1 November 2020
Penulis —  dejongos

Pulau P bersama Pak Sitor

Namaku Reni, usia 27 tahun. Kulitku kuning langsat dan rambutku sebahu dengan tinggi 165 cm dan berat 51 kg. Aku telah menikah setahun lebih. Aku berasal dari keluarga Minang yang terpandang. Sekilas wajahku mirip dengan Putri Indonesia 2002 Melani Putria. Bedanya aku telah menikah dan aku lebih tua darinya 2 tahun.

Aku bekerja pada sebuah Bank pemerintah yang cukup terkenal. Suamiku Ikhsan adalah seorang staf pengajar pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota P di Sumatera. Di samping itu, ia juga memiliki beberapa usaha perbengkelan. Kami menikah setelah sempat berpacaran kurang lebih 3 tahun. Perjuangan kami cukup berat dalam mempertahankan cinta dan kasih sayang.

Bagaimanapun, kami dapat juga melalui semua itu dengan keyakinan yang kuat hingga kami akhirnya bersatu. Kami memutuskan untuk menikah tapi kami sepakat untuk menunda dulu punya anak. Aku dan Bang Ikhsan cukup sibuk sehingga takut nantinya tak dapat mengurus anak. Kehidupan kami sehari-hari cukup mapan dengan keberhasilan kami memiliki sebuah rumah yang asri di sebuah lingkungan yang elite dan juga memiliki 2 unit mobil sedan keluaran terbaru hasil usaha kami berdua.

Begitu juga dalam kehidupan seks tiada masalah di antara kami. Ranjang kami cukup hangat dengan 4-5 kali seminggu kami berhubungan suami istri. Aku memutuskan untuk memakai program KB dulu agar kehamilanku dapat kuatur. Aku pun rajin merawat kecantikan dan kebugaran tubuhku agar suamiku tidak berpaling dan kehidupan seks kami lancar.

Suatu waktu, atas loyalitas dan prestasi kerjaku yang dinilai bagus, maka pimpinan menunjukku untuk menempati kantor baru di sebuah kabupaten baru yang merupakan sebuah kepulauan. Aku merasa bingung untuk menerimanya dan tidak berani memutuskannya sendiri. Aku harus merundingkannya dulu dengan suamiku.

Bagiku naik atau tidaknya statusku sama saja, yang penting bagiku adalah keluarga dan perkawinanku. Tanpa aku duga, Suamiku ternyata sangat mendorongku agar tidak melepaskan kesempatan ini. Inilah saatnya bagiku untuk meningkatkan kinerjaku yang biasa-biasa saja selama ini, katanya. Aku bahagia sekali.

Bahkan akhirnya mereka pun mendorongku agar maju dan tegar. Suamiku hanya minta agar aku setiap minggu pulang ke Kota P agar kami dapat berkumpul. Aku pun setuju dan berterima kasih padanya. Aku pun pindah ke pulau yang jika ditempuh dengan naik kapal motor dari Kota P akan memerlukan waktu selama 5 jam saat cuacanya bagus.

Hari pertama kerja aku diantar oleh suamiku dan sorenya dijemput. Suamiku ingin agar aku betah dan dapat secepatnya menyesuaikan diri di pulau ini. Memang prasarananya belum lengkap. Rumah-rumah dinas yang lainnya pun masih banyak yang kosong. Selama di pulau itu pun suamiku tidak lupa memberiku nafkah batin karena nantinya kami akan bertemu seminggu sekali.

Aku pun menyadarinya dan kami pun mereguk kenikmatan badaniah sepuas-puasnya selama suamiku di pulau ini. Suamiku dalam tempo yang singkat telah dapat berkenalan dengan beberapa tetangga yang jaraknya lumayan jauh. Ia juga mengenal beberapa tukang ojek hingga tanpa kusadari suatu hari ia menjemputku pakai sepeda motor.

Salah satu tukang ojek yang dikenal suamiku adalah Pak Sitor. Pak Sitor ini adalah laki-laki berusia 50 tahun. Ia tinggal sendirian dipulau itu sejak istrinya meninggal dan kedua anaknya pergi mencari kerja ke Jakarta. Laki-laki asal Kota M di Sumatera itu harus memenuhi sendiri hidupnya di pulau itu dengan kerja sebagai tukang ojek.

Pak Sitor orangnya sekilas terlihat kasar dan keras namun jika telah kenal ia cukup baik. Menurut suamiku, yang sempat bicara panjang lebar dengan Pak Sitor, dulunya ia pernah tinggal di Kota P sebagai buruh pelabuhan. Suatu saat ia ingin mengubah nasibnya dengan berdagang namun bangkrut. Untunglah ia masih punya sepeda motor hingga menjadi tukang ojek.

Hampir tiap akhir pekan aku pulang ke Kota P untuk berkumpul dengan suamiku. Yang namanya pasangan muda tentu saja kami tidak melewatkan saat kebersamaan di ranjang. Saat aku pulang, aku menitipkan rumah dinasku pada Pak Sitor karena suamiku bilang ia dapat dipercaya. Akupun mengikuti kata-kata suamiku.

Kadang-kadang aku diberi kabar oleh suamiku bahwa aku tidak usah pulang karena ia yang akan ke pulau. Sering kali suamiku bolak-balik ke pulau hanya karena kangen padaku. Sering kali pula ia memakai sepeda motor Pak Sitor dan memberinya uang lebih. Suamiku telah menganggap Pak Sitor sebagai sahabatnya karena sesekali saat ia ke pulau, Pak Sitor diajaknya makan ke rumah.

Sejak saat itu aku pun rutin di antar jemput Pak Sitor jika ke kantor. Tidak jarang ia membawakanku penganan asli pulau itu. Aku pun menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih. Kadang aku pun membawakannya oleh-oleh jika aku baru pulang dari Kota P. Setelah beberapa bulan aku tugas di pulau itu dan melalui rutinitas seperti biasanya, suamiku datang dan memberiku kabar bahwa ia akan disekolahkan ke Australia selama 1, 5 tahun.

Ini merupakan beasiswa untuk menambah pengetahuannya. Aku tahu beasiswa ini merupakan obsesinya sejak lama. Aku menerimanya. Aku pikir demi masa depan dan kebahagiaan kami juga nantinya sehingga tidak masalah bagiku. Suamiku sebelum berangkat sempat berpesan agar aku jangan segan minta tolong kepada Pak Sitor sebab suamiku telah meninggalkan pesan pada Pak Sitor untuk menjagaku.

Suamiku pun menitipkan uang yang harus aku serahkan pada Pak Sitor. Sejak suamiku di luar negeri, kami sering telpon-teleponan dan kadang aku bermasturbasi bersama suamiku lewat telepon. Itu sering kami lakukan untuk memenuhi libido kami berdua. Akibatnya, tagihan telepon pun meningkat. Bagaimanapun, aku tidak memperdulikannya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu