1 November 2020
Penulis —  dejongos

Mama terlalu menyayangiku

(((L A N J U T A N)))

“Maafin mama…” ujarnya sambil terus memelukku.

“Mama terlalu egois…” lanjutnya sembari menciumi pipiku dengan penuh kasih sayang.

“Kalau memang itu yang Donny mau…” tanpa meneruskan kalimatnya selanjutnya, mama bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya.

Seribu pikiran telah merambah kepalaku, aku bingung harus bagaimana. Tapi akhirnya aku memilih untuk mengambil resiko, ikut masuk ke dalam kamarnya. Aku terpana saat melihat mama tidur terlentang sambil matanya menatap sayu ke arahku. Bulu-bulu lembut tampak semerawut di sekitar selangkangannya. Pelan aku mendekatinya, sepertinya gayung bersambut.

“Mama ingin jadi orang pertama yang memberikan sayang seluruhnya pada Donny…” kata mama sambil berusaha menutupi selangkangan dengan kedua tangannya, nyata sekali kalau mama masih canggung untuk bugil di depan orang. Seketika seranganku ke mulutnya dibalas lebih garang lagi. Aku benar-benar tidak tahan, kucoba memasukkan penisku secepat mungkin.

“Abis Donny sihh besar sekali…” sambil tangannya menuntun penisku ke liang tempat aku lahir.

“Ditekan… sayang…” lanjut mama sambil tangannya tetap memegang penisku agar diam.

Aku berusaha untuk menekan, namun terasa seperti ada sesuatu yang menahan. Aku terus berusaha sampai akhirnya, “Slebs…” kepala penisku amblas melewati pintu lubang yang sangat sempit itu.

“Ukhh…” mama menjerit tertahan sepertinya mama merasakan sakit. Aku terus menekan menerobos masuk hingga benar-benar amblas seluruhnya, kepala adikku seperti menyentuh sesuatu yang kenyal di kedalaman sana.

“Sayang yang pelan dong…” ujar mama sambil meringis menahan sakit. Aku mulai mengocokkan keluar masuk dam mama benar-benar menikmati setiap gerakan yang kuberikan.

“Uuhh…” mama merintih pelan.

Mama mulai mendekap tubuhku erat, sementara aku terus menurun-naikkan tubuh hingga aku merasakan nikmat luar biasa. Mama mulai maracau tak karuan ketika gerakanku semakin cepat menghantamnya. Suara desahan nafas bercampur dengan suara vagina yang dikocok oleh penisku, begitu kontras. Nyata sekali kalau vagina mama benar-benar telah basah bahkan mungkin sangat becek hingga mengeluarkan suara yang menurutku aneh.

Sepertinya ada sesuatu terjadi pada mama, ia semakin mendekapku erat, goyangan pinggulnya semakin liar dan hal itu membuatku seperti akan meledak diiringi keringat yang telah membanjiri tubuh kami berdua. Aku semakin akan mendekati puncak ketika tiba-tiba mama menjerit dan telah sampai pada puncaknya yang sedetik kemudian aku menyusul ke surga dunia tersebut.

Keesokan harinya keadaan tetap seperti biasanya, hari itu libur sekolahku. Aku tetap berada di rumah untuk menemani mama, aku tak tega untuk meninggalkannya seorang diri di rumah. Saat itu mama sedang mencuci pakaian, mama adalah seorang yang rajin, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri olehnya, itu yang membuatku terkagum-kagum padanya.

“Lho mimpi apa semalam kok tumben nyuci…” kata mama sedikit menyindir.

“Nggak kok cuma pengen bantu aja…” sahutku sambil nyengir tak karuan.

Kami pun larut dalam pekerjaan itu, beberapa menit kemudian tugas harian itu selesai. Baju yang kupakai basah semua begitu juga dengan mama. Akupun mandi lagi, setelah selesai disusul mama. Saat itu kami sedang menonton TV, ketika langit mendung dan menampakkan akan datang hujan. Benar saja, beberapa menit kemudian gerimis pun jatuh perlahan dari langit, kami pun berlari ke belakang menyelamatkan baju-baju yang hampir kering.

“Jduaaarr…” petir menyambar dengan lantangnya seolah tak ada yang berani melawan.

TV telah mati, otomatis. Aku diam sendiri melamun, sedangkan mama masih asyik dengan majalah Femina-nya duduk di ruang tamu. Hujan turun dengan lebatnya, aku pun ikut larut duduk di ruang tamu sambil membaca majalah Femina yang banyak terdapat di kolong meja ruang tamu. Sesekali aku memperhatikan wajah mama, memang benar kata orang kalau mama seorang wanita yang cantik, tinggi semampai dengan kulit putih mulus, leher jenjang dan dada membulat indah.

Bolak balik aku membuka halaman namun tak ada satupun isi majalah yang menarik minatku untuk membacanya. Majalah itu kuletakkan kembali di bawah meja, aku duduk sendiri lagi. Kembali kuperhatikkan mama, aku teringat semalam bagaimana mama bagai kuda binal memacu mengejar kenikmatan. Tak terasa penisku membengkak.

“Donny ngapain sih ngeliatin mama seperti itu…” tanyanya sambil membalik ke halaman berikut.

“Nggak kok Ma… Mama cantik sih,” jawabku lugu sambil memperbaiki posisi penisku.

Mama tersenyum renyah, uuuhhh, sungguh manis jika mama tersenyum. Kemudian mama meletakkan kembali majalahnya untuk bangkit menuju jendela menyaksikan hujan yang turun dengan lebatnya. Aku melihat dari belakang betapa sexy-nya tubuh mama, pantatnya menonjol keluar dan penisku serasa meledak saja, melihat hal itu.

“Ma… Donny sayang mama,” lirihku pelan.

“Mama juga sayang sama Donny.” sahut mama sambil mencium keningku, kemudian ia berbalik menghadapku, mama memelukku dengan melingkarkan kedua tangannya di leherku.

Aroma tubuh wanita asli tanpa farfum pun keluar dari tubuh mama terutama kedua ketiaknya, membuatku semakin terangsang. Lama kami saling pandang, mama begitu cantiknya dengan hidung bangir, dan bibir tipis nan mungil. Semakin aku memeluknya erat serasa tak ingin kulepaskan lagi.

“Dansa yuk…” ajak mama gembira sambil meregangkan pelukannya.

“Boleh tapi tapenya khan di kamarku…” jawabku bingung.

“Ya… iya dansanya di kamar Donny aja,” sahutnya kembali menjelaskan.

Tak berapa lama berselang alunan piano chopin pun beralun sendu, begitu romantisnya kami berdansa layaknya pasangan yang lagi dimabuk asmara. Mama memeluk leherku dengan lembut aku pun tak mau kalah, pinggang mama yang ramping kujadikan sandaran tanganku. Tak lama kemudian mama merebahkan wajahnya di dadaku, aku merapatkan pelukanku sambil mengelus elus punggungnya.

“Tuh khan… Donny nakal lagi…” kata mama protes sambil mencubit belakang leherku.

Aku tak mempedulikan kata-katanya, aku terus meremas pantatnya, perlahan kutarik roknya yang sebatas lutut hingga mendapatkan ujungnya. Dari situ aku memasukkan tanganku untuk memegang langsung pantat yang dibalut celana dalam yang aku belum tau warnanya itu.

“Donny… jangan lagi ah…” ujar mama masih dengan suara yang lembut.

(((B E R S A M B U N G)))

=Karena Copas + Edit pun Butuh Waktu=

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan