2 November 2020
Penulis —  akuskememe

KISAHKU DENGAN LELAKI LAIN

“Setelah peristiwa aku mengulum penis Yogi, kami langsung tidur, Mas. Kemudian paginya, aku terbangun karena sesuatu bergerak-gerak di selangkanganku. Dan setelah kulihat, tangan Yogi bermain di selangkanganku. Tubuhku pun mulai dijalari rasa nikmat yang berasal dari vaginaku.”

“Kamu membiarkannya menyentuh vaginamu?”

“Iya, Mas. Kini aku sekarang sudah pasrah. Tapi masih belum sampe ML.”

“Lalu?”

“Ya, saat Yogi mulai memainkan vaginaku dengan jarinya, aku mulai mendesah keenakan, Mas. Tangannya Yogi bermain di bibir vaginaku dan bahkan sampe menyentuh klitorisku. Benar-benar nikmat, Mas. Itu adalah kali pertama aku mengalaminya. Yogi adalah laki-laki pertama yang menyentuh kemaluanku. Saat itu aku benar-benar basah.

“Lalu Yogi menurutinya?”

“Iya, Mas. Yogi menghentikannya tetapi dia malah membuka pahaku dan mengarahkan penisnya ke vaginaku. Aku bertanya dia mau apa. Lalu Yogi menjawab hanya sekedar menempelkan dan menggesek-gesekkan saja. Sejujurnya aku khawatir, Mas. Tetapi Yogi berhasil memaksaku dan akhirnya penis Yogi menempel di vaginaku.

Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya, Mas. Tapi rasanya seperti ada sengatan begitu kepala penisnya menyentuh bibir vaginaku. Kemudian Yogi menggerak-gerakkan penisnya ke atas ke bawah. Mas… benar-benar nikmat. Aku kembali basah dan mendesah keenakan. Cairan yang membasahi vaginaku justru membuat penis Yogi bergerak lebih leluasa di bibir vaginaku.

“Apa Yogi bisa menepati janjinya?” tanya Mas Iwan.

“Hampir saja, Mas. Saat Mas Iwan makin bernafsu, ia menggesek-gesekkannya lebih cepat dan keras sampai akhirnya penis hendak menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Tapi, aku segera mencegahnya, Mas. Aku mendorong Yogi. Aku mengatakan padanya bahwa aku belum siap untuk yang satu itu.”

“Yogi mau?”

“Iya, Mas. Yogi menuruti kemauanku. Tapi ia mengatakan bahwa ingin sekali melakukan hal itu denganku. Ia bilang, ingin mengekalkan cintanya padaku dengan cara seperti itu.”

“Oh ya?” tanya Mas Iwan seperti terkejut.

“Iya, Mas. Tapi aku tak menjawabnya. Aku diam saja. Lalu Yogi kembali menyodorkan penisnya ke mulutku. Ia memintaku kembali mengulumnya. Aku pun menyetujui permintaannya, Mas. Aku kulum penis Yogi sampai ia muncrat. Setelah itu, kami berdua keluar kamar untuk mengikuti kuliah hati itu.”

“Kalo yang ketiga kalinya gimana? Itu kalian yang ML, kan?”

“Sebenarnya berawal dari kesalahanku, Mas. Yogi mencurigaiku berpacaran dengan cowok lain. Lalu ia marah padaku. Aku coba menjelaskan padanya tapi ia tak percaya. Aku benar-benar sedih dibuatnya. Aku melakukan berbagai cara agar ia percaya padaku. Aku mendatangi kosnya, Mas. Sampai di sana aku menangis di hadapannya dan berkata bahwa aku tidak punya hubungan dengan cowok lain.

Kami mulai berciuman, Mas. Mesra dan bernafsu sekali. Bahkan Yogi menyusuri seluruh wajahku dan leherku. Baru kali itu aku melihat Yogi begitu bernafsu. Sambil berciuman, ia mulai membuka bajuku. Kemudian ia membuka BH-ku dan aku pun mulai bertelanjang dada. Yogi langsung meremas kedua payudaraku dengan kedua tangannya.

Kulihat Mas Iwan mulai bernafsu. Tangannya juga mulai meremas payudaraku dan memainkan puting susuku.

“Ah… Ah… Ah…” desahku karena ulah Mas Iwan.

“Lanjutkan, sayang.”

“Ciuman Yogi turun ke leher dan terus sampai ke dadaku. Mulut Yogi pun mulai melahap susuku, Mas. Dicaploknya kedua putingnya dan mulai dihisap dalam-dalam. Aku mendesah, mas… Ah…

Lidahnya mulai menari-nari di atas puting susuku. Berputar-putar di sana. Itu membuatku merasa geli sekaligus enak, Mas. Lalu Yogi membaringkanku di kasur. Ia makin leluasa bermain di payudaraku. Kemudian setelah dia puas, ciumannya kini turun ke perutku dan terus ke bawah. Sampai tangannya meraih resleting celanaku dan ia mulai membukanya.

“Kamu diam saja, Sayang?” tanya Mas Iwan.

Aku mengangguk. “Aku benar-benar pasrah saat itu, Mas. Aku sudah menyerahkan semua tubuhku pada Yogi. Mas jangan cemburu ya?”

“Ngga kok.” Jawab Mas Iwan sambil mencium keningku. “Lanjutkan.”

“Kini aku sudah bertelanjang bulat, Mas. Yogi sudah melucuti semua pakaianku. Begitu juga dengan pakaian Yogi sendiri. Ia juga sudah bertelanjang. Kulihat penisnya sudah menegang, Mas. Tegak ke atas. Dia langsung membuka pahaku dan mengarahkan penisnya ke vaginaku. Aku bener-bener deg-degan kala itu, Mas.

“Lalu, dia mulai menusukmu?”

“Iya, Mas. Setelah agak lama, dan vaginaku sudah basah, ia mulai menekan penisnya ke lubang vaginaku. Rasanya sakit, Mas. Aku mendorong tubuh Yogi. Tapi Yogi menjelaskan bahwa memang seperti itu. Lama kelamaan tidak akan sakit. Ia pun kembali mencobanya. Ia memintaku menahan sakitnya. Aku berusaha untuk tak berteriak pula saat kepala penis Yogi terus menyeruak masuk ke lubang vaginaku.

Sampai akhirnya, aku merasakan separuh penisnya sudah masuk dan kurasakan perih di vaginaku. Tapi Yogi terus memaksa masuk seluruh batang penisnya. Aku kembali menahan rasa sakit. Karena agak susah, Yogi menarik penisnya. Ia coba memasukkan lagi dari awal. Ia melakukan hal itu berulang kali. Dan akhirnya, dia terus menakan masuk hingga mentok.

Mas Iwan menarik tanganku dan menuntunnya ke arah selangkangannya. Ternyata sudah bangun ‘burung’ Mas Iwan.

“Yogi terus memaju-mundurkan pantatnya. Ia melakukannya sambil menunduk mencium bibirku. Tangannya sesekali juga meremas payudaraku. Ah… Aku tidak tahan untuk tidak mendesah, Mas. Benar-benar nikmat rasanya.”

“Lalu, apa dia bertahan lama?”

“Ngga, mas. Mungkin karena pertama kalinya, Yogi tak sampai 10 menit sudah menarik penisnya. Setelah sebelumnya genjotannya terasa makin cepat. Ia menarik penisnya dan membuatnya menyemprotkan spermanya di luar vaginaku.”

“Banyak?”

“Banyak, Mas… Dan kental sekali. Yogi langsung terjatuh di sampingku. Aku juga merasa lelah, Mas. Kuraba vaginaku dengan jari dan ternyata ada darah di sana, Mas. Aku menangis. Aku telah melepas kehormatanku. Lalu Yogi menenangkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja.”

“Cukup sampai di situ?”

“Ngga, Mas. Kami langsung saling membersihkan badan kami dengan tissue. Ada bercak merah di seprai kasur Yogi, Mas.”

“Darah perawanmu ya, Sayang?”

“Iya, Mas. Mas ga menyesal kan menikahi wanita yang sudan tidak perawan?” Tanyaku.

“Tentu saja tidak, sayang. Apa kalian melakukannya lagi setelah itu?”

“Iya, Mas. Kami melakukannya beberapa kali. Kali itu aku sudah tidak canggung lagi. Aku lebih siap, Mas.”

“Di mana kalian melakukannya?”

“Di kos Yogi, Mas. Pernah juga di homestay saat kami liburan.”

“Bersama siapa?”

“Hanya berdua, Mas. Yogi yang meminta.”

“Pasti kalian ML sampai puas ya?”

“Karena Cuma kita berdua, tentu saja iya, Mas.”

“Berapa kali?”

“Aku lupa, Mas.”

“Yogi tetep keluar di luar?”

“Hmmm. Sebenarnya…”

“Kenapa?”

“Sebenarnya dia keluar di dalam, Mas. Tapi saat itu dia memakai kondom, jadi tidak sampai tumpah di rahimku. Hmm. Banyak kondom yang kita habiskan, Mas.”

“Berarti sudah seperti bulan madu ya?”

“Iya, Mas. Mas ga marah kan?”

“Buat apa marah?” kata Mas Iwan sambil tersenyum.

“Kami melakukan beberapa posisi saat itu, Mas. Bahkan kami mandi berdua. Aku benar-benar lelah setelahnya.”

“Tapi pada akhirnya kalian putus ya?”

“Iya, Mas. Dia pergi meninggalkanku. Beruntung aku memiliki Mas Iwan saat ini.”

“Kalian pernah melakukan hal aneh apa selama pacaran?”

“Hmm. Apa ya, Mas?”

“Masa ga ada?”

“Kita pernah seharian tidak keluar kos dan hanya ML sepanjang hari itu. Tentu saja pakai kondom, Mas. Kita juga pernah bertukar CD?”

“Oh ya?”

“Iya, Mas. Dia memintaku.”

“Apa CD-nya kamu simpan sampai sekarang?”

“Untuk apa? Sudah saya bakar.”

“Selain itu?”

“Tidak ada, Mas.”

Kemudian Mas Iwan mulai menindihku. Ia menciumku dan kami pun mulai bercinta. Meski Mas Iwan laki-laki yang biasa saja, tapi aku sangat menyayanginya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu