2 November 2020
Penulis —  qsanta

Ingin Binatang Peliharaan

Adegan demi adegan yang terjadi di petshop membuatku sangat terangsang. Begitu tante duduk di belakang setir langsung kubuka celanaku hingga lepas. Kulepas juga penutup moncong mama. “Isep mah.”

Mama langsung menjilati dan mengisap kontolku. Tak butuh waktu lama untukku menyemburkan peju hingga memenuhi mulut mama. “Jangan dulu ditelan mah. Tapi jangan sampai berceceran.”

Kutarik rambut mama hingga lepas. Mama pun duduk. “Kumur - kumur dulu mah.” Mama menurut, lantas berkumur dengan pejuku. “Hentikan dulu mobilnya di pinggir.” Tante pun menghentikan mobil. “Pindahin peju uda kemulut tante, mulut ke mulut.” Mama terkejut, tante langsung berbalik dan mendekatkan kepalanya.

Akhirnya mama pun mendekatkan kepala ke dekat kepala tante. Dengan pelan bibir mama mulai mendekati bibir tante hingga akhirnya berciuman. Bukan sekadar ciuman, namun sekalian memindahkan peju dari mulut ke mulut lainnya. “Jangan sampai ada yang berceceran.” Mama terlihat kaku, namun kuperhatikan tante begitu menikmati ciuman ini.

Akhirnya pejuku berganti ke mulut tante. Kutarik kembali rambut mama hingga ada di sebelahku. “Buka mulutnya Sah.” Mama membuka mulutnya sambil menatapku. Kulihat dan ternyata tak ada sisa peju di mulut mama. “Kumur peju Uda Yen.” Tante merasa tak senang kupanggil ‘Yen’, namun tetap memainkan pejuku di mulutnya.

“Kita langsung pulang aja.” Tante kembali nyetir. Di mobil, tanganku tak henti menggerayangi susu mama. Kami melewati jalan yang penuh toko bernama unik. Seperti acong, along, dan sebagainya. Karena penasaran, kuhentikan mobil. “Stop, berhenti dulu.” Tante pun memarkirkan mobil. “Tunggu di sini!” Lantas aku keluar dan memasuki salahsatu toko.

Tak ada orang, namun ada sebuah bel. Kutekan bel itu. Beberapa saat kemudian ada orang dari belakang.

“Iya, bisa saya bantu?”

“Mau liat - liat dulu.”

“Oh silakan.”

Ternyata di sini menjual pelbagai macam obat. Dari obat pelangsing hingga obat perangsang. Ada juga benda seukuran telur puyuh. Kutunjuk benda itu, “Ini apa pak?”

“Ini vibrator remot pak. Bisa dikendalikan jarak jauh.”

“Saya beli dua pak, tapi warnanya beda ya.”

“Iya pak.”

Kembali kulihat etalase. Mataku tertuju ke suatu benda. “Pak, kok ada jepit jemuran juga ya?”

“Bukan untuk jemuran pak, tapi untuk payudara. Bisa juga untuk vagina.”

“Oh gitu.” kataku malu. “Saya beli deh pak, sepuluh.”

Selesai belanja, aku kembali ke mobil. “Maju.” Mobil kembali maju. Melewati toko matrial kuhentikan kembali. Kumainkan putting mama hingga terlihat jelas dari luar bajunya. “Sah, kamu beli rantai ukuran sedeng sepanjang satu setengah meter sepuluh biji. Terus gembok kecil sama sedang sepuluh sepuluh.

Mama turun dengan enggan. Aku menunggu dalam diam. Beberapa saat kemudian mama kembali membawa belanjaan. “Taruh di belakang.” Setelah itu mama kembali duduk di sampingku. “Gimana tadi di toko?”

“Pelayan dan pelanggan pria pada liatin mama.”

“Hahaha… Terus?”

“Mama malu…” Kata mama sambil kembali berair mata.

“Sekarang ke pulang aja Yen.”

Akhirnya kami pun sampai dirumah. “Masukan barang - barang ke rumah.” Kataku. Aku langsung masuk dan duduk menunggu di sofa. Sementara mama dan tante memasukan barang - barang. “Rakit dulu kandangnya. Terus taruh di garasi dengan pintu kandang menghadap pintu garasi ke rumah.”

Keduanya langsung bahu - membahu merakit kandangnya. Waktu sepenanak nasi kemudian keduanya selesai menyimpan kandang di garasi sebelah bersebelahan. Di sebelah kandang, mama dan tante sedang diam merangkak sambil menatapku.

“Coba kandang satu ditaruh di atas kandang satunya lagi. Biar keliatan dua tingkat.”

Tante dan mama langsung menggotongnya. “Kandang Aisah di bawah, kandang Yena di atas. Sekarang waktunya untuk berlatih keluar masuk kandang. Ntar saat Uda balik lagi mesti udah pada lancar.”

Aku lantas bergegas ke kamar dan menyalakan komputer. Dengan komputer kuakses kamera yang ada di garasi. Sedari dulu aku memang telah memasang kamera di berbagai tempat di rumah ini yang tersambung dengan komputerku.

Mama terlihat kesulitan saat masuk. Saat keluar pun mama keluar dengan cara merangkak mundur, kaki duluan baru kepala terakhir. Kulihat tante, tante lebih baik. Tante masukan dulu tangannya, terus masuk dengan lancar. Di kandang, tante berputar lalu keluar kandang dengan kepala dulu, terakhir kaki. Tante bahkan lebih cerdas dibanding mama.

Mama sepertinya tak mau repot berputar di kandang. Bahkan tak mau repot membuka pakaian. Kulihat layar selama lebih kurang satu jam. Puas melihat aku memutuskan turun. Di garasi aku bersikap seolah belum mengetahui perkembangan.

“Coba sekarang Uda liat apa udah lancar masuk keluar kandang. Kalau yang lancar Uda kasih hadiah. Kalau gak lancar, Uda hukum aja. Yena duluan.”

Meski kandang tante di atas, namun tante tak kesulitan untuk masuk kandang. Di kandang, tante berbalik dan keluar dengan mudahnya. Setelah keluar, tante merangkak ke belakangku. Lalu tante mengesek - gesekan tubuh ke kakiku seolah minta hadiah. Aku lalu mengelus rambut dan pantat tante. “Pinter…

Tante lalu duduk diatas kakinya yang ditekuk hingga pahanya menyatu dengan betis. Tangannya diangkat sedada, lidahnya terjulur diluar mulut.

“Sekarang bagian Aisah.”

Mama mulai masuk kandang dengan enggan. Setelah di dalam, mama tak berbalik, namun langsung menjulurkan kakinya. Mama keluar mundur dengan cara kaki dahulu, lalu kepala terakhir. Setelah itu mama berbalik menghadapku.

“Masih butuh latihan. Lagian bukan gitu cara anjing keluar masuk kandang. Inget ini, anjing seharusnya tak memakai pakaian. Emang Aisah pernah liat anjing keluar kandang dengan cara mundur? Bahkan kayaknya Aisah tak pernah berpikir seperti anjing, akibatnya tak berlaku seperti anjing. Udahlah, lagian masih ada waktu semalam buat latihan lagi.

“Karena Yena udah pinter keluar masuk kandang. Seminggu ini kalau mau kencing kapan saja bebas, kencing saja di kandang. Sekarang, ikut sini semua.”

Aku berjalan lalu duduk di sofa. Mama hanya diam di dekatku, sedang tante mulai menggesekan badan ke kakiku. Sesekali tante mencium dan menjilati kakiku. Kulihat mama yang hanya diam. Aku jadi males ngeliatnya.

“Mulai sekarang, menu makan buat anjing adalah daging. Selain itu juga boleh ikan, telur, kacang - kacangan. Kalau bosen, boleh pesen junkfood. Di kulkas harus selalu siap makanan itu, jangan sampai kehabisan. Kalau stok menipis, ya beli lagi. Mengerti?” kataku sambil menatap mama.

Mama hanya mengangguk.

“Sekarang coba cek kulkas. Liat apa aja dari makanan itu yang gak ada.”

Mama langsung merangkak menuju kulkas. Setelah melihat isinya, mama kembali kehadapanku.

“Kumplit?”

Mama menggeleng.

“Kalau gitu sekarang Aisah belanja biar komplit. Sekalian beli susu sama softdrink ukuran seliter. Pake daster gak usah pake bh sama cd. Ayo cepet ganti baju!”

Mama lalu pergi untuk ganti baju. Setelah selesai mama menghampiriku, merangkak. “Berdiri!” Mama langsung berdiri. Daster itu kelihatan longgar dengan kancing di dada. “Turun lagi, ambil gunting ke sini.” Mama merangkak ke meja, membuka laci lalu memegang gunting. Saat akan merangkak lagi aku kuhentikan.

Mama diam sejenak. Air mata mama kembali turun. Mama lalu menggigit gunting itu sambil merangkak mendekatiku. Aku tersenyum puas. Kuelus rambut mama, “Nah, gitu dong. Anjing ini mulai pintar.”

“Guk,” suara tante mengejutkanku. Aku lalu tersenyum. “Nah, liat tuh Aisah. Yena lebih pintar daripada kamu. Iya kan?” Sambil terus menyusap rambut mama. Namun mama tak menjawab.

Kuusap sambil agak kujambak rambut mama. Kuulangi lagi kata - kataku. “Iya kan?”

Mama akhirnya bersuara, “Guk.” Namun pelan. Hasilnya gunting itu lepas dari gigitan mama

“Apa? Gak kedengeran. Kamu dengar gak Yen?”

“Guk,” kata tante lantang, sembari menggelengkan kepala.

“Guk,” akhirnya suara mama lantang.

“Nah, pinter. Sekarng berdiri, ayo cepat!”

Mama langsung berdiri, kulihat daster mama ujungnya beberapa centi diatas mata kaki. Motif batik membuat putting mama tak terlalu terlihat mencetak. Kuambil gunting dari lantai. Kugunting bawah daster mama hingga satu jengkal di atas lutut.

“Turun mah!” mamah kembali merangkak. Kuremas susu mama sambeil ngelus elus memek mama dengan jemariku hingga kurasakan membasah. Mama hanya merintih pelan. Mama mulai menggerak - gerakan pantatnya hinga erangan mama mulai mengeras. Setelah itu kucabut jemariku. “Udah cepet belanja sana. Jalan aja ke tempat terdekat.

Mama menoleh melihatku dengan raut wajah sedih, namun tetap merangkak menuju pintu. Setelah membuka pintu, mama pun berdiri dan berjalan menuju toko terdekat.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu