3 November 2020
Penulis —  kurawa100

13 Tahun Terpisah, Ibuku Menjadi Kekasihku

Menyadari keadaan ekonomi yang tidak mendukung seorang ibu berencana untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi agar ia bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Kebetulan di sebuah kota ada seseorang baik yang mendedikasikan hidupnya untuk mengurus bayi-bayi yang tidak diinginkan atau tidak bisa diurus oleh orang tua mereka. Yang perlu orang lakukan adalah meletakkan bayinya di sebuah kotak yang telah disediakan dan pergi. Dan itulah yang dilakukannya.

Dengan sebuah selimut ia bungkus anak pertamanya. Didalamnya ia sisipkan nama sang anak, “Henri”.

Mata polos sang bayi yang belum mengerti apa-apa itu memandang lurus kepadanya, seolah memanggilnya, “Ibu, mau kamana?” Bola mata sang bunda menjadi berkaca-kaca menghadapi kenyataan ia tidak akan pernah bisa mengurus darah dagingnya.

“Maafkan ibu, nak. Semoga masa depanmu lebih baik ya”

Sang jabang bayi itu tiba-tiba menangis mungkin ia mengerti akan berpisah dengan ibu kandungnya.

Disekanya air mata anaknya dengan telapak tangannya.

“Cup… cup jangan nangis nak… jadi anak yang baik ya…”

Si ibu bergegas dan meletakkan bayinya di kotak bayi. Lalu ia pergi tanpa berpikir akan pernah berjumpa lagi dengan darah dagingnya lagi.

Henri dirawat oleh orang baik tersebut bersama dengan anak-anak lain hingga ia berusia 3 tahun. Kemudian datanglah sepasang suami istri yang ingin mengadposinyai menjadi buah hati mereka sebab mereka tidak bisa memiliki anak.

Henri beranjak memasuki usia remaja. Seperti anak muda lainnya ia memiliki FB untuk eksis di sosmed.

Sunguh tidak dinyana ia berkenalan dengan seorang wanita. Ternyata itu adalah ibunya. Wanita itu mengenali Henri dari fotonya. Di foto itu Henri sedang bergaya iseng mengenakan selimut yang digunakan saat ia masih bayi sebagai kerudung. Ibunya mengenali selimut itu, Sebab selimut itu adalah buatan tangannya.

Pertama-tama Herni tidak percaya kalau wanita yang menyapanya di FB itu adalah ibunya. Tetapi ketika ia melihat foto yang sempat diambil oleh ibunya bersama dirinya waktu bayi dengan selimut itu, ia pun percaya. Sungguh kebetulan sekali setelah sekian tahun berpisah mereka bisa bertemu lagi. Mereka pun melepas rasa kangen mereka di FB chat.

Suatu hari mereka memutuskan untuk bertemu di depan sekolahan. Bukan main bahagianya mereka saat saling berjumpa. Isak tangis pun mewarnai pertemuan mereka.

Frekuensi pertemuan mereka pun semakin meningkat, kadang di mall, kadang di rumah makan. Hingga akhirnya mereka mulai bertemu di kediaman sang ibu.

Lama kelamaan hubungan mereka semakin akrab. Si ibu pun tidak sungkan-sungkan lagi untuk memeluk-meluk putranya. Memberikan kecupan kasih sayang kepada anaknya. Demikian juga Henri tidak malu-malu melakukan hal yang sama.

Wajah Henri dan karakteristik serta tingkah lakunya mirip dengan ayah kandungnya. Setiap kali si ibu bersama anaknya ia merasa sedang bernostalgia bersama dengan ayahnya dulu. Mulailah di dalam hatinya timbul harapan hubunganya dengan Henri lebih dari sekedar ibu dan anak.

Ia kini suka mengecup Henri di telinganya dan di bibirnya namun dengan cara yang menjurus ke ciuman seksual meskipun dibuat tidak terlalu ketara. Selain itu tangannya suka ia letakkan dekat-dekat ke selangkangan Henri, sehingga kalau ia bergerak, pasti tersentuh bagian privatnya.

Awalnya perbuatan ibunya Henri anggap biasa saja, tapi lama kelamaan ia mulai measakan ada sesuatu yang lain.

HIngga suatu hari ibunya mulai terang-terangan memasukkan tangannya ke dalam celananya dan meremas kemaluannya.

Saat itu juga raut wajah Henri berubah. Ia pun buru-buru permisi pulang.

Hubungan keduanya menjadi renggang. Henri selalu menghindar dan dapat lagi ditemui di sekolah. Sang ibu berusaha mengontaknya melalui FB chat, tapi ia tidak mendapat balasan.

Hingga suatu waktu, sang ibu mendapatkan pesan di inbox.

“Ibu… kenapa ibu lakukan itu?”

Sang ibu tampak senang sekali anaknya menghubungi dirinya lagi, meskipun ia harus berhadapan dengan pertanyaan yang sulit.

“Maafin ibu, nak kalau sudah membuatmu tidak nyaman.”

“Henri padahal senang banget bisa berjumpa sama ibu. Doa Henri akhirnya terjawab.”

“Henri, ibu janji.. tidak akan melakukan itu lagi. Jangan marah ya ke ibu.”

”… Henri kangen ibu…”

“Ibu juga nak…”

“Aku sayang sama ibu…”

“Iyah nak…”

“Aku mau ketemu lagi…”

“Ya udah.. kita ketemu di KFC yah..”

“Gak… di rumah ibu aja.”

“Ya udah, besok ibu jemput yah di sekolah.”

“Iya”

Keesokan harinya seusai sekolah, Henri dijemput dan tiba di rumah ibu kandungnya.

“Henri sudah makan? Ibu masakin yah. Mau makan apa?”

“Nasi goreng!”

“Ya udah, tunggu sebentar, ya”

Si ibu menyiapkan masakan di dapur. CSsshhh suara minyak panas di wajan. Selagi ibunya memasak, Henri memperhatikan sosok wanita yang telah melahirkannya itu. Tingginya setinggi rata-rata wanita Indonesia pada umumnya. Pinggulnya lebar dan kalau sedang berdiri suka menumpukan beratnya di salah satu kakinya sehingga ia jarang kelihatan berdiri lurus.

Tak berapa lama masakan pun jadi dan mereka menikmati hidangan itu.

“Hmm… lezaaat…” ujar Henri.

“Dihabisin yah..”

“Iya bu…”

Setelah makan mereka tidur-tiduran di sofa dan keduanya berbincang-bincang tentang pelajaran di sekolah, teman-temannya dan lainnya. Sampai pembicaraan menjurus ke seks.

“Bu… apakah orang tua itu biasanya melakukan hubungan seks dengan anak-anak mereka?”

Si ibu terkejut dengan pertanyaan anaknya, dan merasa berasalah.

“Henri, dengar, nak… lupakanlah apa yang terjadi waktu itu…”

Henri langsun memotong.

“Karena orang tua angkat Henri juga ngeseks sama Henri… Henri kira, karena mereka bukan orang tua kandung makanya mereka lakukan itu ke Henri”

Si ibu terkejut mendengar pengakuan anaknya.

“Yang bener, Henri. Kamu jangan bohong yah…”

“Henri gak bohong bu… kata mereka itu tanda cinta mereka ke Henri.”

Si ibu terdiam seribu bahasa.

“Ibu juga melakukan ‘itu’ ke Henri. Kalau memang itu memang tanda untuk menunjukkan cinta, Henri mau melakukannya dengan ibu.”

Si ibu birahinya langsung naik mendengar ucapan anaknya.

“Nak… plis jangan goda ibu seperti itu… kalau kamu bicara seperti itu… ibu akan…”

“Apa? Ibu akan… apa?” tanya Henri lirih.

Sedetik tiga detik si ibu terdiam, matanya beradu pandang dengan Henri. Tanpa bicara lagi sang ibu langsung membuka sabuk dan celana anaknya dengan tergesa. Ditariknya turun bersama-sama dengan CDnya hingga Henri setengah bugil. Jantung sang ibu berdebar-debar melihat alat kelamin Henri yang berukuran sedang itu.

“Ahh… ibu… ahh…”

Diciuminya kedua paha Henri bergantian, makin lama makin ke atas, sampai akhirnya mencapai buah zakarnya, kemudian ia hisap dan jilat-jilat.

Henri mengernyitkan alisnya menahan kenikmatan dari batangnya. Melihat ekspresi anaknya si ibu menjadi gemas dan semakin terbakar nafsunya. Ia cium putranya yang baru duduk di bangku SMP itu.

“Henri oh Henri… Ibu sayang Henri…”

“Henri juga…”

Penis Henri mulai menjadi basah. Cairan putih perlahan keluar sedikit demi sedikit dari belahan kecil di ujung batangnya.

“Ibu ingin kulum penis kamu, boleh.. nak?”

“Boleh…”

Si ibu meraih batang anaknya dan memasukkannya ke mulutnya. Henri menggigit bibir bawahnya menikmati lidah tak bertulang yang menjilati penisnya di dalam rongga mulut itu.

Badannya bergetar saat bibir ibunya perlahan mulai mengurut batangnya dari atas ke bawah, berulang-ulang.

“Oh ibu… itu rasanya enak…”

“Kamu suka nak?”

“Suka, bu…”

Henri lalu meraih kepala ibunya dan menjambak rambutnya. Di buka lebar kedua kakinya sehingga dia bisa bertumbu.

“Bu… Henri entot mulut ibu yah…”

Dengan cepat Henri menggerak-gerakkan pinggulnya naik turun. Penisnya menghujam mulut ibunya tanpa ampun.

Perlahan Henri bangkit dari posisi tidurnya, tanpa menghentikan gerakan pantatnya. Hingga akhirnya ia berdiri dan ibunya terduduk agak sedikit membungkuk.

“Oh ya… ya.. ya… shhh… ibu… aku dah mau keluar…”

Bunyi becek pun terdengar semakin keras.

Tiba-tiba Henri mengejang, “Aahh!!”

Ibunya dapat merasakan cairan panas menembak berulang-ulang di dalam rongga mulutnya, mengenai bagian belakangnya.

Henri mencabut batangnya dari mulut ibunya.

“Telan, bu…”

Tenggorokan si ibu bergerak-gerak tanda ada sesuatu yang masuk melewatinya.

“Owh… seksi… sekali bu…”

Henri memeluk ibunya dan mereka saling berciuman mesra.

“Bu…”

“Yah..?”

“Ibu suka dengan apa yang kita lakukan barusan?”

“Suka… kamu agresif yah rupanya…”

“Kadang… kalau turn on…”

“Ibu bikin kamu turn on…?”

“Iya…”

“Ibu…?”

“Hmm.. apa nak?”

“Boleh Henri buka kancing baju ibu?”

“Ah.. Henri…”

“Kenapa?”

“Ibu horni dengernya…”

“Lebarin juga kaki ibu…”

“Kenapa?”

“Henri mau buka baju ibu, sambil benamin penis Henri di kemaluan ibu.”

“Ahh… Henri… kamu mau buat ibu turn on ya?”

Si ibu membuka kedua kakinya lebar, mengangkat roknya, lalu menyampirkan tepian CDnya. Dengan jarinya ia membuka bibir vaginanya.

“Masukin sayang…”

Henri mengambil posisi di tengah berhadapan dengan ibunya. Ia kocok-kocok penisnya sebentar sambil digesek-gesek di bagian luar vagina ibunya yang yang berbulu dan terawat. Setelah tegang lagi, Ia tusukan ke dalam gua senggama itu.

“Mmmhh…”

“Bagaiman bu… dimasukin penis anak sendiri?”

“Ini pertama kali ibu ngalamin, nak… tegang rasanya…”

“Love you mom”

“Iyah Henri..”

Kemudian satu persatu Henri membuka kancing blus putih ibunya. Iai menelan ludah saat sedikit demi sedikit daerah dada ibunya terbuka. Setelah kancing terakhir terlepas, Henri membuka blus itu dibantu ibunya.

“Buka BH-nya, bu… Henri mau lihat puting ibu…”

Si ibu menuruti perintah anaknya dan melepaskan pengait di dada depannya.

“inikah yang ingin kamu lihat, nak?”

“Iya…”

Tangan Henri mencoba menangkup kedua payudara itu. Rasanya seperti memegang buah melon tapi kenyal. Lalu ujung jari telunjuknya menekan dan memutar-mutar pentil coklat yang telah mengeras dan mencuat.

“Enak Henri digituin… Kamu pasti sering pegang buah dada ibu angkatmu yah…?”

Henri mengangguk.

“Besaran mana?”

“Lebih besar ibu, tapi putingnya besaran ibu angkat.”

“Apakah kalian berdua sering ngeseks?”

Henri mengangguk, “Aku dan ayah angkat juga suka menyetubuhi ibu angkat bareng-bareng.”

“Bagaimana perasaanmu?”

“Awallnya kaget, takut, marah, sedih… dan aku sering merasa melakukan sesuatu yang salah, makanya waktu ibu juga pegang-pegang Henri…”

“Kalau sekarang bagaimana perasaan kamu?”

“Bahagia… karena ternyata itu memang karena cinta, seperti ibu ke Henri sekarang”

“Hmm… ibu buka yah bajunya, sayang… ibu mau lihat kamu bugil.”

“Buka ajah…”

Henri mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan. Si ibu tersenyum merasakan kenikmatan gesekan penis anaknya di lubang senggamanya.

“Aahh…”

Kancing baju seragam Henri mulai terlepas satu persatu, menambah gairah sang ibu. Saat sudah terbuka, telapak tangannya mengusap-usap dada anaknya sambil melepaskan pakaian yang menutupi tubuhnya.

“Mmmhhh…”

Sang ibu menarik anaknya kembali tiduran di atas sofa, dan dia mengambil posisi di atas tubuh Henri. Kemudian sang ibu menggoyang-goyangkan pinggulnya ke depan ke belakang dan memutar, memelintir penis Henri yang bersarang di vaginanya.

“AAhhh… ahh…”

“Gimana Henri enak?”

“Ehemm…”

5 menit menyetubuhi anaknya si ibu akhirnya mencapai puncak orgasme.

“OOOhhhh…”

Srrrr… srrr… srrr…

Cairan kewanitaannya menyemprot keluar dari organ kewanitaannya. Tubuhnya basah oleh keringat. Nafasnya tersenggal-senggal. Lalu ia membungkuk mendekatkan wajahnya ke wajah anaknya.

“Ibu keluar nak… dah sekian tahun, ini kali pertama ibu mengalami orgasme seperti ini lagi.”

“Henri senang, ibu bisa capai klimaks.”

“Kamu belum keluar ya Hen… kuat juga ya kamu?”

Henri tersenyum.

“Kamu mau dikeluarin? Mau diapain, hmn?” tanya sang ibu sambil menoel hidung anaknya.

“Henri mau dikocokin sama ibu, tapi ibu harus sambil pakai gamis dan jilbab, terus masturbasi pakai botol.”

Si ibu agak kaget dengar dia harus masturbasi pakai botol.

“Nanti kalau pecah bagaimana?… pakai sex toy aja yah…”

“Ibu punya?”

“Ada dildo… kamu tahu dildo…?”

“Tahu…”

“Ok yah… jangan pakai botol… yah…”

“Iya, gpp… buruan ya bu ganti bajunya…”

“Selera kamu ada-ada aja dee…”

Ibu Henri pun pergi ke kamarnya dan berganti pakaian gamis dan jilbab. Henri yang penasaran dan kebetulan belum tuntas untuk ronde kedua menyusul ibunya. Saat ia buka pintunya, ia terpana.

“Ibu cantik deh…”

Si ibu terkejut dengan kehadiran Henri, “Eh.. Henri, kenapa dah gak sabar ya…?”

Henri berjalan mendekati ibunya diperhatikan ibunya dari ujung kepala hingga kaki.

“Duduk bu… dildonya mana?”

“Ada di tas, ibu ambil dulu yah…”

Si ibu mengambil sebuah benda panjang bewarna hitam. Lalu ia duduk di pinggir kasur, dia angkat tepian bawah gamisnya yang agak ketat, lalu mengangkang. Benda hitam panjang itu pun dimasukkannya ke dalam lubangnya. Mulat vagina kewantiaannya pun menelan masuk benda beridameter besar itu.

“Ahh… Ayo bu, cepet kocok Henri, dah gak tahan lihat ibu, nafsuin”

Henri menyodorkan penisnya ke ibunya dan langsung disambut oleh tangan ibunya.

“Ah… ahhh.. ah…”

Mata Henri tak berkedip melhat ibunya masturbasi di depanya sambil memakai gamis dan jilbab. Tangannya menggapai payudara ibunya dan meremas-remasnya dengan liar.

Si ibu pun birahi melihat anaknya terangsang oleh dirinya.

“Henri anak nakal… nyuruh ibu sendiri masturbasi di depan anaknya…” goda si ibu.

“Ibu juga wanita nakal, pakai gamis jilbab ternyata suka masturbasi…” balasnya.

“Kamu suka nak, lihat ibu begini?”

“Iyah…”

Mata Henri tak lepas dari daerah vagina ibunya yang ditusuk-tusuk oleh dildo hitam itu. Kocokan di tangan si ibu pun bergerak dengan cepat memberikan kenikmatan luar biasa di batang Henri.

Tiba-tiba Henri mencabut dildo itu dari lubang ibunya.

“Kenapa nak?”

Tanpa menjawab, Henri dengan cepat menubruk ibunya. Sebelum si ibu menyadari apa yang terjadi. Henri sudah melepaskan spermanya di dalam lubangnya.

“Ahhh… Henri keluar…!”

Henri mengecrotkan spermanya cukup banyak di dalam lubang ibunya.

“Oh… kamu keluarin di dalam ya…?”

“Ahhh… Iya… Henri takut ibu gak izinin, jadi Henri langsung ajah…”

“Iiih kamu tuh agresif yah… orangnya…”

Setelah itu mereka berdua berciuman memadu kasih beberapa saat, sebelum akhirnya mandi bareng. Hubungan mereka terus berlanjut demikian juga hubungan seksual mereka.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu