1 November 2020
Penulis —  DemitKembar

Namaku Syam

Bagian 8 : Pak Tabak Gili Labak

Sore menjelang, pompong alias kapal kecil yang kami sewa memiliki panel surya dan aki untuk keperluan penerangan, kupersiapkan walau matahari belum tenggelam. Setelah lampu LED di kabin menyala, aku bersiap untuk meninggalkan kapal untuk mencari Pak Tabak yang aku duga telah melempar batu tadi. Pakaian dan peralatan aku masukkan ke dalam dry bag, setelah memberi arahan kepada Citra, aku menyeberang ke darat bertelanjang bulat.

Kukenakan pakaian kering, peralatan secukupnya dan menyelipkan Walther di pinggang aku memanjat tebing batu untuk mencapai tanah landai. Aku berdiam sejenak, menunggu adanya tanda-tanda dari Pak Tabak. Aku duduk sambil memandang terbenamnya matahari dan sesekali menyapu pandangan sekitar siapa tau tampak jejak Pak Tabak.

Ketika gelap kemudian datang, bintang mulai tampak bulan seperempat juga muncul dari timur. Aku bergerak mencari ketinggian untuk bisa melepas pandangan lebih jauh. Di sebuah tebing berjarak sekitar 500 m, tampak pendar cahaya api yang menyala kecil. Hmm di sana rupanya engkau wahai Pak Tabak.

Aku ambil jalan memutar, tidak langsung ke titik sasaran, melewati semak belukar yang cukup lebat, aku berjalan mengendap-endap menghampiri nyala api di sana.

Ketika jarak tinggal 20 meter, aku berhenti mencari tempat berlindung dan berpikir bahwa bisa jadi api tersebut adalah pancingan belaka. Beradu sabar dengan Pak Tua Tabak aku pasti kalah, dia bertahun-tahun berada di pulau ini sendiri, tentu tak sebanding dengan diriku. Aku ambil hp, memang di sini tidak ada sinyal, namun bukan itu yang aku butuhkan.

Suara babi terdengar jelas dalam kesunyian pulau, babi kecil yang terjepit. “Nguik nguik nguik…” Aku berdiam waspada menunggu reaksi. Tiba-tiba sesosok manusia berkelebat, membawa senapan laras panjang rakitan, menembakkan ke arah suara babi berasal. “Duaaar! Duaaar!” Dua kali sosok itu menembakkan senapan berlaras ganda rakitan miliknya.

Aku keluar dari semak dan berseru, “Pak Tabak! Saya mau bicara! Tahan tembakan!” Aku yang sangat yakin bahwa Pak Tabak tidak akan bisa menembak lagi karena belum mengisi peluru pada kedua laras senapannya. Namun aku tidak memperhitungkan sebuah pisau lempar melesat cepat mengenai bahu kiriku, menancap cukup dalam namun tidak akan membahayakan nyawa, disusul sebuah tendangan menyamping yang sangat kuat membentur ulu hatiku.

Ngilu terasa betul di ulu hati juga di bahu kiri, kurasakan jeratan erat pada kaki dan pergelangan tangan, aku membuka mata mulai tersadar dari pingsanku. Tergeletak di bawah gelap pohon besar, sementara api unggun menyala kecil berjarak sekitar 3 depa dariku. Tak tampak adanya tanda-tanda keberadaan Pak Tabak.

Tak berapa lama Pak Tabak datang sambil membawa Citra bersamanya, perempuan itu ketakutan namun dia tidak diikat. Kaos dan celana oendeknya basah, sepertinya dia dipaksa berenang ke darat tadi.

Sambil menahan sakit, aku mencoba mengikuti dengan mataku apa yang dilakukan Pak Tabak, dia menyuruh Citra duduk di dekat api, mengambil dry bag ku lalu membongkarnya, masih ada kaos dan sarung kering di sana, dia memberikan kepada Citra untuk berganti baju kering, Citra bergerak ke balik pepohonan sementara itu Pak Tabak memperhatikan kantong plastik beriso jimat milik Pak Sanusi bapak Midah.

Aku membuka mata, tersenyum menjawab Citra, “Aku ra popo …”

Pak Tabak sambil mengusap air matanya, memandangiku sambil tangannya memegang rajah kulit milik Pak Sanusi dan bertanya, “Kamu dapat dari mana benda ini? Siapa kamu sebenarnya?”

Aku berupaya duduk dengan susah payah, bahu dan ulu hatiku masih nyeri, “Buka dulu ikatanku Pak Tua…”

Pak Tabak menurutiku membuka ikatan, sikapnya berubah total menjadi sangat baik penuh penyesalan, walau dia masih waspada dengan terus menggenggam belati kecil setelah membuka ikatanku.

Aku pun kemudian menceritakan misiku, asal muasal jimat kulit tersebut, tentang Mida anak Pak Sanusi dan tujuanku mencari Pak Tabak adalah karena amanat yang diberikan oleh anak Pak Sanusi. Pak Tabak menghela napas panjang, mengambil botol bekas minuman energi di kantong tasnya lalu membukanya dan memintaku untuk meminum cairan kental berbau anyir pahit, katanya untuk menawarkan racun bisa ular laut yang dia telah oleskan di pisau lempar yang mengenai bahuku.

Pak Tabak menggulung sirih setelah diisinya dengan pinang dan kapur lalu dikunyahnya.

“Maafkan aku anak muda, siapapun kamu, dari manapun asalmu, aku salah mengira. Engkau ternyata orang yang aku tunggu selama ini dan ternyata bukan gerombolan maling yang mengincar hartaku”

Pak Tabak lalu bercerita tentang kenapa dia menyepi di Gili Labak ini bertahun-tahun adalah karena adanya perjanjian dengan Sanusi sahabat dan saudara seperguruannya bahwa suatu saat kelak entah mereka entah anak keturunannya akan bertemu dan berkumpul di makam tua di Pulau kecil Gili Labak ini untuk kembali menjalin kekuatan meraih cita-cita leluhur.

Sebagaimana kata sejarah, Madura selama berabad-abad telah menjadi jalur pelayaran Nusantara, dan sejumlah pelabuhannya di pesisir utara ataupun selatan pulau itu kerap disinggahi pelaut berbagai bangsa.

Sejak abad ke-13, kerajaan-kerajaan terus tumbuh di Madura dan berpengaruh dalam sejarah Nusantara. Prasasti Kudadu (1294) yang mengisahkan bagaimana Narariya Madura Adipati Wiraraja, Raja Songenep (sekarang bernama Sumenep), membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit.

”Pada abad ke-18, datang gelombang besar peranakan Tionghoa yang akhirnya bermukim di Madura, termasuk leluhurku dan Sanusi. Kerasnya alam membentuk persaudaraan yang kuat antar leluhur kami hingga mereka mampu bertahan hidup,” kata Pak Tabak.

Leluhur mereka itu konon mendapat banyak hadiah harta dari Majapahit atas jasa-jasa membantu berbagai hal pada saat masa-masa awal Majapahit. Salah satunya tersimpan di kuburan tua ini dan konon wujudnya adalah guci berisi keping emas yang banyak.

“Dahulu, awal-awal berdirinya Republik Indonesia, yakni awal tahun 65 an aku dan Sanusi berniat mengangkat harta karun itu lalu disumbangkan kepada para pengampu negara sebagai modal pemerintahan menghadapi pemberontakan yang gencar saat itu, namun sebuah kejadian yang memang sudah kami perkirakan pun terjadi, maka aku menunggu di sini”

Kejadian itu adalah hilangnya khabar Sanusi setelah membantu beberapa anggota KKO untuk melakukan sabotase di Singapura.

Kala itu, di tengah malam, tanggal 10 Maret 1965 di saat kota Singapura mulai sepi, kelompok tersebut memutuskan untuk melakukan peledakan di Hotel MacDonald di Orchard Road, letak strategisnya menjadi pertimbangan utama. Mereka memasang bahan peledak seberat 12,5 kg dan akhirnya meledak. Beberapa bangunan rusak dan 3 orang meninggal dunia, sementar 33 lainnya luka-luka.

Setelah itu mereka berpencar, ada yang tertangkap dan dihukum gantung namun ada juga yang lolos namun kemudian menghilang begitu saja seperti Sanusi.

“Baiklah, kita semua beristirahat dulu, besok aku obati lukamu supaya segera sembuh dan kita coba pecahkan kode rajah” Pak Tabak berbicara, lalu memapahku memasuki celah batu untuk masuk ke dalam goa yang cukup luas bagi kami bertiga.

***

Pagi datang, Citra sudah terbangun dia tampak ketakutan, mungkin karena Pak Tabak yang kelihatan tidur dalam posisi aneh, tidak sewajarnya manusia, lututnya tertekuk mengkaitkan diri dengan sebatang bambu, sementara kepalanya terjuntai ke bawah mirip kelelawar tidur.

Tiba-tiba Pak Tabak menjatuhkan diri dari palang bambu, dengan gerakan yang lembut, kedua tangannya menopang berat badan dan mengarahkannya untuk langsung berguling dan kemudian duduk bersila menghadapi kami. Mengambil nafas dalam beberapa kali, sepertinya dia mempraktekkan sejenis Yoga baru setelah itu membuka mata dan tersenyum.

“Aku sudah menemukan jawaban atas rahasia kuburan tua, kita akan mulai ritualnya hari ini dan pas nanti malam ketika bulan purnama berada di puncak langit kita lakukan bersama pembukaan lobang harta” Pak Tabak berkata sambil wajahnya berseri-seri sementara aku masih lemas lunglai dan Citra tidak memahami situasi.

Pak Tabak mulai menjelaskan tentang ajaran leluhur kuno katanya, segala sesuatu harus dimulai dengan panyatuan lingga yoni, sebuah penyatuan dua unsur lelaki dan perempuan untuk membuka tabir kelam hingga lahirlah kecerahan dan keseburan. Maka malam ini harus ada ritual saresmi di atas kuburan kuno guna membuka pintu ghaib, dan itu adalah antara dirinya dengan Citra yang menurutnya adalah keturunan selir ke tujuh raja majapahit yang entah siapa namanya yang turun temurun hingga kakek buyut Citra yang merupakan prajurit pasukan Sultan Agung tertinggal di kawasan Dermayu dan kawin mawin dengan orang setempat hingga melahir Citra, aku membatin, “Terserah kau saja pak tua, aku hanya ingin keluar dari situasi ini segera”.

Citra yang tak paham omongan Pak Tabak aku jelaskan sederhana, “Kalau kita ingin keluar hidup-hidup dari pulau ini, kita turuti apa maunya Pak Tua itu, syaratnya nanti malam kamu akan dikawininya, lalu akan diberi harta yang cukup, setelah itu kita akan diperbolehkan keluar pulau”. Citra diam saja, matanya menerawang melamun, “Harta apa maksudnya Mas?

“Tidak, hanya malam ini dan setelah itu kamu bebas, kita pergi. Kamu akan diberi harta karun dari ritual yang akan diambil nanti malam”

“Ya udah, gak pa pa yang penting kita selàmat”

Citra pun kemudian menuruti prosesi mandi di sebuah sumur dekat pantai dan kemudian mengenakan selembar kain berwarna putih dan melepas semua perhiasan dan pakaian modern, rambutnya diurai. Citra tampak bercahaya diselimuti aura magis yang kuat. Pak Tabak pun kemudian melakukan ritual yang sama, walau usianya sudah tua, ketika mengenakan kain putih laksana seorang resi, badan kelamnya yang masih berotot walau kulit luarnya sudah mulai kendor tampak kontras dengan kain selembar yang dia kenakan.

Aku hanya bisa menyaksikan ritual selanjutnya dalam diam dan takjub, ingin aku merekamnya namun apa daya seluruh gadgetku kehabisan daya. Adegan selanjutnya, Pak Tabak duduk bersila, sementara Citra berada di belakangnya duduk bersimpuh. Sebotol air tawar berada di depan masing-masing. Pak Tabak mulai membaca mantra dan menyalakan dupa, mantra demikian panjang, badannya bergoyang-goyang perlahan ke depan ke belakang.

Kesadaranku mulai terganggu, begitu pula kulihat Citra mulai mengikuti gerakan Pak Tabak mengayun-ayunkan badannya perlahan dalam gerak ritmis.

Sepertinya kami memasuki alam gaib, entah karena pengaruh bau-bauan dari sesuatu yang dibakar Pak Tabak, suasana berubah menjadi sedikit horror. Angin berhenti berhembus, matahari mulai condong ke barat nyaris terbenam di ufuk barat. Meremang cahaya perlahan kelam menyelimuti Gili Labak, langit berganti bertabur bintang.

Sekelompok penari tiba, wajah mereka sama, lali-laki muda dengan kumis tipis dan cambang panjang dan mengenakan kain batik menutupi perut hingga lutut, musik perlahan bergema, musik lembut dengan dominasi denting genta dan kendang besar.

Penari perempuan dengan wajah serupa juga masuk, mereka sungguh cantik dengan rambut panjang terurai yang disampirkan di bahu kanan menutupi dada kanan, rambut itu berhias bunga kamboja. Mereka, para perempuan itu mengenakan kain batik juga dari perut hingga lutut dan bertelanjang dada.

Gerakan tarian mereka adalah melingkar, berjalan dalam irama sambil membuay gerakan-gerakan persembahan. Citra kemudian mengikuti gerakan tari mereka, matanya terpejam dan Citra begitu pantasnya menari seolah dia telah lama berlatih. Tak berapa lama pak tabak ikut berada di pusat lingkaran bersama Citra, menjadi pemimpin gerak tari tahap berikutnya, semua mengikuti dengan sempurna.

Pak Tabak membuka kain putih dan menghamparkannya di tengah arena menutupu simbol lingga yoni, Citra kemudian mengikuti dan membentuk formasi tarian berpasangan dengan Pak Tabak. Sementara para penari lain mengikuti dengan gerakan yang sama.

Tubuh tubuh telanjang meliuk-liuk dalam tarian lembut dengan diiringi suara tetabuhan sakral berdenting-denting. Pemandangan itu menjadi sangat erotis, aku ingin sakali bergabung dan mengambil salah satu penari perempuan untuk menjadi pasanganku namun badanku lemah lunglai hanya kemaluanku yang tegak mengeras.

Pak Tabak dan para penari pria lain saat ini dalam posisi tegak berdiri kedua tangan menjulang ke atas mengatup dalam posisi menyembah, kaki kanan tertekuk, telapaknya bertumpu pada lutut kaki kiri. Penari perempuan bergerak mengikuti gerakan Citra, mengelus seluruh tubuh pasangannya, mengendus, menjilat dan menciumi dalam gerakan indah.

Kemudian mereka besimpuh di hadapannya dan mulai menjilati kelamin para lelaki, ketika semua kemudian kelaminnya tegak gerakan berubah menjadi mengulum dan menjilati sementara para lelaki tetap tegak berdiri satu kaki. Entah berapa lama adegan itu berlangsung hingga kemudian para wanita berada dalam posisi kepaka di bawah badannya tegak menjulang, kedua tangan bertumpu di tanah dan kedua kaki terbuka lebar seperti gerakan split namun di udara.

Para penari pria berganti sekarang melakukan usapan dan kecupan serta jilatan pada kedua kaki para penari perempuan. Dalam gerakan meliuk yang indah mereka berhentu tepat diselangkangan para wanita, menjilati dan menjulur-njulurkan lidah bagai ular, mengusap vagina dan entah mungkin juga anus mereka dengan sapuan basah lidah merah yang menjulur-njulur.

Sebuah adegan muskil kemudian terjadi, para lelaki menancapkan kemaluan mereka sementara kedua kakinya sejajar dengan kedua kaki para perempuan, seluruh berat badan ditumpukan pada kepala para penari perempuan. Badan penari laki-laki tegak menjulang, sementara kelaminnya menancap ke bawah. Kedua tangan para lelaki terbentang lebar dan kemudian para lelaki berputar perlahan dengan bertumpukan pada as berupa kelamin yang menancap pada vagina para perempuan.

Setelah beberapa saat, para lelaki mencabut kemaluan dan terlentang denga kepala mengarah kepada lingga yo, Citra dan para perempuan memasukkan penis ke dalam vagina dan kedua tangan berpegang kepada tonggak Yoni dan melakukan gerakan Women on Top secara bersamaan dan menimbulkan getaran energi yang luar biasa.

Setiap hentakan yang dilakukan menimbulkan letupan gelombang energi yang menyesakkan dada. Gerakan itu semakin cepat ritmenya begitu pula energi yang keluar luar biasa besar dan ritmis. Aku tiba-tiba mengalami black out dan tidak ingat apa-apa lagi.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu