2 November 2020
Penulis —  blackmore

Keluarga Pak Trisno

Seperti biasa, setelah selesai bersih-bersih rumah dipagi hari ini, yaitu menyapu dan mengepel lantai, masih ada pekerjaan rutin lain yang paling tak bisa untuk ditunda, pekerjaan yang menyangkut urusan perut. Apalagi kalau bukan menyiapkan sarapan pagi.

Walaupun pagi ini aku bangun sedikit terlambat dikarenakan pukul satu dini hari tadi baru bisa memejamkan mata, tapi sukurlah akhirnya semua rampung juga sebelum mereka terbangun.

Ah, setelah peristiwa tadi malam, dimana aku dikerjai oleh seluruh anggota keluarga ini, dan dimalam itu pula aku masih harus mengepel lantai diruang tidur utama. Sebetulnya sih pukul sebelas malam semuanya telah selesai, tapi karena terus membayangkan peristiwa yang telah kualami itu, baru dua jam kemudian aku bisa tertidur.

“Selamat pagi Tini..” uuupps, sapaan itu membubarkan lamunanku. Segera kuberdiri dari kursi set meja makan. Siempunya suara langsung menghempaskan bokongnya yang dibalut lagging ketat diatas kursi, seraya menenggak jus apel yang telah kuhidangkan. Ya, dialah Bu Tris, yang tadi malam tampak begitu bengis, kini terlihat begitu ramah, bahkan lebih ramah dari hari-hari biasanya.

“Pa.. pagi bu..” jawabku, dan segera bermaksud untuk beringsut dari tempat itu.

“Eiiittt… mau kemana sih? Santai aja… Udah, kamu duduk aja disini, kita sarapan bareng-bareng…”

“Ah, enggak usah bu, biar saya sarapan didapur saja, sambil masak air..”

“Aduuuhh… kamu jangan gitu dong, plis deh mulai sekarang kamu makan disini bersama kita..” mohon Bu Tris, sambil menarik pegelangan tanganku. Memang sih, selama ini keluarga ini cukup baik padaku, namun kalau untuk mengajak makan bersama dalam satu meja sepertinya mereka belum pernah, walaupun juga tidak pernah memberikan pelarangan untuk itu.

Yang aku tau mereka tak pernah peduli dimana aku makan dan kapan aku makan, juga apa yang aku makan, namun tentu saja aku tak sekurang ajar itu untuk dengan seenaknya makan disitu bersama dengan mereka, bagiku makan didapur atau dikamar jauh lebih nyaman, dan yang paling penting aku bisa makan sesuai dengan selera lidahku, yaitu sambel terasi cabai mentah dan ikan asin dengan ditemani lalapan kubis beserta kacang panjang mentah.

Dengan canggung akhirnya aku duduk disamping Bu Tris, dan tak lama setelah itu seluruh anggota keluarga telah memenuhi ruang makan.

Seperti yang diminta Bu Tris, akupun akhirnya sarapan dalam satu meja dengan mereka, terus terang ini adalah untuk pertama kalinya selama lima tahun aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

“Sambil makan, ada yang mau kita bicarakan nih tin…” papar Bu Tris, sambil menikmati nasi gorengnya.

“Oh iya, sebelumnya kita mau minta maaf untuk yang tadi malam itu, dan gak usah diambil hati, kita cuma pura-pura aja koq… Mmmm… anggap aja itu perpeloncoan. Tepatnya perpeloncoan bagi calon anggota keluarga baru…” terang Bu Tris. Keluarga baru? Apa maksudnya itu?

“Keluarga baru? Mmm… maksudnya gimana ya? Maaf, saya masih belum paham…” potongku.

“Begini lho tin…” ujar Bu Tris, seraya meletakan sendok dan garpunya dengan posisi tertelungkup diatas piring, diikuti dengan menenggak sedikit air putih, lalu mengelap bibirnya dengan tisu, sepertinya dia telah merampungkan sarapan paginya itu, walau dipiringnya masih tersisa separuh nasi goreng.

“Seperti yang kamu tau, kami sekeluarga disini telah terbiasa melakukan hubungan badan satu sama lain, sesuatu yang sebenarnya tidak lazim didunia ini, sehingga sudah barang tentu kami juga tidak ingin kalau kebiasaan kami ini sampai diketahui orang lain. Mmmm… tapi kenyataannya kamu justru telah mengetahuinya.

“Tapi saya janji tak akan memberi tahu pada siapapun juga bu…” potongku

“Ya, baguslah kalau begitu, namun kami akan lebih nyaman kalau kamu juga menjadi bagian dari kami, artinya kamu juga ikut berpartisifasi dalam acara yang biasa kami lakukan itu.. Karna kami juga gak nyaman dong, kalau kami lagi ngesek bersama, sementara kamu berada dirumah ini, tapi beda ceritanya kalau kamu juga ikut terlibat, dan tampaknya sih, kalau aku lihat reaksimu tadi malam, sepertinya kamu menikmati betul tuh, iyakan?

“Mmmm… Enggak.. enggak bu, bagi saya dengan kenaikan dua kali lipat sudah sangat cukup, baiklah kalau memang ibu menerima saya untuk… mmm.. seperti yg dikatakan ibu tadi, saya sih terima saja bu… mmm.. Tapi apa yang lainya juga tidak keberatan, maksudnya bapak, Mas Doni dan Mbak Nanda apa juga bersedia menerima saya untuk ikut begituan..

“Ooowwww… Tentu saja, kamu gak perlu kawatir, itu sudah kami rundingkan tadi malam.. Iyakan pa?” jawab Bu Tris.

“Iya Tin, kami semua sudah setuju koq…” ujar Pak Tris

“Betul Mbak, biar lebih rame nih…” sambung Mas Doni

“Iya Mbak, lagian kasian tuh, Doni sama Papa ketagian sama memek Mbak Tini yang katanya bisa ngempot itu..” lanjut Mbak Nanda.

Ah, betapa senangnya aku saat ini, kalau tidak malu mungkin aku sudah berjingkrak kegirangan, betapa tidak, mereka malah memintaku untuk bergabung dalam pesta seks yang sering mereka lakukan itu, Ah, itu artinya aku tak perlu lagi untuk bersusah-susah mengintip sambil membayangkan kontol-kontol mereka mencoblos lobang memekku.

“Terima kasih, kalau memang begitu saya jadi lega sekarang..” ujarku.

“Jadi kesimpulannya kamu menerima kan?” tanya Bu Tris. Yang kujawab hanya dengan menganggukan kepala, seraya menunduk sambil tersenyum malu-malu.

“Ya baguslah kalau begitu, aku mau mandi dulu…” ujar Bu Tris, seraya berdiri meninggalkan ruang makan, dan diikuti oleh yang lainnya karna memang mereka telah selesai sarapan untuk pagi itu.

“Oh, iya tin… Kamu siapkan diri kamu untuk pesta nanti malam, kamu tau sendirikan pesta apa…” ujar Bu Tris setengah berteriak, karna dirinya memang telah berada ditangga untuk menuju kekamarnya.

“Dan kamu gak perlu kawatir, kamu gak akan diplonco lagi seperti tadi malam..” sambungnya, lalu kembali melangkah menyusuri anak-anak tangga.

********

Mandi sore untuk kali ini sedikit berbeda dari biasanya, kali ini aku ingin tubuhku benar-benar bersih, terutama pada organ-organ intim. Siang tadi aku sempatkan membeli cairan khusus pembersih vagina yang berbahan dasar daun sirih untuk membasuh vagina sekaligus seluruh bagian selangkangan, tak ketinggalan ketiakpun tak akan kubiarkan menyebarkan aroma kecut yang akan membuatku merasa kurang PD.

Ah, sepertinya aku tak perlu untuk dandan mencolok seperti layaknya ingin menghadiri kondangan, aku percaya dengan wajahku ini, yang menurut pengakuan majikan laki-lakiku ditempat sebelumnya, bahwa wajahku sudah cukup cantik, make-up yang terlalu tebal justru akan menutupi kecantikanku, begitu katanya, Ah, kasian juga lelaki muda itu harus menghadapi gugatan cerai dari istrinya karena kepergok berselingkuh denganku, tapi biar sajalah, toh aku tak pernah menggoda, apalagi meminta untuk digauli olehnya, itukan karna dia sendiri yang mengejar-ngejar diriku agar mau diajak tidur olehnya, tapi orangnya boleh juga sih, lumayanlah untuk sekedar melampiaskan birahi, walau batang kontolnya tergolong kecil untuk ukuran orang dewasa, namun dia romantis, kata-katanya yang puitis lebih mampu meluluhkan hatiku ketimbang daya tarik seksualnya, tapi tetap saja dia gombal, dan tak lama setelah itu buntut-buntutnya aku dipecat.

Daster sederhana ini aku rasa lebih nyaman, tidak norak, mamun saat aku berdiri membelakangi cahaya akan terlihat jelas isi didalamnya, aku rasa ini justru yang akan membuat penasaran lawan jenis.

*******

Sekitar pukul delapan malam mereka telah berkumpul diruang keluarga sambil menyaksikan televisi. Apakah sebaiknya aku langsung saja bergabung bersama mereka disana, bukankah tadi pagi Bu Tris telah mengundangku untuk bergabung dalam pesta seks keluarga. Tapi.. Ah, sebagai pembantu rumah tangga tetap saja aku masih merasa canggung untuk ujlug-ujlug langsung nimbrung dan duduk disana, walaupun sebelumnya mereka bilang telah menganggapku sebagai bagian dari keluarga, namun aku tetap harus tau diri dan tak ingin memperlihatkan sikap yang memberi kesan melunjak.

“Hey.. Tini, Mau kemana lagi sih, koq nylonong aja…” tegur Bu Tris, yess.. ini yang kuharapkan.

“Mmm… anu bu, saya cuma mau ambil sapu dibelakang… Kamar saya agak kotor..” jawabku, tentu saja itu hanya alasan.

“Alaaahh… sudah lah, besok juga bisa… Ayo, kamu duduk disini dong, sama-sama dengan kita..” Ah, memang ini yang saya mau bu, ujarku dalam hati. Dan dengan malu-malu aku hanya berdiri, karna sesungguhnya aku juga masih bingung untuk duduk disebelah mana.

“Mmm.. Nanda, tolong kamu duduk disitu dulu dong sayang..” pinta Bu Tris, sambil menunjuk kearah kursi single didekat situ, yang langsung dituruti oleh Mbak Nanda.

“Sekarang kamu duduk disini..” kali ini dia memintaku untuk duduk disampingnya, tepatnya disofa yang sebelumnya dududuki Mbak Nanda. Kini aku diapit oleh Bu Tris yang berada disamping kiriku dan Pak Tris disebelah kananku.

“Doni, coba sekarang kamu kesini sayang..” panggilnya lagi, kali ini kepada Mas Doni yang duduk dikursi single disamping Mbak Nanda.

Kini Mas Doni duduk disamping kanan Bu Tris, praktis sofa ini kini dipadati oleh empat orang termasuk diriku.

“Kamu koq masih keliatan malu-malu begitu sih tin, nyantai aja dong…” ujar Bu Tris, sambil mengusap-usap pahaku, setelah sebelumnya menyingkap keatas bagian bawah dasterku, hingga pahaku yang putih mulus ini terumbar

“Iya nih, kamu jangan malu-malu gitu dong, sekarang kita bakal manjain kamu deh… iya kan ma?” Sambung Pak Tris, sambil meremasi payudaraku yang masih terbalut daster ini. Ah, aku jadi tersanjung sekaligus kikuk, namun juga bahagia, sehingga hanya menunduk sambil tersenyum-senyum malu saja yang aku bisa.

“Iya dong pa… Itung-itung nebus kesalahan kita deh, karena tadi malem kan kita udah kerjain kamu abis-abisan..” Balas Bu Tris, kali ini mulai mencoba melucuti dasterku.

“Sekalian aja deh, dibuka semuanya…” pinta Pak Tris, setelah dasterku berhasil dilucuti oleh istrinya.

“Wah, Bapak udah nafsu banget tuh tin… Langsung dibuka aja deh, beha sama cd kamu.” ujar Bu Tris, seraya melepas kaitan beha dipunggungku. Demikian pula Pak Tris, seolah tak sabar, dilucutinya celana dalamku, hingga kini aku benar-benar bugil.

“Bodi Mbak Tuti memang oke nih, menurut aku Mbak Tuti ini pembokat paling seksi deh disekitar sini, bisa jadi diseluruh Jakarta.. Iya enggak ma?” kali ini Mas Doni yang nyeletuk.

“Huuuuss… kamu ini, pembokat-pembokat aja.. Jangan menganggap Mbak Tuti sebagai pembantu deh..” tegur Bu Tris kepada Mas Doni.

“Ya enggak apa-apa toh bu… Lha saya kan memang pembantu…” ujarku, disela-sela menikmati lobang memekku yang mulai dikobel-kobel oleh Pak Tris.

“Ya beda dong tin, walau secara status kamu memang sebagai asisten rumah tangga disini, tapi kamu telah kami anggap sebagai bagian dari keluarga ini…” terang Bu Tris.

“Mmmm.. aaaaggghhhhh… I.. iiya.. terima kas. ssih.. kalau begitu bu… zzzzz… aaahhh..” jawabku, sambil merintih nikmat, karna disamping mengobel-ngobel liang memekku, Pak Tris juga mulai mengemuti puting susuku.

“Heh, Doni… Mendingan kamu jilatin aja deh memek Mbak Tini tuh… Ayo sini..” ujar Bu Tris, diikuti dengan mendorong meja yang berada didepan sofa menggunakan kakinya untuk memberi ruang bagi putranya itu agar dapat memposisikan diri berjongkok dibawah selangkanganku.

Bu Tris mengangkat dan meletakan kaki sebelah kananku diatas pahanya, sehingga membuatku mengangkang memperlihatkan memekku yang menganga, dan bertambah lebar lagi kangkanganku saat Mas Doni menyelempangkan kaki kiriku diatas paha Pak Tris.

“Uuuuugggghhhh… betapa nikmatnya saat kurasakan benda lunak nan basah bergerak-gerak menggelitik disekitar bibir vaginaku. Ya, lidah Mas Doni mulai menjilat lincah disekujur bagian luar memekku.

Tak beberapa lama, kedua ibu jarinya menyibak bibir vaginaku, ditatapnya sejenak, lalu kembali lidah itu terjulur, kali ini merangsak lebih jauh kedalam lorong dan dinding vagina yang membuatku semakin blingsatan karenanya, bagaimana tidak, seumur hidupku belum pernah aku merasakan kenikmatan seperti ini, dimana kedua organ sensitifku dioral oleh dua lelaki sekaligus, yaitu mas Doni yang mengerjai memekku, sedangkan Pak Tris yang masih asik menetek payudaraku secara bergantian.

“Mmmmmm… Zzzzzzzz… Nikmaaaaaatttttt… aaaaggghhhhh…” gumamku, sambil memejamkan mata dan meremasi rambut Mas Doni.

Dan betapa terkejutnya aku, saat dalam pejamku kurasakan sentuhan benda lunak dengan hembusan hangat menerobos kedalam mulutku yang menganga. Astaga, rupanya Bu Tris menelusupkan lidahnya kedalam mulutku seraya menggelitik lidahku.

Ah, bagaimana mungkin aku dapat melayaninya, aku sama sekali bukan Lesbian, dan tak pernah tertarik dengan sesama jenis, dan tentu saja aku terkejut dengan ekspresi mataku sedikit melotot. Sepertinya Bu Tris mengetahui apa yang aku pikirkan, namun dia tidak berkata apapun, selain hanya matanya saja yang berkedip pelan sambil menganggukan kepala, sebuah bahasa tubuh yang aku terjemahkan sebagai “tenang saja,” “nikmati saja” atau “tak perlu kau tampik, ikuti saja, niscaya kau akan menikmatinya..

Yah, lebih baik memang aku nikmati saja keganjilan ini, itu kata hatiku, hingga lidah perempuan itu akhirnya juga kukulum dengan lembut, saling berpilin dan berpagutan dengan liar, kutelan air liurnya yang menetes dimulutku, begitupun sebaliknya.

Rasa jijik seolah lenyap, entah apa karena aku sedang terbuai oleh nikmat oleh oral seks dari anak dan bapak ini sehingga yang seharusnya aku jijik berciuman dengan sesama jenis, kini justru menikmatinya. Atau barangkali aku sudah tertular oleh virus lesbiannya Bu Tris? Ah, ada-ada saja, mana ada virus macam begitu, masa bodo’ lah yang penting aku nikmat, dan bahkan sangat nikmat, hingga tanpa sadar tangan kananku merangkul leher belakang Bu Tris, seolah tak ingin pagutan kami cepat-cepat berakhir.

Perhatian Pak Tris yang sebelumnya hanya terpusat pada kedua payudaraku, kini harus terpecah melihat aksiku dengan Bu Tris. Kuluman pada puting susuku ditinggalkannya, seraya menjulurkan lidahnya disela-sela lidah kami yang masih berpilin, sehingga lidah kami bertiga saling berpilin, kadang bergantian aku mengulum lidah Pak Tris, lalu Bu Tris, atau sebaliknya.

Aauuuuww.. Betapa terkejutnya aku saat kurasakan sentuhan benda lunak menggelitik lubang anusku, Ah, rupanya Mas Doni kini menjilati duburku, seumur-umur baru kali ini aku merasakan sentuhan lidah pada lubang anus, Uuugghhhh… ternyata nikmatnya luar biasa.

Kami bertiga masih saling berpagutan dengan semakin liar, Ah, ini sih bukan sekedar berciuman, karna mereka mulai saling meludahi satu sama lain kedalam mulut lawannya, sebuah aksi nyleneh yang akhirnya membuatku terpancing untuk melakukan hal yang sama.

Kini kepala Bu Tris berada diatasku, wajahnya menunduk, sementara tangan kirinya menahan rambutnya agar tidak terurai jatuh, mulutnya sedikit dimonyongkan, suatu isyarat yang dapat kubaca maksudnya, sehingga kubuka mulutku dengan menganga menghadap keatas, dan pleh… cairan bening sedikit kental tumpah dari mulutnya memenuhi ronga mulutku, Glek…

Birahiku yang mulai memuncak membuat rasa canggungku hilang, dan tanpa ragu kutelusupkan tangan kananku kedalam celana pendek Pak Tris, Ah, batang kontol yang sedari tadi membuatku penasaran itu kini berada digenggamanku, seolah mengerti apa yang kumau, Pak Tris melepas sekalian celana dan T-shirtnya hingga dirinya juga telanjang bulat sepertiku, begitupun dengan Bu Tris juga mulai melucuti t-shirt dan celana leggingnya hingga bugil.

Kembali aku dibuat terkejut oleh Bu Tris saat tubuh bugilnya itu berdiri diatas sofa dan mengangkangi diriku hingga selangkangannya berada tepat didepan wajahku.

“Jilatin memek saya tin… Gak apa-apa, nanti kamu pasti suka…” tawar Bu Tris, sambil menyibak bibir vaginanya dengan kedua tangan. Dan kembali aku tak mampu menolak, walau dengan ragu, aku mulai menjulurkan lidahku. Bu Tris segera mendorong bokongnya sedikit kedepan, sehingga memeknya yang menganga dengan warna pink kemerahan itu menyentuh lidahku.

“Kok diem aja sih, Ayo.. dimainain dong lidahnya…” ujar Bu Tris, saat lidahku hannya diam tanpa pergerakan.

Seperti yang diinginkannya, lidahku mulai menggelitik disekujur bibir dan liang vaginanya, mmmh.. aroma memek Bu Tris memang harum, sepertinya dia rajin merawat organ intimnya ini, tak ada sedikitpun aroma pesing, apalagi aroma seperti bau terasi.

Benar yang dikatakan Bu Tris, entah mengapa aku mulai menikmatinya, bahkan lidahku mulai menggelitik jauh kedalam dinding vaginanya, bergerak lincah seolah mencari sesuatu didalamnya.

“:Zzzzzzzhhhh… uuuggghhhhhhh… sedaaaaaaappppp… jilatin terus tin… uuuugghhhnh…” desah Bu Tris, sambil kedua tangannya meremasi kepalaku.

Sllaapp… slaapp… Srrryyyuuufffff… Bukan sekedar menjilat, bahkan sesekali kusedot dengan kuat yang membuat bokong Bu Tris menggelinjang.

Wooww… Benar-benar sibuk aku dibuatnya, mulutku mengoral memek Bu Tris, sedang tangan kananku mengocok-ngocok batang kontol Pak Tris, disamping juga tetekku yang masih diemut oleh Pak Tris, serta memek dan anusku yang dioral oleh Mas Doni. Ah, lengkap sudah seluruh organ perasa seksualku menerima jatahnya masing-masing.

Yang masih menganggur dan hanya menonton adalah Mbak Nanda, tapi setidaknya hanya untuk saat itu, karna gadis itu kini mulai berdiri dan melucuti pakaiannya hingga bugil, seraya beringsut kearah kami, tepatnya disamping Doni yang masih berjongkok mengoral alat kelaminku.

“Dibuka aja dong bajunya don… Semua udah telanjang, lagi..” ujarnya, setengah berbisik ditelinga Mas Doni, yang segera diikuti oleh adiknya itu hingga ia pun bugil. Praktis semua mahluk yang ada diruangan itu dalam keadaan bugil semua.

Mbak Nanda yang berjongkok disamping Mas Doni mulai menjilati dan mengulum buah pelir ayahnya, dirinya yang sepertinya ingin mengambil alih batang kontol sang ayah, membuatku harus merelakan cengkraman tanganku yang sedari tadi sudah meremasi dan mengocok-ngocok benda berukuran panjang sekitar 18 cm itu untuk dioral oleh mulut gadis abg itu.

Ah, cara mengoralnya itu demikian pandai namun terkesan kasar, bagaimana tidak, batang kontol sepanjang itu ditelannya hingga hanya menyisakan biji pelirnya saja diluar, mungkin seandainya bijinya itupun muat mengisi mulut mungilnya itu, sudah dilahapnya pula barangkali, dan kepalanya itu bergerak turun naik dengan demikian cepat dan bertenaga, bahkan bisa dibilang dengan penuh emosi, sehingga menimbulkan suara kecipakan bercampur dengan lenguhan tertahan yang berirama.

“Hmmmmaaaaagggrrrhhhhhh… aaaagghhhloogghhhh… ghloogghhh… cloopp… cloop… mmmmaaagghh…” erang Mbak Nanda, kedua tangannya sama sekali tak menyentuh batang zakar ayahnya itu, kecuali hanya ditumpukan dikedua paha sang ayah. Dan sudah barang tentu aksinya itu membuat lelehan air liur memenuhi bibirnya sendiri dan buah pelir ayahnya, bahkan hingga menggenangi sofa yang berbahan kulit sintetis itu.

******

Ditengah aksi saling oral yang telah berlangsung sekitar lima belas menit, tiba-tiba Pak Tris bangkit dan berdiri.

“Tolong stop dulu dong… Papa udah gak nahan nih… biarin papa sama Tini berdua dulu ya…” mohon Pak Tris, yang segera dipahami oleh istri dan anak lelakinya yang waktu itu sebetulnya masih “mencicipi” diriku.

“Wah, kebelet nih pa… Ya udah tu, ambil..” ujar Bu Tris, seraya beringsut dari posisi sebelumnya yang berdiri dengan selangkangannya diarahkan kewajahku, kini kembali duduk disamping kananku, sedang Mas Doni hanya berdiri disamping ayahnya.

“Kali ini aku mau menikmati kamu dari belakang tin… Kamu nungging dong sayang..” pinta Pak Tris, Ah, betapa tersanjungnya aku, itu untuk pertama kalinya Pak Tris memangilku sayang..

Seperti yang diinginkan Pak Tris, aku memposisikan diriku menungging diatas sofa dengan bokong menghadap pada Pak Tris.

Tanpa banyak basa basi lagi Pak Tris langsung menghujamkan batang kontolnya kedalam lobang memekku dengan gaya anjing kawin. Ah, kuat sekali Pak Tris menggenjotnya, hingga kepalaku beberapa kali harus terbentur tembok dibelakang sofa.

Mmm.. rasa nikmatku bertambah saat Bu Tris membaringkan tubuhnya disofa dengan posisi wajahnya tepat dibawah buah dadaku dan kemudian mengulum puting susuku dari bawah.

“Zzzzzzzzzz… aaaaagggghhhhhhh… sedaaaapppnya… Genjot terus memekku paaaakkk… aaagghhh.. nikmaaaaatttt…” racauku, mengekspresikan rasa nikmat yang kurasakan saat itu.

Plek… plek… plek… Brott… brott.. brott… Suara benturan paha Pak Tris dan bokongku dengan suara gesekan batang kontol didalam lobang memekku terdengar bagai suara yang erotis bagiku, suara yang akhirnya mengantarkanku kepuncak kenikmatan pada malam itu.

“Aaaaagggghhhhhhhh… aku sampai Pak… aaaaaggghhhhh…” pekikku, sambil tanganku meremas kulit sintetis pada sandaran sofa. Mengetahui aku tengah orgasme, Pak Tris semakin kuat dan cepat menggenjot bokongnya.

Genjotannya yang begitu cepat dan kuat akhirnya justru membawanya kepuncak kenikmatan, yang diikuti dengan lenguhan panjang.

“Oooogghhhh… aku keluar juga tin… uuuuggghhhhhhhhh…” lenguh Pak Tris, bersamaan dengan semburan spermanya yang memenuhi lobang memekku, hingga suara kecipakannya terdengar semakin riuh.

Beberapa saat kemudian Pak Tris mencabut batang penisnya dari lobang memekku dan dengan malas menghempaskan tubuhnya diatas kursi. Dan bersamaan dengan itu pula Mas Doni segera mengambil alih peran sang ayah. Ah, ternyata berbeda dengan ayahnya, Mas Doni tidak menusukan penisnya kedalam lobang memekku, melainkan kedalam lobang anusku.

“Uggghhhhhh… Pelan pelan ya Mas Doni, Mbak Tini masih belum terbiasa lho ngelakuin anal…” ujarku, sekedar mengingatkan pada Mas Doni agar jangan terlalu kasar menggenjot anusku.

“Jangan kamu genjot dulu don… Tahan dulu..” ujar Bu Tris, yang baru saja bangkit dari posisi berbaringnya, dan kini kembali duduk disisiku, seraya tangan kanannya menarik keluar batang penis anaknya yang telah terbenam separuhnya didalam anusku.

“Saya ajarin deh, gimana caranya supaya kamu bisa menikmati anal seks.. Yang pertama adalah memberi pelumasan yang cukup…” ujar Bu Tris, yang diikuti dengan mengulum batang penis anaknya itu beberapa saat, untuk kemudian diludahinya beberapa kali sambil diratakan dengan cara mengolesinya menggunakan jari telunjuk.

“Nah, setelah pelumasan pada batang kontol telah cukup, kini giliran pada anus kamu…” lanjutnya, kali ini diikuti dengan meludahi anusku, lalu menusukan jari telunjuknya kedalam.

“Dan yang paling penting dari itu semua, kamu harus rilek dan jangan tegang, sehingga otot-otot anus kamu juga akan rilek, dan jangan sekali-kali mengejan saat sedang penetrasi, itu justru akan membuat otot-otot disekitar anus aktif dan menjepit, sehingga akan timbul rasa sakit, maka itu yang terbaik adalah rileks, biarkan batang kontol itu menembus anusmu, dan lama-kelamaan justru kamu akan menikmatinya..

“Oke, siap-siap ya tin… Sekarang saatnya kontol Doni yang akan masuk… Ingat kuncinya adalah rilek… Kamu juga Doni… Kamu jangan kasar dulu, nyantai aja.. Mbak Tini bukan mama atau Nanda yang telah terbiasa…” jelas Bu Tris, seraya mencengkram batang kontol anaknya itu dan diarahkan kedepan liang anusku.

“Oke, sekarang kamu tekan sayang… Yes… Nah begitu… nyantai… tahan dulu jangan langsung kamu kocok… Gimana tin, kamu merasa nyaman? Ingat ya, kuncinya rilek…” sepertinya separuh batang kontol Mas Doni telah mengisi anusku, untuk sementara ini sama sekali aku tidak merasakan sakit.

“Iya Bu, saya merasa nyaman…” jawabku

“Oke, kalau gitu sekarang kamu tekan sampai dalam ya sayang… sampai mentok..” uufffhhh… kini kurasakan batang kontolnya benar-benar telah sepenuhnya mengisi duburku, Ah, tidak seperti tadi malam, kali ini aku mulai bisa kerasakan sensasinya, terutama rasa didalam area perutku ini seperti ada yang mengisi, rasanya mules-mules gimana gitu.

“Gimana tin, kamu sudah mulai bisa merasakan sensasinyaa..?” tanya Bu Tris

“Iya Bu, saya mulai merasakan..”

“Seperti apa?”

“Mmmmm… seperti apa ya? Kayak mules mules dikit gitu bu… tapi koq enak ya…” terangku

“Nah itu dia sensasinya, itu namanya menghujam sampai kedalam sanubari… itulah sensasinya anal seks..” Ah, bisa saja Bu Tris ini, memangnya sanubari itu seperti apa sih, tapi ada benarnya juga sih, kayaknya nyesek-nyesek enak gitu lho.

“Ayo don, kamu goyang… ingat ya nyantai aja, gak pakek kasar…” perintah Bu Tris, mmmmm… rasanya semakin mengasikan saat benda didalam anusku itu bergerak maju mundur seperti ini, disamping dinding-dinding anusku yang mendapat sentuhan menggelitik yang nikmat, rasanya lambungku juga bagai ditusuk-tusuk lembut namun sensasional, Ah, mungkin kalau diistilahkan oleh Bu Tris sebagai nikmatnya hingga kedalam sanubari.

“Mmmmmm… aaaaaggghhhhhh… nikmatnya… uuuggghhhhhh…” desahku, sambil sesekali memejamkan mataku.

“Itu tandanya kamu sudah bisa menikmati anal seks tin… Ayo don, kamu bisa sedikit menambah kecepatan…” perintah ibunya itu langsung ditindak lanjuti oleh Mas Doni yang kini mulai lebih cepat dan bertenaga menggenjot lobang anusku, namun aku masih tetap dapat menikmatinya, bahkan kurasa semakin mengasikan.

“Akan saya buat kamu semakin terlena…” Ujar Bu Tris, apa maksudnya itu? Ah, ternyata dia kembali berbaring dibawah tubuh menunggingku, namun bedanya kali ini wajahnya diposisikan tepat dibawah selangkanganku, dan.. mmmm… lidahnya dengan lincah menggelitiki bibir memekku, benar-benar dimanjakan aku malam ini.

Aaahhhh… Bu Tris semakin liar mengoral memekku, sampai gelambir dan itilku diemut-emutnya dengan lembut, atau sesekali dengan sedikit gigitan kecil yang membuatku terpekik manja.

Betul-betul sebuah sensasi yang tak akan kulupakan, dimana lobang anus dan memekku dalam waktu yang bersamaan mendapat sentuhan yang begitu nikmat.

“Mmmmaaaaggghhhhhh… sedaaaaapppp… hajar yang kuat Mas Doni, genjot bo-ol Mbak yang keras…” pekikku, benar-benar berbalik 180 derajat dengan yang tadi malam, dimana aku begitu memohon untuk dihentikan, kini justru aku meminta untuk lebih kuat lagi Mas Doni menghajar lobang anusku.

Sekitar delapan menit aku menikmati sensasi yang luar biasa itu, akhirnya akupun kembali orgasme untuk yang kedua kalinya.

“uuuuuuggghhhh… Aku keluar lagi… Uuuuuuggghhhh…” dalam mataku yang separuh terpejam saat menikmati puncak kenikmatan itu, masih sempat kumelihat bagaimana dengan antusiasnya Bu Tris menyedot cairan bening yang meleleh dari lubang memekku, srrryyyuuufff… suara seperti itulah yang sempat aku dengar, dibarengi dengan kecipakan lidah yang tengah mengecap sesuatu.

Sungguh tenggang waktu yang terbilang pendek antara orgasme yang pertama dengan yang kedua ini, pada hubungan badanku diwaktu-waktu sebelumnya, biasanya saat aku selesai orgasme, gairahku telah hilang dan tak memiliki lagi hasrat untuk bersetubuh, kecuali bila telah istirahat untuk beberapa saat, barulah gairah itu akan kembali timbul.

Dan tak lama setelah itu pula terdengar lenguhan Mas Doni yang menyusulku mencapai puncak kenikmatan yang sedari tadi didakinya.

“Aaaaaaaaaagggghhhh…” hanya lenguhan panjang itu yang terdengar, bersamaan dengan semburan sperma yang memenuhi lobang anusku.

Diakhiri dengan tubuhnya yang bergidik bagai orang selesai buang air kecil, pemuda tanggung itu menarik nafas panjang yang menandakan dirinya telah merasa puas.

Ploopp.. Batang kontol telah dicabut dari liang anusku, permukaannya tampak berkilat oleh air maninya sendiri, wooww… ternyata Mas Doni masih memasukan kontolnya itu kadalam mulut mamanya yang masih berbaring dengan wajah dibawah selangkanganku.

“Srrruuuuffff… Glhlaagghh.. ghllaagghh.. sryyyuuuffff… Herikan hitunya he mama hayang… hamu hudah tau hang mama maksudkan?” pinta Bu Tris, sambil masih mengulum batang kontol anaknya itu, namun aku masih belum tau apa sebetulnya yang dipinta Bu Tris itu, hanya setelah permintaan ibunya itu, Mas Doni memegang kedua pahaku lalu mengangkatnya sehingga posisiku bagai orang yang berjongkok namun dengan digendong membelakangi Mas Doni.

Hmmm… sepertinya Mas Doni bermaksud mengarahkan pantatku kewajah sang mama, atau tepatnya kemulutnya yang kini menganga itu.

“Mama mau peju Doni yang didalam dubur Mbak Tini itu…” bisik Mas Doni ditelingaku. Kini aku mulai paham apa tujuan dari Mas Doni membopong tubuhku dengan sedemikian rupa.

“Mbak Tini ngeden aja kayak lagi e-ek, entar juga pejunya keluar.. Tapi harus masuk kemulut mama ya Mbak…” bisiknya lagi, aku hanya menganggukan kepala, karena memang sepenuhnya telah paham maksud dari semua ini. Ah, Bu Tris ini memang jorok dan betul-betul kemaruk, wong peju yang sudah berada didalam lobang taiku ini masih mau dimakannya juga.

Mas Doni telah memposisikan pantatku sedemikian rupa sehingga lobang silitku tepat berada diatas mulut ibunya yang saat itu juga tengah menyibak lubang anusku dengan kedua ibu jarinya.

“Ayo Mbak, mama udah siap tuh… Sekarang Mbak Tini ngeden..” bisik Mas Doni.

Seperti yang dipintanya, aku mulai mengejan bagai orang yang tengah buang air besar, Ah, semoga saja taiku juga tidak ikut keluar. Untuk beberapa saat masih belum ada kurasakan sesuatu yang tumpah dari dalam anusku, namun aku tetap mencobanya bebetapa kali mengedan, Ah, kubayangkan Bu Tris menyaksikan dari jarak yang begitu dekat bagaimana lubang anusku yang kini bergerak-gerak mengempot bagai pantat ayam.

Yesss… akhirnya kurasakan gumpalan cairan kental mengalir keluar dari pantatku, dan tentu saja langsung jatuh kedalam mulut Bu Tris yang menganga, dan bagaikan menikmati makanan yang lezat dia menelannya setelah terlebih dulu mengecap-ngecapnya beberapa kali.

“Mmmm… delicious… yummy…” gumam Bu Tris, entah apa artinya itu, aku tak terlalu paham, yang pasti dari ekspresinya itu sepertinya dia begitu menikmati.

Sepertinya Bu Tris masih kurang puas, karna disaat tak ada lagi peju yang menetes dari lobang anusku, kini jari tangannyalah yang ditelusupkan kedalamnya, dicolok-coloknya beberapa saat, lalu diemutnya jari telunjuk yang telah basah dan berlendir itu, dan itu dilakukannya beberapa kali, sebelum akhirnya lidahnya yang menjilati hingga kedalam rongga anusku.

“Udah ma… udah abis tuh, lagian Doni capek nih gendong Mbak Tini, diakan berat, beda sama Kak Nanda..” Ah, enak aja, biar aku berat tapi gak gemuk dong, karna ubuhku padat berisi dan juga tinggi, sudah barang tentu lebih berat dari Mbak Nanda yang imut itu.

Tanpa menunggu persetujuan mamanya, pemuda itu segera menjatuhkan diri diatas lantai, yang tentu saja diriku yang berada dalam gendongannya juga ikut terjatuh menindihi tubuhnya.

“Gimana mbak… Asik kan permainannya? Pasti hot dong…” ujar Mas Doni pelan, yang hanya kujawab dengan menengokan wajahku kebelakang sehingga wajah kami saling berhadapan, mmmfffhhh… kecupan lembut mendarat dibibirku, dan kubalas dengan ciuman yang lebih hangat. Dan untuk beberapa saat lamanya aku berbaring diatas tubuh pemuda itu dalam pelukan hangatnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu