2 November 2020
Penulis —  thealfonso

Dosaku

Aku terus melakukan fitnes secara terutur. Mulanya, untuk membuang waktuku yang percuma. Akhirnya aku menikmatinya, karean aku merasakan tubuhku semakin sehat dan semakin segar. Anak tertuaku, Jonson, berusia 18 tahun. Dan putriku si bungsi Lala, 15 tahun lebih. Mereka berdua adalah anak manis yang selalu menghikuti apa saranku. Walau Jonson anak tertua,

tapi dia adalah anak yang paling manja padaku. Terkadang adiknya

Lala justru mengejeknya, karena sebagai anak laki-laki dan anak tertua, dia demikian manja padaku. Sering kali dia ikut tidur bersamaku dan Lala di kamar. Kami tidur seranjang jumbo bertiga. Dia memang orang yang sangat perhatian kepadaku dan kepada adiknya Lala. Sebagai anak laki-laki dia selalu memperhatikan kami dan selalu menjaga kami. Itu memang aku berikan kesempatan agar dia menjadi anak dewasa yang betanggung jawab. Saat kami liburan, aku memakai bikini juga Lala dan Jonson memakai pakaian renang super mini dan ketat. Aku melihat tubuhnya yang demikian atletis, sebagai seorang perenang dan seorang binaraga. Tiba-tiba saja keinginanku tentang seks muncul dan menggebu lagi. Tapi haruskah

Jonson anakku? Anak kandungku sendiri? Andaikan dia, bagaimana aku harus mengawalinya? Sementara dengan laki-laki lain aku tak mungkin melakukannya. Banyak hal yang harus kujaga. Aku tak mau menikah lagi, agar kedua anakku bisa menjadi milikku dan aku milik mereka bedua. Saat aku merenung, aku m engingat berbagai peristiwa.

Terutama saat kami berjalan,

Jonson selalu menggenggam tanganku dan telapak tangan kami selalu bersentuhan. Sebenarnya saat itu aku pernah juga horni. Akhi ingat-ingat, kalau tak salah, nafas

Jonson juga memburu ketika itu. Ini salah satu jalan. Kedau, aku tak pernah lupa, saat aku bermimpi pada malam saat aku baru saja melayang tertidur, aku merasakan sesuatu pada pentilku. Ternyata pentil tetekku diisap oleh Jonson.

Tetekku keluar dari baju tidurku dengan kancing terbuka. Ketkka itu aku merasa semua adalah hal yang tidak disengaja, namun aku membiarkannya ketika uitu, aku aku merasa nimmat, lagi pula Jonson kan anakku. Apalah salahnya dia menetek pada pentil susuku,

bukan? Aku mengenangnya, pasti ketika itu Jonson tidak sedang tertidur. Kedua, saat aku tertidur pulas, aku sedang menjepit dengkul kaki

Jonson dengan kedua kakiku dan dengkulnya berada pada vaginaku,

walau masih dilapisi celana dalam.

Ya… Itu semua terjadi bukan secara kebetulan. Ketika berada di dalam kolam di sebuah villa tempat kami berlibur,

aku tiba-tiba cemburu pada putriku

Lala, saat dia memeluk Jonsong dari belakang. Kedua tanganya memeluk leher Jonson dan kedua dadanya menempel di punggung

Jonson dan Jonson membawanya berenang. Haruskah aku cemburu?

Apakah mungkin Lala juga jatuh cinta pada abangnya itu? Aku juga pernah cemburu pada Jonson, ketika dia dan Lala dansa di sebuah pesta kawan kami. Saat itu Lala dan

Jonson berpelukan erat berdansa dengan irama wals. Ah… Akhirnya aku berinisiatif pula meminta pada Jonson agar aku juga dibawa berenang seperti dia membawa Lala berenang. Jonson menyanggupi dan aku meniru bagaimana Lala memeluk Jonson. Buah dadaku benar-benar menempel dipunggung Jonson dan aku dibawa berenang. Akhirnya,

kami pun istirahat, karean makanan yang kami pesan sudah tiba. Empat buah ayam goreng dan kentang serta salad dan minuman bir serta teh panas. Akau dan Jonson minum bir. Oh… bukankah bir kesenangan kami berdua. Ya… inilah saatnya.

Inilah jalannya. Setelah letih, kami pun duduk sejenak. Saat itu Lala pergi ke kamar mengambil hamduk yang berbentuk Kimono. Saat itu kuimanfaatkan naik ke pangkuan

Jonson rebahan di kursi yang biasa dipakai berjemur. Saat itu aku mengangkangi kedua kakinya dan aku menduduki, tepat di bagian burungnya. Akumencium pipinya dan hanya beberapa detik aku merasakan burungnya mendenyut- denyut dan mengeras. Aku tersenyum padanya dan dia membalas senyumku. Aku berharap dia mengerti kenapa aku tersenyum.

“Aku berharap, kamu mengerti kenapa aku tersenyum,” kataku padanya.

“Aku juga berharap, apa arti balasan senyumku,” jawabnya. Mendengar jawabannya. Aku pun turun dari pangkuannya. Tak berapa lama Lala pun datang. Aku bersyukur dia datang tepat pada waktunya dan aku turun tepat pada waktunya. Kami pun masuk ke vuilla sat matahari benar-benar menghilang dari pandangan digantikan oleh kerlap-kerlip cahaya lampu. Kami makan bersama di meja makan.

Tiba-tiba saat itu, telepon Lala Berdering. Kemudian dia bicara.

Seusai bicara dia berkata, kalau temannya Susan mau datang ke villa dan menjemputnya. Lala mau bergabung dengan teman-temannya. Izin aku berikan, namun tetap besok pagi sudah berada kembali di Villa dan siangnya pulang ke rumah.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu