2 November 2020
Penulis —  akuskememe

KISAHKU DENGAN LELAKI LAIN

Berita duka tiba-tiba datang dua hari setelah aku kembali dari kota. Ayah mertuaku meninggal setelah berhari-hari dirawat di rumah sakit. Ayah sudah tak bisa bertahan melawan penyakitnya. Kami sekeluarga telah mengikhlaskan beliau pergi selamanya. Ibuku menangis sejadi-jadinya di hari ayahku meninggal.

Kami mengadakan pengajian selama 7 hari berturut-turut untuk kepergian ayah. Rencananya, setelah 7 hari aku dan Mas Iwan akan kembali ke kota. Setiap hari selama 7 hari, kami banyak disibukkan oleh persiapan acara pengajian. Maklum, ayahku adalah tokoh yang dikenal oleh seluruh kampung. Wajar sekali jika banyak yang datang.

Karena kecapean, di hari kelima aku sempat terjatuh di kamar mandi. Kakiku terkilir. Aku jadi kesakitan. Mas Iwan mencoba untuk memijit kakiku. Tetapi yang ada malah tambah sakit.

“Dibawa ke tukang urut saja ya?” kata Mas Iwan.

“Di mana tukang urut yang paham soal kaki terkilir di sini?”

“Sepertinya ibu tau.”

Mas Iwan beranjak menemui ibu. Tak lama ia kembali membawa kabar bahwa ibu tahu tempatnya.

“Ibu tahu tempatnya. Tapi karena ibu sibuk, dia menyuruh Pak Tono yang menemani kita.”

Mas Iwan dan aku, ditemani juga oleh Pak Tono pergi menuju rumah tukang urut. Dalam perjalanan, Pak Tono banyak menjelaskan tentang kemahiran si tukang urut.

Sesampainya di sana, kami sudah disambut oleh Pak Kasman di depan rumahnya. Pak Kasman sangat ramah kepada kami. Kami disambut dengan baik. Setelah berbincang, Pak Kasman langsung memulai memijit kakiku.

Rasanya sakit sekali. Tapi tidak lama pijatannya selesai. Dan kakipun mulai terasa lebih enak.

“Wah, terima kasih, Pak. Kaki saya sudah lebih enakan.”

Pak Tono kutaksir masih berumur sekitar 50 tahunan. Ia punya badan yang tinggi besar meski tidak berotot. Ia sangat ramah dan cara bicara mengisyaratkan bahwa dia orang baik. Pak Kasman memiliki istri. Tetapi, istrinya sedang bekerja di luar negeri sebagai TKW.

“Pak Tono bisa pijat satu badan juga kan?” tanya suamiku.

“Bisa, Pak.”

“Bolehlah kami pijat nanti sebelum balik ke kota.”

“Boleh, Pak. Boleh.”

Rencana itu pun terealisasi. Sehari sebelum balik ke kota, aku dan suamiku pergi ke rumah Pak Kasman. Kami berdua berencana untuk pijat seluruh badan. Kali ini kami tidak lagi ditemani Pak Tono. Aku pun bersyukur akan hal itu. Sebab ada perasaan bersalah saat berada di antara Pak Tono dan suamiku.

Sesampainya di rumah Pak Kasman, kami lagi-lagi langsung disambut. Pak Kasman langsung mempersilakan kami masuk.

“Siapa duluan nih yang mau pijat?” kata Pak Kasman.

“Istri saya dulu, Pak.” Kata Mas Iwan.

Kami semua masuk ke dalam kamar. Sebuah ruangan khusus tempat Pak Kasman memijat, sepertinya. Pak Kasman memintaku mengganti baju dengan kain sarung saja. Lumrahnya seperti saat orang akan dipijat. Aku pun menuruti perintahnya. Sebelum memijat, Pak Kasman menyiapkan minuman dulu untuk suamiku. Ia menaruh kopinya di ruang tamu.

Pak Kasman mulai memijatku. Dimulai dari bagian punggungku menggunakan minyak urut. Untuk mengurut di bagian itu, kain sarungku harus diturunkan. Saat itu aku tak melepaskan BH-ku. Suamiku duduk di samping. Tetapi, barangkali bosan dia meminta untuk menunggu di luar saja.

“Kenapa ga di dalam saja, Mas?” kataku.

“Di dalam panas,” Suamiku pun pergi ke kamar.

“Sekalian diminum kopinya, Pak.” Kata Pak Kasman.

Pak Kasman terus memijatku. Pijatannya enak. Tidak sakit, namun tidak terlalu pelan juga. Aku menikmatinya sampai aku ketiduran sebentar. Dan kulihat pijatan Pak Kasman sudah sampai di pahaku. Kurasakan juga kaitan BH-ku sudah terlepas.

“Mbak, saya boleh ijin buka baju?” kata Pak Kasman. “Soalnya saya terbiasa buka baju jika memijat. Lebih leluasa, mbak.”

Aku sempat kaget. “Hmmm. Silakan saja, Pak.”

Pak Kasman lalu membuka bajunya. Aku kira dia hanya membuka kaosnya. Tetapi, dia malah membuka celana pendeknya juga yang membuatnya hanya mengenakan CD saja.

“Yah, seperti inilah saya kalo lagi mijet, mbak.” Ucap Pak Kasman.

“Meskipun yang dipijat wanita?” tanyaku.

“Iya, mbak.”

“Ngga malu, Pak?”

“Udah biasa, mbak. Hehehe.”

Aku benar-benar kaget dengan yang dia lakukan. Apa dia tidak takut mengingat ada suamiku di luar? Tapi, dia malah biasa saja.

Badannya benar-benar tegap. Di bagian dadanya ditumbuhi bulu lebat yang terus turun ke perut dan hilang di balik CD-nya yang berwarna biru muda. Di bagian pahanya juga ditumbuhi bulu yang cukup lebat. Apalagi ditambah gundukan besar di selangkangannya.

“Aku cuma ga enak sama suamiku di luar, mbak.” Kataku.

“Ngga apa-apa, Bu. Tenang saja.”

Entah kenapa Pak Kasman biasa saja. Dia malah terus melanjutkan pijatannya. Aku sendiri tidak konsen di tengah pemandangan, yang harus kuakui, membangkitkan gairah. Apalagi kini pijatannya kian lembut di bagian pahaku. Kain sarungku telah naik ke atas dan sedikit memperlihatkan pantatku yang terbungkus CD.

Pijatannya terus turun ke betis sampai akhinya dia menyuruhku berbalik. Dia hendak memijat bagian depan. Aku mencoba menutupi bagian atas terutama dadaku dengan sarung. Dengan posisi ini, aku bisa leluas melihat Pak Kasman. Di tubuhnya kulihat ada keringat-keringat kecil. Pak Kasman mulai memijit tanganku.

“Diturunin ya mbak sarungnya?” kata Pak Kasman.

“Saya malu, Pak.”

“Lho, gimana saya mau pijat kalo ditutup gini, Mbak?”

Aku tidak menjawab. Pak Kasman malah langsung menurunkan sarungku hingga membuat payudaraku yang dibungkus bra terlihat. Sarungku diturunkan terus sampai perutku juga terlihat. Pak Kasman mulai memijit perutku. Pelan. Tangan kasar Pak Kasman terasa sekali beradu dengan kulitku. Momen ini sedikit membuat birahiku bangkit.

Selesai dengan perut, Pak Kasman beralih ke paha. Ia memijit bagian depan pahaku. Sudah pasti sarungku diangkat agar Pak Kasman lebih leluasa memijit. Entah kenapa, pijatan Pak Kasman semakin lama terasa seperti usapan. Aku terasa terbuai dengan usapannya itu. Pak Kasman justru menaikkan lebih ke atas lagi sarungku hingga sebagian selangkanganku terlihat.

“Pak…” kataku dengan sedikit mendesah.

Pak Kasman tahu bahwa aku mulai terbawa birahi. Ia memanfaatkannya untuk menarik ke bawah sarungku hingga terlepas. Kini terlihatlah aku hanya mengenakan CD dan braku di depan Pak Kasman. Pak Kasman lagi-lagi mengulangi mengelus betisku terus naik ke atas ke paha dan sampai ke selangkangan.

“Ah… ah… ah…” aku mendesah. “Pak… suamiku…”

Pak Kasman menuju pintu dan mengamati keadaan di luar lewat lubang kunci. “Suami ibu tertidur.”

Entah aku harus bahagia atau sedih, yang jelas ini seperti semacam surga bagi Pak Kasman. Ia kembali dengan senyum kemenangan di bibirnya.

Pak Kasman kini naik ke atas tempat aku berbaring. Ia membuka pahaku dan menempatkan dirinya di antara kedua pahaku. Tangannya meraih braku dan menariknya hingga terlepas. Kini tampaklah payudaraku di hadapannya. Pak Kasman pun mulai meremas-remas dan memainkan putingnya. Ia menarik tubuhku mendekati tubuhnya hingga membuat selangkanganku bersentuhan langsung dengan selangkangannya.

Pak Kasman memposisikan tubuhnya agak condong ke depan sehingga penisnya makin menekan selangkanganku. Tangannya terus memainkan payudaraku. Terkadang sesekali juga mengelus. Pak Kasman tampaknya mencoba memancingku dengan menggesek-gesekkan penisnya ke vaginaku. Aku mulai merasakan kenikmatan.

“Ah… ah…”

Kini aku tidak lagi memikirkan bagaimana seandainya suamiku masuk dan melihat semua ini. Kini yang aku mau hanyalah meneruskan kenikmatan yang baru dimulai. Pak Kasman terus menggesek-gesekkan penisnya hingga kurasakan vaginaku mulai membasahi CD-ku.

“Ah… ah… ah…” Aku terus mendesah keenakan sambil semakin mendekatkan vaginaku ke selangkangan Pak Kasman.

“Pak… udah… pak… ga.. kuuattt…” desahku saat Pak Kasman makin intens melakukan gerakan menggesek vaginaku. Penisnya yang mengeras begitu kuat menempel ke vaginaku meski masih tertutupi celana dalam. Tapi, rasanya aku sudah tidak kuat.

“Pak…” Aku menggenggam lengan Pak Kasman menahan gejolak birahiku. Rasanya aku ingin mendesah sekeras-kerasnya untuk melampiaskan kenikmatan yang kurasakan.

Pak Kasman akhirnya menuruti permintaanku. Ia berhenti menggesekkan penisnya ke vaginaku. Tetapi, ia malah menarik turun celana dalamku sampai terlepas. Aku diam saja tak melawan saat dia melakukan hal itu. Dan tampaklah vaginaku di depan mata Pak Kasman. Ia terlihat bahagia. Tak lama kemudian, ia juga melucuti celana dalamnya dan telanjanglah dia di depanku.

“Ayo, mbak, kita sama-sama meraih kenikmatan.” Kata Pak Kasman sembari membuka pahaku.

Kuraskan Pak Kasman mulai mengarahkan penisnya untuk masuk ke vaginaku. Ujungnya kurasakan mulai menyentuh. Perlahan ada gerakan mendorong untuk memasukkan penis itu. Begitu kepala penis itu masuk, ah rasanya vaginaku seperti dibuka lebar-lebar oleh penis Pak Kasman. Penis itu terus didorong masuk.

“Ah…” Penis itu memenuhi seluruh ruang di vaginaku karena ukurannya yang besar. Pak Kasman terus mendorong sampai kurasa ia telah mentok. Lalu mulailah Pak Kasman menggenjot vaginaku dengan penisnya.

Awalnya genjotannya masih pelan. Tetapi, lama-lama genjotan itu makin terasa cepat. “Ah… ah… ah…” aku mulai mendesah.

Pak Kasman menurunkan badannya agar bibirnya bisa meraih bibirku. Aku pun langsung menyambut ciumannya dengan mesra. Barangkali karena aku telah terbawa oleh nafsu sehingga begitu saja menerima ciuman Pak Kasman. Kami saling berciuman bermesraan, saling memagut, dan lidah kami saling bertautan. Bulu-bulu dada dan perut Pak Kasman menyentuh payudaraku membuat aku kian bernafsu.

Genjotan di vaginaku berhenti. Pak Kasman meminta mengganti posisi. Ia memintaku menungging. Aku menuruti permintaannya. Pak Kasmanpun langsung menusuk vaginaku dari belakang. “Ah… Ia kembali menggenjotku. Penis gagahnya kembali mengoyak vaginaku. Tubuhku jadi maju mundur mendapat serangan dari Pak Kasman.

“Pak… sa… yaa… ga… ah…” Dan akhirnya aku sampai. Aku telah mencapai orgasmeku. Sementara Pak Kasman masih terus menggenjot.

“Ah… ah… ah…”

Kudengar desahan Pak Kasman. Ia tampak masih belum akan orgasme. Tenaganya masih belum takmpak kendor. Genjotannya masih kuat di vaginaku. Tiba-tiba ia meminta mengganti posisi. Ia membangunkanku dan menyuruhku duduk di pangkuannya. Atau lebih tepatnya, duduk di atas penisnya.

Kini aku yang mulai lebih aktif. Aku mulai bergerak turun naik agar penis Pak Kasman bisa keluar masuk. Mulanya pelan, tetapi lama-lama semakin cepat. Sementara Pak Kasman memeluk tubuhku dan mulutnya menciumi kedua payudaraku, kiri dan kanan. Putingku tak luput dari hisapannya. Kadang ia juga menggigitnya dan membuatku aku menggelinjang.

“Ohh…”

Aku terus bergerak naik turun. Masih belum ada tanda-tanda Pak Kasman akan orgasme. Malahan Pak Kasman mengangkat tubuhku. Pak Kasman bangkit dan mulai berdiri. Ia menggendongku dan sambil penisnya tetap tertancap di vaginaku. Aku terus bergerak naik turun sambil bergelayut di tubuh Pak Kasman. Kini tubuhnya yang penuh bulu itu menempel begitu dekat di tubuhku.

“Ah… ah… ah…”

Genjotan penis Pak Kasman makin kuat di vaginaku. Aku semakin tidak tahan sampai akhirnya aku mencium bibir Pak Kasman. Kini justru aku yang terlihat ingin sekali menikmati permainan ini. Kuciumi bibir Pak Kasman. Aku memagutnya seolah ingin mengalirkan nafsu birahiku padanya. Lidah kami saling berpagutan.

“Bu… sa… ya… kke…” Dan penis itu tercabut dari vaginaku dan crot… crot… crot… Sperma Pak Kasman muncrat di perutku. Banyak sekali. Ketimbang milik Ahmad dan Pak Tono, miliki Pak Kasman jauh lebih banyak. Rasanya juga hangat di perutku.

“Bersihin dong, bu.”

Pak Kasman menyodorkan penisnya ke wajahku. Ia ingin aku membersihkan penisnya dengan mulutku. Aku langsung melahapnya dan membersihkan semua batang penisnya dari cairan cinta kami. Setelah bersih, Pak Kasman tidur di sampingku.

“Makasih ya, bu.” Ucap Pak Kasman.

Aku tidak menjawab. Rasanya aku juga ingin mengatakan terima kasih telah memberiku kepuasan dengan penis gagahnya.

“Suami saya gimana, pak?” tanyaku.

“Sepertinya masih tertidur, bu.” Pak Kasman bangkit dan kembali melihat suamiku. “Benar, bu. Suami ibu masih tidur. Tampaknya lelap sekali.”

Aneh sekali suamiku bisa tertidur. Apakah dia terlalu capek? Dan apakah dia tidak mendengar suara persenggamaan aku dan Pak Kasman.

“Sepertinya masih nutut sekali lagi, mbak.” Kata Pak Kasman padaku. Ia kembali menindihku.

“Saya capek, pak.”

Pak Kasman langsung mencium bibirku. “Saya ingin keluar di dalam, bu.”

Aku terkejut dengan ucapannya. Jauh di dalam hatiku, aku juga ingin meraskan hal yang sama. Aku ingin Pak Kasman menyemburkan spermanya di dalam. Aku membayangkan betapa hangatnya nanti. Tetapi, aku tidak menjawab dan hanya diam saja.

Pak Kasman tidak menunggu aba-aba dariku. Ia langsung kembali mengerjaiku. Kami kembali bercinta. Aku kembali mereguk kenikmatan dari Pak Kasman. Kali ini aku meraih orgasme sampai tiga kali. Dan Pak Kasman benar-benar muncrat di dalam. Aku benar-benar bahagia meski di luar kamar ada suamiku.

Setelah persenggamaan selesai, aku kembali mengenakan bajuku dan keluar kamar. Sebelum aku keluar, Pak Kasman meminta CD-ku sebagai kenang-kenangan untuknya. Jadi, aku pulang tanpa mengenakan CD.

Kubangunkan suamiku. Ia tampak mengantuk sekali.

“Kok lama banget, Ma?” tanya Mas Iwan.

“Udah tadi, Mas. Cuma mas yang dibangunin ga mau bangun.” Jawabku mengelak.

“Oh, gitu ya, Ma. Gak tau juga nih. Tiba-tiba mas ngantuk banget.”

“Yaudah pulang aja deh, Mas. Kapan-kapan aja. Kayanya mas ngantuk berat.”

Akhirnya Mas Iwan tidak jadi pijat. Ia memilih untuk pulang saja. Aku yang menyetir mobil sampai rumah. Sampai di rumah, Mas Iwan langsung tidur. Sementara aku masih terbayang-bayang persenggamaan dengan Pak Kasman, tukang pijat yang perkasa.

Bersambung…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu