1 November 2020
Penulis —  Rico Logan

Seranjang dengan Amel

Nambahin Kentang

***

Amel bangkit dari ranjang dan agak setengah berlari kekamar mandi kamar kostku. Dengan malas akupun bangun dan menyeka sebisanya lelehan spermaku dianjang dan tubuhku dengan tissue, lalu menarik lagi celanaku yang melorot ke posisi seharusnya.

Cukup lama Amel dikamar mandi sampai akhirnya dia muncul lagi juga di hadapanku.

Pandangan mata kami bertemu saling menatap tanpa cukup lama, masih tanpa kata terucap. Amel begitu cantik dan indah masih selalu mampu membuatku tertegun mengaguminya.

“Mel …” aku menarik nafas. Aku bahkan tidak tahu ingin berkata apa sampai dia tersenyum manis melihat reaksiku. Dia menggigit bibir bawahnya, membuatnya terlihat benar-benar seksi.

“Kemarilah,” bisik Amel lembut dan singkat.

Aku bergerak ke arahnya, terpesona. Amel membalik badannya memunggungiku hingga jadi aku berada tepat di belakangnya. Ketika aku cukup dekat, Amel meraih tanganku dan, meletakkan pelukan tanganku di perutnya. Aku malu, merasa seperti anak kecil bodoh saat Amel membimbing apa yang harus aku lakukan sebagai lelaki.

“Kamu pengen, ya Ric?” Tanya Amel pelan, dia bersandar saat aku memeluk tubuh rampingnya sedikit lebih erat.

“Apa masih kurang jelas?” Aku balik bertanya.

Amel tersenyum menahan kikik geli dengan begitu mempesona, dan penisku berdenyut kembali mengeras di antara kami. Dia tidak menggerakkan pinggulnya, tapi aku bisa merasakan pantatnya yang padat menekan himpitanku hanya dengan beberapa lapisan helai kain calana di antara kami.

“Gede banget sih, Rico” bisik Amel padaku, Ego dan penisku secara bersamaan merespon menjadi makin pede Aku meraih membawa jariku merogoh kembali ke gundukan belahan kemaluannyanya, membuat Amel menggeliat.

Amel terengah-engah saat aku menekan jari-jariku membelai klitorisnya.

“Aku gak bisa menahannya lagi… kamua cantik sekali… aku ingin …” Aku berhenti mencoba mencari rangkaian kata-kata untuk aku ungkapkan.

“Aku tahu apa yang kamu inginkan Rico …” katanya manis, dia menoleh dan mencium pipiku.

“Aku tahu kamu sudah lama memikirkannya, karena aku juga… Akhirnya, Amel mencium bibirku. Kami belum pernah melakukannya, rasanya begitu hangat dan lembut… aku berharap ini tidak akan pernah berakhir.

“Tapi kita… tidak bisa …” katanya, dengan nada penyesalan yang dalam. Aku membalik tubuh Amel menatapnya, dan kami berdiri di sana kembali dalam diam.

“Ini salah Rico… dan kita sudah terlalu jauh”

Tentu, Amel benar, tapi bukankah dia sendiri yang yang memulai? Aku sudah sangat lama mengagumi, memuja, mengidamkan, bahkan mencintai Amelia kakak sepupuku ini. Tapi aku selalu berusaha menahan diriku pada batas-batas norma susila. Dan bukanlah Amel sendiri yang telah meruntuhkan batas sakral itu? Apakah Amel sengaja mempermainkan aku?

Alih-alih berdebat dengannya, aku melakukan apa yang insting tubuhku katakan kepadaku. Aku mendorong pinggulku ke arahnya, mengangkat Amel sedikit duduk ke tepi meja belajarku. Aku sangat keras dan bernafsu, dan aku tahu Amel merasakannya.

“Sudah… Hentikan Rico! …” Amel menuntut.

Tapi aku tidak ingin berhenti, aku menyukai pinggang ramping kakak sepupu perempuan ini di tangan aku dan perasaan tak terbantahkan yang kami berdua miliki, terlepas dari protesnya. Aku sadar ini mungkin kesempatan terakhirku untuk bersama Amel.

Memang, nafsu telah menguasaiku. Amel, dengan kecantikannya yang sempurna, membuatku merindukan untuk menyentuhnya lebih banyak, merasakannya, membawanya, memilikinya… Tapi muncul kegetiran murni dari hasrat hatiku didorong oleh cinta dan kasih sayang yang telah begitu lama aku pendam. Aku sangat ingin bercinta dengannya, menemukan dan merengguk lebih banyak segala misteri keindahan yang ada padanya.

Aku merenggut celana pendek sekaligus celana dalam Amel. Aku mengulurkan tangan. Amel menangkap pergelangan tanganku, tapi tidak sebelum jariku bisa mendarat dengan sempurna di atas klitorisnya dan diposisi tepat untukku mendesaknya.

Aku menggoda di sekitar pembukaannya selama beberapa detik. Cengkeramannya menegang di lenganku saat kuletakkan jari tengahku ke arahnya..

“Fuuuucck …!!” desisnya saat aku menusukkan lagi jari tengahku di dalam dirinya.

“Ric… serius… ahhhhhh… RICO!”

Aku merenggut memelorotkan celanaku sendiri, melepaskan penis keras laparku dari kurungannya.

Penisku terasa sangat dekat dengan belahan bibir bawahnya yang basah namun, jari tengahku masih terbenam di vaginanya yang rapat.

“Jangan… jangan… ouhhhhh… Sudahhh… tolong Rico… fuckk …”

Payudaranya terasa luar biasa, tubuhnya terasa luar biasa, dan saat bibir kami bersentihan Amel gemetar, rasanya juga luar biasa.

Tangan Amel yang halus mendorong menahan perutku dan tangan yang menggenggam batang penis kerasku yang terus menekan menggesek paha mulus lembutnya.

“Kamu sangat menyebalkan Rico…” maki Amel diantara napas yang pendek

“Kenapa sih kamu jahat sama aku?”

“Karena aku tahu kamu menginginkannya sayangku …”

“Ayo Amel, kenapa kamu tidak membiarkan aku?!”

Amel memutar matanya, kesal. Tapi sekilas aku melihat senyumannya.

Amel mulai mengocok-ngocok batang penis kerasku dalam genggamanya

“Ini sejauh aku akan membiarkan kita lalukan, Rico, aku serius.” Katanya.

Sialan, kupikir, dia sudah akan menyerah.

Aku mengujinya, mendesak pinggulku ke depan agar penisku menekan di antara kedua selangkanganna. Amel menggelengkan kepalanya. Ujung penisku mengesek melewati klitorisnya dan disela belahan bibir vagina yang sangat ingin kunamun Amel mencegahnya dengan dorong tangannya.

“Itu tidak akan terjadi Rico …”

Sepertinya sangat tidak adil. Aku tidak memulai semua ini. Amel yang telah menyebabkan evolusi pikiranku dan resolusi akhir tentang betapa cantik dan menggodanya kakak sepupuku. Amel yang telah memamerkan tubuhnya dan memulai sentuhan nakal menggoda itu..

Aku meraih pinggulnya erat-erat, merasakan tulang pinggul di bawahnya. Aku merasakan cengkeramannya pada penisku melonggarkan saat dia merasakan apa yang sedang kulakukan. Jika Amel melepaskannya, aku bisa saja mendorong ke depan dan mengubur diri aku ke dalam dirinya, mengakhiri permainan bodoh ini dan menerobos dinding penghalang yang berada di antara cinta kita.

“Jangan berani coba-coba,” kata Amel memperingatkan.

Aku mendorong, Amel tidak cukup kuat untuk menghentikanku. Aku bisa merasakan bibir memeknya terbelah saat ujung penisku menguakkan. Amel memegangi penisku sehingga dia masih memegang kendali. Meskipun aku mencoba berbagai posisi, Amel dengan cepat membimbing aku sehingga ketika pinggul aku bertemu dengannya, aku berada di antara pahanya lagi.

Aku pikir Amel tahu saat dia melihat ke mataku bahwa aku tidak berniat untuk menyerah. Dia memelototi aku, taki aku tahu bahwa dia tidak sepenuhnya berkomitmen untuk menghentikan aku; Jantungku berdebar kencang di dadaku.

Aku menahan napas dan merasa sangat gugup. Aku bertanya-tanya apakah nanti Amel akan menyalahkanku karena memaksa dan memperkosanya? Aku begitu menginginkannya. Sekarang adalah kesempatanku.

Aku menarik pergelangan tangannya yang mengenggam menehan penisku dengan kuat. Amel bisa saja menghentikanku. Dia bisa saja berontak, tapi aku tahu Amel juga menginginkannya. Cepat atau lambat Amel akan membiarkanku menyetubuhinya.

Amel masih pura-pura menolakku. Aku melihatnya menggigit bibirnya, merasakannyatubuh Amel gemetar tegang. Dia bergoyang-goyang erotis lemah, dengan setengah hati berusaha melepaskan tangannya dari cengkramanku.

Ujung kepala penisku mendesak belahan bibir luar memeknya, dan dengan cepat meluncur dengan enteng ke celahnya yang licin dan basah, mengesek-gesek mencari pintu liang vagina kakak sepupu cantikku Amelia.

***

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu