2 November 2020
Penulis —  toketmania

Ketika Bapak Mertua Sakit - 2

Rasa letih membuat kami segera terlelap. Jam menunjukan pukul 1 dinihari ketika aku terbangun karena rasa kebelet. Keadaan kamar gelap kecuali sedikit cahaya lampu tidur. Aku bergegas ke kamar mandi dan usai menuntaskan hajat kembali ke tempat tidur, namun lampu kamar mandi yang kunyalakan membuat suasana kamar menjadi lebih terang, selagi aku mengesetkan kaki di depan pintu kamar mandi mataku tertuju pada suatu pemandangan, mama yang tengah tertidur dalam posisi menyamping membelakangiku.

Suatu hal yang biasa, namun menjadi luar biasa ketika di bagian bawah pinggangnya kimono mama tersingkap hingga menampakan celana dalam putih yang dipakainya, membuaku terpaku sejenak menyaksikannya. Pahanya yang mulus, dan gundukan pantatnya yang tak tertutup sempurna, serta bayangan garis belahan pantat mama, membuat sesuatu bergerak di antara selangkanganku dan mendesak celana pendek yang kupakai.

Pikiran kotor mulai menguasai diriku. Perlahan aku berjalan menuju ranjang, kubiarkan lampu kamar mandi tetap menyala. Kuamati dari dekat pemandangan indah malam itu, dengan gemetar tanganku terjulur mencoba meraba paha mama. Lalu mengelu-elusnya pelan. Kemudian merayap di atas gunungan indah bokong mama, sangat kenyal dan lembut.

Batang penisku sudah tak punya toleransi lagi, mengeras tegang menuntut pelampiasan. Sejak dikaruniai anak pertama 4 bulan lalu, aku memang sangat jarang menyalurkan hasrat seksual pada isteri, karena merasa kasihan mengingat lelahnya mengurus buah hati tercinta yang kerap bangun tengah malam, meskipun kami mengupah babysitter, tapi berhubung masih minum ASI mau tak mau isteriku ikut terbangun.

Aku berbaring menyamping di belakang mama yang nampak tertidur pulas. Sedikit demi sedikit ku geser tubuhku makin merapat ke tubuh mama hingga kepala penisku yang masih terbungkus celana menempel di pantat mama. Nafasku tertahan menahan suasana tegang malam itu, tapi nafsu terlanjur menguasaiku, dan aku tak aka mundur.

Maka ku turunkan celana pendekku hingga separuh paha, dengan leluasa kini batang kontolku mengusap-usap belahan pantat mama yang masih terbungkus celana dalam itu. Rasa nikmat menjalari setiap centi batang kemaluanku, sampai akhirnya kuputuskan berbuat nekat lebih jauh, ku angkat sedikit tepi bawah celana dalam mama, lalu kuselipkan batang penisku dibaliknya hingga merasakan langsung kulit pantat mama, membuat rasa nikmat itu semakin menguat, apalagi ditambah lendir pelumas yang keluar dari lubang kencing ku.

Ku ayunkan pelan-pelan pinggulku sampai akhirnya aku tak mampu menahan lagi dan terlalu terlambat untuk menarik kemaluankuku… aku mengejang lalu ejakulasi dan dengan pasrah permukaan pantat mama menampung tumpahan spermaku, segera aku mencabut kemaluanku dari balik celana dalam mama yang segera basah kuyub oleh air mani ku yang cukup banyak tertumpah.

“Den… Deni.. bangun Den”, perlahan mataku membuka dan melihat mama dengan kimono mandinya di hadapanku, mengguncang-guncangkan pundakku. “heh.. iya ma.. emmh”, aku bangkit dan menuju kamar mandi. Masih belum hilang kantukku ketika menghidupkan shower untuk mandi. Usai mengeringkan tubuh aku mencoba mencukur dagu dan kumis di depan wastafel, tiba-tiba mataku tertuju ke rak handuk, dan melihat celana dalam putih mama dilampirkan di situ, dalam keadaan basah.

Nampaknya mama baru mencucinya. Selintas timbul kekhawatiran jika mama tahu apa yang kulakukan tadi malam, namun kucoba untuk menepisnya. Usai sarapan kami menuju ke rumah sakit, dan kembali pada sore harinya. Sepanjang perjalanan, pikiranku terpaku pada peristiwa tadi malam dan menyusun rencana untuk mengulanginya malam ini.

Sesampainya di hotel, mama segera mandi. Aku membayangkan bagaimana kira-kira tubuh telanjang mama sehingga membuat si junior kembali tegang. Tak berapa lama, mama keluar, dan cukup mengejutkan, mama keluar hanya dengan lilitan handuk, menampakan bahu & pahanya yang putih mulus membuat aku menelan air liur.

Tangannya membawa pakaian yang dikenakannya tadi. “Udah sana, mandi Den, kok ngelamun begitu”, ujar mama menyadarkanku, andai dia tahu justeru aku seperti terhipnotis melihat sebagian tubuhnya. Aku beranjak menuju kamar mandi, hmm… celana dalam putih tadi pagi sudah tidak ada di rak handuk, berganti celana dalam berwarna pink yang sepertinya tadi dipakai mama, masih basah bekas dicuci.

Malam itu kembali kami tidur bersama, walau aku tak sepenuhnya tidur, tegang menanti situasi yang tepat. Mama tertidur menyamping membelakangiku, ku coba menyingkapkan gaun tidurnya ke atas, inchi demi inchi, centi demi centi sampai pantat bahenolnya kembali tersingkap. Kembali ku pepetkan tubuhku ke tubuh mama, sampai hidungku menyentuh rambutnya yang hitam terawat dan harum itu.

Ku lekatkan batang penisku ke pantat mama, namun tiba-tiba mama berbalik dan berbaring telentang, membuat nafasku seolah terhenti karena terkejut. Tetapi hal itu justeru menghasilkan pemandangan indah lainnya. Gundukan vagina mama dibalut celana dalam krem yang tipis itu, dan yang membuat nafsu berahiku makin terbakar ketika melihat beberapa helai rambut kemaluan mama keluar di tepi bawah celana dalam mama.

Di tambah lagi wajahnya yang ayu tengah terpejam tidur dengan mulut setengah terbuka, ayunan nafasnya membuat dadanya yang berisi naik turun, ingin rasanya kulumat bibir mama, namun aku tak segegabah itu. Ku singkapkan lagi gaun tidur mama sehingga menampakan perutnya yang masih lumayan rata dan putih mulus itu.

Ku usap-usap perutnya pelan dengan tangan gemetar, lalu dengan mengumpulkan segenap keberanian mengusap-usap gundukan vagina mama. Nafsuku seolah melewati ubun-ubun, hingga kemudian kuselipkan penisku dibalik celana dalam mama di sisi pinggulnya, gesekan dengan kulit putih mama yang mulus itu membuatku kembali ejakulasi dan membasahi celana dalam mama.

Malam ketiga, tindakanku semakin nekat. Mama sendiri juga membuat sedikit kejutan, kali ini ia memakai gaun tidur tanpa lengan yang cukup sexy, menampakan bahunya yang putih dan sedikit belahan dadanya yang montok itu, apalagi panjangnya sedikit di atas lutut membuat aku semakib berliur. Kutunggu hingga lewat tengah malam, sampai aku yakin bahwa mama benar–benar terlelap.

Kini ia tertidur terlentang, sekali lagi inci demi inci kusingkapkan gaun tidurnya ke atas, terus berlanjut secara perlahan hingga kutemukan kejutan berikutnya… mama memakai celana dalam yang cukup mini dan transparan karena dari bahan semacam jaring, tentu saja bayangan hitam bulu-bulu pubisnya nampak jelas, pengikatnya pun tak lebih lebar dari tali sepatu, membuat aku makin senewen, kali in terlintas pikiran jangan-jangan mama memang ingin memancingku, jangan-jangan ia tahu apa yang kulakukan 2 hari terakhir.

Tapi rasa takut itu dikalahkan oleh berahi, kali ini secara perlahan kupelorotkan celana dalam itu, masih dengan tangan gemetar hingga melewati ujung jari kakinya. Sungguh pemandangan luar biasa yang bisa membuat gila lelaki manapun. Lalu ku lebarkan kedua kaki mama, selebar munkin, hingga menampakan belahan rongga vaginanya.

Ku putuskan untuk mencicipi aroma dan rasanya, dengan sangat hati-hati aku merangkak hingga wajahku cukup dekat dengan organ kewanitaan mama. Aroma khas wanita bercampur aroma harum sabun mandi segera memenuhi rongga hidungku, dan segera lidahku beraksi mengecap-menjilat-menghisap sampai lambat laun pinggul mama bergerak-gerak ke kanan ke kiri, dan mulutnya mulai bergumam.

Ku hentikan sejenak, mama masih nampak terpejam dan tertidur. Kembali kulanjutkan aksiku dan kembali pula pinggul mama bergerak-gerak ke samping dan… ke atas, seolah-olah menyambut lidahku. Batang penisku kian mendesak celana yang kupakai. Sambil terus menjilati vagina mama, kulepaskan celana pendekku, lalu setengah membungkuk ku arahkan ke mulut liang senggama mama, sempat terjadi peperangan bathin sejenak, antara perasaan bersalah karena menodai mertua sendiri, ibu dari istriku, dan nafsu yang susah diajak kompromi.

Antara opsi hanya menggesek-gesekan kontolku di permukaan vaginanya atau benar-benar memasukinya. Akhirnya kupilih opsi pertama, mula-mula ku gesek-gesekan batang penisku di antara belahan vagina mama, namun melihat reaksi mama yang menggumam dan pinggulnya bergerak-gerak membuat aku mengambil opsi terakhir.

Ku arahkan kepala jamur penisku tepat di mulut vagina mama, lalu mendorong pantat ke bawah, senti demi senti mulai memasukinya, agak sedikit heran mendapati memek mama masih cukup sempit, sehingga upaya senjata biologisku untuk memasukinya agak tersendat, namun perlahan tapi pasti penetrasi itu tejadi sampai akhirnya batang penisku amblas.

Kunikmati beberapa saat hangat, sempit dan basah liang vagina mama yang kulihat wajahnya mengernyit, lalu kutarik kebelakang, tetapi memek mama seolah-olah menghisapnya kembali. Terus kulakukan gerakan maju mundur hingga kurasakan liang senggama mama mulai memproduksi cairan pelumas, membuat tusukan-tusukan batang kemaluanku kian lancar.

Suara gesekan dua organ kelamin kian terdengar dipadu rintihan lirih mama yang seperti tengah mengalami mimpi. Ku singkapkan gaun tidur mama hingga melewati behanya, lalu tanganku segera menyibakan mangkuk bra mama hingga payudaranya terbebas dan kini ikut berguncang pelan akibat gerakanku. Mataku berpesta pora menikmati pemandangan indah dua gunung kembar putih mulus dan cukup besar itu dan segera pula tanganku meraupnya dan meremas-remasnya.

Aku yang telah berada pada titik tak munkin kembali siap menghadapi apapun reaksi mama. Kepala ibu kandung istriku itu terlempar ke kanan ke kiri dan rintihannya pun kian meninggi, namun kali ini diwarnai isak tangis dan lelehan air mata. Kali ini aku yakin, mama telah tersadar, munkin sedari tadi. “Mama..

” panggilku ditengah deru nafas karena mengeluarkan energi menikmati tubuh sintalnya. Dan sungguh diluar dugaan, mama bukannya marah, namun dengan mata masih tertutup dan berlinangan air mata justru melepaskan sisa pakaian yang masih melekat di tubuhnya, gaun tidur dan BH nya. Lalu kembali merintih-rintih sambil menggigit pelan jari tangannya.

Melihat hal itu segera kutindihkan tubuhku di atas tubuh mama, dan memegang wajahnya ku arahkan ke wajahku, matanya membuka sedikit menatapku dengan pandangan misterius, lalu kulumat bibirnya yang merekah… dan ia membalasnya sehingga lidah kami saling mengecap dan membelit,“mama… ”, panggilku, dan mama hanya mengangguk.

Membuat ku menambah kecepatan gerakku mengobrak abrik liang vagina tempat asal mula istriku dilahirkan sehingga suara becek dua organ kelamin kian emmenuhi ruangan kamar, tentu saja diiringi melodi rintihan mama dan lenguhanku. AC kamar hotel itu tak mampu lagi menahan panas tubuh kami berdua, peluh kami saling menyatu dari pergumulan tubuh telanjang aku dan mama.

Ku lipat kedua paha mama ke atas hingga lututnya nyaris menyentuh payudaranya, menyebabkan tusukan kontolku kian dalam menghujam liang senggama mama dan membuat mama kian histeris,“ooouh… Deni… nngnnnh… ennng”, geraka nku kian ganas dan liar mengobok-obok rongga kemaluan mama sampai kemudia tiba-tiba betis mama memeluk pinggangku dan menarik serta menahannya ke bawah sementara lengannya memeluk punggungku erat-erat,“ooooohh…

Deniiii,, aahhhh”, rintihnya setengah memekik melepaskan emosi dari orgasme yang ia alami. Aku terus bergerak pelan di antara kuncian mama yang beberapa saat kemudian kian mengendur, membuatku kembali liar menikmati setiap senti organ kewanitaanya sampai akhirnya biji pelirku mengerut kaku lalu… satu tusukan terakhir kemaluanku mengantar semburan demi semburan spermaku membanjiri liang senggama mama.

Aku lalu rebah di atas tubuh sensual mama mencoba mengatur nafas, mama mengelus-elus punggungku yang bermandikan keringat membisikan kata-kata sayang, bagai gadis muda kepada kekasihnya. Kembali ku lumat bibir mama, sampai krasakan penisku mulai mengecil. Lalu aku beranjak meninggalkan tubuh mama, menyaksikan hasil produksiku segera mengalir keluar dari liang merah merekah di selimuti bulu-bulu jembut itu, menciptakan danau kecil di atas sprei, kemudian berbaring di samping mama.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan