1 November 2020
Penulis —  udin bengong

Pantat besar mamaku yang menyejukan jiwa

POV. Indah

Apa yang dikatakan mama memang tidak bisa disalahkan kalau tolak ukurnya adalah logika. Tapi dalam agama, itu adalah suatu hal yang berdosa. Semenjak aku menjadi istri mas Mirza, sedikit demi sedikit aku mulai mempelajari agama atas bimbingan suamiku itu, walau sejujurnya aku melakukan semua itu lebih sekedar karena rasa cintaku pada Mas Mirza.

Karena itulah, aku juga tidak bisa menentang prinsip-prinsip mama secara militan dengan dalil-dalil agama yang ada, karena secara keyakinan aku juga tidak sepenuhnya percaya dengan yang kuanut. Masih ada pemikiran-pemikiran logis didalam hati kecilku yang belum dapat membenarkan begitu saja beberapa kebijakan-kebijakan yang selama ini diajarkan oleh mas Mirza.

“Segelas minuman anggur barangkali dapat sedikit menenangkan pikiranmu in…” ujar mama, sambil menuangkan cairan berwarna kemerahan dari botol seukuran botol sirup kedalam gelas bekas air putih yang barusan kuminum, kemudian mama juga menuangkan kedalam dua gelas lainnya.

“Ini cuma anggur, oleh-oleh teman mama dari Belanda, tidak bikin mabuk koq, tapi setidaknya mampu membuat pikiran kita lebih lepas, rileks, dan juga tidak tegang… ayo diminum…” tawar mama, sambil mengangkat gelas berisi anggur.

Entah mengapa, tanpa banyak berpikir akupun langsung meraih gelasku, lalu kutenggak habis minuman yang memiliki sensasi rasa manis dan pahit itu, seperti halnya yang dilakukan mama dan Bagus. Hmm.. kerongkongan dan dada ini terasa hangat. Beberapa saat kemudian pikiranku memang serasa lebih rileks, tidak semerawut seperti sebelumnya.

“Bagaimana in, kamu lebih tenang sekarang…?” tanya mama, yang kujawab hanya dengan anggukan pelan.

“Sukurlah… mama harap, sekarang kamu juga bisa lebih bijak dalam berpikir…” ujar mama, sambil menuangkan lagi anggur kedalam gelas miliknya, namun kutolak saat menawarkannya padaku, yang aku bilang sudah cukup.

“Mengenai masalahmu yang hingga sekarang masih belum juga diberikan momongan…” ucap mama, seraya menenggak setengah gelas anggur yang baru dituangnya itu. Aku masih menunggu kelanjutan pembicaraan yang entah mengapa tiba-tiba mengarah ke urusanku yang belum juga punya anak.

“Mama punya solusi in… ya mudah-mudahan sih kamu menerimanya…” lanjut mama, namun kembali, cuma sampai disitu mama kembali terdiam seolah menunggu reaksiku.

“Solusi seperti apa…?” penasaranku.

“Yang pasti solusi dengan cara yang logis dan tepat sasaran…”

“Iya, teknisnya seperti apa… kalau pakai bantuan dukun aku tidak mau…” ketusku, karna beberapa teman pernah menyarankan seperti itu padaku.

“Dukun..? Ah, Indah.. Indah… kamu seperti tidak mengenal mamamu saja… sejak kapan mama percaya dengan segala dukun dan hal-hal yang tidak masuk akal lainnya itu… kan mama sudah bilang ini solusi dengan menggunakan cara yang logis… bukan cuma jompa-jampi dukun atau doa’a-do’a yang belum pasti kebenarannya…

“Lalu…?” tanyaku.

“Mmm.. begini in, seperti yang kemarin kamu ceritakan, masalah utamanya adalah penis suamimu yang ukurannya terlalu pendek itu, dan yang kedua juga karna lorong vagina kamu yang terlalu panjang, karna kamu termasuk tinggi besar, pinggulmu juga besar, ya wajarlah kalau lorong vagina kamu juga panjang, sama seperti mana.

“Terus…?” penasaranku.

“Ya terus… mmm.. Adikmu ini memenuhi semua kriteria yang kamu butuhkan itu… batang penis dia cukup besar dan panjang lho in… malah termasuk over size… dan kualitas spermanyapun sepertinya juga sangat baik.. kental dan banyak…” terang mama, sambil pandangannya tertuju pada gelas kosong yang dengan iseng diputar-putar ditangannya.

“Maksud mama apa…?” aku mulai sadar kemana arah pembicaraan mama itu, sehingga aku sedikit agresif meresponnya.

“Tenang sayang… nyantai aja kenapa sih… cobalah berpikir dengan bijak… apa kamu tidak kawatir kalau nantinya suami kamu kawin lagi dengan mencari istri kedua yang lebih imut dan mungil, yang typenya seperti Yuni shara atau Dewi persik, dan tentu lorong vaginanya juga lebih pendek… Ingat in, bagi keluarga besar suamimu itu, poligami adalah hal yang lumrah untuk mereka…

bapak mertuamu istrinya dua, lalu kakaknya Mirza yang sulung itu istrinya juga dua, kakeknya Mirza malah 3 istrinya… belum lagi dari keluarga sepupu-sepupunya… jadi bukan hal yang mustahil kalau kamu juga bakalan dimadu kalau terus menerus belum juga memberikan momongan…” agak ngelantur juga mama ini, mungkin pengaruh anggur itu, walau kuakui isi pembicaraannya itu banyak benarnya juga sebetulnya.

Kulihat Bagus juga seperti salah tingkah karena merasa dirinya juga akan dilibatkan dengan masalahku. Bahkan dia sempat ingin beranjak namun ditahan oleh mama.

“To the point ajalah in… maksud mama tuh begini… mmm… biarkan Bagus yang akan menghamili kamu… “tegas mama.

“Mama tuh udah ngaco… sebaiknya disudahi saja pembicaraan ini…” ucapku, seraya aku hendak berdiri namun tangan mama menahannya hingga aku duduk kembali.

“Dengar dulu in… ini demi kabaikan kamu.. demi anak perempuan mama… skenarionya begini… mmm… oh iya in, kapan terakhir kamu haid…?”

“Baru seminggu lalu selesai…” jawabku dengan malas.

“Nah, itu sangat kebetulan sekali… berarti sekarang ini masih termasuk masa-masa subur… oh iya, dalam seminggu ini, apa mas Mirza menggaulimu…?”

“Sering, karna itu bagian dari ihktiar kami untuk mendapatkan anak… terakhir, malam sebelum kepergian Mas Mirza kami malah melakukannya beberapa kali… memangnya kenapa..?” terangku, hmm.. entah mengapa aku harus menceritakannya selengkap itu.

“Ah, thanks god… mengapa begitu klop sekali… ini kesempatan yang baik in.. percayalah… jadi begini, selama suamimu di Semarang, biar Bagus yang membuahi rahim kamu… nanti begitu suamimu pulang, mudah-mudahan beberapa minggu kemudian kamu positif hamil… nah, sampai disitu suami kamu taunya itu adalah hasil “kerja” dia sebelum berangkat ke Semarang…

“Bagaimana in… mama harap kamu mengambil keputusan bijak… mmm.. kecuali kamu memang sudah rela, atau yang kalian sebut ikhlas apabila suami kamu mendapatkan anak dari perempuan lain, yang tentu saja suami kamu akan lebih sayang kepada istri yang memberinya anak, lalu akan mengacuhkan kamu pada akhirnya…

“Dan apabila yang menaburkan benih itu adalah adikmu, tentu anak yang akan kamu lahirkan wajahnya tak akan berbeda jauh dengan kamu, karna toh wajah Bagus juga hampir mirip dengan kamu.. dan mereka paling-paling akan mengira gen kamu lebih dominan dari Mirza, sehingga anaknya lebih mirip kamu ketimbang bapaknya…

Hmm.. seandainya aku menerima tawaran itu, artinya Bagus akan menyetubuhiku, sebagaimana yang dilakukannya pada mama tadi malam. Ah, betapa perkasanya batang penis Bagus yang besar dan panjang itu menghujami vagina mama. Dan itu akan terjadi padaku bila aku menyetujui ajakan mama. Kulihat kearah Bagus untuk beberapa detik, namun dia tampak salah tingkah.

“Bagaimana in… mama mau dengar jawaban bijakmu…” tanya mama. Namun aku hanya terdiam seraya memejamkan mata. Ah, aku bingung untuk memutuskan ini.

“Mmm.. barangkali dengan satu gelas anggur lagi bisa membuat otakmu bekerja dengan lebih efektif in…” ucap mama, seraya mengangkat botil anggur bersiap untuk dituangkan kedalam gelasku.

“Cukup ma… tidak perlu… baik, akan kita coba usul mama itu…” jawabku, ah, hampir tak percaya akhirnya aku menerima ide gila itu.

“Yess… berarti kamu setuju ya in… yess… thanks god…” girang mama, seraya memeluk dan menciumku.

“Tunggu dulu ma… bagaimana dengan Bagus… mmm… apa dia setuju…” tanyaku malu-malu, sambil sesekali melirik kearah Bagus yang tingkahnya juga tak jauh beda denganku yaitu salah tingkah dan ragu.

“Oh iya… itu harus kita tanyakan… karna kita harus memastikan bahwa semua ini tidak ada unsur pemaksaan… mmm.. bagaimana gus, apa kamu bersedia menggauli kakakmu seperti kamu juga ngentotin mama…?” tanya mama.

Bergidik aku mendengar omongan mama pada kalimat yang terakhir itu, kata yang hanya dapat didengar dikawasan kumuh, yang keluar dari mulut para preman dan gelandangan.

“Ya, Bagus sih bagaimana kak Indah saja… kalau kak lndah bersedia, Bagus juga akan dengan senang hati melakukannya…” jawab Bagus. Lega juga aku mendengarnya.

“Tuh, kamu dengar kan in… dengan senang hati katanya… mmm… kalau gitu ya sudah tunggu apalagi… Ayo gus, diajak tuh kakakmu kekamar mama…” ujar mama.

“Ya enggak harus sekarang juga kali ma… mmm.. kan masih bisa nanti… kenapa harus langsung begitu sih… kita kan juga perlu adabtasi, dan… mmm…” protesku.

“Ooww… iya, mungkin kalian butuh pengenalan dulu ya… butuh yayang-yayangan dulu… ayo gus, beri kakakmu sedikit pemanasan, sekalian kamu ajari dia… biar dia enggak kaku …” ujar mama. Sial, diajari katanya, dipikirnya aku masih gadis perawan yang tidak tau seks, usia perkawinanku saja sudah 5 tahun, dan waktu SMA dulupun beberapa kali aku gonta-ganti pacar, sebelum akhirnya cintaku tertambat pada Mas Mirza, sedangkan Bagus, seorang remaja yang termehek-mehek hanya karna diputusi oleh pacarnya, dan baru sekali itu pula dia pacaran.

Sambil senyum-senyum malu Bagus duduk disampingku. Sejurus kemudian tangan kirinya merangkul pundakku, seraya mulutnya mencium dan menjilat pada leherku.

“Mmmmm… aaaahhhhhh…” desahku, saat mulut Bagus mengecup dan menggigit-gigit kecil leherku.

Kini mulut Bagus mulai menyusuri rahang, pipi, hingga bibirku. Aku membuka mulut, memberi akses baginya untuk memasukan lidahnya kedalam mulutku. Lidah kami saling bersentuhan. Aku yang sebelumnya masih merasa canggung, kini mulai merespon dengan mengemut lidahnya yang masuk kedalam mulutku, hingga akhirnya kamipun saling berpagutan dengan buas, bahkan tanganku sampai merangkul tengkuk adikku itu.

Ah, sungguh tak pernah sedikitpun aku membayangkan bakal berciuman dengan penuh nafsu seperti ini dengan adikku sendiri, dan dari dulu pun aku tak pernah memiliki rasa apapun secara seksual dengan Bagus, bagiku dia adalah adik manis yang selalu kusayang, walau sering juga aku goda dan kujahili. Dulu dia sering kuciumi pipinya, bahkan sampai menangis karna terkadang aku terlalu gemas sehingga mencium sambil mencubiti pipinya.

Ah, caranya dia mencumbu bagaikan Don juan dalam cerita-cerita roman, cumbuan yang menghanyutkan. Seolah dia tau apa yang kuinginkan, dan tau sisi-sisi mana yang bakal membuatku terhanyut. Kini tangan kanannya menyusup dari bawah dasterku dan merayapi pahaku, dan berhenti pada selangkanganku. Sepertinya dia mencari-cari bagian atas celana dalamku, untuk kemudian dengan nakalnya tangan kanannya itu menelusup masuk didalam celana dalamku, dan..

“Mmmmmffffhhhh…” aku mendesah tertahan karna memang mulutku sedang saling berpagutan dengan mulut Bagus.

Kulihat mama mendekati Bagus. Ah, ternyata mama menarik celana pendek Bagus, sehingga batang penis Bagus yang besar dan panjang itu terpampang jelas dihadapanku, tidak seperti tadi malam dimana aku hanya dapat mengintip dengan jarak beberapa meter.

Asataga, betapa besar dan panjangnya batang penis adikku ini, sungguh bagaikan bumi dan langit bila dibandingkan dengan mas Mirza suamiku.

“Ayo sayang… kamu kenalan dulu dong dengan kontol adikmu…” ujar mama, seraya memegang pegelangan tangan kananku, lalu diarahkannya telapak tanganku pada batang penis Bagus. Spontan tanganku menggenggam batang penis yang kutebak mendekati 20cm itu. Wooww… mantap sekali depagangnya, keras dan besar.

Terakhir aku pernah memegang benda yang sama ini, waktu Bagus masih TK saat dia selesai mandi. Waktu itu ukurannya masih sebesar buah melinjo, yang dengan usil aku tarik ujung titit kulupnya, dia hanya tertawa terkekeh-kekeh merasa geli. Ah, sungguh beda sekali dengan yang sekarang, besar, panjang dengan urat-uratnya yang bertonjolan dibeberapa bagian.

Hmm.. kini mama juga mulai “menggerayangiku” dengan mencoba melepas celana dalamku.

“Nah, begini kan lebih enak… kamu bisa lebih leluasa mengobel-ngobel memek kakakmu…” ucap mama setelah berhasil melepas celana dalamku, sekaligus menyingkap keatas daster berbahan kaos yang kukenakan. Hmm.. kalau aku perhatikan mulut mama ini tampak begitu enteng saja mengucapkan setiap kata-kata yang seharusnya termasuk vulgar dan cabul untuk didengar, kata yang tak pernah sekalipun keluar dari mulutku dan mas Mirza selama kami menjadi pasangan suami istri.

Ah, auratku dan Bagus kini sudah dalam keadaan terumbar sepenuhnya, bahkan kini tangan Bagus semakin leluasa memasukan jari tengahnya keliang vaginaku, lalu mengocok-ngocoknya dengan inten. Sama halnya dengan yang aku lakukan pada batang penisnya, yang semakin gemas aku mengurut-urut dan meremasnya.

Kulihat mama tersenyum dengan apa yang kami kakukan, seolah dia begitu bangga sekali melihat kedua anak kandungnya melakukan hubungan seks tak lazim ini.

“Memek kakakmu dijilatin dong gus… masa’ dari tadi cuma dikobel-kobelin aja sih… emangnya kamu enggak tergoda dengan memek yang begini indah, dengan bulu jembutnya yang tertata rapi ini…” saran mama, yang kini duduk disamping Bagus, sehingga sofa ini kami duduki bertiga.

Seperti yang disarankan mama, Bagus menghentikan aktifitas jari tengahnya diliang vaginaku, sekaligus juga menyudahi pagutan mulut kami. Dan sejurus kemudian adik kandungku itu telah jongkok dibawahku, sambil kedua tangannya merentangkan masing-masing pahaku, lalu.. Ah.. setelah memandangi dan mengecup lembut vaginaku, kini lidahnya mulai beraksi menjilati bibir vagina, klitoris, hingga liang vaginaku.

“Mmmm… zzzzzzzhh… uuuhhhhhh…” desahku dengan mata separuh terpajam, sambil ku gigit sendiri bibir bagian bawahku, sementara kedua tanganku memegangi kepala Bagus.

Jujur, suamiku belum pernah melakukan seperti ini padaku selama aku menjadi istrinya. Yang dia lakukan untuk foreplay sebelum melakukan senggama biasanya hanya sekedar mengelus-elus vaginaku dan menciumi bibirku, leher, hingga payudaraku, dan tak lama setelah itu barulah kami melakukan hubungan badan.

Dengan apa yang dilakukan adikku ini, benar-benar membuatku terkesima, karena begitu rakusnya dia, menjadikan vaginaku seolah adalah santapan lezat yang layak konsumsi, mulai dari diciumi aromanya, dijilati, dikenyot-kenyot, hingga disedot dengan kencang sampai membuatku terpekik beberapa kali.

“Aaaaauuuww… aauuuww… mmmmmm… aaahhhh… gila kamu gus… uuuhhhh…” pekikku, saat mulut Bagus menyedot-nyedot vaginaku dengan lumayan kuat. Fuh, benar-benar terlena sekaligus terkejut-kejut aku dibuatnya dengan aksi adikku ini, bahkan yang sebelumnya aku meremehkan dia, dan menganggap aku lebih berpengalaman soal seks karena merasa sudah lima tahun menikah sepertinya akan terpatahkan.

“Apa suamimu belum pernah melakukan ini padamu sayang…?” tanya mama, yang duduk disampingku sambil tanggan kirinya merangkul pundakku. Yang aku jawab hanya dengan gelengan kepala karena konsentrasiku mamang masih terfokus pada nikmat yang kini tengah kurasakan.

“Adikmu paling jagoan kalau soal jilat menjilat dan sedot menyedot in… itu sih belum seberapa… nanti kamu bakalan rasakan betapa dahsyatnya dia…” ucap mama, kali ini sambil tangan kanannya meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus oleh daster.

“Mmm… apa kamu enggak kepingin juga mencicipi kontol adikmu… ehem… kontol adikmu bukan kontol yang ukurannya sebesar ibu jari kamu lho in…” tawar mama.

“Mencicipi bagaimana ma… mmmhh… uuuhhhh…” tanyaku, dengan masih konsentrasiku sebagian besar tertuju pada aksi oral Bagus.

“Ya, ngemut-ngemut atau ngisep-ngisepin kontol adikmu lah…” jelas mama, yang aku jawab dengan menganggukan kepala pelan, walau sebenarnya aku belum pernah melakukan itu, namun itu justru membuat aku penasaran untuk mencobanya.

“Gus… kakakmu mau nyicipin kontol kamu tuh… gantian gus… kamu kan udah nyicipin memek kakakmu, sekarang biar kakakmu yang ganti nyicipin kontol kamu…” pinta mama.

Seperti yang dipinta mama, Bagus menyudahi aksi oralnya, seraya bangkit dan duduk disamping kanan mama, setelah terlebih dulu mengecup bibirku. Yah, mulut yang sebelumnya digunakan untuk menjilat dan menyedot-nyedot vaginaku itu saling berkecupan dengan mulutku untuk beberapa saat.

“Tuh in, adikmu sudah siap… tunggu apalagi, koq malah keliatan bingung gitu… tinggal kamu jongkok aja dibawahnya Bagus… ayo sana, nanti kalau masih bingung biar mama ajarin…” ujar mama. Terus terang aku memang agak canggung untuk memulainya, mungkin karena belum pernah melakulannya itulah yang menjadi sebab, kalau memgenai caranya tentu saja aku juga tau, toh aku juga pernah nonton film porno, dimana adegan oral seks selalu ada dalam film-film itu.

Seperti yang disarankan mama, akupun jongkok dibawah Bagus yang duduk dengan paha dibuka, seolah memperlihatkan batang penisnya yang berdiri tegak. Ah, betapa gagahnya penis besar dan panjang yg mengacung tegak bagaikan tugu monas.

Akhirnya kupegang juga batang penis itu, dan dengan ragu mulai kulum ujung kepala penisnya. Kucoba memasukannya lebih dalam seperti pada film-film porno namun serasa sulit. Ukurannya yang terlalu besar sehingga membuatku hanya sanggup memasukan sepertiga bagiannya saja, yang kemudian kugerakan maju mundur dengan lambat dan agak tersendat-sendat.

“Wah, kakakmu perlu ditraining dulu sepertinya nih…” ucap mama, seraya berjongkok disampingku.

“Coba kamu kasih kontol adikmu ke mama…” pinta mama, yang segera kuturuti dan menggeser tubuhku untuk memberi ruang bagi mama.

“Kamu perhatikan mama ya sayang…” ujar mama, sambil memegang batang penis Bagus.

Sejurus kemudian lidah mama mulai beraksi menjilati penis Bagus, mulai dari ujung topi bajanya hingga kantung pelirnya, bahkan kini kantung pelirnya diemut dan dikenyot-kenyot dengan antusias, lalu kembali lidahnya itu merayap keatas, lalu hap.. dilahapnya batang penis Bagus hingga separuhnya masuk kedalam mulut mama.

Mama melakukan itu sambil sesekali matanya melirik kearahku. Lalu kepala mama mulai bergerak maju mundur mengocok-ngocok batang penis Bagus dengan mulutnya. Beberapa saat kemudian wajah mama semakin turun kebawah, itu artinya dia menelan habis batang penis sepanjang itu kedalam mulutnya, sungguh luar biasa apa yang dilakukan mama, bahkan bibirnya itu telah bersentuhan dengan buah pelir Bagus yang menandakan seluruh batang penis adikku itu telah tertelan seluruhnya.

Beberapa saat kemudian mama melepaskan kulumannya, kulihat batang penis Bagus telah basah oleh ludah mama yang agak kental.

“Kalau kamu sudah mahir… kamu juga bisa melakukannya dengan tanpa tangan kita harus memegang… lihat mama…” ujar mama, seraya kekedua tangannya memegang masing-masing paha Bagus.

Kemudian mulut mama kembali menelan batang penis Bagus, namun kali ini kedua tangannya hanya berpegangan pada paha Bagus. Seperti halnya tadi kepalanya bergerak naik turun, lalu diakhiri dengan mencaplok habis batang penis Bagus hingga menyisakan buah pelirnya saja diluar.

“Oke… coba sekarang kamu yang lakukan…” pinta mama, setelah memberikan contoh padaku tadi.

Seperti yang dipinta mama, akupun mulai menjilati batang penis Bagus yang sudah basah oleh ludah mama. Entah mengapa aku tak merasakan jijik dengan adanya ludah mama yang membaluri batang penis Bagus, Bahkan saat aku juga menjilati dan mengenyot-ngenyot pada bagian kantung pelir, rasanya aku juga sempat menelan air liur mama yang melekat disitu.

“Wooww… kamu memang cepat memahami pelajaran in…” ucap mama, saat dilihatnya aku begitu lihai melakukan hal yang sebelumnya dia contohkan tadi. Dan semakin percaya diru saja aku melakukannya, bahkan kini aku mulai mengulum batang penisnya dan mengocok-ngocok dengan menggerakan kepalaku turun naik.

“Ayo… terus sayang… dikit lagi tuh… semangaaatt… yeeeee…” sorak mama, memberi samangat.

Setelah beberapa saat masih belum juga berhasil, kini mama membantu mendorong kebawah kepalaku, sehingga kurasakan batang penis Bagus menembus masuk hingga rongga leherku.

“Iyaaa… sedikit lagi… mmmhh… okeee… hiyaaaaa… berhasil…” sorak mama, setelah batang penis Bagus berhasil kutelan seluruhnya. Sepertinya mataku berkaca-kaca karena kurasakan tenggorokanku disogok oleh benda asing yang berukuran besar.

Setelah itu aku mulai rileks dan lebih menikmati permainan. Kulihat Bagus menikmati aksi blowjobku. Itu dapat kupastikan dengan erangan dari mulutnya, serta matanya yang separuh terpejam, sedangkan kedua tangannya mengusap-usap kepalaku.

“Wah, anak mama sekarang udah pinter ngisepin kontol adiknya ya…” ujar mama sambil mengelus-elus rambutku.

“Gimana sayang… apa kamu mau langsung ngentot sama adikmu… biar memekmu dipejuin sama adikmu… biar kamu cepet hamil… memek mama juga sering dipejuin lho in, sama adik kamu… biar nanti kita hamil bareng-bareng… kan seru tuh in…” ucap mama, yang membuat aku merasa merinding mendengar deretan kata-katanya itu.

“Iya ma…” jawabku pelan, toh vaginaku juga sudah mulai basah, dan terangsang untuk segera merasakan rojokan batang penis besar adikku itu.

“Iya apa…?” tanya mama lagi.

“Ya, yang mama bilang tadi itu…” jawabku.

“iya, yang mana…? yang jelas dong ngomongnya…” desak mama lagi. Hmm.. aku mencium indikasi mama ingin mempermainkan aku kalau kulihat dari gerak-geriknya itu.

“Kenapa sih ma… ya itu tadi, Bagus niduri aku… mmm.. aku sudah siap…” jawabku dengan sedikit kesal.

“Ngomong yang jelas dong sayang… mmm… seperti kalau mama ngomong itu lho.. kamu enggak usah sungkan-sungkan atau ja’im begitu deh, lagian disinikan cuma ada kita aja… iya enggak gus…?” ucap mama, kali ini dengan tangan kirinya merangkul pundakku. Aku sebenarnya paham dengan apa yang dimaksud mama, tapi mulut ini rasanya masih berat untuk mampu mengucapkan kata sevulgar itu.

“Iya dong ma… Bagus aja paling suka tuh ngentotin memek mama… ngentot ibu kandung itu memang nikmat sekali sih ma…” ucap Bagus, sambil mengusap-usap “bazoka”nya sendiri. Gila omongan si Bagus, sungguh cabul dan tak ber akhlak. Ah, untuk apa pula aku memikirkan soal akhlak dalam kondisiku seperti sekarang ini.

“Tentu dong sayangku… kekasih hati mama… mama juga bahagia memek mama dientotin sama anak kandung mama… memek mama ditaburi oleh peju anak kandung mama sendiri.. ah, sesuatu banget gitu lho… apalagi kalau nanti mama sudah hamil… lalu melahirkan anak… ah, sungguh anugerah yang indah sekali mendapatkan anak dari hasil ngentot dengan anak kandung sendiri…

“Iya deh ma… aku juga sudah gak sabar nih, ingin ngerasain memek aku dientot sama adik kandungku…” ucapku. Astaga ternyata mampu juga aku mungucapkan kosa kata itu, walaupun jantung ini berdegup kencang karenanya. Dan kulihat ekspresi mama tampak senang sekali dengan apa yang sudah aku lakukan itu.

“Kamu ngentot sama adik kandungmu sendiri supaya apa sayang…?” tanya mama lagi.

“Mmm… supaya hamil dong ma… supaya aku bisa punya anak dari hasil ngentot dengan adik kandungku…” astaga, mengapa bibir ini begitu mudah mengucapkan itu, dan mengapa aku justru menyukainya. Kini justru ada emosi tertentu yang mendorongku untuk melakukan itu lagi.

“Wooww… so sweet sekali kamu sayang… ya udah, sekarang kamu ajak adik kandungmu itu untuk ngentot dikamar mama…” ucap mama, seraya akupun berdiri dan kuraih tangan Bagus untuk kuajak berdiri.

“Ayo adikku sayang… sekarang kamu entotin memek kakakmu ini ya sayang… kakak kan juga pingin ngerasain kontol kamu… emang cuma mama kamu saja…” ucapku, saat kami sudah sama-sama berdiri, kuikuti dengan mengecup bibir Bagus, dan untuk beberapa saat kami saling berpagutan.

“Ayo, anak-anaku yang baik… kita langsung kekamar mama saja ya… mari kita berjinah bersama dengan gembira…” ajak mama, sambil menggandeng tanganku dan juga Bagus.

Dan kami bertiga pun melangkah menuju kamar mama, dengan mama berada ditengah sambil masing-masing tangannya merangkul pinggul kami.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu