3 November 2020
Penulis —  kurawa100

Akibat Vacuum Cleaner

Aku terbangun tengah malam karena bima mengejutkanku. Saat mataku terbuka kulihat kontolnya di hadapanku. Ia tak memakai celana.

“Tidak, bima, kembali ke kamarmu. Sekarang!”

“Bima ingin keluar mah.”

“Baru saja tadi kau keluar. Mama tak bisa terus begini.”

“Bima dengar mama mainkan memek mama setelah di kamar.”

Aku bangkit dan kunyalakan lampu.

“Apa yang mama lakukan di kamar mama sama sekali bukan urusanmu.”

“Ya, tapi mama juga terangsang kan.”

“Bima, mama juga punya kebutuhan. Tapi bukan berarti mama mau melakukan apa saja denganmu. Apa kamu dengar mama meminta bantuanmu?”

“Jika mama minta bantuan, bima akan datang.”

“Bima, cukup.”

“TIdak mah, bima serius. Gini saja ma, gimana kalau bima jilat memek mama dan mama hisap kontol bima. Kita bisa main 69.”

“Tuhan, tentu saja tidak. Kau, anak muda, takkan melihat milikku.”

“Kalau gitu, hisap kontolku.”

Tangannya mendekati kepalaku.

“Tidak. Mama takkan menghisapnya lagi. Mama sudah bilang. Tidak berarti tidak.”

Aku mundur menghidari tangannya.

“Tolonglah mah, bima butuh bantuan.”

Bima merajuk seperti biasa.

“Meski mama mau, mama tak bisa. Rahang mama sakit, tenggorkan mama juga sakit. Dan mama lelah, mama tak lagi muda. Umur mama udah 35. Mama tiap hari kerja. Tidurlah, dan mungkin jika bima baik, sabtu nanti mama akan kocok saat bima mau keluar. Hanya itu.”

“Bima tak bisa menunggu mah.”

Bima mulai menaiki ranjangku. aku menghindar.

“Tidak, bima.”

Anakku mulai mendekatiku, kontolnya makin mengeras tapi dibelakangku ternyata tembok.

“Bima, mama mohon.”

“Kocok saja mah.”

“Tidak. Ini salah, sudah mama bilang. Bima mesti masturbasi sendirian saja.”

“Sudah bima coba mah.”

“Gimana kalau mama kasih cd yang mama pakai? Bisa bima pake.”

Dia menatap kakiku dan cd putihku. Bajuku telah tak bisa menutupinya. Kacau, cd ku basah oleh cairanku.

“Baiklah mah.”

“Oke? Bagus nak. Sekarang kembali ke kamarmu, nanti mama berikan.”

“Tidak. Biarkan bima gesekkan kontol bima sekarang.”

“Mama takkan melepasnya dihadapanmu.”

“Mama tak perlu membukanya. Pake saja ma.”

Aku mengerti maksudnya. Aku tak menyukainya.

“Tidak bima, tidak boleh nak.”

“Dengar, bima mencoba berbuat baik. Bima hanya menggesekkannya saja ke cd mama, saat mama memakainya. Jadi mama tak perlu telanjang.”

“Memekku di sana nak, kau akan menggesek memek mama.”

“Ya, bima tahu mah. Ayolah, tolong bima.”

Dia memegang pinggangku. Aku tahu bima tak perlu jawaban. Aku berusaha menolaknya.

“Bima hentikan. Mama takkan melakukan ini. Ini salah.”

Saat aku terbaring, dia memegang pahaku, melebarkannya. Tuhan, dia sangat kuat. Pahaku terbuka, nampaklah selangkanganku yang tertutup cd. Tubuhku bereaksi lain, memekku makin basah memikirkan kontolnya menggesek cdku. Aku terus meronta, mencoba mendorongnya menjauh. Tapi saat kontolnya mendekati cd ku, aku tahu tak ada gunanya meronta.

“Oke, tunggu sebentar ma.”

Bima memegang kontolnya, mengarahkanny ke cd ku.

“Mama biarkan bima kali ini. Tapi jika bima membuka cd mama atau mencoba ngewe mama, mama takkan mengakuimu lagi sebagai anak mama.”

“Bima takkan melakukan itu. Biarkan saja bima menggeseknya.”

Ia tekan cd ku dengan kontolnya tepat di atas klitorisku. Membuat tubuhku bergetar nikmat, aku benci betapa aku menyukainya.

“Oh.”

“Tenang mah.”

Lalu kontolnya digosokan ke sepanjang memekku. Aku mendesah.

“Bima, mama mohon jangan ngewe mama, nak.”

“Bima tak bisa ngewe menembus cd mah, tenang saja.”

Kuambil nafas perlahan saat ia mulai lagi menggesekkan kontolnya hingga helmnya beradu menggesek klitorisku. Kutekan kepalaku ke bantal, kututup mataku dengan tanganku. Aku seperti menangis.

“Mama tak percaya membiarkanmu melakukan ini. Mama sungguh ibu yang buruk.”

“Mama justru ibu yang sempurna. Hanya ibu yang sempurna yang membiarkan anaknya melakukan ini.”

Kontolnya ditekankan pada liang memekku.

“Jangan begitu. Jangan coba menusukan kontolmu.”

“Tentu tidak mah.”

“Jangan menekannya seperti itu. Mama sungguh-sungguh.”

“Santai mah. Coba nikmati saja.”

Ia sapukan lagi kontolnya ke klitorisku, memfokuskannya. Oh tuhan, nikmat sekali. Aku tak ingin mengerang, tapi tak bisa menahannya. Memekku disentuh kontol, dan aku menyukai rasanya. Aku bergumam.

“Oh tuhan.”

Ia rapatkan pahaku, hingga kontolnya tertekan ke memekku. Lalu ia mulai memompa pahaku di atas memeku. Ia pegang bajuku, menaikkannya dan membukanya hingga susuku yang kecil terlihat. Tangannya menyentuh susuku, jarinya memilin putingku. Aku bahkan tak bereaksi. Aku dijamahnya dan tak ada yang bisa kulakukan.

Lalu semua mulai kacau. Saat ia menarik kontolnya, helmnya selip ke dalam cd ku dan batangnya mulai masuk ke bawah cd. Kurasakan kontolnya menyentuh memekku. Langsung kupegang tangannya agar berhenti dan membuka pahaku.

“Berhenti. Hati-hati!”

Ia berhenti dan melihat ke bawah. Cdku condong ke pinggir. Bibir memekku terlihat. kontolnya ada di dalam cd ku. Kepalanya di luar cd sedang batangnya menempel pada memeku.

“Oke, berhenti dulu.”

Kulepaskan kontolnya dan kubetulkan cdku.

“Kita tak bisa melanjutkan.”

Ia mundur, mungkin akan berhenti. Ternyata ia pegang cdku, mengangkatnya dan kembali memajukan pinggulnya. Kontolnya mengenai memekku, kulit menyentuh kulit. Memekku makin basah dibuatnya. Aku terengah-engah.

“Jangan.”

Aku menunduk, menyelipkan tanganku antara kontolnya dan memekku. Tapi ia menekan kontolnya melewati jariku dan memekku. Kucoba menghentikannya tapi tak berguna.

“Hentikan bima. Tolong, kita tak boleh begini, tidak dengan anakku sendiri. Mama mohon. Hentikan.”

“Oke mah.”

Ia menghela. Lalu menarik kontolnya. Lalu ia memakaikan lagi cdku. Hingga memekku tertutupi cd lagi. Ia mengangkat tanganku yang menutupi selangkangannya.

“Lebih baik kan.”

Lalu ia majukan lagi kontolnya hingga menempel pada cdku. Ia pukul pukulkan helmnya. Kuperhatidan dia. Lalu dia mulai menekan kontolnya. Cd ku ikut tertarik bersama helm kontolnya. Kurasakan kain cd yang mulai menusuk. Kupegang bahunya.

“Bima.”

“Bima tak nimbus cd mama.”

Ia seperti mendorong hingga kontolnya tercetak oleh cdku. Helmnya mulai memasuki liang memekku.

“Bima. Kontolmu mulai masuk memek mama! Hentikan!”

“Tidak mah, hanya mendorong saja.”

Tapi cd ku sepertinya lebih banyak berada di memekku daripada menutupi memekku. Kupegang batang kontolnya.

“Hentikan bima. Mama tahu apa yang kamu lakukan. Kita tidak bisa!”

“Kita bisa mah. Mama tahu mama menginginkannya.”

Ia menatap mataku. Kontolnya menekan cdku saat ia dorong, tapi memekku malah membuka saat helm kontolnya masuk. Klitorisku berdenyut antara sakit dan nikmat. Sudah lama aku tak ngewe, hingga aku tak siap, apalagi kontolnya termasuk besar. Kurapatkan memekku agar kontolnya tak masuk lagi. Kutekan dadanya, tapi ternyata tak membantu sama sekali.

“Jangan bima, aku mamamu. Apakah itu tak berarti bagimu?”

“Yah. Artinya memek mama milik bima.”

Ia tekan lagi kontolnya dan sobeklah cdku. Aku menghela menahan nafas. Batangnya masuk tanpa ada penghalang. Kontolnya di dalam memekku. Kugigit bibirku. Kontolnya sungguh besar dan memekku sangat kecil. Bibir memekku meregang seiring kontolnya. Oh tuhan, betapa nikmatnya. Kututup mataku dan air mata jatuh di sudut mata.

“Oh…”

“Oh… yes.”

“Mama tak percaya kamu ewe mama.”

“Yeah. Kuewe mama.”

Ia tarik kontolnya, lalu menusukkannya kembali. Aku meringis.

“Oh tuhan, apa yang kau lakukan nak? Cabut! Ini salah nak.”

“Mama menyukainya kan.”

Ia memompa kontolnya lagi. Kakiku bergetar, jari kakiku mengeriting.

“Oh, kontolmu besar sekali. Tuhan, aku tak bisa.”

“Tentu mama bisa.

Ia gerakkan kontolnya pelan, kontolnya menghilang ditelan memekku. Aku tak percaya semuanya bisa masuk. Aku berbisik.

“Mama malu.”

“Karena mama menyukainya?”

Ia pegang pinggulku. Ia tarik kontolnya dan menusuk kembali. Rasanya perutku ditusuk helmnya. Aku mengerang.

“Oh, pelan-pelan nak.”

“Bilang mama menyukainya dan bima akan pelan-pelan.”

Kugelengkan kepalaku.

“Mama takkan bilang begitu.”

Ia terus menusukkan kontolnya. Aku mengerang dan merintih.

“Jangan terlalu dalam nak.”

“Mama sangat basah.”

Ia tarik dan tusukkan kembali kontolnya lebih dalam. Aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali melihat kontolnya menjamah memekku. Batangnya basah oleh cairan. Ia dorong lagi kontolnya, keras, tanganku menekan tembok.

“Oh.”

“Akui mama ingin diewe bima.”

“Tidak.”

Ia terus memompa kontolnya. Kutahan diriku agar tak bergerak, merintih sementara ia menusuk memek kecilku, klitorisku mengeras dan ikut terbawa masuk. Ia mulai mempercepat ritmenya. Aku mengerang keras. Aku tak bisa menahannya. Aku akan keluar dan dia akan tahu.

“Oh tuhan. Oh. Oh… oh…”

“Mama keluar?”

Bima tertawa.

“Bima tahu mama menyukainya.”

Kakiku gemetar dan memekku membasahi batang kontolnya makin melumasinya. Ia makin keras ngewe. Meski memekku makin sensitif, ia terus saja mendorong kontolnya. Kucoba agar memelankannya dengan tanganku, tapi tak berguna. Ia tetap ngentot. Aku mengerng terus. Aku tahu ia bakal membuatku orgasme lagi.

“Tuhan. Oh… Bima…”

“Ya mah. Bilang mah, bilang mama menyukainya.”

“Mama keluar lagi!”

“Bima tahu.”

Kontolnya makin keras menekanku hingga pantatku terangkat.

“Oh, mah. Bima mau keluar mah.”

“Jangan. Jangan di dalam! Mama mohon! Mama hisap hisap aja. Keluarkan nak.”

Spermanya muncrat. Memenuhi memekku dengan lahar panas. Aku mengerang dan menutupi wajahku.

“Tidak…”

“Ya.”

Bima mengerang. Kontolnya masih menyembur di dalamku. Tak ada yang bisa kulakukan. Ia keluar di memekku. Sungguh buruk.

“Oh tuhan.”

“Oh.”

Tusukannya melemah. Ia jatuh menindih tubuhku tapi langsung kugulingkan. Kontolnya lepas dari memekku. Aku bangkit menuju kamar mandi, kubanting pintunya.

Aku bercermin, mataku merah karena menangis. Aku sungguh malu. Kulebarkan kakiku melihat memekku. Kurasakan spermanya mengalir keluar memeku.

“Oh tuhan. Oh tuhan, tidak. Apa yang kulakukan?”

Kuguyur tubuhku, kukorek memekku agar spermanya keluar. Aku tahu takk ada gunanya, tapi mesti kucoba. Bima mengetuk pintu kamar mandi.

“Mah? Mama baik-baik saja?”

“Tinggalkan mama. Mama tak ingin bicara sama kamu.”

Ia buka pintunya dan melangkah. Ia menatapku.

“Keluar!”

“Bima ingin memastikan mama gak apa-apa.”

Kubiarkan dia. Ia tak pernah mendengarkanku. Aku marah. Kembali kubersihkan memekku. Aku tak peduli ia melihat. Lagian ia telah ngewe aku.

“Mama malu dan kecewa sama kamu. Mama tak percaya kamu ewe mama seperti tadi, seperti pelacur yang kau ambil.”

Kutunjukan tanganku yang belepotan spermanya.

“Kamu keluar di dalam mama. Apa kamu tahu artinya? Mama akan hamil anakmu. Anakmu, bima. Apa yang kau pikirkan.”

“Bima tak berpikir mah. Bima lagi terangsang. Maaf.”

“Pergi saja. Mama bahkan tak sanggup menatapmu.”

“Ayolah mah, maafkan bima.”

Ia melangkah. Mendekat. Kontolnya setengah mengeras, dipenuhi cairan kami. Ia pegang pinggulku.

“Jangan sentuh mama.”

Aku marah. Tapi dia tak terpengaruh.

“Jangan begitu marah. Bima tahu mama menyukainya. Mama keluar dua kali.”

Dia makin dekat. Mencoba memelukku tapi kutekan dia.

“Hentikan.”

“Akui saja mama menyukai, nikmat.”

“Baiklah. Mama menyukainya karena memang nikmat, tapi tak berarti mama menginginkannya. Sudah mama bilang, mama juga perempuan, punya kebutuhan, tapi kamu anakku. Mama tak ingin seks sama kamu.”

“Kenapa tidak?”

Ia menatap memekku, lalu memegangnya dan mengusap klitorisku. Kusingkirkan tangannya.

“Kenapa tidak? Apa kamu gila? Kamu darah dagingku. Kamu lahir dari memek ini. Kamu tak boleh kembali.”

Ia menyeringai. Lalu ia dekatkan kontolnya ke memeku.

“Tidak. Sudah cukup. Jangan.”

“Aku selalu terangsang mah. Karena mama membuatku terangsang.”

Kucoba mendorongnya. Tapi ia terlalu kuat. Ia menarik tubuhku. Ia arahkan kontolnya dengan tangan.

“Tidak. Bima, jangan lagi nak.”

Tak ada waktu melawan saat ia mendudukanku di lantai. Ia dorong kontolnya ke memekku. Aku mengerang.

“Oh… hentikan nak, jangan ewe mama.”

Ia tekan kontolnya lebih dalam. Aku tak bisa pergi, tak bisa menghentikannya. Ia mulai memompaku. Kontolnya membesar dan mengeras dalam memekku. Aku mengerang.

“Kenapa kau lakukan ini nak?”

“Mama terasa enak. Mama tahu sebelumnya bima belum pernah ngewe.”

Kututup mataku saat ia mulai ngentot memekku. Aku berbisik.

“Hentikan nak.”

Ia tak peduli. Kontolnya makin keras. Aku tak bisa fokus. Kurasakan sensasi kontolnya memenuhi memekku.

“Memek mama nikmat.”

“Mama benci kamu.”

“Ya, tapi mama suka rasanya kan. Mama tak sabar ingin memainkan kontolku setelah mengeluarkannya dari vacuum. Dasar pelacur sange.”

Aku marah padanya. Terlebih karena dia benar. Ya, aku menginginkannya. Ya, rasanya sungguh nikmat. Tapi, beraninya ia mengejekku? Kutampar pipinya. Ia berhenti dan menatapku. Aku tak pernah menampar anakku sebelumnya.

Ia menyeringai. Tangannya memegang kepalaku, mendekatkannya dan menciumku. Kupegang bahunya mencoba mendorongnya tapi kontolnya mulai menusukku lagi. Perlawananku sia-sia. Akhirnya kubiarkan anakku menciumku, mengentotku, meremas dadaku.

Kakiku melingkari tubuhnya saat ia ngewe. Ia tahu ia akan membuatku keluar lagi dan tak kusembunyikan. Aku hanya berteriak dan menarik kepalaku ke belakang.

“Oh, tuhan. Ohh…”

“Yah… kau menyukainya kan pelacur”

“Dasar anak durhaka.”

“Oh… kan kupenuhi memekmu lagi.”

Aku tahu ia akan segera keluar saat ia makin dalam menekankan kontolnya. Lalu kontolnya menyemburkan sperma. Rasanya memekku dipenuhi spermanya. Aku hanya bisa mengerang.

Kami melihat memekku. Melihat kontolnya yang masih menancap. Menyemburkan hingga tetes terakhir. Akhirnya ia cabut kontolnya.

“Nikmat luarbiasa.”

“Apa kau selesai?”

“Huh?”

“Mama tanya sudah selesai? Apa kamu sudah cukup ngentot mama nak?”

“Ayolah mah. Gak apa-apa kok kalau memang suka.”

“Mama hanya ingin sendiri. Pergilah nak.”

Ia bangkit dan keluar. Kubersihkan lagi memekku. Akhirnya memekku dimasuki kontol lagi setelah sekian lama. Aku kembali ke kamar. Ke ranjang. Tidur. Anakku ngentotku dua kali. Rasanya ini salahku. Seperti kubiarkan dia melakukannya. Aku benci diriku. Aku tak pernah sekecewa ini sama bima. Ia memperkosaku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu