2 November 2020
Penulis —  Kusumawardhani

ISTANA INCEST - True Story

Entah kenapa hatiku merasa lega setelah bisa menyetubuhi Mama Nies itu. Karena itu berarti bahwa aku sudah menunaikan tugas rahasia dari Papi sebanyak dua point. Mami dan Mama Nies.

Tentang Mami, aku akan merahasiakannya kepada Papi, karena takut menyalahi target Papi. Dan seandainya pun ketahuan oleh Papi, aku akan berlagak culun aja. Karena Papi pernah menyebut “Semua istri papi”. Berarti Mami juga termasuk ke dalam TO.

Berarti tinggal 2 lagi TO-nya. Mama Yuli yang mualaf keturunan Chinese dan Mama Maryam yang keturunan Arab.

Kalau dipikir-pikir, tugas rahasia dari Papi ini sangat menyenangkan. Cuma disuruh mendobrak memek istri-istri Papi, lalu aku mendapat bonus gede.

Lalu bagaimana dengan istri-istri simpanan Papi yang masih muda-muda itu? Apakah aku harus mendobrak memek mereka juga? Entahlah.

Setibanya di tempat pemandian air panas mineral itu, seperti yang sudah kuduga, di sekitar kolam renang air panas banyak sekali orang dewasa mau pun anak-anak. Padahal jam tanganku sudah menunjukkan pukul 12 lebih.

Mama Nies berbisik di dekat telingaku, “Mama kan gak bawa baju renang, Leon.”

“Memang siapa yang mau berenang? Kita kan mau pakai kamar mandi yang tertutup Mam,” sahutku.

“Ooo… ya udah, “Mama Nies tersenyum.

Sebelum masuk ke kamar mandi, aku membeli handuk dan sabun dulu di depan. Lalu kami melangkah ke pintu kamar mandi yang sudah kubayar sewanya.

Setelah berada di dalam kamar mandi yang pintunya sudah ditutup dan dikunci, aku melepaskan semua pakaianku, sambil berkata, “Kita bisa melakukan apa pun di sini. Tapi waktu kita hanya limabelas menit.”

“Kenapa?” tanya Mama Nies sambil melepaskan celana corduroy biru tua dan baju jubah serta hijabnya yang sama-sama berwarna biru muda. Lalu juga bra dan CDnya.

“Tuh baca pengumumannya,” sahutku sambil menunjuk ke maklumat di atas kertas yang ditempelkan di dinding. Bunyinya, -Mohon agar tidak lebih dari 15 menit berada di dalam kamar mandi. Berbahaya. -

“Hawa dari belerang, kalau terlalu lama bisa bikin kita pingsan,” kataku sambil turun ke bak mandi yang lumayan luas, yang air panasnya sudah hampir penuh. Mama Nies pun turun dalam keadaan yang sudah telanjang, seperti aku.

“Hmmm… enak juga ya. Di luar dingin setengah mati. Tapi dalam rendaman air panas ini jadi terasa hangat,” kata Mama Nies sambil menyiram-nyiramkan air panas ke kepalanya dengan menggunakan sebuah gayung plastik.

Pada saat yang sama, aku malah lebih suka meraba-raba kemaluan Mama Nies. Bahkan sambil memasukkan jari tengahku ke dalam liang memeknya.

“Mainin memek mama… nanti kalau mama horny gimana?” tanya Mama Nies sambil membalas dengan memegang dan meremas-remas kontolku yang sudah mulai ngaceng.

“Ngentot bisa… tapi gak boleh lama-lama,” sahutku.

“Kalau kamu belum ngecrot setelah limabelas menit gimana?”

“Kan bisa dilanjutin di hotel nanti,” sahutku sambil berusaha untuk memasukkan kontolku ke dalam memek Mama Nies dalam keadaan sama-sama berdiri di dalam bak besar ini. Sementara air panas mineral merendam kami sebatas dada.

Dengan bantuan sabun batangan (murahan), yang sudah kugogok-gosokkan ke liang memek Mama Nies, akhirnya aku berhasil membenamkan kontolku ke dalam liang memek Mama Nies.

Mama Nies menggigit telingaku perlahan, lalu berbisik, “Kamu nakal juga ya…”

“Kalau gak nakal bukan cowok Mam,” sahutku sambil mulai mengentotnya.

Mama Nies mendekapku sambil bersandar ke dinding. Sambil melumat bibirku pula.

Aku semakin massive mengentot ibu tiriku yang cantik dan menggiurkan ini.

“Disetubuhi sama kamu… aaaah… sambil berdiri pun enak, Leon… aaaah…” ucap Mama Nies setengah berbisik. Terengah-engah pula.

Aku mengentot Mama Nies dengan gerakan yang cepat. Karena aku ingin agar jangan terlalu lama bersetubuh di dalam kamar mandi berbau uap belerang ini.

Dan aku berhasil. Hanya belasan menit aku mengentot Mama Nies, lalu moncong kontolku menyemprot-nyemprotkan sperma di dalam liang memek ibu tiriku… crot… croooootttt… crooootttt… croooott… crot… croooooottttt…!

“Nakal kamu… mama kan belum apa-apa…!” ujar Mama Nies sambil mencubit pipiku.

“Nanti kita jalan-jalan ke hutan… memek Mama akan kujilatin sampai orgasme di hutan pinus.”

“Nggak mau ah. Tengah malam gini mau ke tengah hutan segala. Kalau ada ular gimana?”

“Ya udah. Sabar aja dulu ya Mama cantik… nanti di hotel kita ulangi lagi. Mau main dua kali lagi juga bisa.”

Mama Nies mengangguk sambil tersenyum manis.

Lalu kami benar-benar mandi. Menyabuni tubuh kami di dalam rendaman air panas. Lalu membilasnya dengan air biasa, tanpa merasa dingin lagi. Padahal air pembilas tubuh kami cukup dingin.

Dalam perjalanan pulang menuju Bandung, kami masih sempat membeli jagung bakar dari warung yang kami lewati.

Setelah menghabiskan jagung bakarnya, Mama Nies bersenandung terus di dalam mobilku. Dari lagu-lagu Sixpence non the richer sampai lagu-lagu Adele.

“Mama lagi bahagia ya?” cetusku di belakang setir.

“Iya Sayang, “Mama Nies menyandarkan kepalanya di bahuku lagi, “karena mama sudah punya kamu yang sangat memuaskan birahi mama.”

“Tapi nanti kalau sudah tiba di kampung Mama gimana? Pasti pada sibuk kan? Terus kalau aku lagi kepengen… gak bisa ngapa-ngapain. Heheheee…”

“Gampang. Di kampung mama ada hutan kayu albasia…”

“Heheee… terus Mama mau ngajak ngentot di tengah hutan?”

“Hutannya punya orang tua mama. Jadi takkan ada orang berani lewat situ, karena dipagar kawat di sekelilingnya. Eeeh… mama punya adik bungsu yang cantik lho. Nanti mama kenalin ya.”

“Lho… Mama mau ngejodohin nih ceritanya?”

“Bisa juga. Sekadar berteman boleh. Dijadiin calon istri juga boleh. Asalkan Leon tetap mau berhubungan dengan mama. Yaah… mama sih ditengok seminggu dua kali juga cukup.”

“Aku belum mikirin pacaran dulu Mam. Nanti kalau sudah selesai kuliah, baru bisa mikirin ke sana. Apa lagi sekarang, kalau tuntutan biologis sedang menagih-nagih, kan sudah punya Mama Nies.”

Mama Nies mencium pipi kiriku, lalu berkata setengah berbisik, “Kapan pun kamu mau, tinggal kirim WA aja ke mama. Terus janjian mau ketemuan di mana gitu.”

Aku mengangguk-angguk di belakang setir mobilku.

Keesokan harinya, aku dan Mama Nies sama-sama bangun terlambat. Karena tadi malam, setibanya di hotel Mama Nies ingin dientot lagi, mengingat di pemandian air panas belum orgasme.

Terpaksa kuladeni lagi, meski badan sudahg terasa letih sekali.

Setelah mandi bareng dan sarapan pagi (yang dimakan jam 12 siang), kami pun melanjutkan perjalanan menuju perbatasan Jabar dengan Jateng.

Di jalan Mama Nies memperlihatkan foto adik bungsunya itu. “Ini foto adik mama yang paling bungsu itu. Baru selesai SMA. Mungkin nantinya akan tinggal di rumah mama setelah kuliah di kampus Dina.”

Kuperhatikan foto yang Mama Nies keluarkan dari tas kecilnya itu. O my God… memang cantik adik Mama Nies itu. Malah mirip artis Korea, karena mayanya agak sipit. “Kok mirip amoy, Mam?” cetusku sambil mengembalikan foto itu kepada Mama Nies.

“Memang amoy,” sahut Mama Nies sambil memasukkan kembali foto itu ke dalam tas kecilnya, “setelah ibu kandung mama meninggal, ayah mama menikah lagi dengan mualaf keturunan Tionghoa. Makanya adik mama itu kelihatan amoy sekali.”

“Siapa namanya?”

“Lily. Nama panjangnya sih Liliana.”

Aku tidak menanggapi lagi.

Tapi diam-diam aku sedang menghafalkan nama adik bungsu Mama Nies itu. Lily Liana… Lily Liana…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu