1 November 2020
Penulis —  yakuza58

Memaksa Mama Eksib

Pagi-pagi sudah muncul pemberitahuan dari grup WA sekolah yang mengingatkan kalau sekolah sudah memulai aktivitasnya senin besok. Untuk hari pertama, orangtua dan wali murid diundang ke sekolah untuk membicarakan perkembangan murid selama libur panjang.

Kuberitahu Mama soal pengumuman itu.

“Biasanya Ayah yang datang, tapi karena dia lagi gak ada jadi Mama yang harus datang,” kataku.

Mama menutup wajahnya. “Mama mau saja, tapi tolong jangan minta yang aneh-aneh ke Mama.”

Kugesek-gesek jembutnya dengan telapak tangan. “Pasti ada dong. Mama lupa soal foto-foto Mama?”

“Kamu gak malu kalau orang-orang ngelihat Mama kayak cewek rendahan?”

“Yang malu kan Mama, aku mah nggak,” kataku sambil cekikikan. “Udah deh siapin mental Mama buat besok. Bakalan seru nih.”

Besoknya, kami berjalan menuju ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor. Hari pertama masuk sekolah adalah hari paling memalaskan. Banyak murid yang datang dengan wajah mengantuk, cuma orangtua mereka saja yang segar bugar.

“Oh suaminya pergi melaut ya, pantesan Bu Romlah yang datang,” ujar Bu Suti yang langsung mendekati Mama begitu ia turun dari sepeda motor.

Kubiarkan mereka mengobrol, sedangkan aku langsung masuk kelas dan menemui teman-temanku. Namanya sekolah di kampung terpencil, jumlah muridnya sedikit sekali. Satu kelas berisi lima belas murid, sepuluh murid laki-laki dan lima murid perempuan. Nyaris tidak ada kejadian menarik yang terjadi di sekolahku, tapi hari ini aku akan menunjukkan sesuatu yang menarik.

“Woy baru masuk udah molor aja,” kataku sambil menepuk pundak Adi, teman sederetan bangkuku.

“Ngantuk banget cuk,” katanya. Kepalanya ditaruh lagi ke atas ransel yang dijadikan bantal.

“Mau lihat yang asyik-asyik gak?” tanyaku.

“Halah palingan mau pamer pas mabar kemarin. Bosen ah,” ujar Adi.

“Oh ini beda. Kujamin kamu pasti jadi laki-laki dewasa kalau udah lihat.”

“Apaan sih?” tanyanya penasaran.

“Gak bisa kutunjukin sekarang. Nanti deh pas pulang sekolah.”

“Kalau gitu ya aku tidur aja. Toh palingan kita nanti pulang cepat dan hari ini belum ada pelajaran,” ujar Adi.

Ia melanjutkan tidurnya. Teman-teman yang lain juga kuberitahu agar jangan pulang dulu saat jam sekolah berakhir.

“Ada apa sih?” tanya mereka.

“Udah deh, yang pasti ini mantap-mantap. Biarin aja yang cewek pulang duluan.” Kataku.

“Kalau kita disuruh pulang gimana?” tanya yang lain.

“Kelas ini kan gak langsung ditutup. Biasanya kalian juga nonton bokep dulu di kelas pas pulang sekolah.”

“Aku gak tahu kamu mau nunjukin apa, tapi awas aja kalau gak seru,” sahut yang lain. “Mau lanjut mabar nih. Di sini sinyalnya jelek.”

Guru bahasa inggrisku masuk dan menanyakan kegiatan kami selama liburan. Pertemuan itu hanya berlangsung tiga puluh menit dan ia langsung keluar begitu sudah memberikan wejangan-wejangan yang sudah kami dengar setiap hari.

Aku mengintip ke kantor guru. Para orangtua sudah tidak ada, mereka pasti sedang melakukan pertemuan di dalam kantor guru.

Tiga jam kemudian, bel berdering tiga kali. Para orangtua berhamburan keluar dari kantor guru. Seperti biasa, mereka menggosip dulu sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Mama terlihat sedang mengobrol dengan ibu-ibu lainnya. Para ibu-ibu suaranya keras sekali sampai-sampai aku bisa mendengar suara mereka.

“Bu Romlah, katanya anakmu ada ngebonceng tante-tante sambil pamer pantat. Itu bener?” tanya salah satu dari mereka.

“Wah kayaknya ada yang salah lihat deh,” jawab Mama. “Anakku seharian cuma di rumah doang.”

“Katanya lagi Bu Romlah pernah berjemur di pinggir jalan,” ujar ibu-ibu satunya. “Gak apa-apa kalau ibu berjemur karena kesehatan, tapi lain kali lihat-lihat jangan sampai ada yang ngelihat pantat Bu Romlah.”

“I-iya,” ujar Mama.

Aku tersenyum mendengarnya. Pelan-pelan tapi pasti, Mama mulai terkenal di kampung.

Satu per satu, para orangtua itu pergi. Kupanggil Mama sebelum dia beranjak pergi juga.

“Mama, ke sini dong!”

Ia tampak ogah-ogahan berjalan. Wajahnya terlihat terpaksa.

“Yang cewek keluar dulu dong,” kataku sambil menggebrak meja mereka.

“Apaan sih. Ganggu aja,” keluh mereka. Gebrakan itu membuat mereka cepat-cepat mengambil ransel, lalu pergi.

“Mana yang seru-serunya?” tanya Adi.

Kupersilakan Mama masuk ke kelas. “Tadaaaaa! Ini dia!”

“Bude Romlah? Ibumu?” mereka kebingungan.

Mama berdiri di dekat papan tulis sambil menundukkan kepala.

“Hari ini hari spesial karena Mama akan telanjang bulat untuk kalian semua!”

“Hah!” mereka terkejut. “Yang bener kamu?”

Aku menggangguk. “Nah Mama, ayo buka bajunya.”

Mama meraih bagian bawah bajunya, lalu menaikannya ke atas. Teman-temanku melongo semua, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Mama melepas bajunya dan celananya hingga hanya mengenakan beha dan sempak berwarna putih.

“Kalian belum pernah lihat memek secara langsung kan? Mama, tunjukin jembutmu yang kasar itu.”

Mama menurunkan sempaknya sampai lewat ke mata kaki. Mata anak-anak itu tidak lepas memandang bagian bawah tubuh Mama.

“Lagi! Lagi!” seru mereka.

“Lagi? Mama, tunjukin tetekmu!” perintahku.

Mama meraih kait beha di belakang, lalu melepasnya. Anak-anak itu bersorak kegirangan begitu beha itu jatuh ke lantai. Mereka bisa melihat tetek Mama yang kencang dan ada garis-garis urat di sekitar pentilnya.

“Anjir gile!” seru Adi. Tampaknya ia tidak mengantuk lagi. Matanya berbinar-binar.

Mama berdiri di depan anak-anak itu sambil menutupi memeknya dengan tangan. Matanya merah karena menahan tangis.

“Tolong dong lepas gordin itu terus bawa ke sini,” kataku sambil menunjuk gordin di salah satu jendela. Adi dan seorang anak lain bergegas melepas gordin itu, lalu membawanya ke depan kelas.

“Taruh di lantai,” kataku lagi. Mereka langsung menaruh gordin itu, kemudian melebarkannya.

“Mama, silakan berebahan di situ,” kataku.

Mama tampak kebingungan, tapi ia menuruti perintahku. Ia merebahkan tubuhnya ke atas gordin. Kulebarkan kedua kakinya sampai memeknya terbuka.

“Nah sekarang, aku mau kalian coli di atas badan Mama,” kataku ke anak-anak.

“Hah? Coli?” seru mereka. “Tapi itu ibumu.”

“Ibuku doyan pejuh. Semakin banyak pejuh yang menempel di tubuhnya, semakin semnagat dia,” kataku. Kubuka memek Mama dengan jariku sampai itilnya kelihatan. “Mau nggak? Ini satu-satunya kesempatan loh.”

“Aku mau!” seru Adi. Ia membuka resleting celananya, lalu mengeluarkan batang kontolnya yang sudah mengeras. Dikocoknya batang kontol itu kuat-kuat.

“Uuuuugh, Bude Romlah teteknya bagus sekali,” desahnya.

Sementara tangan kanannya sibuk mengocok, tangan kirinya bergerak naik-turun mengelus paha Mama. Lima menit kemudian, kontolnya memuncratkan cairan putih kental dan jatuh tepat di memek Mama.

“Cepet amat,” ejek yang lain. Ternyata mereka sudah mengeluarkan kontol masing-masing dan menunggu giliran.

“Mana tahan kalau liat tetek sekenceng ini,” ujar Adi. Ia meremas tetek Mama kuat-kuat.

“Aduh!” teriak Mama.

“Lihat nih kemampuanku,” ujar Rudi, anak paling besar di kelas kami. Tangan kanannya meremas tetek Mama, sementara tangan kirinya mengocok kontol. Ternyata ia cuma tahan lima menit sama seperti Adi.

“Wkwkwkwkwkwk, kemampuan dari Hongkong,” ejek Adi.

“Diam kau!” seru Rudi kesal.

Yang lainnya bergantian coli di atas badan Mama. Semuanya bertahan lima menit, bahkan ada yang cuma tiga menit dan langsung jadi olok-olokan yang lain.

Kupandangi tubuh Mama yang penuhi sperma. Cairan kebanggaan laki-laki itu jatuh ke perut, tetek, memek, dan wajahnya. Mama meremas gordin di bawahnya kuat-kuat, wajahnya terlihat ketakutan. Barangkali ia takut diperkosa anak-anak tanggung tersebut.

“Enak gak?” tanyaku ke mereka.

“Enak banget. Rasanya beda kalau coli sambil nonton bokep sama ngelihat ceweknya langsung,” komentar Rudi. “Kapan-kapan lagi dong.”

“Ya kapan-kapan lagi,” kataku. Kuselipikan jariku ke memek Mama. Terasa basah dan hangat. “Mama mau lagi kan kapan-kapan?”

Mama memalingkan muka. Harga dirinya pasti sudah hancur.

“Mamamu kenapa kayak lonte gini?” tanya Adi. “Kukira dia ibu baik-baik. Sudah haji pula.”

“Ah dia memang lonte, cuma kalian gak tahu aja,” kataku.

Mama kuminta mengenakan bajunya lagi, tapi celana dan sempaknya harus dibuang ke tempat sampah.

“Loh kamu mau antar ibumu pulang dengan keadaan begitu? Pantatnya kelihatan dong?” tanya yang lain.

“Memang itu tujuannya,” kataku sambil menepuk pantat Mama. “Kita mau keliling kampung sambil nunjukin anus Mama ke orang-orang.”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu