1 November 2020
Penulis —  toketmania

Perkumpulan Rahasia

Sore itu seperti biasa, aku duduk di ruang tengah, dihadapanku ada majalah, laptop, TV tak membuatku mampu mengusir rasa galau di hati. Apakah terus aku biarkan saja petualangan Rey atau kuhentikan sekarang? Apalagi Rey mulai melibatkan orang lain dalam aksinya, kendati… orang itu memberiku kepuasan setelah bertahun-tahun tak pernah mengalaminya.

Deru mobil Rey menghentikan lamunanku, namun degupan jantungku mulai terpacu, apakah aku mampu menatap wajah Yudi, teman Rey tersebut? Namun aku agak heran, hanya Rey sendiri yang masuk.

“Kemana temanmu, Rey?” tanyaku.

“Emm, dia liburan ke bogor, ma. Emang kenapa?” balas Rey.

“Ah, nggak pa-pa, mama cuma tanya aja kok.” jawabku sedikit gugup.

Rey hanya nyengir dan berlalu ke kamarnya setelah mengecup pipiku. Hmm… dia pasti akan memberiku sesuatu lagi neh, entah teh, buah, atau makanan kecil yang kuyakini diberi semacam obat tidur. Malam itu, tak satupun yang disajikan Rey aku telan. Lalu, tanpa menunggu larut, aku masuk ke kamar tidurku dan menguncinya.

Rasa malu kembali menderaku, diikuti rasa tersanjung betapa tubuhku di usia 45 masih mampu membangkitkan hormon pria-pria muda. Aku kemudian berdiri di depan cermin, menanggalkan semua pakaian hingga aku berdiri bugil. Memutar-mutar badan, menyentuh payudaraku yang masih montok berisi, mengelus-elus pinggulku yang masih membulat sexy kontras dengan lingkar pinggang yang masih singset, kemudian menyentuh sudut v diantara dua paha.

Cukup lama kumainkan jari-jemariku di situ hingga kurasakan syaraf-syaraf sekitarnya mengirimkan sinyal-sinyal rasa nikmat, berefek pada semakin memburunya nafas dan memerahnya wajahku. Tubuh sensual ini telah lama disia-siakan, sudah sepatutnya aku mereguk rasa nikmat dari seorang lelaki.

Jglek! gagang pintu mencoba dibuka seseorang. Aku terkejut dan menghentikan lamunan dan kegiatan jemariku pada organ paling intim milikku. Rey… pikirku. Sempat beberapa lama aku tertegun, lalu kuputuskan kembali ke ranjang. Mencoba tidur dalam keadaan telanjang.

***

Tiga hari Rey tak mampu menggarap diriku. Tiga hari itu pula aku belum mengambil suatu sikap tegas terhadap Rey. Sampai kemudian suamiku menelpon, mengatakan bahwa seminggu lagi akan pulang. Membuatku galau, antara merasa berdosa, takut, sekaligus sedikit lega. Hati kecilku menguatkan suatu dorongan untuk aku segera bicara pada Rey.

Malam itu, setelah kembali usahanya gagal membuka kamarku, aku keluar menuju kamar Rey. Kuketuk pintu kamarnya, Rey membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Wajahnya sedikit gugup dan ia hanya bertelanjang dada dengan celana pendeknya. Laptopnya diputar sehingga monitornya membelakangiku.

“Ada apa, ma?” tanya Rey kikuk.

“Ngga ada apa-apa, mama cuma ngasih tahu, ayahmu minggu depan pulang.” jawabku.

“Mmm… baguslah.” jawab Rey dengan raut wajah kecewa.

“Ada apa dengan laptopmu, Rey?” tanyaku.

Rey sontak memucat menjawab dengan terbata-bata. “A-anu, ma… gak pa-pa kok, cuma twiteran aja… ehh…”

“Mama kira kamu lihat situs porno, Rey. Gak usah malu gitu, mama paham kok.” jawabku memancing.

“Ee… anu… mama tahu aja, heh…” jawab Rey dengan senyum dipaksakan.

“Situs yang kamu bisa upload foto telanjang mamamu kan? Kamu kok tega, Rey?” tanyaku dengan suara meninggi.

Rey semakin pucat dan gugup, “Nnngg… anu, ma… mama kok tahu? Rey ngaku salah, ma… Rey…”

“Rey, coba kamu ceritakan semuanya dengan jujur… atau mama laporkan kepada papa,” ujarku dengan muka tegang dan percaya diri. Dan mengalirlah cerita itu, setiap bagian membuatku terhenyak, terkejut bercampur marah.

Rey ikut perkumpulan rahasia para lelaki muda yang menyukai wanita yang lebih tua secara tak sengaja melalui internet. Dan yang aneh… wanita-wanita tersebut adalah ibu kandung mereka masing-masing, mulanya hanya ajang curhat. Ya… sedikit banyak aku belajar bahwa pada satu masa perkembangan emosi, seorang anak lelaki dapat jatuh cinta dengan ibunya, sesuatu yang disebut oedipus complex.

Lantas dari ajang curhat terus berkembang menjadi ajang tukar menukar pengalaman mencabuli ibunya masing-masing yang tentunya dilakukan dalam keadaan si ibu tidak sadar, dilanjutkan tukar menukar foto. Terus meningkat menjadi ajang pertukaran mencicipi tubuh ibu kandung masing-masing. Dan apa yang kualami dengan Yudi adalah contohnya.

Rey mengaku hanya menggarap ibunya Yudi dengan cara oral saja seperti yang dilakukan Yudi kepadaku. Kuyakini wajahku memerah dengan amarah, namun yang membuatku bergidik adalah pengakuan Rey bahwa ia benar-benar telah menyetubuhi ibu kandung teman-temannya sebanyak… 6 orang! Itu artinya aku harus menerima untuk juga disetubuhi 6 orang pemuda.

“Kurang ajar kamu, Rey… mama gak akan menuruti kemauan 6 orang itu.” ujarku penuh emosi.

“Tapi, ma…” kata Rey.

“Gak ada tapi-tapian, mama masih tega sama kamu untuk gak ngelapor ke Polisi…” jawabku ketus.

Rey memutar laptopnya, makin mendidih emosiku menyaksikan fotoku dioral paksa oleh Yudi saat itu. “Jika mama menolak kemauan mereka, atau melapor ke polisi… mereka akan menyebarkan foto ini di dunia maya, dan mereka siap pasang badan sekalipun dipenjara,” jawab Rey lesu.

Tubuhku merinding dan aku menelan ludah mendengar pernyataan Rey terakhir. Seketika lututku menjadi lemas. Ya, tentu saja aku tak bisa membayangkan apa kata dunia jika foto-fotoku tersebar? Penjara bagi mereka tak akan membuat aib yang akan kupikul seumur hidup tertutupi jika hal itu sampai terjadi.

“Oh… Rey, apa yang kamu lakukan pada mama?” ujarku terisak.

“Ma… maafkan Rey, ma. Rey khilaf, Rey salah. Tapi bagaimana selanjutnya, ma?” ujar Rey.

Ya… bagaimana selanjutnya? Tanpa berkata-kata lagi kutinggalkan kamar Rey. Kulanjutkan menangis di kamarku. Sampai kemudian ketika agak tenang, kupikirkan segala konsekwensi yang akan kuterima dalam setiap pilihan. Semua alternatif tak ada yang bebas resiko, hingga akhirnya kuputuskan sebuah pilihan.

Dengan langkah gontai, aku kembali ke kamar Rey. Anak itu masih duduk termenung di tepi tempat tidur sembari memegang kepalanya. “Rey…” panggilku.

Rey menoleh. Aku duduk di sebelahnya. “Rey, mama… mama bersedia menuruti teman-temanmu dengan syarat…” kataku lalu mencoba mengatur nafas.

“Ma… jangan, ma, biar Rey coba bicara baik-baik pada mereka,” ujar Rey mencoba menjadi pahlawan dari kehancuran yang dia timbulkan.

“Ini keputusan mama, Rey. Mama gak yakin mereka akan terima, kamu telah menyetubuhi ibu-ibu mereka.” ujarku. “Rey, ketika itu terjadi, mama gak ingin dalam keadaan sadar, maka tolong mama diberi obat tidur yang cukup, tapi bukan narkoba. Kedua, kamu gak boleh menyetubuhi mama, kamu gak pantes berbuat seperti itu pada mama, agama apapun dan norma masyarakat paling primitif pun menolak hal itu.

Rey mengangguk lemah, “Maafkan Rey, ma. Rey telah membawa mama ke dalam masalah ini. Semua syarat Rey terima, ma, kecuali mungkin yang agak berat yang ketiga, ma. Rey gak serta merta bisa dengan mudah meninggalkan sindikat tersebut, mereka punya kartu truf…” jawab Rey.

“Ya, mama paham… tapi bukankah kalian punya kode etik dalam hal pertukaran mama masing-masing? Maka setelah ini, kamu jangan coba-coba menggauli mama teman-teman kamu lagi, dan hapus foto-foto mama di laptopmu, bisa nggak?” jawabku.

“Mmm… bisa, ma.” jawab Rey sambil menarik nafas. Kami lalu terdiam lama.

“Sejak kapan kamu tertarik secara seksual terhadap mama?” tanyaku memecah keheningan.

“Sejak Rey masih mandi sama mama sampe kelas 3 SD.” jawab Rey, membuatku sedikit tersenyum. Aku tak menduga, bagaimana mungkin anak usia 8 tahun masih menyimpan memori itu hingga usianya yang ke 21? Suasana kemudian mencair ketika kami bercerita nostalgia masa lalu.

“Rey… mama mau melihat foto-foto mama di laptopmu.” ujarku.

“Ja-jangan, ma.”

“Bawa sini!!!” ujarku memotong.

Aku kemudian menyaksikan semua foto-foto tubuhku dalam keadaan telanjang dengan fragmen sedemikian rupa bak artis porno, aliran darah terasa mengalir ke wajahku, Rey sendiri memalingkan wajahnya dari laptop dan menghindari pandangan mataku.

“Mama hapus semua, Rey, walau mama tahu yang kamu upload di website itu mungkin tak bisa dihapus.” kataku. Rey tak bisa berkata apa-apa, wajahnya masih tampak lesu dan menyesal.

“Kamu masih ingin lihat tubuh telanjang mama, Rey?” tanyaku yang juga membuat aku bingung kenapa muncul pertanyaan seperti itu? Rey menggeleng pelan.

Dan entah mengapa, aku bangkit berdiri… menarik ujung dasterku ke atas, terus sehingga kerah lehernya lewat di atas kepala. Mata Rey membelalak, antara terkejut dan bingung sekaligus berahi. Kini aku berhadapan dengan anakku hanya dengan bh dan celana dalam. Tanganku mengangkat mangkuk beha ke atas, meloloskan sepasang payudara montok dibelakangnya, lalu memutar bh tersebut untuk melepas pengaitnya.

“Bagaimana, Rey?” tanyaku lirih.

“Mmm… mama… mama sungguh cantik dan sexy sekali.” jawab Rey, mulutnya setengah membuka. Tangannya tanpak mencoba menutupi pangkal pahanya.

“Sekarang buka celana kamu, Rey.” perintahku.

“Tapi Rey kan malu, ma.” jawab Rey.

“Apa? Malu? Padahal kamu sudah masukin penis kamu ke mulut mama dan kamu gosok-gosokan ke pantat mama, sekarang kamu bilang malu? Cepat buka!” ujarku sedikit galak.

Rey bangkit berdiri dengan kikuk, lalu mulai menurunkan celana pendeknya yang dibaliknya ia tidak menggunakan sempak. Kusaksikan batang kemaluannya berdiri tegak mengacung ke atas, cukup besar bahkan lebih besar dibanding punya ayahnya, membuat nafasku memburu, padahal aku hanya berniat memberikan sedikit pelajaran.

“Hhm… anak mama sekarang sudah besar dan dewasa.” ujarku seraya mendekatinya.

Tangan Rey bergerak hendak menangkap payudaraku, tapi kutepis… “Eiitt, jangan kurang ajar kamu.” ujarku. Aku semakin mendekat, hingga puting payudaraku menyentuh dada Rey dan kepala penisnya menyentuh perutku sebelah bawah yang sedikit membuncit. Tinggiku memang sedikit sama dengan Rey. Rey sampai meringis.

“Oohh… Rey, anak mama.” ujarku sambil memeluknya, payudaraku tertekan rapat di dada Rey.

“Mama…” Rey memelukku erat. Sulit kuduga sebelumnya, berpelukan dalam keadaan telanjang dengan anak kandungku sendiri di usianya yang kini dewasa, menciptakan suasana sensual tersendiri. Vaginaku pun mulai memproduksi lendir.

Kuciumi wajah Rey, ia balas menciumku, bahkan berusaha melumat bibirku namun kucegah, Rey tak berani lagi berbuat lebih jauh sekarang. Tanpa sadar tanganku kini menggapai penis Rey, mengelus-elus dan menggenggamnya ringan. Rey mundur sejengkal menahan nafas menatap ke bawah.

“Mama…” ujarnya. Tanpa dikomando aku kini mengonani anak kandungku. Tangan Rey memegang tanganku.

“Kamu boleh pegang susu mama, Rey.” ujarku dengan sedikit heran kenapa bisa keluar kata-kata itu?

Dengan bernafsu Rey segera meremas-remas payudaraku, membuat aku mulai gelagapan menahan nafsu. Irama tanganku mengocok penis Rey makin cepat, cairan lendir yang keluar dari lubang penisnya kini membusa. Biji pelirnya yang kupegang pelan memukul-mukul ringan telapak tanganku. Dan semenit kemudian…

Kuseka tangan berlumur air mani itu ke dada dan perut Rey, mengecup pipinya, lalu memunguti pakaianku untuk kemudian keluar kamar… dalam keadaan telanjang berjalan menuju kamarku. Kukunci pintu kamar, berjalan ke depan cermin, menyaksikan tubuh bugilku dilumuri sperma anak kandungku sendiri. Mengalir dari dada ke perut hingga bersarang di tumpukan rambut di sekitar vaginaku.

“Eehhhhhhhh… ehhhhhh…” mulutku meracau keras hingga terpaksa kututup dengan telapak tanganku ketika denyutan demi denyutan orgasme datang berombak di dalam liang senggamaku… aku orgasme. Aku rebah di atas ranjang, berbaring lemas mencoba mengatur nafas, sampai akhirnya aku tertidur tanpa sempat membersihkan diri dan berpakaian hingga keesokan harinya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu