3 November 2020
Penulis —  kurawa100

Akibat Vacuum Cleaner

Paginya, aku bangun lalu mandi. Kupakai baju kerjaku, memasang nama di dadaku. Kumasuki kamar anakku. Kubangunkan dia. Marah.

“Bangun!”

“Huh? Oh, mah.”

“Ayo mandi, lalu sarapan. Mama mesti ngomong sama kamu.”

“Uh-oh.”

Aku keluar dan ke dapur. Membuat sarapan. Bima datang. Rambutnya basah, tubuhnya berkilau, hanya memakai handuk.

“Duduk.”

“Jadi, mama marah?”

“Mama tak hanya marah.”

Ia makan sarapannya. Aku tetap berdiri. Kusilangkan tanganku di dada. Kutatap dia.

“Semalam kau keterlaluan.”

“Mama menyukainya.”

“Diam! Dengarkan mama!”

“Tiga bulan lagi kamu ebtanas. Jadi, setelah kau lulus, mama mau kau pergi dari rumah ini. Kamu mengerti?”

“Mama serius?”

“Mama tidak bercanda.”

“Tapi bima anakmu mah.”

“Kamu bukan lagi anakku sejak meniduriku.”

“Apa artinya ini?”

Ia berdiri. Aku mundur selangkah.

“Jangan macam-macam. Jangan kira aku takkan lapor polisi.”

“Mah, mama menginginkannya. Dengar, bima ngerti mama marah. Tapi mama tetap mama bima, dan mima masih mencinati mama. Jika mama menyukainya dan bima juga menyukainya, kenapa kita tak boleh ewean?”

“Karena itu salah, bima!”

Ia maju selangkah tapi langsung kuambil pisau mentega dan memegangnya.

“Oh tuhan. Mah.”

“Jangan melangkah.”

“Tenang mah. Takkan ada yang tahu. Hubungan kita tetap tak berubah. Dengar…”

Ia mundur selangkah.

“Bima tahu bima jarang nurut. Jarang beres kamar, jarang buang sampah. Tapi bima janji, bima akan berubah jadi lebih baik. Hanya saja, mama tahu, kadang kita ewean.”

Kutaruh pisau.

“Bima. Mama tak menginginkannya. Mama serius, 3 bulan lagi. Dan mungkin setelah kamu keluar, jika kamu berkelakuan baik, mungkin mama akui bima lagi. Tapi mama tak bisa memaafkan apa yang telah terjadi. Sekarang, mama kerja dulu.”

Aku melangkah melewatinya, tapi ia memegang pinggangku.

“Tunggu.”

“Lepaskan bima.”

“Bima mau bicara. 3 bulan? Baiklah, mama benar. Mama seharusnya mengusir bima.

Kucoba singkirkan tangannya, tapi ia tetap memegangnya. Ia kembali menyeringai.

“Jadi, kurasa hanya tinggal 3 bulan bima bisa nikmati memek mama.”

“Tidak, bima.”

“Yah, sebab kupikir mama juga menginginkannya seperti bima, hanya saja mama tak mau mengakuinya.”

Ia menarikku lebih dekat. Aku mulai berontak.

“Hentikan bima. Atau mama lapor polisi.”

Dia tertawa. Membalikan tubuhku lalu mendorongku ke meja hingga wajahku berhadapan dengan piringnya, menarik tanganku kebelakang dan memegangnya.

“Oh tuhan. Tidak, jangan lagi.”

Aku menangis.

“Mama mohon. Jangan. Mama akan laporkan ke polisi!”

“Benarkah?”

Tangannya mengelus pantatku. Kupalingkan wajahku menatapnya. Ia membuka handuknya hingga kontolnya bebas. Kontolnya telah mengeras dan didekatkannya ke pantatku.

“Bima pikir mama akan melapor.”

“Ya.”

“Mereka akan menangkap bima atas perkosaan. Bima akan dipenjara. Bima takkan dapat kerja. Hidup bima bakal hancur. Ya, bima kira mama akan melapor sekarang juga.”

Kututup mataku saat ia mulai meraba cdku.

“Bima, mama mohon. Aku mamamu. Kamu tak bisa ngentot seenaknya.”

“Itulah yang bima lakukan. Kan bima jadikan mama pelacur bima. Akan bima entot mama sesukanya.”

Elusannya beranjak ke memekku. Jarinya ditekankan membuatku melenguh.

“Jangan nak, memek mama sakit. Saat mama bangun, memek mama memerah. Tolonglah nak, jika kamu mencintai mama, jangan seperti ini.”

Ia pelorotkan cdku hingga ke lutut. Lalu ia lebarkan kakiku dengan kakinya hingga memekku terbuka.

“Memek mama memang merah.”

Jarinya meremas memekku.

“Jangan nak. Mama sepong saja kontolmu. Mama takkan gigit. Tolong jangan ewe mama lagi.”

“Yah.”

Ia menyeringai. Kontolnya digesekan ke klitorisku.

“Apakah sekarang bagimu mama hanyalah untuk kau ewe?”

“Ya, untuk 3 bulan ke depan.”

Ia mulai menekan kontolnya ke memekku yang kering. Sakit rasanya. Aku tak siap diewe pagi ini.

“Ow, ow, ow! Tunggu, nak. Mama tak siap. Memek mama sakit.”

Ia tarik kembali kontolnya. Kuhirup nafas.

“Sial.”

“Biarkan mama bangun nak. Mama ingin sepong kontolmu. Mama takkan melawan. Tolong jangan memek mama. Rasanya sakit.”

Ia angkat tangannya mencolek dan mengambil mentega. Aku berbisik.

“Oh tuhan.”

Tangannya mengoleskan mentega ke memekku. Kututup mataku. Kontolnya menekan klitorisku lalu menusuk memeku dengan lumasan mentega. Aku mengerang. Dia melepas tanganku lalu memegang pantatku. Tetap menekanku agar tak bangkit. Ia tahu aku takkan beranjak.

“Enakkan? Ayo mah bilang. Bima tahu mama menyukainya.”

“Ya.”

Aku menghela pelan, dan aku menyukainya. Memeku terasa panas dimasuki kontolnya, tapi tuhan, tetap saja aku menyukainya. Ia mulai dengan pelan hingga memekmu beradaptasi lagi.

“Oh.”

“Benarkan. Bima juga bisa lembut.”

“Ini salah.”

“Kenapa?”

“Karena. Karena…”

“Benar.”

“Tuhan. Aku benci ini karena nikmat. Dasar anak nakal membuat mama melakukan ini.”

“Membuat mama menyukainya?”

“Ya. Ewe saja mama lalu tinggalkan mama sendiri.”

Kulebarkan kakiku. Sementara lututku terkunci cdku. Aku menelan ludah.

“Mama ingin diewe bima?”

“Tidak, tapi jika bima ngewe mama, lebih keras lagi.”

“Mama ingin diewe lebih keras lagi?”

Ia sengaja memelankan tusukannya. Aku ingin diewe lebih keras, meski memekku sakit. Aku ingin diewe lebih keras dan dalam.

“Tidak.”

Aku bohong.

“Mama hanya ingin ini cepat berlalu.”

“Cepat berlalu? Bima baru saja mulai. Saat mama pulang kerja. Akan bima ewe lagi. Lalu mama masak. Setelah makan, bima ewe lagi. Dan setelah mama di ranjang, bima ewe lagi. Bima mungkin tidur di ranjang mama.”

“Tuhan…”

“Dan besok pagi…”

Ia tekan kontolnya lebih keras hingga mentok. Tanganku menabrak gelas. Aku tak peduli. Aku hanya ingin dia melakukan itu lagi.

”… besok, kurasa bima akan bangun lebih pagi, mandi dengan mama agar kontol bima dibersihkan mama sebelum ngewe lagi.”

Ia percepat ritme tusukan kontolnya pada memekku yang makin basah hingga membuat mejanya bergetar. Aku mengigau nikmat. Bahkan tak lagi kurasakan sakit pada memekku. Aku hanya ingin dia terus mengentotku dan aku senang dia perlakukan aku seperti ini. Aku berbisik.

“Oh… mama hampir keluar.”

“Bima tahu. Mama terus bilang gak menginginkannya dan terus keluar. Oh. Mama tak tahu apa yang mama inginkan yah?”

Kugigit bibirku, lalu menjerit saat orgasme melanda. Kakiku terangkat dari lantai. Cd ku robek saat kucoba melebarkan kakiku agar kontolnya menusuk makin dalam. Kenikmatan yang sangat membuatku menjerit dan menangis agar dia berhenti.

“Berhenti dulu nah. Oh, nikmat… tolong nak.”

Ia pelankan ritmenya. Aku terengah-engah di meja, rasanya memekku makin sensitive. Ia mulai lagi tusukannya. Aku tahu ia akan segera memuncratkan sperma lagi. Tuhan, gimana jika aku hamil?

“Oh. Bima gak tahan mah…”

Ia muncratkan spermanya memenuhi memekku, seperti tadi malam, dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Spermanya bercucuran dari memekku. Kenapa rasanya nikmat? Aku berbaring di meja saat ia cabut kontolnya. Kurasa aku tak sanggup berdiri. Aku tak berdaya.

“Oh, sial. Bima telat sekolah.”

Kudengar ia berlari. Lalu muncul lagi, memakai pakaian. Lalu pergi.

“Selamat tinggal mah.”

— Bersambung —

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu