1 November 2020
Penulis —  yakuza58

Memaksa Mama Eksib

Sore-sore aku membaca kisah-kisah incest di Semprot. com. Kusadari bahwa penikmat incest ternyata cukup banyak. Barangkali ada terinsipirasi kisah nyata, barangkali khayalan. Barangkali juga mereka ada yang berhasil menggoda ibu mereka sendiri. Aku tidak tahu, tapi yang pasti ini cukup melegakan bahwa ternyata aku tidak sendirian.

Seperti biasa, setiap sore pasti Mama menyapu seluruh ruangan di rumah. Sebelumnya itu adalah kegiatan biasa, tapi kali ini jadi luar biasa karena Mama melakukannya tanpa memakai pakaian. Asyik juga melihatnya menyapu lantai tanpa sehelai pakaian pun karena teteknya bergoyang-goyang ke kiri-kanan setiap kali ia bergerak.

Muncul notifikasi di atas layar handphone-ku. Ternyata dari Yuda, teman sekelasku yang punya warung kopi.

“Woy ntar malem temenin ane di warkop. Ane jaga warkop sendirian neh,” tulisnya.

“Mau sih, tapi ajak yang lain juga dong. Masa cuma kita berdua macam pacaran aja lol,” balasku.

“Yoi, ane ajak Panjul juga. Dateng aja jam delapan malem ntar.”

“Oke gan, entar ane meluncur,” balasku menutup pembicaraan.

Kupandangi pantat Mama yang bergerak-gerak mengikuti sapuannya.

“Ma, nanti malem temenin ke warkopnya Yuda yuk,” kataku.

“Buat apa? Kan warkopnya deket aja dari sini,” kata Mama.

“Udah ikut aja deh,” kataku sambil menyelipkan jari ke belahan pantatnya. “Mereka mau aku tunjukin sesuatu.”

Malamnya, kami bersiap pergi ke warkop Yuda. Mama memakai pakaian berwarna merah muda panjang yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Aku menggeleng melihat pakaiannya.

“Gak seksi sama sekali sih,” kataku.

Kuambil gunting besar, lalu kupotong bagian bawah pakaiannya. Sebagian pakaiannya langsung melorot dan menampilkan pantat Mama yang besar. Sempak Mama juga kupotong, lalu kubuang.

Kuacungkan jempol ke Mama. “Nah begini kan lebih enak dilihat.”

Ia menundukkan kepala. “Mama ngerasa gak ada harganya lagi.”

“Loh justru sebaliknya. Tubuh Mama itu sangat berharga, makanya harus dipamerkan,” kataku. Kuelus-elus jembutnya yang kasar. “Yuk kita naik motor.”

Mama tercengang. “Naik motor? Dalam keadaan begini?”

“Iyalah Ma. Mama kubonceng biar orang-orang pada ngelihat pantat Mama,” kataku.

Kupanaskan sepeda motor di halaman rumah. Suaranya berisik karena jarang dipakai. Mama menunggu di teras rumah sambil menutupi memeknya dengan kedua tangan. Ia celingukan melihat ke kiri dan kanan.

“Percuma Mama khawatir, toh mereka bakal ngelihat Mama juga,” kataku. “Lagian ini udah malam. Palingan tetangga juga udah tidur.”

Begitu sepeda motor siap, aku naik ke atasnya dan Mama membonceng di belakang. Jok sepeda motorku lebar dan sedikit naik di bagian belakang sehingga pantat Mama mau tidak mau harus menungging. Kuraba-raba pantatnya, oh rupanya anus Mama sampai terbuka karena ukuran jok yang lebar membuat kakinya mengangkang.

“Mantap!” kataku. Kutarik gas dan sepeda motor pun melaju ke jalanan.

Mama memelukku erat-erat. Aku bisa melihat wajahnya yang ketakutan dari kaca spion. Ia pasti cemas sekali kalau orang yang melihat pantatnya.

Di kejauhan, aku melihat gubuk yang biasa dijadikan tempat kumpul para tukang ojek. Ada beberapa sepeda motor terparkir di luar, berarti ada tukang ojek yang beristirahat di sana.

Begitu mendekat ke gubuk, kupelankan laju sepeda motor. Mama langsung memalingkan wajahnya ke samping.

“Widih apaan tuh!” seru salah satu tukang ojek.

“Anak Bu Romlah bukan?” tanya yang lain.

“Bonceng sapa tuh? Ibunya bukan?”

Kutarik gas kembali dan sepeda motorku langsung melesat. Sebelum menjauh, aku sempat mendengar keributan di gubuk itu. Mereka pasti menebak-nebak siapa wanita yang kubawa.

“Anak kurang ajar,” ujar Mama. “Kamu sengaja biar pantat Mama dilihat mereka, bukan?”

Kutepuk pantat Mama, sementara tanganku yang satu masih memegang setang motor. “Sudah kubilang kalau pantat sebagus ini harus dipamerin, jangan disembunyiin.”

Satu belokan lagi dan kami tiba di warkop Yuda. Ia sedang merokok sambil menonton Youtube di handphone. Warkopnya memang sepi, tapi bukannya tidak ada yang beli. Ia melompat kaget saat melihatku dan Mama.

“Bu-bude Romlah?” ia menatap Mama tak percaya. Mama berusaha tersenyum. Kedua tangannya menutupi memeknya.

“Mana si Panjul?” tanyaku.

Yuda menarikku ke belakang warkop. Wajahnya terlihat marah.

“Ini bukan saatnya nanya si Panjul, ini saatnya nanya ada apa dengan ibumu?”

Aku tersenyum. “Ada kejadian menarik beberapa hari belakangan. Yang pasti sekarang aku bisa nyuruh ibuku ngelakuin apa aja.”

Kuceritakan kejadian saat kuancam Mama kalau foto pantatnya bakal kusebarkan ke grup WA keluarga jika dia tidak mau menuruti kemauanku. Kuceritakan juga saat ia menjemur pantatnya di pinggir jalan dan berjalan kaki bugil di sawah.

Yuda mendengarkan dengan mata melotot.

“Luar biasa,” komentarnya. “Kau udah ngentot ibumu juga?”

“Udah dong,” kataku. “Kau harus coba. Tapi jangan sama ibuku, sama ibumu sendiri aja.”

“Sialan,” ujarnya. “Ya baguslah. Bisa cuci mata sekalian. Bosan banget di sini.”

Aku duduk di kursi, sementara Yuda membuatkanku kopi. Mama menarik kursi di depanku, tapi langsung kularang.

“Mama gak boleh duduk. Mama jongkok aja di situ,” kataku sambil menunjuk ke depan warkop.

“Tapi…”

“Ayo jongkok sana,” perintahku lagi.

Mama menurut. Ia jongkok di depan warkop. Wajahnya disembunyikan di antara kedua lututnya.

“Anjir kayak cerita bokep aja,” komentar Yuda sambil menaruh kopiku. “Panjul harus segera dikasih tahu nih. Lama amat itu anak.”

Ia mengambil foto Mama, lalu mengirim WA ke Panjul.

Tak berapa lama, terdengar suara sepeda motor berhenti.

“Mana Bude Roml…” ia berhenti bicara saat melihat Mama. “Buset, kukira kalian bohongan aja tadi.”

“Katanya kita boleh ngerjain Bude Romlah suka-suka kita,” ujar Yuda. “Yuklah kita coba.”

Mereka berdua mendekati Mama. Aku tetap duduk mengamati sambil menyeruput kopi.

“Bude Romlah cantik deh hari ini,” ujar Yuda. Tangannya masuk ke sela-sela pantat Mama. Tubuh Mama langsung bergetar.

“Jangan…” ujarnya lirih.

“Aku dah lama naksir Bude Romlah. Abisnya Bude seksi bener sih,” kata Panjul. Ia menaikkan pakaian Mama sampai kedua teteknya bergelayutan keluar. Diremasnya salah satu tetek Mama keras-keras. “Gak nyangka bisa ngeremas tetek Bude Romlah,” ujarnya lagi.

Panjul mendekatkan bibir ke pentil Mama, lalu menyedot pentilnya. “Wooow bulet bener pentilnya.”

Yuda tampaknya lebih berminat dengan memek Mama. Ia memasukkan jari-jari tangannya ke memek Mama, lalu menggeseknya pelan-pelan.

“Jangaaan… aaaaah,” Mama berusaha mendorong kedua remaja tersebut, tapi tenaganya kalah kuat.

“Yaaah ibumu ngompol cuk!” seru Yuda. Tangannya basah kuyup. Tercium bau pesing dan ada air yang menggenang di bawah Mama.

Aku terbahak-bahak melihatnya. “Ya sudah, suruh dia cebok dan bersihin.”

“Biar aku aja yang cebokin,” ujar Panjul.

Yuda pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tangan. Ia keluar sambil membawa seember air dan gayung.

Panjul menyiram memek Mama dengan air dari gayung, lalu menggesek-gesek memek Mama dengan tangannya.

“Buset tajem bener jembutnya Bude Romlah. Cukur ya nanti,” katanya. Sambil menggesek-gesek, ia memasukkan jarinya ke memek Mama. “Baru tahu kalau memek bisa seanget ini.”

Mereka kemudian duduk di dekatku sambil memperhatikan Mama yang menyiram air ke bekas pipisnya. Bau pesing menghilang, tapi lantai depan warkop jadi basah kuyup.

“Udahan ah, aku mau balik,” kataku sambil mengambil kunci sepeda motor.

Yuda menahanku. “Kok cepetan? Duduk dululah. Kau juga biasanya begadang.”

“Kasihan ibuku bisa masuk angin,” kataku. Panjul terlalu banyak menyiram air sampai pantat Mama basah kuyup. Kalau dia sakit, aku tidak bisa mengajaknya eksib lagi.

“Kalau gitu ibumu kufoto dulu. Enak ini buat bacol,” ujar Yuda.

Ia mendekati Mama, lalu memintanya untuk membuka memek. Kuanggukkan kepala ke arah Mama agar ia menuruti kemauan Yuda. Mama pun membuka memeknya lebar-lebar. Panjul juga ikut-ikutan mengambil foto Mama.

Usai foto-foto, kutarik lengan Mama untuk mengajaknya pulang. Aku naik duluan ke sepeda motor, kemudian disusul Mama. Jok terasa agak basah karena air di pantatnya belum kering benar.

Kunyalakan sepeda motor, lalu kupacu menuju rumah.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu