1 November 2020
Penulis —  udin bengong

Pantat besar mamaku yang menyejukan jiwa

Kini kami telah berada dikamar mama. Kamar dimana dulu mama dan papa memadu cinta, bahkan saat SMP dulu aku sempat mengintip mereka sedang mengentot.

“Ayo anakku sayang… duhai cintaku… sekarang kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau pada ibu kandungmu ini… puaskan dirimu sayang… dan puaskan juga mamamu ya sayang…” ujar mama, yang berdiri membelakangi ranjang.

Aku yang berdiri tepat dihadapan mama menatap liar pada sosoknya yang saat itu bagiku begitu luar biasa menggairahkan. Cahaya lampu LED 40 watt tentu cukup terang untuk menyoroti setiap lekuk indah tubuh mama yang terbalut lingerie itu.

Kini aku berjongkok sambil mengusapi betis dan merayap hingga ke paha montok mama, bahkan hidung dan mulutku juga mulai ikut mengendus-endus layaknya seekor anjing mendapati seonggok daging segar. Kini tanganku menyusuri lekuk-lekuk pantat dan selangkangannya. Baju tipis setinggi paha itu aku singkap.

Kini mulut dan hidungku menciumi celana dalam mama, mulai dari bagian selangkangan hingga bokongnya, namun aku masih belum membuka celana dalam imut yg hanya menutupi bagian tengah selangkangannya itu. Aku mulai merayap keatas kearah buah dadanya yang terbungkus kain tipis itu… Aaahh… aroma tubuh mama sungguh mengguh menggoda, entah parfum apa yang dia pakai, setauku mama belum pernah memakai parfum dengan aroma seperti ini.

Kini aku berdiri saling berhadapan dengan mama, seraya kupeluk mama. Hmm.. dengan mengenakkan sepatu high-heel yang lumayan tinggi, tinggi kami menajadi sejajar, padahal tinggi badanku 178 cm, sedangkan mama 168 cm, itu artinya tinggi heel sepatu itu sekitar 10 cm. Mama memberi reaksi dengan mengecup lembut bibirku.

“Mama… aku mencintaimu ma..” ucapku, seraya membalas ciuman mama.

“Mama juga mencintaimu anakku sayang… Ayo cintaku, cicipi memek mamamu ini dengan mulutmu sayang… nikmatilah memek yang dulu melahirkanmu kedunia ini… dan kamu juga harus kenali memek mama ini… kenali setiap bagian dan sudutnya… sayangi dia sebagaimana kamu menyayangi mama… Namun kamu juga bebas memperlakukan memek ini sesukamu, sesuai seleramu…

Kini posisi mama duduk dibibir ranjang. Sejurus kemudian aku telah berjonggok dengan wajah menghadap tepat didepan selangkangan mama. Kuraba kedua paha mama dengan masing-masing tanganku, sebelum akhirnya kutarik lepas celana dalam yang menutupinya. Wooww… benar-benar memek tembem yang mempesona. Botak tanpa adanya bulu selembarpun.

Hmmm.. memek yang bersih dan terawat. Beda sekali dengan memek Ririn yang hanya berbentuk segitiga dengan bagian tengahnya terdapat belahan garis vertikal. Memek mama ini tidak sesederhana itu. Bentuknya lebih komplek, tampilannya bagaikan dua buah gundukan yang saling berjejer, dengan bagian tengahnya mengintip keratan daging.

“Aaaaagghhhhh… nikmat sekali sayaaang… jilatin terus memek mama sayang… jilat sampai dalem sayang… uuuuugghhhhhh…” mama merintih nikmat, sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.

Sebagaimana yang diminta mama, lidahku semakin merangsak masuk kedalam liang vaginanya dan kugelitik-gelitik dengan cepat.

“Aaauuuugghhhhh… iya sayang, nikmaaaatt… Uuuuhhhhh… disedot-sedot sayang… dihirup… aaahhh…”

Hmmm… betul juga apa yang dikatakan mama, memek setembem dan sudah basah seperti ini memang paling nikmat disedot… mmm… cairan birahi yang sudah mulai membanjiri liang memeknya ini pasti segar untuk diseruput dan ditelan.

Zzzrruuuuffffhhhh… zzzrruuuffffhhh… srodootttt… mmmm.. nyemm.. nyemm… sungguh lezaat… nyemm.. nyemm… zzzrrruuufffhhh… zzzrrruuupuut…

Cairan hangat yang gurih dan agak asin kuhirup dan kutelan dengan rakus, nafsu yang memuncak membuatku semakin gemas, sepertinya bukan hanya cairan memeknya saja yang ingin aku hirup, kalau perlu memek ini sekaligus ingin kutelannya, hingga kusedot dengan kuat sampai mama terpekik kaget.

“Uuuuuuhhhh… iya, sedot terus sayang… nikmati air memek mama… minum sayang… aaaaaahhhh… yesss… Aaaaauuuwwww… gila kamu sayang… pelan-pelan nyedotnya sayang… bisa ikut tersedot juga nanti memek mama… aaagghhhhh… yeesss… uuuuhhh…”

“Itilnya juga sayang… itilnya kamu isep-isep dan dikenyot-kenyot… yeeesss… iya gitu sayang… aaahhh.. pinter kamu… uuuuuhhhhh… sedaaaap…”

Sekitar 10 menit sudah aku mengoral memek mama, tak ada satu milipun yang luput dari jilatan lidahku, mulai dari bibir vagina, lubang senggama, itil, bahkan selangkangannyapun ku jilat habis.

“Ma… sekarang mama nungging ya… Bagus mau mencicipi juga bagian belakang mama…” pintaku.

Ya, bokong mama yang super besar itulah yang aku idam-idamkan, sehingga tak mungkin aku lewati kesempatan itu.

Seperti yang kumau, kini mama menungging diranjang dengan bokong menghadap padaku.

Woooww… sungguh pemandangan yang menakjubkan, pantat mama yang sudah besar itu semakin terlihat besar dengan posisi mama yang menungging seperti ini. Fuh, siapa yang tidak menelan ludah menatap pantat besar putih dan mulus dengan posisi seperti itu, dibalut pula dengan lingerie tipis nan seksi, plus sepatu high-heel yang menghias kaki indahnya.

“Ya, ampun ma… mama seksi sekali sih ma… mungkin bidadari disurgapun tidak akan seseksi ini…” pujiku, sambil menatap dan meraba-raba buah pantatnya yang bulat itu, tentu saja sambil kuciumi dan kujilati dengan gemas, bahkan sesekali kutampar.

“Aaaaauuuwww… ih, koq ditampari gitu sih sayang pantat mamanya…” ujar mama dengan manja.

“Abis pantat mama ini ngegemesin banget sih ma… jadi geregetan…” jawabku, sambil meremasi bongkahan pantat mama.

Wooww… Kini perhatianku tertuju pada kerutan-kerutan kecil dibagian tengah antara dua bongkahan buah pantat. Kerutan-kerutan yang mengerucut kesatu titik pusat… pada titik pusat itulah liang pelepasan mama, alias anus atau dubur.

Dulu aku pernah mencoba menyentuh liang anus Ririn, tapi dia langsung menolaknya, alasannya jorok katanya, semenjak itu aku tak pernah lagi mencoba menyinggung Ririn untuk bersensasi dengan lobang anus seperti halnya yang aku tonton difilm-film bokep. Disamping itu juga, pernah saat aku dan Ririn nonton film bokep bersama, dia bilang tak suka dengan adegan anal seperti itu.

Dengan pertimbangan itu pula aku tak pernah menyinggung sensasi seks anal dengannya, karena aku memegang teguh prinsip seks yang tanpa pemaksaan. Aku tak ingin partner seks hanya berpura-pura suka sekedar untuk menyenangkan pasangannya. Karena yang aku inginkan adalah sama-sama menyukai apa yang kita berdua lakukan, sehingga aktifitas seks menjadi lebih mengasikan dan menyenangkan.

Apakah mama akan seperti Ririn juga. Baiklah aku akan coba menyentuh anus mama ini.

Yes, saat jari jemariku menyentuh dan menggesek-gesek bagian duburnya, mama justru mendesah nikmat, itu artinya ada kemungkinan dia menyukainya.

“Ma… Bagus boleh jilatin anus mama nggak…?” tanyaku. Sebaiknya aku memang bertanya terlebih dulu, dari pada nanti mama justru marah padaku dengan pertimbangan bahwa lubang anus itu kotor dan terdapat banyak kuman-kuman penyakit, sebagaimana yang pernah dikatakan Ririn padaku.

“Woooww… tentu mama akan senang sekali dong sayang kalau kamu mau jilatin anus mama… mmm.. tapi kamu enggak jijik kan sayang… itukan tempat keluarnya e’ek…”

“Enggak koq ma… Bagus justru kepingin banget jilatin anus mama… Bagi bagus sih, apapun yang ada pada diri mama enggak ada yang menjijikkan… semuanya layak untuk dicicipi dan dinikmati…”

“Oohh… kamu itu so sweet banget sih sayang… kata-katamu itu selalu membuat hati mama melambung diawang-awang deh…” ujar mama, sambil tangan kanannya mengusap-usap lembut pipiku.

“Betul koq ma… apa yang bagus katakan itu bukan sekedar gombal… Nanti pada saatnya akan Bagus buktikan bahwa apapun yang ada pada diri mama layak untuk di… mmm.. nyamm.. nyamm…” jawabku, diikuti dengan ekspresiku layaknya seorang sedang mencicipi makanan lezat.

“Ih, kamu itu bisa aja deh gus… emangnya mama ini kulkas apa, yang isinya penuh dengan makanan… Udah cepetan dong sayang, mama juga udah enggak sabar nih mau ngerasain anus mama dijilat-jilatin sama anak mama… mmm… pasti nikmat deh…” ujar mama, sambil tangan kirinya menggosok-gosok area duburnya itu.

Tanpa pikir panjang lagi, kusibak belahan pantat mama menggunakan kedua ibu jariku sehingga kerutan-kerutan pada duburnya tampak mengembang, memperlihatkan liang pelepasannya yang berwarna ping kemerahan. Kupandangi beberapa saat sekedar mengagumi keindahannya. Sesekali lubang pelepasannya itu berdenyut-denyut bagai pantat ayam.

Dan pada akhirnya lidahku mulai menjilat-jilat diseputar anus mama.

“Uuuuuuuuuhhhhhh… nikmaaatnyaaa… terus sayaaaaang… aaaahhhh… enak sekali ternyata gus… mmmmmmhhhh… sedaaaaapp… baru kali ini gus mama ngerasain anus mama dijilatin… dulu papamu gak pernah… aaaahhhhh… kamu memang anak yang berbakti pada mamamu gus… uuuuuhhh…

Sukurlah itu artinya mama pasti terkesan dengan aksiku ini.

Semakin liar saja lidahku beraksi. Aroma khas lubang anus justru membuatku semakin terbius dalam nikmat birahi. Kuhirup dalam-dalam aromanya itu bagai seorang pecandu yang tengah menghirup serbuk heroin. Diriku bagai lupa diri, seperti hilang akal sehat. Saluran yang sejatinya adalah tempat keluarnya kotoran yang menjijikkan, justru kulumat dan kucicipi dengan rakus.

“Terus gus… kamu masukin lidahmu sampai kedalam lobang anusnya sayang… kamu tusukin lidahmu kesana… Uuuuuuuuuhhhhh… yeeeessss… sedaaaaappppp… rasanya nikmat sekali gus… bener-bener terasa… uuuuuuhhhhh…”

Kini lidahku merangsak masuk hingga kedalam rongganya. Kugerakan kepalaku maju mundur, sehingga lidahku bagai berpenetrasi didalam liang dubur mama.

“Aaaaaawwwww… iya gus… entotin lobang anus mama pakai lidahmu itu sayang… yang kenceng sayang… aaaaahhhh… uuuuuhhh…” racau mama, sambil pantatnya bergoyang menyundul-nyundul kewajahku.

Puas dengan aksi menjilat-jilat dan menusuk-nusuk dengan lidah, kini aku mulai menyedot-nyedot dan mengenyot-ngenyot dengan gemas…

Shhhroottt… shrroott… zzhhhrrruuuff… zzhhhrrruuuuuffff…

Lucu juga melihat reaksi mama yang tampak kelojotan dengan aksiku ini.

“Aaaaaauuuwww… aaaauuwww… aauuuuwww… aduuhh… aduh.. duh… gila kamu gus… pelan-pelan sayang… aaahhh… aaawww… aaawwww…”

Beberapa kali mama menjauhkan pantatnya dari wajahku, namun berkali-kali pula aku tarik lagi dan kembali kusedot-sedot lubang pelepasannya itu.

Puas dengan aksiku itu, akhirnya kubenamkan wajahku pada pantat mama untuk beberapa saat, tentu saja dengan liang anusnya tepat dimulutku.

Seolah mama paham dengan yang kumau, tangan kiri mama meraih kepalaku, menarik dan menekan-nekan pada pantatnya. Bukan itu saja, pantat mama juga memberikan dorongan kearah wajahku. Dengan aksinya itu, praktis wajahku terbenam penuh didalam dekapan pantat besarnya.

Wooww… betapa nyamannya kurasakan berada didalam himpitan pantat besar mama. Walau sulit bernafas, namun aku tetap betah berada didalam dekapan daging empuk yang kenyal ini.

“Hiyaaaaaa… dekap dan nikmati pantat mamamu ini sayang… aaahhhh… sungguh kamu begitu menyayangi pantat mama ya… uuuuuuhhh… makan tuh pantat mama sayang… nikmati terus aromanya… uuuhhh… uuhhh.. uuuhh…” mama terus meracau sambil menekan bokongnya kebelakang seolah mendesak-desak wajahku dengan pantatnya.

Fuuaaahhhh… akhirnya aku lepaskan wajahku dari himpitan pantat besar mama. Aku hirup udara sebanyak-banyaknya, setelah hampir lima menit aku kekurangan pasokan oksigen.

“Gus… sekarang giliran mama dong mencicipi punya kamu… mama kan belum kenalan sama kontol kamu… mama pingin juga dong ngemut-ngemut sama ngenyotin kontol anak mama…” pinta mama, yang posisinya kini sudah tidak lagi menungging, namun kini mama duduk menjuntai dibibir ranjang, sehingga memeknya yang tembem kini tepat berada didepanku.

“Oke ma… “setujuku. Namun baru saja aku hendak berdiri, tapi niat itu segera kuurungkan. Padahal masing-masing tanganku sudah berpegangan pada paha mama.

Hmm… ada sedikit kesenangan kecil yang ingin kupinta dari mama.

“Apa lagi sayang… ayo dong kamu cepet berdiri, biar mama nyicipi kontol kamunya sambil duduk…” protes mama, karna dilihatnya aku hanya duduk bersimpuh dibawah mama sambil kedua tanganku memegangi paha mama.

“Mmm… anu ma… bagus haus… tolong dong ma… mama ludahi mulut bagus… biar bagus minum… plis ya ma…” rengekku, tentu saja alasan sebenarnya bukanlah karena aku haus. Sensasi menelan ludah mama sebenarnya yang aku dambakan. Seperti yang aku bilang pada mama sebelumnya, dimana bagiku apa yang ada pada diri mama selalu menggodaku untuk mencicipinya.

“Ih, kamu itu aneh-aneh aja deh… masa’ sih haus minumnya air ludah mama… minum air aja sana…” ujar mama, dengan gaya yang menggoda. Aku yakin sebenarnya mama paham bahwa alasanku meminta ludah mama bukanlah karena untuk menghilangkan rasa haus, tapi semata-mata untuk mendapatkan sensasi sensasi seksual.

“Enggak mau ah… Bagus maunya ludah mama aja… pasti lebih sedap rasanya… plis dong ma…” rengekku lagi.

“Ih, dasar kamu gus… ya udah, buka mulutmu sayang… biar mama lepehin ludahnya kedalam mulutmu…” ujar mama, dengan sikap masing-masing tangannya memegangi kedua bahuku.

“Oke ma… aaaaakkkk…” jawabku, seraya kubuka mulutku lebar-lebar sambil mendongakan wajah keatas. Wajah mama yang berada diatasku sekitar 30 cm mulai memonyongkan bibirnya, sepertinya air ludah telah terkumpul dimulutnya. Dan beberapa saat kemudian cairan ludah mama yang bening dengan sedikit buih berwarna putih serta agak kental mulai menetes lambat dari mulut mama, yang kemudian jatuh tepat kedalam mulutku.

“Mmmmm… nyem.. nyem.. nyemm… glek… makasih ma…” ucapku, setelah kutelan habis semua air ludah yang diberikan mana.

“Enak sayang air ludah mama…?” tanya mama lembut.

“Mmmm… nikmat sekali ma… beneran…”

“Ya udah, kalo gitu sekarang kamu diri, mama udah enggak sabar nih mau icip-icip kontol anak mama…” pinta mama, diikuti dengan mengecup lembut bibirku.

Begitu aku berdiri, mama langsung menarik lepas celana pendekku sekaligus dengan celana dalamnya. Sedangkan aku melepas t-shirt yang melekat pada tubuhku, dengan begitu kini aku telah telanjang bulat, yang berdiri dihadapan mama dengan batang kontol berdiri tegak.

“Ya ampun Baguuuss… kontol kamu gede banget sih sayaaang… ini sih dua kalinya kontol papa… astagaaa… anak mama kontolnya bisa gede gini diapain sih…” kaget mama dengan mata terbelalak. Untuk beberapa saat mama hanya memandang takjup saja, baru kemudian dengan digenggam bagian pangkalnya, batang penisku itu dipukul-pukulkannya pada pipi dan wajahnya sendiri.

“Masa’ sih ma… dua kali lebih besar dari punya papa…?” sebenarnya aku memang nyadar kalau batang penisku ini termasuk besar. Itu dapat kubandingkan dengan milik para aktor porno yang filmnya sering aku tonton. Banyak dari antara mereka yang batang penisnya lebih kecil dariku, terutama yang film jepang, hampir semua batang penis mereka masih dibawahku.

Pernah secara iseng Ririn mantan pacarku itu mengukurnya dengan penggaris, dan panjangnya 21 cm, namun untuk diameternya aku belum pernah mengukurnya, tapi yang pasti ukurannya lebih besar dari pegelangan tangan Ririn, karena saat ririn menggenggamnya terlihat kontras sekali, bahkan sering juga dia memainkannya dengan dua tangan.

“iya gus.. mama enggak bohong.. ini sih super banget sayaaang… mmm.. bakalan puas nih mama gus… uuuuuhhh… gemes… gemes… gemes… Ah, mama kenalan dulu sama kontol kamu ya sayang…” terang mama, diikuti dengan menciumi sekujur batang penisku mulai dari ujung kepalanya sampai dengan testisnya.

“Memangnya tadi malam mama gak perhatiin, koq baru sekarang terkesimanya ma…” tanyaku penasaran, karena seingatku walaupun aku masih mengenakan celana dalam model boxer, tapi seberapa besar ukuran penisku masih bisa disimpulkan, terlebih lagi mama juga menggesek-gesekan selangkangannya.

“Iya sih gus… tapi semalem pikiran mama masih sedikit gugup dan ja’im… jadi gak sampai mikir kearah sana… apalagi semalam kamu masih pakai celana… jadi mana mama tau kalau kontolmu bakal segede gini… mmmmm… kontol sayaaang… kontol supeerr… lihat nih pa, kontol anakmu… kontolmu sih belum seberapa pa…

Kini lidah mama mulai menyapu batang penisku dengan lembut dan pelan, yang diikuti dengan erangan nikmat keluar secara spontan dari mulutku

“Aaaaaaahhhhhhh… sedap ma… yeeeeessss…” gumamku, sambil kedua tanganku memegangi kepala mama.

Sekitar dua menit mama menjilati srkujur penisku, hingga biji pelerkupun tak luput, bahkan mama mama juga menyibak lubang kencing pada bagian ujung kontolku itu, saat telah terbuka, ujung lidah mama diarahkan kedalamnya, seraya digelitik-gelitik dengan lembut, sambil sesekali mama melirik kearahku yang tengah merintih-rintih karena merasa sedikit ngilu.

“Memang kamu belum pernah ngerasain lubang kencing kamu dijilatin kaya’ gini gus…?”tanya mama yang menghentikan sejenak aksinya itu.

“Belum ma… baru kali ini…”

“Kamu suka..?”

“Suka dong ma… rasanya agak ngilu ngilu gimana gitu, tapi nikmat ma…”

Bila dibandingan dengan Ririn, perlakuan mama terhadap batang penisku jauh berbeda. Mama lebih ekspresionis, seolah penisku itu adalah anak bayi yang sedang ditimang-timang dan disayang-sayang. Seolah batang kontolku itu sedang diajak berkomumikasi. Berbeda dengan Ririn yang langsung saja dikulumnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu