2 November 2020
Penulis —  Pemanah Rajawali

Kontradiksi

BAB LIMA

Hari Minggu pagi, Kak Dian berangkat ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Aku berdua saja dengan ibu. Ibu seperti biasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia akan mandi sekitar jam sepuluh pagi kalau hari Minggu, karena ia bangun selalu agak siang. berbeda dengan hari biasa di mana ia bangun jam empat pagi.

Ketika ibu ke kamar, aku tahu ia akan mandi. Kubuka pintu kulihat ibu sedang menyiapkan BH dan CD yang bersih untuk di bawa ke kamar mandi.

Ibu: “Ngapain kamu Di?”

Aku: “Sebelum dicuci, Hadi mau lap hidung di sapu tangan ibu yang kemarin waktu dandan.”

Ibu: “Udah bau, Di.”

Aku: “Biar bisa lamaan. Kalau baru cuci cuma dikasih sebentar sih.”

Ibu menghela nafas. Ia membuka dasternya lalu bergerak ke meja rias.

Aku: “biar ga pegel di tempat tidur saja, Bu.”

Ibu menatapku aneh, lalu dengan ber BH dan celana dalam saja ia duduk di tempat tidur. Aku memintanya tiduran, sementara aku membuka baju sehingga tinggal boxer.

Ibu: “Kok buka baju?”

Aku: “Masak ibu aja yang buka daster, biar adil, Bu.”

Ibu tiduran dengan kepala di bantal. Aku jejerkan bantal di samping bantal ibu. lalu perlahan tangan kirinya kuangkat bertumpu pada bantal yang kusiapkan. setelah ketiak telanjang ibu terlihat, aku membaringkan diri di samping ibu sambil memeluk perutnya dengan tangan kiri, kakiku kutibankan di kaki kiri ibu, lalu aku mulai mengendusi ketiak ibu yang kini tidak ada lagi aroma sabun.

lama kugesekki ketiak telanjang ibu. dengan gerakan konstan membuatku tak sadar bahwa tubuhku ikut bergerak naik turun, gerakan orang bersetubuh. nikmat sekali kutekan pinggul ibu dan kugesekki naik turun. tak lama aku mulai menciumi ketiak ibu itu. tangan kanan ibu mulai memeluk badanku. ketika aku mulai memasukkan bulu ketiak ibu di mulutku, ibu bergerak sedikit menyamping ke kanan dan menaruh kaki kanannya di kaki kiriku dengan begitu kedua pahanya menjepit kaki kiriku.

kurasakan selangkangan ibu yang berbalutkan celana dalam mulai basah dan ibu sendiri menggoyangkan pantatnya sehingga selangkangan ibu menggeseki paha kiriku. kedua kakiku pun mulai kutaruh di posisi yang enak agar dapat menjepit kaki kiri ibu, selangkanganku kini menggeseki bagian atas paha kiri ibu.

kami mulai saling menggesekkan pantat keras-keras, kurasakan tekanan di paha kiriku beserta daerah yang ditekan basah, licin dan hangat. ibu mulai bergoyang begitu kerasnya sehingga payudaranya berguncang naik turun dalam ikatan BH. tangan kananku yang dari tadi nganggur, aku pekerjakan karena aku punya akal bulus lain.

tangan kananku memegang tali BH kiri ibu, lalu kenyotan dan ciumanku dari ketiak ibu aku pindahkan, tahu-tahu saja aku mengenyot payudara kiri atas ibu. Ibu mulai melenguh keras, dan gerakanku yang mengagetkan itu membuat tangan kirinya refleks mendekap kepalaku sehingga lengannya lurus lagi. dengan gerakan cepat tangan kananku menarik tali BH ibu ke bawah lalu menarik cup payudara ibu dengan keras juga kebawah.

Serta merta puting ibu yang berwarna coklat tua yang tadi tertutup rapat oleh BHnya, kini menjadi terbebas. puting itu sebesar kelingking jari bayi dan agak panjang dihiasi areola bulat dua kali lebih besar dari uang logaman seribu rupiah. aku masukkan pentil tetek kiri ibuku itu ke dalam mulutku dan aku mulai mengenyotinya dengan buas.

Sementara selangkangan ibuku menekan dan menggeseki kontolku walau masih dibalut celana dalam kami masing-masing, kedua tanganku mencari-cari kaitan BH ibu di belakang. sekitar semenitan aku berusaha membuka, dan akhirnya aku mengerti cara membukanya. BH ibu jatuh tak jauh berhubung kami masih berdekapan, dengan gaya tak sabar ibu menarik BHnya dan melemparnya entah kemana, kedua payudaranya menggantung sempurna menatap wajahku.

kini aku lahap payudara ibu sebelah kanan dan ibu kembali mendekap kepalaku sambil menggesek selangkanganku secara keras. kurang tepat juga dibilang menggesekki, karena ibu sebenarnya menekan memeknya di kontolku lalu menggoyangkan pantatnya naik turun dan kadang memutar tanpa mengendorkan tekanannya itu.

Ibu: “Hadiiiiiiiii… aaaaahhhhhhhhh…”

Tubuh ibu yang lemas menggeleser ke sampingku. Ibu merebahkan diri lalu memejamkan matanya. Aku membuka boxerku dan mulai membersihkan diri dari spermaku, sementara ibu masih sedikit tersengal dan memejamkan mata tangan kanannya ditaruh di kepala sehingga ketiaknya yang sedikit berbulu itu terlihat.

Ibu hanya terdiam saja ketika aku mulai menikmati bulu ketiak ibu. bulu itu kumasukkan ke dalam mulut dan aku mulai menghisapi keringat yang ada di situ secara perlahan. jari tangan kananku asyik mengelus bukit dada ibu yang kiri sambil terkadang mencubitnya perlahan, terkadang memelintirnya juga. lama kelamaan tetek kiri ibu aku remas-remas juga.

Aku bersimpuh di sebelah kaki kanan ibu, lalu aku memegang celana dalam yang ibu pakai dengan kedua tanganku di kedua sisi celana itu. dengan perlahan aku tarik celana dalam ibu.

Ibu: “Mau ngapain lagi, Di? belum puas lap hidungnya?”

Aku: “Kotor tuh Bu, Hadi mau bersihin. boleh ya?”

Ibu: “Masak kamu lihatin itunya ibu.”

Aku: “Cuma bersihin aja kok, Bu. boleh ya?”

Ibu hanya menghela nafas tapi tak ada jawaban. Maka aku terus menarik celana dalam itu ke bawah. ibu membantu setengah hati sehingga agak lama sekali dapat kubuka, ini menyebabkan pemandanganku bagaikan striptease saja. perlahan-lahan bulu kemaluan ibu yang basah dan mengkilat itu tampak sedikit. semakin lama celana dalam ibu kutarik, semakin banyak bagian selangkangan ibu dapat aku tatap dengan nafsu.

Jembut ibu lebat namun tampak ibu mencukur jembutnya walau tidak serapi bintang porno. Jembut ibu yang lebat dipotong agak segitiga ke bawah, mungkin agar bulu jembut itu tidak terlihat keluar menyembul bila pakai celana dalam. dari bagian atas selebar empat jari makin ke bawah makin mengecil sehingga ketika sampai di ujung kelentitnya, jembutnya selebar satu jari saja.

Kubuka kaki ibu sehingga mengangkang, lalu menggunakan kaos oblongku yang tadi kubuka yang masih kering, aku perlahan mengelap selangkangan ibu.

Ibu: “Kok pakai baju kamu?”

Aku: “Mau dipakai nanti. biar kecium bau ibu.”

Ibu menghela nafas lagi. Aku kembali konsen hingga seluruh selangkangan ibu kering. Setelah itu sambil tidur di bawah selangkangan ibu, aku membuka memeknya dan melihat lubang kencing ibu membuka, masih ada lendir ibu yang merekat di dinding memeknya sehingga ketika dibuka cairan itu tertarik ke samping sekitar lubang bagaikan lem yang lengket.

Ibu: “Ngapain lihatin memek ibu? dibuka lagi?”

Aku: “Mau dibersihin. masih basah tuh…”

Lagi-lagi ibu menghela nafas. aku cium bibir memek ibu yang menyembul itu yang kini terbuka ke samping. Tubuh ibu mengejan kecil.

Ibu: “Kok dicium?”

Aku: “Dibersihin pakai bibir, Bu. kalau pakai kain takut kotor.”

Aku lalu mencium lagi bibir memeknya perlahan. Ibu menghela nafas. Bau memek ibu kini kuhirup langsung dari sumbernya, tidak lagi bau residu yang ada di celana dalamnya. Bau memek ibu menyengat secara indah di hidungku. Bau tubuh ibu yang khas dengan bau kencing ibu yang sedikit pesing dan wangi lendirnya bercampur menjadi sebuah bau yang begitu menggugah kelelakianku, bau yang tak dapat terlukis dengan kata-kata sederhana, bau yang membuat diriku budak oleh nafsuku kepada ibu kandungku yang melahirkanku.

Kujulurkan lidahku, dan kutaruh di ujung bawah memekny yang terbuka di bagian lubang kencingnya, lalu kutekan perlahan dan kusapukan lidahku di dalam memek ibuku ke arah atas sehingga mencapai klitoris ibu.

Ibu: “Aaaahhhh… geliiii…”

Kusapukan lagi lidahku di memek ibuku kedua kalinya dari bawah ke atas. memeknya masih basah, dan banyak juga cairan memek ibu yang masuk ke dalam mulutku. kureguk cairan yang agak getir dan masam itu dan kunikmati tiap detik aku menjilati kemaluan perempuan yang mengandungku sembilan bulan itu.

Pada jilatan ke lima, kedua tangan ibu mencengkram kepalaku dan menekan selangkangannya ke mulutku. sambil bernafas di klitoris ibu, aku mencolok-colok lubang kencing ibu dan menggerankan kepalaku naik turun. hidungku menggeseki kelentit ibu sementara lidahku merogohi lubang kemaluannya. cairan memek ibu mulai membanjir.

Suatu saat aku sedot salah satu bibir memek ibu yang menyembul itu. Tubuh ibu menegang dan cengkramannya makin erat membuat rambutku sakit terjambak.

Ibu: “Iyaaa… sedot memek ibuuuuu…”

Aku mulai menyedoti memek ibu, kedua bibir memeknya, sedikit bagian dalam memek ibu walaupun sukar, dan juga kelentit ibu yang sudah mengeras dari tadi. tubuh ibu mulai mengeluarkan keringat secara deras. bau tubuh ibu dan bau memeknya tersebar ke penjuru ruangan, sementara aku yang secara frontal berhadapan dengan vaginanya itu, kini hanya dapat mencium bau tubuh ibu saja di hidungku.

Dalam gerakan bagaikan tersiksa, ibu mengejan-ngejan sementara kedua kakinya menjepit kepalaku dan kedua tangannya mencengkeram rambutku sangat keras membuatku kesakitan, lalu ibu mengalami orgasme yang hebat.

Ibu: “Hadiiiiiiii… Ibu ga tahaaaaan laaagiiiiiiiihhhhh… heeeekkkkkkk…”

Akhirnya tubuh ibu lemas dan kulihat ia memejamkan mata lagi. kedua kaki mengangkang lemas dan kedua tangan terbuka di samping. toket ibu yang ranum itu naik turun cepat bagaikan baru lari sepuluh kilometer.

BAB ENAM

Dari tadi aku menahan gelora, kini saatnya. Aku bersimpuh di bawah selangkangan ibu, lalu kontolku yang saat itu masih sekitar 15 cm panjangnya kuarahkan dengan satu tangan di ujung lubang memek ibu yang kubuka dengan satu tangan yang lain. setelah kepalanya nancap di ujung cincin lubang memek ibu, kutekan kontolku masuk dengan bantuan tangan kanan, dan tangan kiriku menolak paha kanan ibu agar mengangkang lebar.

Akhirnya, dengan sekuat tenaga aku dorong tubuh ke bawah dan kepala kontolku masuk dengan sensasi plop! dan karena kekuatanku itu, ketika kepala kontolku dapat menerobos masuk, seluruh kontolku secara cepat amblas ke dalam memek perempuan yang mengandungku itu. Kurasakan sebuah lubang sempit hangat dan licin, dengan dinding memek ibu bagaikan menjepit kontolku keras, sensasinya tak pernah kurasakan seumur hidupku yang saat itu baru 13 tahun berjalan.

Ibu agak lamban bereaksi, karena ia baru saja mengalami orgasme yang sangat hebat. ketika ia merasakan memeknya agak sakit karena ada benda tumpul yang menerobos tanpa ampun, aku sudah menindihnya dengan seluruh batang kontolku terbenam di dalam memeknya yang kini panas dan licin.

Ibu: “Kamu ngapain Di?!”

Ibu agak berteriak karena terkejut mendapati anaknya sedang menyetubuhi dirinya.

Hadi: “Kan lagi bersihin ibu. tadi mau dikeringin tapi dalamnya masih basah tuh. kalo botol beling bersihinnya pakai alat yang panjang itu, kan? Nah, karena Hadi takut infeksi, maka bersihin punya ibu pakai punyanya Hadi aja.”

Ibu mengernyit.

Ibu: “Tapi ini kan…”

Saat ibu terbata berkata-kata, aku segera menyelaknya.

Aku: “Cuma bersihin doang. Ibu tenang aja, Hadi ga ngapa-ngapain kok.”

Biar aja kayak orang gila, pikirku. toh ibu tadi aku jilati memeknya menikmati, sebenarnya dia juga akan menikmati persetubuhan kami, hanya saja secara moral memang yang aku lakukan salah. Biarlah aku tutup dengan kontradiksi, toh ibu juga penuh kontradiksi.

Ibu: (Menghela nafas) “Bersihin aja ya. jangan macam-macam.”

Sambil mendekap ibu, aku mulai mengocok kontolku maju mundur di dalam memek ibu.

Ibu: “Kok kamu gituin ibu?”

Aku: “Ini bersihin, kayak ibu bersihin botol kan alatnya dikocok di dalam.”

Tanpa berhenti aku mulai menggauli ibu. aku mulai menyedot-nyedot payudara ibu, sementara ibu melingkarkan kedua tangan dan kaki di tubuhku. kami berdua penuh dengan keringat yang kini bercampur menjadi satu. kedua tangan kami tak hanya mendekap dan berpelukan, tetapi saling mengelus dan meraba. hanya mulutku saja yang menciumi, menjilati dan mencupangi ibuku.

Aku: “Bu, coba nunduk ke sini, Hadi mau bersihin mulut ibu.”

Ibu menatapku aneh, namun hanya sebentar. Ia menunduk sementara aku mendongak dan kami berciuman. hanya saja ciuman hanya bibir dan cepat.

Aku: “Cepet banget. yang lama. keluarin lidahnya bu, mau Hadi bersihin.”

Ibu membuka mulutnya kecil aku segera melahap bibirnya dan lidahku masuk ke mulut ibu yang ternyata bau mint. rupanya habis makan tadi beliau gosok gigi. Ibu membuang mukanya.

Ibu: “Mulutmu bau kacang dan jigong, Di.”

Aku tadi makan roti dengan selai kacang.

Aku: “Sekarang ibu yang bersihin jigong Hadi.”

Aku tak menghiraukan ibu walau kulihat tampangnya yang tampak agak jijik, ku tangkap kedua pipinya lalu aku ciumi lagi bibirnya. pertama-tama ibu enggan dan berusaha membuang muka, namun kedua tanganku tetap menahan. sebenarnya ibu bisa melawan, tapi dia adalah perempuan penuh kontradiksi, karena tak lama ia menikmati juga french kiss denganku.

Lama kelamaan kami asyik bercinta. kami berpelukan lagi dan menindih ibuku, dengan aku mendongak dan ibu menunduk kami terus berciuman dengan hot, lidah kami asyik saling membentur, ludah kami bertukar, kadang aku menelan ludah ibu, kadang ibu menelan ludahku yang sedikit bau jigong. lama kelamaan kedua mulut kami memiliki aroma yang sama.

Ranjang itu berdecit riuh, sementara, di atasnya, Isteri tercinta dari Anwar Surya sedang menikmati persenggamaan dengan lelaki lain, melakukan perselingkuhan atas pernikahan mereka, menodai persatuan itu dengan menerima kemaluan lelaki lain di dalam kemaluan isterinya itu. Yang lebih sensasional adalah, pemilik kemaluan itu adalah anak dari pernikahan mereka!

Aku merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Aku baru tahu arti seks. Keperjakaanku telah pergi. Namun, yang membuat semua ini bagaikan mimpi adalah aku dapat melepas keperjakaanku di dalam kehangatan vagina milik ibu kandungku yang sudah lama aku cintai. Bukan cinta anak dan orangtua, tetapi cinta lelaki kepada seorang perempuan.

Aku: “Hadi tahu ibu ga suka terus-terang, makanya perkataan ibu suka beda dengan perbuatan. Hadi tahu ibu suka kita begini, tetapi ga mau mengakui..”

Ibu: “Hadi ngomong apa sih?”

Aku: “Ibu jangan ngomong dulu. Hadi mau lepasin semua perasaan Hadi. Hadi mau ngucapin perasaan Hadi. Hadi dari dulu sayang banget sama Ibu. melebihi sayang seorang anak. Baru tahun ini Hadi berani deketin ibu, dan ternyata ibu ga menolak.”

Ibu: (dengan perlahan) “Hadi…”

Aku: “Dengerin Hadi dulu, Bu. Hadi sayang sama ibu. Tapi ga hanya itu, Hadi pengen banget begini sama ibu, Hadi pengen bersama ibu sama seperti ayah bersama ibu, di kamar, melakukan hubungan intim seperti ini…”

Ibu: “Tapi kita kan lagi bersih-bersih…”

Aku: “Sudahlah, Bu. Kita tahu sekarang kita lagi berhubungan seks…”

Kami terdiam tak berbicara sejenak, kulihat wajah ibu seakan sedih, namun anehnya, selangkangan kami tetap bertumbukkan, pantat kami masih menggoyang. Ibu rupanya masih ingin tetap pada fantasi bahwa kami sedang tidak berhubungan seks, padahal dia tahu bahwa kami sedang berhubungan seks. aneh, kan? tapi, menurutku, ibu tidak ingin mengakui bahwa hubungan kami sudah menjadi hubungan suami isteri, dia tidak ingin mengakui bahwa kami bukanlah sekedar anak dan orangtua lagi.

Aku: “Ibu, akuilah bahwa kita adalah kekasih. biar hanya kita berdua yang mengetahui, tetapi ibu harus mengakui bahwa Hadi dan ibu saling mencintai sebagai lelaki dan pria juga, tak hanya anak dan ibu.”

Ibu: “Kamu tetap anak ibu, Hadi. Apapun yang terjadi.”

Aku: “Betul, tetapi BUKAN HANYA anak dan ibu, tetapi juga KEKASIH. Kekasih yang adalah anak dan ibu.”

Ibu: (lirih) “Kamu mau ibu ngapain, Hadi?”

Aku mulai menggenjot ibu dengan keras dan ibu membalas setara dengan genjotanku, sambil saling menggeram kami tetap berbicara.

Aku: “Katakan bahwa ibu menyukai Hadi menggagahi ibu. Katakan bahwa ibu senang disetubuhi anak kandungnya. Akui bahwa kita bercinta karena kita saling mencintai, ibu.”

Ibu memejamkan matanya, aku mencupangi lehernya menambahkan sensasi nikmat yang kami berdua rasakan.

Ibu: “Hadi… ibu… ibu…”

Aku: “Akuilah, Bu. Hanya dengan mengakui, hubungan kita bisa lebih sempurna. Kita bisa mencintai satu sama lain tanpa hambatan dan halangan apapun. Jangan biarkan hubungan kita ini diam di tempat saja. Akuilah ibu… maka kita akan mencintai dengan bebas…”

Ibu: “Ibu… oh Hadi… Ibu su… Ibu suka kamu menyetubuhi ibu… burung kamu…”

Aku: (menyelak) “Jangan memakai kata-kata halus bu bila kita ingin bebas mencintai… gunakan kata sejujurnya… katakan saja kontol, memek, sejujurnya, Bu…”

Ibu menitikkan air mata namun memandangku erat.

Ibu: “Oh Hadi… Ibu suka sekali kon… kontolmu masuk ke dalam me… me… memek ibu… kontol kamu keras dan panjang… ohhh.. lebih besar dari punya Bapakmu… Oh Hadi… Ibu tahu kamu pengen banget meniduri ibu… Ibu tahu akhir-akhir ini kamu berusaha melihat tubuh ibu… ibu ingin menolak, tetapi dalam hati…

Aku: “Ibu memang masih muda, masih cantik, tiap kali Hadi melihat ibu, walau berpakaian, Hadi ingin sekali memperkosa ibu di tempat, tapi… Hadi tak ingin menyakiti ibu… Hadi ingin mendapatkan Ibu hanya bila ibu mau menjadi milik Hadi. Sekarang, apakah ibu ini milik Hadi?”

Persenggamaan kami makin memanas, kedua selangkangan kami beradu begitu keras sehingga terdengar jelas di kamar ini bunyi pukulan antara daging dan daging terus menerus bertalu-talu.

Ibu: “Oh Hadiiiii… Ibu adalah milikmu… jadikan ibu perempuanmu… kekasihmu… isterimu… Ibu rela apapun untuk anakku, Hadiku…”

Aku: “Mulai sekarang, setiap saat, bila gak ada orang lain, Hadi akan memiliki ibu, Hadi akan memasuki ibu… Kita akan menjadi satu, tiap hari kita akan jadi satu tubuh, apakah kontol Hadi akan memasuki memek ibu, atau mulut Hadi akan mencium ibu, Hadi ga akan ngelepasin ibu… Ibu adalah kepunyaan Hadi…

Ibu: “Hadiii… entotin ibu tiap hari… tiap hari cintai ibu… ciumin ibu… jilatin ibu… ibu siap selalu, anakkuuuu…”

Bagaikan binatang ngamuk, kami berdua saling membenturkan selangkangan kami kuat-kuat, bunyi dentuman selangkangan bagaikan memekakkan telinga kami. kulit kami saling menempel ketat, badan kami basah oleh keringat kami berdua yang menyatu, sementara di selangkangan kami, keringat kami juga bercampuran dengan cairan pelumas yang keluar dari ibu, juga ludahku yang tadi membasahi kemaluannya.

Kami berdua mulai dirasuki euphoria karena kami telah melewati tahap kritis hubungan kami. dengan saling mengakui ketertarikan satu sama lain secara seksual, maka hubungan yang tadinya anak dan ibu, kini menjadi matang dalam hubungan intim suami dan isteri. walaupun tidak di mata hukum dan di mata agama, tetapi kami kini telah kawin dalam hal yang lebih dalam, kami berdua telah saling membuka jiwa dan menerima satu sama lain.

Ibu mendadak menyambar kepalaku, menciumku dan menyedot lidahku sementara kurasakan tubuh ibu mengejan berkali-kali bagaikan gempa bumi dan memek ibu kurasakan panas dan cairan wanitanya membanjir meluap keluar membasahi kontolku yang saat itu berada di dalam memeknya, dan juga selangkangan kami berdua yang sudah basah dari tadi.

Di dalam vagina ibu, penisku memuntahkan jutaan bakal anak yang berkompetisi menuju sel telur yang diproduksi ibu. berkali-kali kontolku menghentak dan memuntahkan air mani, lebih banyak dari biasanya, karena orgasme ini adalah yang terbaik yang pernah aku rasakan. aku merebahkan diri menindih ibu dengan lemas.

Setelah kami berdua beristirahat, aku beringsut duduk, dan melihat ketika penisku keluar, lubang vagina ibu yang rapat tampak merekah sementara sebelum akhirnya menutup dan air pejuhku yang banyak sekali keluar tadi, perlahan keluar dan menetes dan sedikit darinya jatuh di tempat tidur.

Ibu terduduk, masih mengangkang dan melihat air maniku yang keluar sebagian kecil.

Ibu: “Kalau ibu hamil bagaimana?”

Kami bertatapan sebentar. Aku kemudian tersenyum lalu memagut bibir ibu.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu