2 November 2020
Penulis —  akuskememe

KISAHKU DENGAN LELAKI LAIN

Pak Restu dan aku semakin akrab saja. Aku makin nyaman dengan dia. Dia baik dan selalu menjadi pendengar yang baik. Dia juga senang bercanda. Aku sering dibuatnya tertawa.

Aku juga kadang tak segan membelikannya makanan. Bila tak ada orang, dia mengambil ke rumahku. Atau aku yang mengantarnya ke pos.

Namun, hubungan kami hanya sebatas berteman saja. Meski obrolan kami kadang panas, entah kenapa sikap kami tak berani untuk bertindah lebih jauh. Padahal aku yakin Pak Restu ingin sekali melakukannya.

Sikap paling jauh yang kami lakukan hanya sebatas ciuman saja yang kami lakukan di rumah kontrakannya. Saat itu aku mengantar baju yang kubelikan untuknya.

“Kenapa kamu repot-repot?” tanyanya. Saat ini bahasa aku-kamu sudah kami gunakan.

“Gapapa. Kebetulan tadi belanja, dan aku ingat kamu.”

“Ciee.” Godanya.

“Kenapa?”

“Gapapa.”

“Belanja kok ga ngajak aku? Aku kan bisa bantu angkat-angkat barang?”

“Ngga. Belanjaku kebetulan ga banyak kok.”

“Dicoba dulu sana.”

Pak Restu ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian, ia keluar dengan pakaiannya yang baru.

“Pas?” tanyaku. Ia mengangguk.

Ia kemudian duduk bersebalahan denganku. “Makasih ya.” Katanya. Aku mengangguk.

Entah kenapa, Pak Restu memandangku. Aku menjadi risih. Ternyata tak lama berselang, wajahnya semakin dekat ke wajahku. Lalu kurasakan bibirnya menempel di bibirku. Aku mendadak memejamkan mata. Menikmati kuluman bibir Pak Restu di bibirku. Aku tak berani membalas lumatannya. Aku diam saja; pasif.

Pak Restu masih terus mencium bibirku. Tiba-tiba suatu perasaan aneh muncul. Ciuman ini tak sama dengan ciuman laki-laki yang sebelumnya pernah tidur denganku. Rasanya lebih nyaman dan menenangkan. Ada apa?

Aku langsung menarik wajahku. Pak Restu terkejut.

“Kenapa?”

Aku menggeleng. “Cukup.”

Pak Restu mencoba untuk melakukannya lagi. Tetapi aku menolaknya dan aku pamit pulang.

Berhari-hari setelah kejadian itu, aku terbayang dengan perasaan aneh yang muncul pada saat Pak Restu menciumku. Aku bertanya; apa aku jatuh cinta pada Pak Restu?

Dari sekian lelaki yang pernah menciumku, ciuman ternyaman yang kudapatkan adalah dari nelayan kampung, Ahmad. Tapi kali ini berbeda, rasanya jauh lebih nyaman dengan Pak Restu.

Berhari-hari perasaan itu menghantuiku. Aku sedikit menjauh dari Pak Restu. Kulakukan itu semua untuk memastikan perasaanku saja. Aku yakin Pak Restu sendiri juga mencariku. Berkali-kali dia sms, tapi tak pernah kubalas.

“Kamu kenapa? Ada yang salah dari aku ya?” tanya dalam sms.

Aku bingung sekali. Semakin hari aku memikirkannya, semakin aku yakin bahwa ternyata aku mencintainya. Aku mulai jatuh cinta pada Pak Restu.

Aku menjadi simalakama. Di satu sisi, aku ingin menghindari perasaan ini. Tetapi di sisi lain, aku juga ingin bertemu dengan Pak Restu. Aku ingin memeluknya, aku ingin menciumnya, aku ingin dicumbu oleh dirinya.

Hingga pada suatu hari, aku telah mantap dengan pilihanku. Aku mendatanginya di pos satpam kompleks.

“Hei,” katanya begitu melihatku.

Aku menghampirinya. “Maaf,” kataku.

“Sudahlah.”

“Kenapa kamu menciumku?”

Restu tampak terkejut dengan pertanyaanku.

“Kamu lancang. Kamu kan tau aku ini istri orang.”

Lagi-lagi Restu tak menjawab.

“Kau tau, gara-gara ciuman itu, aku terus menerus memikirkanmu.”

“Aku minta maaf.”

Aku diam. Kami sama-sama jadi diam. Namun tak lama setelah itu, Restu mengatakan hal yang tak pernah kuduga.

“Aku mencintaimu.”

Aku seperti diterpa tembok yang runtuh, tetapi seketika juga bunga-bunga seperti bermekaran di sekitarku. Aku bahagia mendengar kata itu, namun itu juga menjadi sesuatu yang membahayakan bagiku.

Restu menggenggam tanganku lalu ia menciumnya. Aku tak mampu berkata apa-apa. Rasanya ingin aku memeluknya dan menangis. Kenapa ini harus terjadi?

“Aku tahu ini salah. Tapi itulah yang aku rasakan. Aku nyaman saat dengan kamu. Kamu hadir di saat hari-hari sepiku di sini,” ucap Restu. Ia masih menggenggam tanganku. “Tentu saja aku tak ingin menganggu rumah tanggamu. Kau sudah bahagia. Aku hanya ingin mencintaimu. Dan aku ingin kamu tahu itu.”

Sekali lagi ia mencium tanganku. “Maaf.” katanya.

Kata-katanya membuatku tersentuh. Di balik penampilannya yang tegap dan keras, ia punya sisi lembut dan mampu menangkan. Aku tak bisa membohongi perasaanku bahwa kata-katanya mampu menyentuh lubuk hatiku.

Entah siapa yang memulai, tiba-tiba saja aku dan Restu sudah terlibat dalam ciuman. Ciuman yang semakin lama semakin panas. Untuk beberapa waktu, kami lupa kami sedang di pos jaga, sebelum akhirnya Restu menarik ciumannya.

“Di sini tidak aman,” katanya.

Aku juga baru menyadarinya. Namun, ciuman barusan itulah penanda hubungan kami selanjutnya.

@@@

Sehabis peristiwa di pos jaga, sebenarnya aku ingin mengajaknya ke rumah untuk menuntaskan birahi yang mulai menyala itu. Namun, aku ingat bahwa waktu itu sudah sore dan suamiku akan segera pulang. Maka kami terpaksa menundanya.

Meski aku bahagia, namun sebisa mungkin aku harus tetap merahasiakan hubungan ini. Kami tak boleh bertemu sembarangan dan sesukanya. Jika tidak, orang-orang akan curiga.

Biasanya kami baru bisa bertemu saat Restu kebagian shift malam. Di pagi hari, dia punya jadwal kosong dan aku juga. Jadi setiap pagi aku pergi ke kost-nya. Oh ya, aku memaksnya untuk pindah kost agar orang-orang tidak tahu.

Sehabis suamiku dan anakku berangkat, aku juga pergi ke kost Restu. Saat tiba di sana, biasanya dia sudah bangun. Aku juga tak lupa membawa makanan.

Tentu saja, setiap kali ke sana, kami akan bercinta sepuasnya. Restu akan meneguk kenikmatan dari tubuhku. Aku seperti istri baginya yang siap melayaninya. Ya, kami sudah seperti sepasang suami istri.

Suatu pagi, saat itu sedang hujan. Suami dan anakku sudah berangkat. Tiba-tiba saja, ada sms masuk. Dari Restu.

“Dingin. Butuh kehangatan nih.”

Aku tahu maksudnya. Dia ingin ke rumahku. Tapi entah kenapa aku merasa ingin sesuatu yang lain. Aku ingin bercinta di pos jaga. Kebetulan saat itu hujan. Tak akan banyak orang yang tahu.

Maka, dengan payung aku berangkat ke pos jaga. Jalanan kompleks sepi. Lalu saat tiba, kulihat Restu sedang duduk. Aku masuk dan mulai ngobrol.

“Lho, kok ke sini?” tanyanya.

“Katanya butuh kehangatan.”

“Kan aku bisa ke sana.”

“Aku ingin di sini.”

“Gila. Bahaya.”

“Takut?”

Lalu Restu menarikku ke ruangan dalam. Jadi di dalam pos jaga, ada ruang di dalam berupa kamar mandi. Restu membawaku ke sana.

Kami langsung berciuman. Panas. Kami saling lumat. Saling pagut. Tangan Restu juga langsung melucuti pakaianku satu per satu. Seketika aku jadi telanjang.

Ciuman Restu turun ke dadaku. Ia mulai melumat dan menjilati susu dan putingku. Aku mendesah. Nikmat mulai terasa.

Puas dengan susuku, ia turun ke vaginaku. Ia juga mulai menjilatnya. Aku makin dibuat mendesah tak keruan. Rasa nikmat kian menjalar ke seluruh tubuh. Vaginaku dipermainkan oleh lidah Restu. Aku yakin bahwa vagina itu sudah dipenuhi cairan cinta yang banyak.

Aku meminta Restu membuka pakaiannya. Dalam waktu singkat, ia pun telanjang. Ketelanjangannya selalu membuatku bernafsu: lengan yang kekar, dan juga kekar, bulu ketiak yang lebat, perut yang sixpack, paha berotot, dan penis yang tegak dan besar dengan jembut lebat.

Aku meraih penisnya. Kukocok dan aku mulai jongkok di depannya. Tanpa ragu, kukulum penis itu dengan mulutku. Sangat keras. Restu terdengar mulai mendesah. Kujilati juga buah zakarnya. Aku tak peduli jembut itu membuat geli sekitar wajah.

Tak lama kemudian, Restu mendudukkanku di pinggiran mbak mandi. Ia juga membuka pahaku. Penisnya pun langsung masuk dengan nyaman ke dalam vaginaku.

“Ahh…”

Ia mulai melakukan gerakan maju mundur. Penisnya keluar masuk. Aku terus saja mendesah seiring sodokan di vaginaku.

Bibirnya meraih bibirku. Kami kembali berciuman. Kami tak lagi peduli jika sewaktu-waktu ada orang masuk. Kami hanya ingin segera meraih kepuasan.

Tak lama setelah itu, sodokan Restu semakin cepat dan tak lama kemudian sesuatu yang hangat terasa di vaginaku. Restu kembali ‘menyiramiku’. Saat dia mencabut penisnya, sebagian spermanya keluar dari vaginaku.

Kami pun segera membersihkan diri.

@@@

Hubungaku dengan Restu terus saja berjalan. Kami juga terus melakukan hubungan suami istri. Aku juga masih setia melayani suamiku. Sampai sejauh ini, kukira belum ada yang mencium hubungan kami.

Terkait hubungan Restu dengan Bu Gani, aku sudah meminta Restu untuk berhenti dan ia menyanggupinya. Namun, rupanya dia tidak sepenuhnya berhenti. Itu kuketahui setelah aku bertemu dengan Bu Gani.

Saat itu, kami berkumpul di salah satu rumah tetangga. Kebetulan Bu Gani juga ikut. Seperti biasa, obrolan ibu-ibu kompleks pada akhirnya akan mengarah ke sana.

“Bu, Bu Gani, ngomong-ngomong gimana Pak Restu?” kata salah seorang teman.

“Oh, kalo itu sih tetap.” Jawab Bu Gani.

“Aku kok kaya yang ga bisa melepasnya. Itunya lho, bikin cenut-cenut. Udah gede, kuat lagi. Kaya ada sihirnya.”

“Terakhir kapan, Bu?”

“Kemarin lusa. Aku ajak dia nginep di hotel. Kami sepuasnya bercinta. Sperma Restu seperti tidak pernah kering.”

Aku ingat. Kemarin lusa Restu memang tak bisa kutemui di kostnya. Dia mengaku sedang pulang kampung.

“Kemarin kebetulan aku juga mengajak temanku. Tahu ga? Dia langsung ketagihan dengan si Restu. Katanya itunya luar biasa.”

“Uh, jadi pengin coba nih.” jawab salah seorang tetangga.

Lalu, Bu Gani menjawab, “Eh, aku punya usul, gimana kalo kita main rame-rame?”

Semua terkejut dengan ucapan Bu Gani. Gila. Semua langsung menolak.

“Ih, gimana sih. Katanya pengin. Rugi lho ga nyoba punya Restu.”

“Tapi masa rame-rame?”

“Gapapa. Seru deh kayanya.”

“Emang Pak Restu mau?”

“Asal ada uangnya, dia pasti mau. Gimana? Ayolah.”

Entah kenapa, yang ada di sana, semua tersihir dengan ucapan Bu Gani. Semua setuju.

“Bu Rina, gimana. Ayolah ikut. Gapapa sekali aja. Iya kan, bu?”

“Bener, Bu.”

“Kalo ada satu yang ngga ikut, nanti jadi ancaman buat membeberkan ke orang-orang.”

Aku langsung diskak. Tak bisa mengelak. Maka aku pun menyetujuinya.

“Nah, kalo gitu kita atur jadwal ya. Nanti aku tanya Restu dulu. Lokasinya pilih yang agak jauh. Di pantai gitu.”

Semua setuju dengan Bu Gani. Aku hanya bisa mengiyakan.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu