2 November 2020
Penulis —  blackmore

Keluarga Pak Trisno

Dengan canggung Nanda memasuki kamarnya, kamar yang aku dan istriku kini tengah duduk diatas ranjangnya.

“Ada apa lagi ma?” tanyanya, sambil menundukan wajah imutnya.

“Aduh… kamu jangan murung begitu dong sayang… mama betul koq udah gak marah lagi, tanya aja tuh sama papa…”

“Iya Nanda, mama udah gak marah lagi koq…” ujarku, untuk lebih meyakinkan ucapan istriku kepada Nanda, yang saat itu telah mengenakan daster tipis yang sempat diraihnya tadi ketika istriku menyuruhnya untuk keluar. Dari balik dasternya itu terbayang jelas kalau dia sudah tidak mengenakan pakaian dalamnya yang memang masih berserakan diatas ranjang ini.

“Iya Nanda, mama memang sudah gak marah… Oh iya Nanda, tadi kamu bilang kamu masih kentang ya? Kamu mau dientotin lagi sama papa? sampai kamu puas… Mau ya sayang.. mama juga mau liat nih aksi kamu, papa bilang kamu hebat, mama jadi penasaran nih.. sehebat apa sih anak mama ini…” Ah, dasar istriku ini, omongannya itu lho.

“Be.. benar nih ma?” tanya Nanda, dengan sedikit ragu. Dari wajahnya terkesan kalau putriku ini sepertinya heran dengan perubahan sikap istriku yang berubah drastis seperti ini.

Bagaimana tidak, beberapa menit lalu istriku masih begitu marahnya hingga menyuruhnya keluar kamar, sedangkan saat ini justru terlihat begitu binal dan mesum.

“Ya bener lah… ayo pa, langsung buka dong celanamu itu, Nanda kan mau dientot tuh… iyakan Nanda?” segera kulepas celanku, sehingga batang penisku yang sebelumnya telah layu karna baru saja mencapai klimaks beberapa menit lalu kini kembali berdiri tegak, kata-kata vulgar istriku itulah yang kembali membangkitkan birahiku.

“Ih, mama… Nanda gak biasa ngomong seperti itu lho ma…” ujarku kepada istriku, yang menurutku sepertinya Nanda tak terlalu familier dengan kalimat-kalimat vulgar yang hanya dapat didengar diterminal atau kawasan kumuh.

“Ngomong seperti apa? Maksudnya ngomong ngentot gitu? Ya, gak apa-apa dong pa… Nanda harus membiasakannya.. kan malah hot didengarnya… papa juga suka kan kalau mama ngomong seperti itu…”

“Iya, papa memang suka.. tapi Nanda belum terbiasa ma.. nanti malah Nandanya BT lagi…” ujarku, kawatir Nanda justru malah merasa risih dengan kalimat vulgar istriku.

“Enggak koq pa… Nanda malah suka koq..” potong Nanda

“Tuh kan pa… Nanda juga suka koq.. Ayo sayang, kasih liat mama bagaimana kamu ngentot sama papamu…”

“Oke deh ma…” ucap Nanda, seraya melepas daster yang membungkus tubuhnya hingga kembali dirinya bugil.

Ah, hanya beberapa detik saja anak itu yang sebelumnya tampak ragu dan gugup didepan istriku, kini justru begitu rileks.

“Ayo, papa sekarang telentang..” dengan sekali dorongan oleh Nanda, tubuh telanjangku kini berbaring telentang diatas ranjang dengan batang penis mengacung tegak.

Dengan sigap gadis itu berjongkok mengangkangiku, seraya menggenggam batang penisku dan diarahkan ujungnya pada liang anusnya. Bless… hanya sekali dorong dengan mudahnya batang bazokaku menembus liang anusnya, yang dengan lincah tubuh anak gadisku itu mulai bergerak turun naik dengan kekuatan dan kecepatan tinggi.

“Wooowwww… Nanda, kamu ternyata suka anal juga ya..?” Kejut istriku, saat dilihatnya Nanda yang telah begitu handal mendemontrasikan aksi anal seks dengan cara woman in top seperti itu.

“Iya ma… Nanda memang lebih suka dientot lubang anusnya ketimbang memeknya… iyakan Nanda?” celetukku, sambil menikmati genjotan Nanda yang mengocok penisku dengan otot-otot anusnya.

“Betul ma… Nanda lebih suka kalau sidede masuk kedalam lubang anus Nanda, ketimbang didalam sipuss…”

“Ah, dasar anak mama ini ternyata binal banget ya… pantesan nih papanya betah banget ngentotin kamu..”

“Oh iya ma… Orgasme yang didapat Nanda sebagian besar dialaminya saat anal seks lho ma..” terangku, sekedar memberikan informasi kepada istriku.

“Masa’ sih… mama aja belum pernah tuh orgasme saat anal seks, walau mama juga suka anal, tapi tetap saja mama baru bisa orgasme kalau memek mama dientot…”

“Itulah hebatnya Nanda ma…” pujiku, yang membuat Nanda semakin bersemangat memompakan bokongnya naik turun, yang diikuti dengan erangan dan desahan keluar dari mulutnya.

“Aauuuggghhhhhh… huuhhgghh… huuhhgghh… huuhhgghh… sedaahhaaapp… hugh.. hugh.. hugh…” gumamnya, sambil kedua tangannya meremasi buah dadanya sendiri yang masih ranum dengan puting merah jambu.

Melihat aksi yang dilakukan putriku, sepertinya istriku mulai larut dan terbawa kedalam alunan birahi yang tengah kami mainkan, itu dapat kulihat dari ekspresinya yang begitu mengharap.

“Aduh pa.. Mama gak nahan nih…” Ujar istriku, seraya melepaskan celana dalamnya.

Kini istriku berbaring disampingku, dengan pandangan tertuju pada Nanda yang masih memompakan bokongnya sambil berjongkok, tangan kanannya mulai mengusap-ngusap vaginanya sendiri, dan hanya beberapa saat setelah itu, jari tengah dan telunjuknya mengobel-ngobel liang vaginanya.

Ah, betapa nikmatnya berhubungan badan dengan putriku sambil disaksikan oleh istriku, yang juga adalah ibu kandungnya, terlebih lagi reaksi istriku yang tengah horny seperti itu.

Istriku sedikit bergeser dan merebahkan kepalanya diatas bantal yang sama yang kini tengah kugunakan, sehingga praktis kami saling berdampingan dalam satu bantal.

“Aduh enaknya ngentotin lubang pantat anak sendiri…” bisiknya ditelingaku.

“Zzzz… aaaahhhh… ya enak dong ma.. Mama kan juga udah dapet yang enak-enak sama Doni, iyakan? Aauuugghhhh…” ujarku, yang diselingi desahan nikmat karena aksi yang diberikan Nanda.

“Iya pa… Doni itu bikin mama ketagihan deh pa, kontolnya juga gak kalah sama papa.. terus mainnya itu lho pa.. mmmm… Ah, susah deh ngejelasinnya… pokoknya top abis deh si Doni itu pa..” terangnya, Sial.. Seharusnya aku cemburu mendengar ceritanya itu, tapi mengapa aku justru merasakan yang sebaliknya, aku semakin ingin mendengar bagaimana istriku dan Doni melakukan petualangan seksnya.

“Ceritakan dong ma.. bagaimana mama dan Doni selama ini ngesek..” pancingku, sambil tetap menikmati empotan dan kedutan otot-otot anus Nanda pada batang penisku.

“Iya deh, mama ceritakan… tapi papa jangan cemburu ya… mmm.. yang mana ya? abis banyak sih.. Mmm.. yang di Villa Bandung aja deh, soalnya itu yang paling berkesan untuk mama.. satu hari satu malem gitu looww…”

“Mmm… ini pasti yang pakai alasan mau kepernikahan anaknya mbak Wiwik itu, iyakan..?” tuduhku

“Ya, begitu deh… Maaf deh pa.. Oh iya pa, waktu kami masih masih dimobil aja pa, Si Doni itu udah enggak sabaran banget, eh, masa’ mama disuruh telanjang sambil nyetir, gila enggak tuh?”

“Terus mama mau?” “Ya, mau juga sih pa… tapi Si Doni juga telanjang lho pa…”

“Terus…”

“Ya, untuk beberapa saat mama dan Doni telanjang selama melintasi tol Cipularang…”

“terus..”

“Terus… Ah, dasar si Doni enggak sabaran… masa’ dia ngentotin lubang pantat mama dari belakang sih, gila enggak tuh pa?… tapi mama suka sih… jadi kira-kira lima menit Doni menancapkan kontolnya dilubang anus mama sambil mama menyetir… Aaaahhhh… so sweet.. Doni memang romantis..” Sial, kaya’ gitu koq romantis, tapi aku justru semakin terangsang oleh ceritanya itu.”

“Jadi, Doni juga menganal mama?”

“Ya, iya lah pa… dia menyodomi mama, sampai banyak banget lagi pejunya yang keluar didalam lubang anus mama..”

“Terus…”

“Ya, terus… pejunya mama cicipin pa… Eh, dia terpukau lho pa, saat mama makanin pejunya…”

“Terus..”

“Ah, papa terus terus melulu nih… Papa gak tau kali ya, kalau mama tuh lagi horny berat, papa sih enak sekarang lagi dientotin sama Nanda tuh…” sejurus kemudian istriku bangkit, seraya berdiri diatasku sehingga aku dapat melihat vaginanya yang mengintip dari sela-sela pahanya.

Entah apa yang akan dia lakukan selanjutnya, woww.. sambil berdiri dia mengangkangi wajahku, semakin jelas kulihat vaginanya dari sini, dan bertambah jelas saat dia menyingsingkan dasternya sampai kepinggang, hingga bokongnya yang bulat bak gitar spanyol seperti menantangku.

Dan, ah.. ini yang aku suka, rupanya dia berjongkok tepat diatas wajahku, sehingga liang vaginanya yang menganga kini berada tepat didepan mulutku.

“Ayo pa… jilatin memek mama dong pa…” pinta istriku, yang posisinya kini berhadap-hadapan dengan Nanda yang masih berpacu memompakan bokongnya naik turun.

Lidahku mulai menjulur, menjilati liang vagina yang mulai basah oleh cairan birahi. yess.. ibu dan anaknya kini tengah kunikmati secara bersamaan.

“uuuggghhhhhh… iya pa… enak pa.. aaaaauuuggghhh.. mmmhhhh…” erangnya, sambil tangannya kini meremasi buah dada Nanda yang masih belum seberapa besar namun memiliki bentuk dan tekstur yang indah.

Kini kedua tangan Nanda berpegangan pada pundak istriku, sehingga keseimbangan tubuhnya semakin stabil dan dapat lebih leluasa dalam menggenjot batang penisku dengan lebih intensif.

“Cium mama sayang…” Dan, Ah… apa maksud perkataan istriku itu. Sial… ternyata Nanda meladeni permintaan nyleneh istriku, aksi lesbianisme kini tengah diperagakan oleh ibu dan anak itu, yang dengan hotnya mulut mereka saling berpagutan, walaupun tak dapat melihat dengan jelas karna posisiku yang membelakangi, ditambah wajahku yang kini tengah berada dalam bungkaman vagina dan bokong istriku, namun aku dapat menilai betapa antusiasnya mereka, itu dapat kudengar dari lenguh dan suara kecipakan mulut yang riuh, dan bahkan putriku rela untuk menghentikan sejenak gerakan bokongnya demi untuk “permainan baru pemberian mama”.

Diamnya bokong Nanda selama aksi french kiss dengan mamanya membuatku merasa terabaikan, sehingga kuremas bokongnya dengan kedua tanganku, lalu dari bawah kupompakan bokongku naik turun dengan sekuat tenaga.

Plok.. plok… plok… brroott.. brroott.. brroottt… Suara benturan bokong dengan paha, serta rongga pada liang anus yang tertekan oleh hentakan penisku menambah riuh ruangan itu, hingga secara bersamaan terdengar lenguhan Nanda yang mengisyaratkan bahwa anak itu tengah berada pada puncak kenikmatannya.

“Aaaaaggghhhhhhhh… Nanda sampai paaaaaa… aaaaaaaggghhhhh…” lenguhnya, sambil memeluk erat istriku yang berada tepat didepannya.

Setelah beberapa saat kemudian gadis itu terkulai lemas dengan masih didalam rangkulan istriku, mamun aku tetap aktif menggenjot liang anusnya dari bawah.

“Stop dulu pa… Nanda sudah K. O. tuh… sekarang giliran papa yang entotin mama…” ujar istriku, yg meminta untuk menghentikan goyangan pinggulku. Istriku mengalihkan selangkangannya dari wajahku, seraya menungging diatas ranjang dengan mempertontonkan bokongnya yang menantang.

“Ayo pa… melihat Nanda main anal, mama jadi kepingin juga deh pa… Ayo pa entotin patat mama.. sodomi mama pa…” pintanya, segera kubangkit dari posisi berbaringku.

Blesss… hantaman pertama pada liang anusnya untuk malam itu disambut dengan desahan tertahan. Dengan mencengkram kuat bokongnya kukayuh pinggulku dengan sekuat tenaga mempenetrasikan batang penisku pada ibu putriku yang kini tengah berbaring lemas sambil menyaksikan bagaimana ibu kandungnya tengah bersodomi ria didepan matanya.

“Iya… terus pa… entotin yang kuat lobang pantat mama… hajar terus pa… yessss… hiiaaahhhhh…” pekiknya dengan histeris, membuat anakku tampak terpukau dengan aksi liar istriku itu.

Sambil liang anusnya menerima hantaman batang penisku, kini tangan kirinya mulai menggosok-gosok vaginanya, sedang kepalanya kini bertumpu pada ranjang.

“Uuuuuggghhhhhh… mama papa mau keluar nih…” ujarku, karna kurasakan puncak kenikmatan sepertinya hampir menjalari kesekujur tubuhku. Namun betapa kecewanya aku, ditengah orgasme yang hampir saja kuraih tiba-tiba istriku menarik pantatnya.

Pluuupppp… praktis batang penisku kini kehilangan tempat bernaung untuk mencurahkan nikmat dan menaburkan air mani yang sepertinya telah diujung tanduk ini.

“Tahan pa.. Jangan dikeluarin dulu… papa keluarin dimemek Nanda saja ya pa…” cegah istriku, seraya menarik batang penisku untuk mendekati Nanda yang kini tengah berbaring telentang.

“Ayo Nanda, buka memek kamu… biarkan papamu menaburkan air maninya didalam memek kamu ya sayang…” ujarnya, diikuti dengan membimbing penisku kearah liang vagina putriku. Kini ujung batang penisku telah berada tepat dimuka liang vaginanya, yang berkat intervensi istriku kini kedua paha anakku mengangkang lebar bersiap menerima hantaman rudalku.

“Ayo pa… langsung genjot dong… masa’ bengong aja sih…” Sial, justru diamnya aku karena menunggu instruksi darinya.

Fuhhh… nikmatnya… Untuk kedua kalinya pada malam ini aku kembali menaburkan benihku dirahim putriku, jujur untuk yang kedua ini serasa lebih nikmat.

Tingkah “edan” istriku itu justru membuat orgasme yang kurasakan semakin sensasional, bagiku kata-kata itu terdengar bagai irama indah yang membuatku terlena, aneh memang.

“Horeeeeee… semoga cepat hamil ya Nanda sayang… mudah-mudahan nanti punya anak cowok, biar bisa ngentotin kamu dan juga mama…” ujar istriku, diikuti dengan mengecup bibir Nanda yang masih berbaring. Ah, semakin ekstrim saja kata-kata istriku ini, yang membuatku tak tahan hingga kusumbat mulut “jorok” nya itu dengan kecupan yang dibalasnya dengan agresif.

Untuk beberapa saat kami saling berpagutan dengan batang penisku masih tertanam dalam liang vagina putriku.

Puas kami saling berkecupan dan berpilin lidah, kini perhatian istriku beralih pada penisku yang masih tertanam didalam liang vagina Nanda.

“Udah dong pa… dicabut dulu kontolnya.” hmmmm… aku tau apa yang diinginkannya, seraya kucabut batang penisku dari dalam liang vagina, penis yang masih tegang walau sudah tidak maksimal, dengan permukaannya yang berkilat oleh cairan birahi Nanda dan spermaku, bahkan terlihat cairan kental lengket dan sedikit berbusa melekat pada beberapa bagiannya.

Tanpa aku harus menyodorkan padanya, dengan sigap istriku langsung meraih penisku dengan tangan kanannya, dijilatinya beberapa saat lalu dikulumnya.

Tak sampai satu menit dihentikan kulumannya, kulihat cairan kental yang melekat pada batang penisku kini telah sirna, yang sepertinya telah berpindah mengisi perut istriku.

“Mmmmm… masih kurang nih pa, nanggung banget deh..” ujarnya, seraya melirik kearah vagina putriku yang pada sela-sela bibir vaginanya terlihat lelehan sperma sedikit menetes keluar.

Jangan-jangan… Ah, Apa iya dia akan melakukan itu, setelah dengan tanpa canggung tadi dia berciuman dengan anakku, sebuah aksi yang hanya pernah dilakukan oleh para penganut lesbian. Dan ternyata apa yang kuperkirakan sama sekali tak meleset, ditundukan kepalanya pada selangkangan putriku, tangannya mulai menyibak belahan vagina Nanda, yang saat itu sepertinya masih bertanya-tanya dalam hatinya dengan apa yang akan dilakukan oleh mamanya.

Srrrruuuffffttt… Diseruputnya cairan kental yang melekat pada vagina putriku. Ah, benar-benar edan apa yang dilakukan istriku ini, yang kini mulai menelusupkan lidahnya kedalam rongga-rongganya, sepertinya semakin kedalam cairan kental air maniku semakin banyak yang terdeposit didalamnya, itu dapat kudengar dari kecipakan lidah serta seruputan mulutnya.

“Mmmm… nyemmmm.. nyemmm… nikmaaaaattt… srrryyuuff.. aahhhh..” gumamnya, mengingatkanku akan seekor kucing yang tengah menikmati sepotong ikan segar.

Putriku yang tengah berbaring sampai mengangkat kepalanya demi untuk menyaksikan dengan lebih jelas aksi yang sepertinya baru kali ini dia lihat, dan itu dilakukan oleh mamanya, ibu kandungnya.

“Kamu mau coba sayang…” tawar istriku, kepada Nanda yang hanya terdiam tanpa menjawab, namun bocah itu justru menatap wajahku, entah bermaksud meminta pertimbanganku atau dia masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud istriku, namun aku hanya menjawab tatapan itu dengan merentangkan kedua telapak tanganku kebawah yang berarti “terserah,” disamping juga aku belum tau persis apa yang dimaksud istriku.

“Kamu harus cobain dong.. pasti kamu suka..” ujar istriku, diikuti dengan memasukan jari tengahnya kedalam liang vagina Nanda, dikocoknya beberapa saat kekudian ditarik keluar, sehingga air maniku yang sebelumnya tersimpan didalamnya kini meleleh keluar karena tarikan jari tangannya yang mengerok keluar spermaku, yang segera dihirup lagi olehnya, namun kali ini tidak langsung ditelannya, kecuali hanya dikulum dalam mulut, seraya mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak sekitar 20cm diatas wajah Nanda.

Tangan istriku memeberi isyarat agar Nanda membuka mulutnya, namun merasa putriku kurang merespon atau mungkin juga masih bingung untuk berbuat apa, sehingga dengan tangannya sejdiri istriku membuka bibir Nanda hingga kini menganga, lalu.. plehhh… cairah kental dari mulut istriku yang bercampur dengan air liurnya ditumpahkan kedalak mulut yang menganga itu.

“Ayo diminum sayang…” ujarnya kepada Nanda yang masih menahan “special gift” dari istriku itu didalam rongga mulutnya. Glek… akhirnya ditelan juga oleh putriku, dan Ah… dari ekspesinya sepertinya Nanda menyukainya

“Enak kan sayang… enakan kan? Mama bilang juga apa… Mau lagi sayang?”

“Mau ma.. lagi dong ma…” Ah, benar dugaanku, anak itu justru ketagihan.

“Ih, dasar anak mama… ketagihan kan?” goda istriku, seraya kembali mencolok-colok vagina Nanda dengan jari tengahnya, seperti sebelumnya cairan kental yang berhasil keluar dihirupnya untuk kemudian dibetikannya pada Nanda.

Setelah dirasakan tak ada lagi sperma yang tersisa sari dalam liang vaginanya, istriku menghentikan aksinya, lalu mengecup bibir putri kami itu dengan rakus.

Dan akhirnya diranjang anakku ini, kami bertiga berbaring merebahkah tubuh sambil berbincang-bincang.

********

“Emang dimana aja mama begituan sama si Doni?” tanya Nanda, yang kini merebahkan kepalanya dipahaku.

“Ngentot maksud kamu?” ujar istriku, yang membuat Nanda sedikit salah tingkah karna tak biasa dengan kalimat itu.

“Mmmm… iya itu ma..”

“Iya itu… iya itu… ngomong yang jelas dong..”

“Iya deh ngentot..” dengan agak sungkan diucapkannya juga oleh putriku, sebuah kata yang hanya pernah didengarnya dari mulut anak-anak jalanan dan preman terminal.

“Nah, gitu dong… Gak usah pakai sok dihalusin deh.. segala sipuss, sidede’ apaan tuh.. sok imut amat sih.. Bilang aja kontol.. memek.. Kan lebih asik, didengarnya juga lebih hot… iya enggak pa?”

“Aku sih terserah aja deh ma…” jawabku, sepertinya ada benarnya juga apa yang dikatakan istriku itu, saat partner seks kita mengucapkan kata-kata vulgar yang terkesan kotor seperti itu, memang bagiku terdengar lebih merangsang, namun aku juga tak ingin memaksakan kepada Nanda untuk mengucapkan kata-kata yang seperti itu, yang kukawatirkan malah akan menjadi kebiasaan, dan tanpa sadar akan terucap olehnya di saat-saat yang kurang tepat.

“Papa terus terang dong… papa suka kan kalau dengar kita mengucapkan kata ngentot, kontol atau memek, ngomong dong pa biar Nanda tau…” tekan istriku, setengah mengomel.

“Iya.. iya… Papa lebih suka… Puaassss…” jawabku, sedikit agak sewot karna penekanan istriku tadi.

“Benar pa? Papa suka Kalau Nanda ngomong kayak gitu..?” tanya Nanda, yang kujawab hanya dengan menganggukan kepala sambil membelai rambutnya.

“Oh, iya.. mama belum jawab pertanyaan Nanda..” tagih Nanda, yang sepertinya masih penasaran tentang hubungan istriku dengan Doni adiknya.

“Tempat mama sama Doni ngentot kan? Mmm.. Dimana saja ya? Banyak juga sih, dikamar Doni, dimobil, di Villa, di hotel.. terus dimana lagi ya?…”

“Ayo langsung ceritain ke kita dong ma… tentang ngentot ngentot mama dengan Doni…” potong Nanda, disaat istriku tengah mengingat-ingat tempat dimana saja mereka berindehoy.

“Macem-macem sih… udah banyak gaya yang kami praktekin, dari mulai dogy style, ngentot sambil berdiri, ngentot gaya miring, gaya dilipet-lipet, ngentot ditempat umum…”

“Ditempat umum dimana ma?” potong Nanda, yang sepertinya penasaran dengan penjelasan terakhir istriku itu.

“Ditaman, diWC umum.. oh, iya.. kami ngentotnya diwc pria lho… wah, sensasinya itu.. ngeri-ngeri sedap…” terang istriku, akupun ikut terperanjat mendengar pengakuan istriku itu.

“Ngapain juga harus main ditempat-tempat kayak gitu, cari penyakit aja… kenapa enggak dihotel.” tanyaku, dengan nada sedikit mencibir.

“Kan itu kalau lagi darurat pa… Anakmu itu lho, kalau lagi kepingin gak bisa sabar dikit.. kalau dia lagi horny saat itu, ya saat itu juga dia harus bisa ngentotin mamanya ini..” terang istriku, ah, gila juga anak laki-lakiku itu rupanya.

“Terus apa lagi ma?” tanya Nanda lagi

“Mmm… apa lagi ya? Oh iya, Doni itu juga paling suka lho kalau disuapin mamanya..”

“Disuapin bagaimana?” kali ini aku yang penasaran

“Itu lho pa… Doni kalau makan sering minta mama suapin.. Mmm, tapi cara nyuapinnya.. Ah, mama jadi malu menceritakannya..” semakin penasaran aku dan Nanda oleh cerita istriku yang sepertinya agak malu-malu untuk menceritakannya itu.

“Udah lah ma… cerita aja, pakai malu-malu segala mama ini, katanya ingin keluarga kita ini terbuka dalam segala hal..” desakku.

“Iya nih mama, trusin dong ceritanya… lagian ada-ada aja sih tuh anak, udah bangkotan gitu masih minta suapin..” sambung Nanda.

“Iya deh, mama terusin… aduh segitu sewotnya nih bapak sama anak… Begini lho, jadi mama makan makanan Doni, mama kunyah sampai halus, baru deh mama lepehin kedalam mulut Doni yang sudah mangap, lalu langsung dia telan… begitu.. “Ah, gila.. merinding juga aku mendengarnya, kulihat Nanda melirik penuh arti kearahku, entah apa maksudnya itu.

“Wooww… kedengarannya asik juga tuh ma… Nanda jadi kepingin juga nih, kalan-kapan Manda minta disuapin juga sama papa… boleh ya pa…? mau ya…?” sudah kuduga, rupanya ini arti dari lirikannya tadi.

“Iya tuh pa… Nanda kayaknya kepingin tuh.. kasih dong pa..” sambung istriku

“Iya.. iya, nanti… sekarang lanjutin dong cerita mama..” pintaku, didorong oleh rasa penasaranku akan aksi apa lagi yang telah mereka lakukan.

“Mmmm… sebetulnya ada lagi sih, tapi gimana ya? Kasih tau gak ya..?” ujarnya, seolah tengah menimbang-nimbang.

“Ah, kalau yang satu ini kayaknya mama gak perlu ceritakan pada kalian deh..” sambungnya, dan tentu saja perkataannya itu justru memancing penasaran kami.

“Mama gimana sih… apa mama enggak mau kalau keluarga kita terbuka..” ujarku..

“Iya nih mama… lanjut dong” sambung Nanda

“Aduh… bukan begitu pa… tapi yang satu ini… gimana ya? Nanti kalian malah nganggap mama… Ah, sudahlah gak usah, anggap aja cerita itu enggak ada ya..?” penasaranku semakin memuncak.

“Ya sudah, kalau gitu batalkan saja keterbukaan yang akan kita terapkan dikeluarga kita…” ancamku, yang mulai sedikit sewot oleh keraguan sikap istriku itu.

“Oke deh pa… ih, papa segitu sewotnya deh… iya deh mama akan cerita apa adanya… Mmm.. tapi kalian jangan kaget ya… Begini lho pa, mama itu paling suka kalau dikencingin sama Doni…” terangnya.

“Maksudnya…?” potongku, masih belum sepenuhnya paham akan cerita istriku itu.

“Iya, biasanya mama duduk sambil membuka mulut, lalu Doni sambil berdiri mengencingi mulut dan wajah mama.. dan air kencing Doni juga mama minum…” Astaga, betapa kagetnya aku mendengar ceritanya itu, mamun aku berusaha untuk tetap tetlihat rileks, namun tidak dengan Nanda, anak itu terlihat begitu terkejut.

“Gileeeee… gak salah tuh ma… hi.. hi.. hi… mama.. mama.. ada-ada saja mama ini… rasanya kayak apa tuh ma? Rasa lemon tea ya ma?” goda Nanda.

“Tau’ ah, rasa es cendol kali… Sudah mama duga, pasti kalian akan mengejek mama…” papar istriku.

“Ah, enggak apa-apa ma, nyantai aja…” ujarku, sekedar membuat nyaman perasaan istriku, dan kuyakinkan pula padanya untuk tak perlu merasa canggung atau minder dengan kegemarannya yang satu itu. Malam semakin merambat ketengah, dan kami bertiga masih larut dalam perbincangan seputar pengalaman kami yang ganjil dimata masyarakat itu, mamun aku akan berusaha merubah keganjilan itu menjadi sebuah kelaziman yang mutlak bagi keluargaku ini.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu