1 November 2020
Penulis —  qsanta

Menikmati Deburan Ombak - Ibu dan anak

Aku bangun. Saat akan beranjak dari tempat tidur, aku tertahan. Setelah beberapa saat mencoba berpikir, baru kusadari leherku terikat tali kekang dan kekang itu pun terikat ke ranjang. Aku tidur telanjang. Di sebelahku terdapan anakku yang sedang tidur. Juga telanjang.

Kulihat anakku begitu tenang dalam tidurnya. Aku seperti tak percaya, anakku ini yang kemarin melukai pantatku, hingga kini masih berasa sakit. Sakitnya tuh di sini di kulit pantatku. Kucium anakku dengan penuh kasih sayang. Perlahan tapi pasti, ciumanku berubah jadi penuh hasrat. Kujulurkan lidah berusaha memasuki mulutnya.

Tangan anakku membelai rambutku. Belaian itu kini membimbing kepalaku turun ke selangkangannya. Dorongannya membuat mulutku dimasuki kontolnya yang langsung mentok ke tenggorokanku. Lantas dia mulai menggenjot mulutku.

“Ini yang mama mau? Anjing binalku?”

Anakku berteriak lantas genjotannya makin keras. Saat kontolnya menekan lebih dalam, saat itulah pejunya menyembur langsung ke tenggorokanku. Setelah selesai, kuharap anakku akan langsung mencabut kontolnya. Namun anakku malah membiarkannya sebentar, lantas kencing langsung ke tenggorokanku.

“Leganya gak harus ke kamar mandi di pagi hari,” kata anakku dengan riang.

Aku hampir muntah saat air kencing anakku mengalir melalui tenggorokan hingga memenuhi perutku.

“Pinter, anjing pinter. Mulai kini Wayan ingin dilayani kayak gini tiap pagi.” puji anakku sambil menepuk kepalaku.

Aku bahagia mendengar anakku senang. Apalagi dihadiahi peju dan air kencingnya. Hanya saja aku ingin anakku tak menyemprotkan peju dan kencingnya langsung seperti barusan. Aku ingin merasakan dulu dengan lidahku.

“Makasih tuan udah ngasih minum peju dan kencing tuan yang nikmat. Mama bangga bisa melayani tuan!”

“Bagus. Anjing pinter,” puji anakku sambil menatapku dan mengelus pipiku lembut.

Aku bahagia, karena anakku kembali senang untukku. Kuharap aku akan tidur berdua seperti ini dengan anakku hingga ajal menjemput.

***

Aku masak sementara anakku siap - siap akan sekolah. Kuhidangkan makanan di meja dan di mangkuk di bawah. Saat anakku makan di meja makan, aku makan di bawah dari mangkuk, dengan tali kekang terikat ke meja makan. Sambil makan, kami tetap ngobrol seperti biasa. Anakku menyuruhku ke dokter untuk memeriksa kesiapan tubuhku mengandung.

Aku bersyukur anakku menyuruh konsultasi ke dokter untuk kehamilanku. Lantas aku ke kamarku, yang kini jadi kamar anakku juga. Aku mengenakan busana yang dipilihkan oleh anakku. Aku hanya memakai gamis hitam serta jilbab. Lantas aku pergi ke klinik biasa. Kebetulan dokternya adalah temanku sedari dulu.

Kami berbasa - basi lantas kuutarakan maksudku. Kukatakan aku telah menikah dan ingin segera punya anak.

“Selamat, terus gimana anakmu?”

Aku mengerti maksudnya. Dia ingin tahu reaksi anakku terhadap pernikahanku. Dengan bangga kukatakan kalau anakku senang dengan pernikahanku ini.

Lantas aku berbaring. Ani sepertinya terkejut menyadari aku tak memakai apa - apa dibalik gamis ini. Saat Ani memeriksa selangkanganku, aku penasaran apakah dia menyadari keanehan lainnya.

“Mulai nakal ya,” kata Ani sambil jarinya mengelus pantat merahku.

“Kamu nikah sama orang yang suka hal - hal ginian?” tanyanya sambil tersenyum nakal kepadaku. “Kayaknya hal baru ini cocok sama kamu. Kamu jadi terlihat seksi dan bahkan terlihat bahagia. Beda jauh dibanding saat terakhir aku melihatmu. Hanya murung dan murung, seperti burung yang dikurung. Cuman, sebagai temenmu, aku hanya ingin bertanya satu hal.

Ani terdengar biasa saja. Tidak ragu. Bahkan jarinya terus mengelus pantatku. Aku jadi takkan ragu ke sini lagi esok lusa saat hubunganku dengan anakku makin mesra. Aku pun tahu, cepat atau lambat, ani harus diberitahu tentang hubunganku dengan anakku. Bahkan sebaiknya aku kasih saja sedikit bocoran.

“Tenang, aku percaya dia. Lagian aku juga sudah tau dia sedari dia kecil. Kami saling mencintai,” kataku berusaha meyakinkan Ani.

“Dasar gila! Lu nikah sama berondong yang suka mengontrol ya?” tanyanya sambil menyeringai.

Bocoranku berhasil. Aku yakin itu. Tapi aku ingin membocorkan lebih lagi.

“Memang lebih muda, tapi udah jago. Anakku juga tahu sedari awal. Dia pastikan kalau aku takkan celaka. Bahkan dia mengerti tentang kebutuhan seksualku.”

“Tahu sedari awal? Maksudnya?” Ani terkejut.

Aku tahu Ani akan bertanya lebih lanjut. Namun yang pasti, aku tak berbohong. Aku harap apa yang kuungkapkan tidak bakal membuatnya jijik.

“Ya, anakku tahu dari awal kalau aku akan dilatih dan direndahkan secara seksual. Hampir tiap waktu aku merangkak di rumah. Leherku dipasangi kalung anjing bertali kekang. Juga terkadang dihukum. Kamu lihat sendiri kan buktinya di pantatku. Kuberitahu anakku kalau aku kini bahagia. Inilah yang kuinginkan.

“Wow, kamu benar - benar akan direndahkan selamanya? Bertahun - tahun kukenal kamu, aku tetap terkejut mendengarnya. Aku mesti ketemu dan ngobrol sama suamimu. Yang telah merubahmu jadi seperti ini,” tatapnya dengan kagum.

“Makasih Ni. Aku memang bahagia. Aku akan selamanya tunduk dan berterimakasih sama dia. Dan semuanya takkan terjadi tanpa cinta dan dorongan anakku.”

“Kamu bilang anakmu senang kamu jadi semacam budak seks? Apa dia pernah liat kamu merangkak? Apa dia juga liat kamu dihukum?” tanyanya sambil seringai.

“Aku bersyukur punya anak seperti dia. Dia juga pastikan kalau aku diperlakukan dengan baik tanpa kemungkinan untuk cedera. Cedera hamstring misalnya. Jadi dia ikut berpartisipasi dalam pelatihanku. Bukan saja dia suruh aku merangkak sambil menarik kekangku, dia juga menghukumku, menampar pantatku misalnya.

Ani tidak seterkejut tadi. Yang kulihat di wajahnya bukan rasa jijik, tapi tatapan mesum. Kini aku yakin Ani takkan keberatan dengan hubunganku dengan anakku. Dengan suara menggoda, kuteruskan ucapanku.

“Aku yakin kamu bakal seneng ketemu anak muda tampanku. Dan kita bisa bersenang - sengang bersama. Kalau kamu ngerti sih.”

“Andai aku punya waktu luang. Mungkin bulan depan bisa kujadwalkan. Kamu udah terangsang ya?”

Ani kini memasukan pelebar memek dan melebarkan memekku lantas memeriksanya. Tiba - tiba Ani mencubit itilku dengan keras membuatku hampir berteriak. Untung saja aku masih bisa menahan mulutku. Tapi aku tak bisa menahan tubuhku merasakan orgasme hingga kencing.

“Gila. Aku baru liat wanita orgasme sambil kencing kayak gini.”

Setelah tubuhku tenang kembali, Ani mencolek cairan di memekku dan menjilatinya.

“Memekmu kayaknya lezat. Aku juga baru liat itil segede ini. Aku mesti menghukummu karena keluar tanpa peringatan di depanku.”

Ani menyumbat mulutku dengan kasa lantas mencubit dan menarik itilku dengan keras. Aku menjerit menangis terisak saat itilku terus ditarik. Ani terus menyiksa itilku tanpa ampun. Tubuhku kembali kejang tak terkendali. Aku berteriak merasakan campuran rasa sakit dan nikmat tak tertahankan. Air mataku menetes.

***

Saat aku membuka mata, Ani menatapku sambil tersenyum.

“Aku tak percaya itilmu membesar. Kayaknya masih bisa tumbuh lagi jika diremas dan ditarik - tarik. Kelenjar memekmu juga memiliki kelainan. Yaitu mengeluarkan cairan memek dengan jumlah yang sangat banyak. Normal namun langka.” kata Ani dengan takjub.

“Andai waktuku luang, aku bakal seneng luangin waktu sama kamu, pelacurku. Apa anakmu bener - bener ikut berpartisipasi? Oh tuhan, aku bakal seneng liat kamu direndahkan anakmu.”

Sebelum aku pergi, Ani menciumku dengan penuh gairah. Lantas dia bilang dia seneng bertemu lagi denganku. Kubilang tinggal atur waktunya. Bawa juga pemuka memek, biar anakku bisa melihat lebih jauh lagi. Dijawabnya kenapa gak sekalian dia liat lubang lainnya.

Lantas kusadari aku baru saja mengakui hubunganku dengan cara mengatakan agar anakku bisa melihat memekku lebih jauh lagi. Pantatku lantas ditamparnya beberapa kali hingga pahaku penuh oleh cairan memekku. Saat akan kuseka, Ani melarangnya.

“Sekarang pergi dan tunjukan ke orang lain betapa jalangnya dirimu.”

***

Aku dibawa anakku ke tukang tato. Aku takut tukang tato bakal mengetahui hubungan kami. Namun tak kuutarakan ketakutanku pada anakku. Ternyata tukang tatonya adalah ayah teman sekolahnya. Anakku meyakinkanku bahwa dia bisa dipercaya. Asal kita bertindak wajar dan normal.

Tempatnya terasa nyaman. Lantas kami dibawa ke ruangannya. Sambil basa - basi, dengan malu - malu kukatakan aku ingin ditindik di puting dan bibir vaginaku. Lantas tukang tato menatap anakku. Anakku duduk di kursi sambil agak gugup. Lantas tukang tato tersenyum seperti memahami sesuatu. Aku yakin kini dia paham kalau aku dan anakku telah berhubungan.

Rupanya tukang tato menyadari kepanikanmu.

“Semua rahasia pelanggan aman bersama saya bu,” katanya berusaha meyakinkanku.

Entah kenapa hati kecilku percaya kata - katanya.

“Hanya itu saja bu? Gimana kalau sekalian di tato?” tanyanya sopan.

Aku menatap anakku menunggu jawabnya. Tukang tato kembali menatap anakku. Kulihat tatapan takjub dan iri di wajahnya.

“Seharusnya bapak bertanya sama kamu nak. Karena sepertinya kamu yang memegang kendali. Sebelumnya kamu kemari bertanya tentang tato dan tindik. Namun kamu bilang gak mau ditato.”

Anakku benar - benar terkejut oleh komentar tukang tato. Tak bisa menyembunyikan kegugupannya anakku lantas bicara lagi.

“Bagaimana bapak tahu kalau mama dan saya…??? Bukankah kami bertindak normal? Kalung mama pun dilepas dahulu sebelum ke sini.”

“Bisa dilihat oleh mata yang jeli. Tapi secara sepintas, anda berdua memang terlihat seperti ibu dan anak yang normal. Bukan kali ini saja saya berhadapan dengan pasangan seperti anda berdua. Seperti yang telah saya katakan, rahasia pelanggan aman bersama saya. Dan lagi, saya juga kenal beberapa orang yang seperti anda berdua.

“Saat anda berdua masuk, saya sudah tahu apa yang terjadi. Bahkan saya pernah dapat pelanggan seperti anda, hanya saja putranya dua.”

“Kalau gak keberatan, maukah bapak ceritakan tentang keluarga itu?”

“Dahulu kala, sang ibu barusaja melahirkan bayi kembar, keduanya perempuan, dari benih anak pertamanya. Lantas beberapa saat kemudian, anak keduanya menghamili ibunya. Kedua anak itu meminta saya menindik selangkangannya agar vagina dan anus ibunya bisa dipasangi gembok kecil.”

Mendengar uraian tukang tato mungkin menyebabkan anakku lebih berani.

“Saya ingin mama juga ditindik agar memek dan anusnya bisa digembok. Itilnya juga sekalian. Mama memang udah jadi budak seks saya.”

Aku malu mendengarnya. Namun akhirnya aku bahagia karena mulai ada orang lain yang tau derajatku. Tukang tato melihat anakku dengan takjub. Lantas menatapku seolah meminta konfirmasi.

“Iya, anak saya adalah tuan saya. Pemilik saya. Saya adalah budak seksnya. Anjing jalangnya,” kataku dengan bangga dan gembira.

“Saya iri. Kamu punya hubungan yang luar biasa. Bukan sekedar permainan berpura - pura. Kamu ingin seperti apa nih?”

Anakku mulai menjelaskan keinginannya.

“Yakin mau menindik itil mamamu? Apa cukup besar?”

“Mau lihat?”

Lantas aku disuruh berdiri telanjang di depan tukang tato. Anakku mulai mengelus itilku hingga beberapa menit kemudian mulai membesar, seperti kontol mini. Selama itu aku mengerang dan terkadang menjerit saat aku orgasme. Cairan memekku mengucur hingga pahaku. Bahkan membasahi lantai. Itilku kini sudah besar, anakku mendekatkan tangannya yang penuh cairan memek ke depan mulutku.

“Dengan latihan rutin, itilnya bakal makin besar dan panjang,” kata anakku.

“Luar biasa. Ya memang kalau lebih besar lagi bisa ditindik seperti yang kamu mau. Hanya saja, mungkin beresiko. Bisa jadi itilnya kehilangan sensitifitasnya. Apa kamu yakin?”

“Yakin. Inilah resiko yang akan saya tempuh. Bahkan, setiap tubuh mama merupakan titik sensitifnya. Kumainkan saja susunya sudah membuatnya keluar. Apalagi saat kutampar pantatnya.

“Muter anjing, liatkan pantatmu ku tukang tato!”

Aku berbalik hingga menampilkan pantatku yang merah.

“Semalam kupecut. Kayaknya merah bekas pecutan malah membuat lebih seksi. Nungging anjing, lebarkan pantat biar makin terlihat!”

Aku merasa malu, namun tetap melaksanakan perintahnya. Kulebarkan pantatku hingga anusku terlihat.

“Gimana pak, kalau anus mama dikunci? Gak masalah kan?”

Tukang tato bilang kalau dia bisa melakukan itu. Dia juga menyentuh anusku untuk memastikannya.

“Oh tuhan, dia langsung keluar meski hanya disentuh anusnya saja,” tukang tato berseru takjub.

Tiba - tiba pantatku ditampar beberapa kali oleh anakku.

“Dasar anjing jalang, bersihin semua ini!”

Aku tahu anakku hanya ingin menunjukan kontrolnya atas diriku di depan tukang tato. Aku ingin membuat anakku bangga padaku. Aku lantas menjulurkan lidah dan menjilati cairian di lantai, sedang pantatku kuangkat. Setelah itu, aku merangkak membersihkan cairan memekku.

“Maaf pak anjing saya udah ngotorin tempat bapak.”

“Bagus, anjing pinter,” puji anakku sambil menepuk kepalaku, setelah aku selesai mebersihkan lantai.

Rasa malu yang kurasakan membuat tubuhku, yang masih ditepuk oleh anakku kembali orgasme. Memekku kembali mengotori lantai. Aku menundukkan kepala akibat malu. Lantas kembali kubersihkan lantai dengan lidahku.

“Dasar anjing ceroboh. Sekali lagi kamu lakukan itu, akan dihukum.

“Maaf pak, anjing saya perlu dilatih lagi. Seperti yang bapak lihat, anjing saya masih ceroboh. Juga belum bisa mengontrol memeknya.”

Kata - kata anakku makin membuatku malu dan terhina.

“Baru kali ini bapak lihat wanita keluar kayak kencing gitu. Begitu seringnya, begitu banyaknya. Bapak yakin, setiap pria di dunia ini pasti cemburu.”

“Makasih pak. Saya juga bersyukur punya mama seperti ini.”

Aku menatap anakku penuh cinta saat rambutku dibelainya. Lantas anakku menciumku. Tukang tato menatap kami dengan sabar.

“Duduk anjing!”

Aku lantas duduk. Pantatku menduduki betisku.

“Bener - bener terlatih!” puji tukang tato. “Berdasar pengalman saya, kamu pasti ingin dan akan menunjukan peliharaanmu kepada temanmu. Dan anjing ini pasti suka dipamerkan.

“Tapi anak seumuruanmu bermulut lebar. Meski kamu suruh temanmu bersumpah atas nama apa pun, akan ada seseorang yang menceritakannya. Lantas seseorang akan memberitahu dunia, bisa karena cemburu atau karena ingin mengambil keuntungan.

“Cepat atau lambat, yang berwajib akan tahu. Dan kalian berdua bisa dipenjara. Jadi, bapak sarankan agar jaga hubungan kalian supaya tak ada seorang pun yang tahu.”

“Iya pak,” suara anakku terdengar pelan setelah diberitahu kenyataannya.

Apa yang tukang tato sampaikan mungkin tak pernah terlintas di benak kami.

“Untung kalian datang dulu ke sini. Kalau sampai ada orang yang tahu yang tak bisa menutup mulut, bisa celaka.”

“Gimana tentang tawaran trisom dan atau aktifitas lainnya di internet pak?”

“Jangan pernah gabung. Bisa jadi kalian malah diperas lantas dipaksa melakukan hal - hal yang bahkan tidak akan kalian sukai.”

Setelah percakapan, mulailah pekerjaan. Rupanya hanya pentilku yang ditindik, lantas dipasangi ring. Ring tersebut bisa dipasangi bel kecil yang bisa dicabut.

Selesailah pekerjaan kami di tempat tato.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu