1 November 2020
Penulis —  dejongos

Pulau P bersama Pak Sitor

Ia pun mau menerima pendapatku. Akan tetapi, aku bisa melihat ada rasa kecewa di matanya. Aku bisa bayangkan dirinya yang telah terobsesi untuk menyenggamaiku. Aku lihat penisnya telah siap memasuki diriku jika aku izinkan. Panjangnya melebihi milik suamiku dan agak bengkok dengan diameter yang melebar.

Pak Sitor minta aku untuk membantunya klimaks dengan mengulum penisnya. Aku kembali menggeleng karena aku dan suamiku selama ini tidak pernah melakukan oral sex baik suami kepadaku dan juga sebaliknya meskipun kami selalu menjaga kebersihan wilayah sensitif kami. Pak Sitor terus memohon sebab ia merasa tersiksa karena belum klimaks.

Akhirnya aku beranikan diri mengulumnya. Dengan sedikit jijik aku buka mulutku, namun tidak muat seluruhnya dan hanya sampai batangnya saja. Mulutku serasa mau robek karena besarnya penis Pak Sitor. Baru beberapa kali kulum aku serasa mual dan mau muntah oleh aroma kelamin Pak Sitor itu. Aku maklum saja karena ia kurang bersih dan seperti kebiasaan laki-laki asal Kota M, penisnya tidak ia sunat hingga membuatnya agak kotor.

Aku heran Pak Sitor ini sampai sekian lama kok tidak juga klimaks. Aku salut akan staminanya. Aku juga salut atas sikapnya yang menghargai wanita dengan tidak memaksakan kehendak. Padahal dalam keadaan seperti ini, aku bisa saja dipaksanya namun tidak ia lakukan. Aku merasa bersalah pada diriku dan ingin membantunya saat itu juga.

Di dalam pikiranku berperang antara birahi dan moral. Akhirnya, kupikir sudah terlanjur basah. Di samping itu, aku tidak ingin menambah masalah antara aku dan Pak Sitor. Jika aku larang terus nantinya Pak Sitor bisa saja memperkosaku. Seorang laki-laki yang telah berbirahi di ubun-ubun sering bertindak nekad dan lagi pula aku sendirian.

“Hmmm… Pak Sitor… Begini deh… Kalau Bapak memang benar-benar mau mencampuri saya… Boleh, Pak… Pak Sitor pun tampaknya gembira sekali. Padahal tadi sempat kulihat wajahnya tegang sekali. “Ibu benar-benar ikhlas…?” tanya Pak Sitor menatap dalam-dalam mataku dengan penuh birahi. Tangannya membelai rambutku.

Aku lalu berbaring dan membuka kedua pahaku memberinya jalan memasuki rahimku. Tubuh kami berdua saat itu telah sama-sama berkeringat dan rambutku telah kusut. Dari temaram lampu dinding aku lihat Pak Sitor bersiap-siap mengarahkan penisnya. Posisinya pas diatas tubuhku. Tubuhnya telah basah oleh keringat hingga membuat badannya hitam berkilat.

Tampaknya ia masih berusaha menahan untuk ejakulasi. Di luar saat ini hujan pun seakan tidak mau kalah oleh gelombang nafsu kami berdua. Pak Sitor dengan hati-hati menempelkan kepala penisnya. Ia tahu jika tergesa-gesa akan membuatku kesakitan sebab punyaku masih kecil dan belum pernah melahirkan. Aku pun berusaha memperlebar kedua pahaku supaya mudah dimasuki kejantanan Pak Sitor sebab aku melihat kejantanannya panjang dan agak bengkok jadi aku bersiap-siap agar aku jangan kesakitan.

“Pelan-pelan ya, Pak…” Aku sempat bilang kepadanya untuk jangan cepat-cepat. Dengan bertahap, ia mulai memasukan penisnya. Aku memejamkan mata dan merasakan sentuhan pertemuan kemaluan kami. Untuk melancarkan jalannya, kakiku ia angkat hingga melilit badannya, lalu langsung penisnya masuk ke rahimku dengan lambat.

Aku terkejut dan merasakan ngilu di bibir rahimku. “Auuch… ooh… auuch…” Aku meracau kesakitan. Pak Sitor membungkam mulutku dengan mulutnya. Kedua tubuh bugil kami pun sepenuhnya bertemu dan menempel. Tidak lama kemudian seluruh penisnya masuk ke rahimku dan ia mulai melakukan gerak maju mundur.

Tidak lama kemudian aku merasakan kenikmatan. Mulut pak Sitor pun lepas dari mulutku karena aku tidak kesakitan lagi. Aku tersengal-sengal setelah selama beberapa waktu mulutku disumpalnya. Kekuatan laki-laki ini amat membuatku salut, sampai membuat ranjangku dan badanku bergetar semua seperti kapal yang terserang badai.

Kurang lebih 15 menit kemudian Pak Sitor gerakannya bertambah cepat dan tubuhnya menegang hebat. Aku merasakan di dalam rahimku basah oleh cairan hangat. Tubuhnya lalu rebah diatas tubuhku tanpa melepaskan penisnya dari dalam rahimku. Aku pun dari tadi telah sempat kembali orgasme. Kami pun tertidur sementara diluar hujan masih saja turun.

Saat itu tidak ada lagi batas diantara kami, namun aku merasa telah berdosa kepada suamiku. Hingga tengah malam Pak Sitor pun kembali menggauliku sepuasnya dan akupun tidak merasa segan lagi karena kami tidak lagi merasa asing satu sama lain. Aku pun tidak merasa jijik lagi jika melakukan oral sex dengan Pak Sitor.

Bagi seorang wanita seperti diriku, sangat sulit rasanya untuk melepaskan diri dari kejadian ini. Penyesalan pun tiada gunanya. Aku yang di luarnya tampak keras, berwibawa dan kadang sombong, semuanya menjadi tiada arti lagi saat seorang laki-laki seperti Pak Sitor telah berhasil menggauliku. Kehormatan dan perkawinan yang aku junjung pun luntur sudah, namun apa lagi yang bisa kuperbuat.

Aku merasa telah terperdaya oleh gelombang gairah yang dipancarkan oleh Pak Sitor. Sangat aneh bagiku jika Pak Sitor yang seusia dengan ayahku ini masih mampu mengalahkanku dan membuatku orgasme berkali-kali tidak seperti suamiku yang hanya bisa membuatku orgasme sekali saja. Begitu juga aku. Kuakui aku mendapatkan pengalaman baru dan mengaburkan pendapatku selama ini bahwa laki-laki paro baya akan hilang keperkasaannya.

Selama kami berhubungan badan aku sempat bertanya padanya bagaimana ia bisa sekuat itu. Pak Sitor pun bercerita bahwa ia sering mengkonsumsi makanan khas Batak berupa sup anjing yang menurutnya dapat menjaga dan menambah vitalitas pria. Aku bergidik jijik dan mau muntah mendengarnya. Aku jadi ingat, pantas saja saat bersebadan dengannya bau keringatnya lain.

Rupanya selama ini Pak Sitor sering memakan makanan yang di agamaku diharamkan. Pernah suatu kali aku kurang enak badan padahal Pak Sitor ngotot ingin mengajakku untuk bersetubuh. Aku pun dibelikannya makanan berupa sate. Saat aku santap, rasanya sedikit aneh. Setelah makan beberapa tusuk, aku merasakan tubuhku panas dan badanku seakan fit kembali.

Setelah sate itu aku habiskan, kami pun melakukan persetubuhan dengan amat panas dan bergairah hingga aku mengalami orgasme sampai tiga kali. Tubuhku seakan segar bugar kembali dan enak sekali. Setelah persetubuhan, Pak Sitor bilang bahwa yang aku makan tadi adalah sate daging anjing. Aku marah dan ingin memuntahkannya karena jijik dan kotor.

Bagaimanapun, aku memintanya untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi walaupun terus terang, aku pun mau tak mau harus mengakui khasiatnya. Ia pun berjanji untuk tidak mengulanginya lagi tanpa seizinku. Selama aku bertugas di pulau itu hampir satu tahun, kami telah sering melakukan hubungan seks dengan sangat rapi.

Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Untungnya pula, akibat perbuatan kami ini aku tidak sampai hamil. Aku memang disiplin ber-KB supaya Pak Sitor bebas menumpahkan spermanya di rahimku. Kapanpun, kami sering melakukannya. Kadang di rumahku, kadang di rumah Pak Sitor. Kadang kalau kupikir, alangkah bodohnya aku mau saja digauli di atas dipan kayu yang cuma beralaskan tikar usang.

Pernah suatu hari setelah kami bersebadan di rumahnya, Pak Sitor minta kepadaku untuk mau hidup dengannya di pulau itu. Permintaan Pak Sitor ini tentu mengejutkanku, rasanya tidak mungkin sebab aku terikat perkawinan dengan suamiku dan aku pun tidak ingin menghancurkannya. Lagi pula Pak Sitor seusia dengan ayahku.

Apa jadinya jika ayahku tahu. Rupanya Pak Sitor mulai mencintaiku sejak ia dengan bebas dapat menggauliku. Di samping itu, keyakinan kami pun berbeda karena Pak Sitor seorang Protestan. Bagiku ini masalah baru. Memang, sejak berhubungan intim dengannya, aku tak lagi menjalankan agamaku dengan taat. Kebiasaan Pak Sitor menyantap daging anjing dan babi, juga menenggak tuak, sedikit demi sedikit ikut mempengaruhiku.

Pak Sitor pun pernah menanyakan padaku kenapa aku tidak hamil padahal setiap ia menyebadaniku spermanya selalu ia tumpahkan di dalam. Aku tidak memberitahunya jika aku ber-KB karena tidak ingin mengecewakannya. Jelas ia sebenarnya menginginkan aku hamil agar memuluskan langkahnya untuk memilikiku. Aku harus menyiasatinya agar ia tidak lagi bermimpi untuk menikahiku.

Sebenarnya bagiku hubungan ini hanyalah sebagai pelarianku dari kesepian selama jauh dari suamiku. Aku pun menjelaskannya kepada Pak Sitor dengan lembut dan baik-baik saat kami usai berhubungan badan. Aku pun bilang jika kelak aku pindah kerja, ia harus rela hubungan ini putus. Selama aku dinas di pulau ini dan suamiku tidak ada, ia kuberi kebebasan untuk memilikiku dan menggauliku.

Akhirnya ia mau mengerti dan menerima alasanku. Ia berjanji akan menutup rapat rahasia kami jika aku pindah. Ia pun menerima segala persyaratanku karena rasa cintanya padaku. Selama aku tugas di pulau ini, Pak Sitor terus memberiku kenikmatan ragawi tanpa kenal batas antara kami. Bagiku cinta hanya untuk suamiku.

Pak Sitor adalah terminal persinggahan yang harus aku singgahi. Dalam hatiku, aku berjanji untuk menutup rapat rahasia ini karena masih ada penyesalan dalam diriku. Kadang aku mengganggap diriku kotor dan telah merusak kesucian pernikahan kami. Bagaimanapun, mungkin ini memang tahapan kehidupan yang harus aku lewati.

== S E K I A N ==

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan