telah bersiap-siap. Pipinya kulihat agak mengembung.

Sejurus kemudian suurrrr… mama menumpahkan cairan dari dalam mulutnya, yang tepat masuk kedalam mulutku yang terbuka. Ah, cairan agak hangat memasuki rongga-rongga mulutku.. glek.. kutelan semua tanpa sisa.

“Mmmm… sedap ma… itu masih ada ma… lagi ma…” ujarku sambil menunjuk botol yang dipegang mama.

Mama mengulangi apa yang dilakukan sebelumnya, yang juga kutenggak dengan antusias.

Ah, memang ada kenikmatan tersendiri meminum air yang diberikan langsunh dari mulut orang yang kita cintai dan kasihi.

“Makasih ya ma…” ucapku, seraya kucium bibir mama dengan lembut.

“Sama-sama sayang… mama juga merasa tersanjung dengan yang kamu lakukan itu… Mama merasa kamu begitu mengasihi mama…”

“Pasti dong ma… Bagus akan selalu mengasihi dan mencintai mama…” ucapku. Kini mama menciumku, dan untuk beberapa saat kami saling berciuman.

“Oh iya ma… nanti kalau umpamanya mama hamil, terus bagaimana kita menjawab pertanyaan dari orang-orang, terutama ditempat kerja mama… bagaimana mempertanggung jawabkannya ma…?” tanyaku, tentu saja hal itu adalah kekawatiran yang lumrah pada diriku sebagai anak kandung mama.

“Tentu semua itu sudah mama pikirkan gus… rencana mama begini, mama akan mengarang cerita, bahwa mama sebetulnya telah menikah siri, suami siri mama itu seorang pengusaha yang waktunya sering dihabiskan diluar daerah. Saat perkawinan berjalan 6 bulan, suami mama terkena korona disuatu daerah, umpamanya di Kalimantan, kan ceritanya pengusaha batu bara, dan suami mama itu meninggal.

Sedang untuk versi keluarga, termasuk Kak Indah, karena kalau mama katakan bahwa kami sudah menikah tentu mereka akan bertanya-tanya, masa’ kalau sudah menikah keluarga dekat sampai enggak tau sih, walaupun cuma nikah siri, keterlaluan banget. Jadi untuk keluarga dekat, mama akan cerita seolah-olah kami pacaran, ya biasalah layaknya pacaran seperti kamu sama Ririn itu, pacaran tapi entot-entotan, dan akhirnya hamil, yang kelanjutannya sama dengan versi pertama meninggal karena korona..

“Gimana dengan tetangga ma…?”

“Ah, tetangga disini mana pernah perduli satu sama lain… itu gak perlu dikawatirkan… kita mau jungkir balik aja mereka enggak perduli…” benar juga dengan apa yang dukatakan mama, dikomplek real-estate yang lumayan bonafid seperti disini, orang-orangnya memang sangat individualis.

“Oke deh ma… Bagus setuju sekali… keliatannya itu bakalan lancar deh ma..”

“Siapa dulu dong… mamamu…” puji mama, pada diri sendiri.

“Oh iya gus… tadi sore kamu sempat bilang, katanya kamu pernah intipin mama, mamanya kamu tau kalau memek mama ini tembem… emang sejak kapan kamu suka intipin mama…?”

“Ih, mama Bagus jadi malu nih… udah lama ma… waktu sekitar SMP dulu, mungkin semenjak kelas 2 SMP, tapi kelas 2 SMA udah enggak lagi, kan udah ads Ririn…”

“Koq mama kandung kamu sendiri pakai kamu intipin sih… emang motivasinya apa…?”

“Enggak apa-apa sih ma.. Cuma nafsu aja…”

“Apa..? Nafsu..? Nafsu mau…” heran mama.

“Ya nafsu mau ngentotin mama lah… masa’ nafsu mau jitakin mama sih…”

“Ya ampun… Bagus. kelas 2 SMP udah ada pikiran mau ngentot sama mama kamu ya…”

“Iya ma… emang kenapa ma… abis mama seksi sih…”

“Ya, Enggak apa-apa sih… Cuma… mmm.. seandainya mama tau gus.. pasti.. mmm…”

“Emang kalau dulu mama tau gimana ma…?”

“Ya, enggak gimana-gimana sih… mmm.. tapi asik juga kali ya…” ujar mama sambil senyum-senyum sendiri seolah sedang membayangkan sesuatu.

“Jadi seandainya dulu mama tau, kalau Bagus ada keinginan untuk ngentotin mama, kira-kira mama akan kasih enggak…?”

“Kayaknya bakalan mama kasih deh gus… apalagi mama kan seorang janda… kan asik tuh, dapet brondong… yah, tapi akhirnya keduluan sama Ririn ya gus… terus kamu jadi lupa deh sama mama.. iih… seandainya dari dulu kamu bilang sama nama gus… pasti anak kita sekarang udah besar gus..” terang mama, menyesali diri.

“Gak apa-apa ma… kan sekarang Bagus sudah kembali pada mama dan melupakan Ririn… Sekarang Bagus akan selalu ada untuk mengentotin memek mama kapan saja… oke ma…” rayuku.

“Iya sayang.. maafkan mama ya, dulu kamu kepingin ngentot sama mama tapi enggak kesampaian, sampai dibela-belain ngintipin mama… mmmm.. kasian sekali sih anak mama…”

“Enggak apa-apa koq ma.. Eh iya ma, mama enggak merasa berdosa sama papa, karna mama ngentot sama Bagus yang adalah anak mama sendiri…?”

“Ya enggak lah gus… mama rasa papa justru merasa bahagia bahwa ternyata mama tidak nikah dengan orang lain. Dan papamu akan tambah berbahagia karena kita saling mencinta dan saling membagi… dan kebahagiaan papa akan semakin besar lagi begitu melihat kita yang adalah ibu dan anak kandungnya saling mengentot…

“Amiiin…” sambungku.

“Oh iya gus… ngomong-ngomong kita ngentot lagi yuk sayang… kayanya kontol kamu udah ngaceng lagi nih… mama rasa kayanya udah penuh banget nih memek mama… pasti kamu udah ngaceng maksimal ya… Ayo kita entotan lagi…”

Betul juga sih apa yang dikatakan mama, batang penisku memang sudah ereksi, karena memang birahiku kembali naik.

Obrolan kami tadi memang membangkitkan lagi hasrat seksualku.

“Tapi sekarang kan kita memang lagi ngentot ma…” ujarku, karna menurutku sedari tadi memang penisku masih bersarang didalam memeknya, walaupun memang tidak terjadi penetrasi yang inten, kecuali hanya diam pasif.

“Iya juga sih… tapi maksud mama ya dikocok-kocok sebagaimana layaknya orang ngentot gitu lho… biar keluar pejunya… biar mama semakin cepat bunting… hi… hi… hi…” ujar mama, seraya memeluk tubuhku dan mulai menaik-turunkan pantat besarnya.

Bless… bless.. bless… bless…

Plok.. plok.. plok.. plok…

“Aaaahh… kamu diem aja ya sayang… sekarang biar mama yang ngentotin kontol kamu… kamu cukup duduk manis aj… yang penting kontol kamu selalu tetap ngaceng… itu yang mama butuhkan.. huuuhh… huuhh… huuuh.. huuuh.. hiyaaaaa…”

Setelah itu mama mencium mulutku, sehingga sambil pantat mama turun naik, kami saling berpagutan.

Mmm… puas saling berpagutan, sekarang kami saling beradu lidah. Dimana lidah kami saling terjulur, lalu ujung lidah kami saling beradu dan menggoyang-goyangkannya kekiri dan kekanan. Ah, sungguh erotis dan mengesankan sekali.

Gerakan pantat mama semakin liar, bahkan sesekali pantatnya memutar bagaikan ulekan sambal. Wah, bisa keseleo batang kontolku kalau begini caranya.

Hingga selang beberapa menit tubuh mama mengejang sebagai tanda dirinya telah mencapai klimaks.

“Aaaaaaaaaggghhhhh… mama keluar sayang… uuuhhh kontol kamu enak banget sih… uuuuhhhhh… sedaaaaaaaappp…” Ya, seiring dengan itu memang batang penisku merasakan adanya cairan hangat yang keluar dari liang vaginanya.

Tak sampai satu menit, aku merasakan sesuatu pada diriku.

“Ma… Bagus mau keluar nih…” bisikku pada mama.

“Sayang, kalau memang kamu mau keluar kita posisi misionery aja sayang… supaya pejunya enggak ada yang keluar mubajir… biar ketampung didalam memek mama semua… ayo sayang, cepetaaan…”

Seperti yang dikatakan mama, segera kubaringkan tubuh mama kebawah. Cukup hanya dengan menjatuhkan tubuhku kedepan, praktis tubuh mama juga ikut jatuh dan berbaring telentang, sehingga aku dapat menggenjot mama dengan posisi seperti saat pertama kali aku menyetubuhi mama.

Tak sampai beberapa genjotan, bobol juga pertahananku, seiring tumpahnya air mani menyirami rahim mamaku untuk yang kedua kalinya.

“iyaaa… terus sayang… sirami terus rahim mamamu dengan air manimu wahai anak kandungku… pejuhi memek mamamu… do’a kan semoga cepat hamil ya sayang…” oceh mama, sambil kedua tangannya menahan bokongku.

“Amin ma…” jawabku. Bersamaan dengan itu, tubuhku ambruk diatas tubuh semok mama. Tentu saja dengan batang penisku masih bersarang didalam liang vagina mama.

“Sampai besok pagi kontolmu baru boleh dicabut ya sayang…” bisik mama lembut.

Tak berapa lama, kamipun terlelap dalam damai…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu