1 November 2020
Penulis —  dejongos

Mama terlalu menyayangiku

(((L A N J U T A N)))

Aku masih terpaku menyaksikan foto ayah, aku benar-benar merasa berdosa terhadapnya. Aku merasa tak mampu menjaga mama dengan baik, atau mungkin mama yang tidak berhasil mendidikku menjadi anak yang baik. Saat ini mama sedang menjaga toko milik kami. Walau sudah ada karayawan, mama selalu menyempatkan diri di akhir hari untik mengecek secara langsung laba yang di peroleh.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara bel menandakan kalau di luar ada tamu, cepat aku membukakan pintu. Ternyata seorang wanita paruh baya telah berdiri di depanku dengan anggunnya, kelihatan sekali kalau dia seorang wanita kantoran yang selalu sibuk dengan berbagai urusan, sepertinya dia seumuran dengan mama.

“Kami dari asuransi xxxxx (edited), dan telah melakukan janji dengan ibu Ernie” sapa wanita itu dengan ramah.

“Oh iya… silakan masuk Bu…” aku mempersilakan wanita itu untuk duduk, tak lama kemudian aku melaju dengan sepeda motorku menjemput mama di toko yang jaraknya cuma seratus meter dari rumah.

“Ehh… Ibu… maafkan saya Bu, saya lupa kalau ada janji dengan Ibu hari ini,” kata mama dari luar ruangan begitu sampai sembari cepat duduk di kursi. “Ah nggak apa-apa kok Bu,” sahut wanita itu tersenyum ramah.

Kemudian mereka bicara Panjang, sekali-kali diselingi tawa renyah keluar dari mulut mereka berdua. Menurutku itu adalah kelebihan seorang pegawai asuransi untuk selalu familiar terhadap klien-nya. Satu jam kemudian, setelah mereka berbicara panjang lebar akhirnya wanita itu pamit pulang. Mama menutup pintu ketika aku mengambil formulir asuransi di meja.

Aku melihat isi formulir itu ternyata ada dua. Ternyata mama akan mengasuransikan pendidikanku sebesar $4000 yang akan diangsur secara triwulan, lembar lainnya akan mengasuransikan toko kami tanpa ada nominalnya. Akupun memeluk mama kuucapkan terima kasih padanya, mama hanya tersenyum sambil mengatakan kalau itu memang sudah menjadi kewajibannya.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi, kali ini mama sendiri yang membukakannya pintu. Kembali suara tawa riang renyah terdengar dari mulut mereka berdua. Akupun merasa happy melihat mama telah mempunyai teman baru yang baik, kukatakan baik karena saat itu, di belakang aku sedang menyantap black forest bingkisannya.

Dua jam mereka bicara, ketika wanita itu pamit pulang Mama menceritakan padaku kalau wanita itu bernama Ni Wxxx Ayu Wxxxx (edited), orang Bali namun terlahir dan besar di Jakarta. Tentang profesinya, selain pegawai kantor asuransi, ia juga instruktur fitness pada suatu fitness center dan tak ketinggalan statusnya yang janda tanpa anak.

“Oooo…” batinku mengatakan pantas saja mereka akrab rupanya sama sama janda.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi, namun kali ini sedikit lebih pagi, saat itu jam menunjukkan pukul delapan. Aku membukakannya pintu.

“Hai Donny…” sapanya masih ramah seperti kemarin.

“Tante Ayu…” jawabku ringan sembari mempersilakan Tante Ayu masuk.

Mama keluar dari kamar dengan pakaian santainya, celana jeans dengan atasan kaos biasa yang walau begitu tak memudarkan kecantikan alaminya. Dengan meminta izin kepadaku mama pun keluar dengan Tante Ayu. Lama aku menanti mama ketika pukul 11:00 terdengar suara klakson mobil. Mama turun dari mobil dan kemudian mobil Tante Ayu melaju entah kemana.

“Mama mau ikut senam ya?” tanyaku heran.

“Iya… bolehkan?” jawabnya sambil memandangku.

“Enak lho yang ngajarin Tante Ayu langsung…” sambungnya kembali.

“Berarti Donny nanti sendiri di rumah dong…” ujarku dengan nada tak terima.

“Nggak lah sayang, pokoknya Donny ikut kemana pun mama pergi,” ujar mama meyakinkanku.

“Dan Tante Ayu bisa mengerti hal itu…” sambungnya kembali membuatku benar-benar merasa tenang.

Dua hari setelah itu aku mengantarkan mama untuk pertama kalinya ke tempat senam yang dituju dan Tante Ayu sudah menunggu dengan pakaian senamnya. Oleh Tante Ayu aku dibawa ke ruangan khusus dimana aku bebas melihat ke mana pun, namun aku sendiri tak terlihat dari luar. Mama mulai membuka pakaian luarnya, karena sejak dari rumah mama sudah memakai baju senamnya.

Terlihat sekali walaupun Tante Ayu adalah instruktur senam, namun tubuh mama mampu mengimbanginya walaupun mama tak pernah melakukan senam apapun. Kelihatan sekali mama masih canggung dalam gerakan-gerakan senam ketika wanita-wanita lain mengikuti dengan lancar gerakan gerakan yang Tante Ayu perlihatkan.

Akhirnya senam pun selesai dan aku akan keluar dari penjara ini menurut batinku. Begitu aku akan memegang gagang pintu, aku melihat dua pemuda dengan badan kekar masuk ketika ruangan telah sepi dan meninggalkan mama dan Tante Ayu. Sejenak aku menahan hasratku untuk keluar dari ruangan itu. Salah seorang dari mereka bahkan menggandeng Tante Ayu, tanpa canggung mereka berpelukan mesra.

Mamaku masih duduk di pojok saat Tante Ayu mengenalkan para lelaki kekar itu satu-persatu. Kemudian Tante Ayu mengajak mama dan para pemuda itu ke ruangan sebelahnya, walaupun agak terhalang tapi aku masih bisa melihat keseluruhan ruangan dengan menaiki kursi. Tante Ayu kembali bercanda dengan pemuda itu sesekali lelaki itu menjawil pantat Tante Ayu.

“Bu Ernie ngomong dong,” ujar Tante Ayu kepada mama.

“Oh iya…” tiba-tiba mama manjawab tapi masih malu-malu.

Tante Ayu terus bermesraan dengan pemuda itu, bahkan saat itu Tante Ayu duduk di pangkuannya. Mama masih terdiam membisu saat seorang lagi mendekati mama.

“Hai Mbak… kok dari tadi diam aja sih?” tanya lelaki itu.

“Ah nggak kok…” ujar mama merasa risih.

“Mungkin Mbak Ernie masih canggung ya?” lanjutnya kembali, mama masih diam namun sedikit tersenyum.

“Mbak… di luar aja yuk, khan nggak enak mengganggu Mbak Ayu di sini…” sepertinya laki-laki itu pintar memanfaatkan suasana.

Berkata demikian kemudian laki-laki itu menggandeng mama untuk kembali berada di ruangan senam, dan mama hanya nurut saja saat itu. Mama duduk berdampingan dengan pemuda itu, sementara Tante Ayu terdengar mulai mendesah dan saat itu kalau kulihat pakaian senamnya telah melorot sampai perutnya. Mama hanya menggigit bibir mendengar desahan nafas Tante Ayu.

“Mbak ernie kelihatannya lembut sekali…” pemuda itu mulai merayu mama.

“Ah kamu bisa aja…” sahut mama mulai melayani pembicaraannya.

“Pasti banyak laki-laki naksir sama Mbak ya?” lanjut pemuda itu sambil melingkarkan tangan kirinya di pinggang mama.

Mama masih diam tidak berusaha untuk menghindar. Kembali terdengar suara lenguhan Tante Ayu yang begitu kerasnya, karena saat itu Tante Ayu telah telanjang total, begitu pula dengan pemuda itu dan nampak bulu-bulu yang sangat lebat menghiasi selangkangan Tante Ayu.

Tiba-tiba mama berdiri…

“Maaf Mas, aku akui aku sedang bernafsu, tapi tidak sama kamu…” mama mulai membentak saat tangan pemuda itu menyentuh buah dada mama.

Merasa terhina pemuda itu pergi entah kemana. Tak lama kemudian aku pun keluar dari ruangan itu, belum selesai aku menutup pintunya mama menghampiriku dan mendorongku masuk kembali. Mama menutup pintu itu kemudian memburuku, habis sudah mulutku diciumi. Pakaianku dibuka dengan paksa, sekejap saja aku dalam keadaan bugil.

Tak lama kemudian mama membuka pakaian senamnya sendiri, bau keringat mama menambah daya tariknya. Aku memeluknya dari belakang, meremas buah dada yang kenyal nikmat. “Mama sayang kamu Don… ujarnya lirih sambil meremas penisku. Aku tak berkata apapun selain menyuruhnya untuk nungging. Mama mau saja saat kutusuk vaginanya dari belakang.

“Mama nggak bisa menikmati…” katanya berkeluh padaku.

Akupun disuruhnya duduk di kursi ketika mama mulai mengangkangiku berhadapan dan memasukkan penisku secara perlahan ke dalam dirinya. Aku cukup senang dengan gaya itu, mama duduk di pangkuanku dan buah dadanya tepat berada di mulutku. Rakus aku menjilati dada yang menjulang menantang itu, saat mama mulai melakukan aksinya menurun naikkan tubuh indahnya di hadapanku.

“Ouh… Mamaaa…” tak sadar aku bicara demikian, mama meringis namun terus menutup mulutnya rapat-rapat.

Mama menggerakkan pinggulnya dengan berbagai variasi, kadang memutar, maju-mundur dan turun-naik, semua berirama membuat aku tak tahan.

Berselang 5 menit kemudian, “Maa… Donny mau keluar…” bisikku pelan.

“Tahan sayang, tunggu mama sebentar lagi…” ujar mama pelan seperti takut kedengaran.

Mama terus memutar-mutarkan pinggulnya membuat penisku pusing tujuh keliling, hingga tak lama kemudian “Ukkhhh… ssstt…” bersamaan kami mencapai puncak kenikmatan yang kami daki. Mama menciumiku mesra, beberapa saat kami saling pagut sebagai tanda kasih sayang diantara kami berdua. Aku merasa mama adalah bidadariku yang tercantik.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu