2 November 2020
Penulis —  soundingsea

Banjir pun Melanda

Desahan dan lenguhan terdengar hingga ke seluruh ruangan, deru nafas saling memacu dan memburu antara ane dan tante Puri.

“Aaaaahh..baby.. baby.. enaaaak beebbb.. aku.. gak.. tahan lagi… ooouuhh..”, desah tante Puri.

“Sabar.. sayang.. aku.. mau keluar sebentar lagi..”, balas ane.

Ane pun mempercepat genjotan ane ke tante Puri dan tidak berapa lama akhirnya batang ane menyemburkan isinya memenuhi rahimnya tante Puri.

Croooottt… crooottt.. crooottt..

“Ouuuuhh..Fuuuucckk.. aaaaaahh.. penuh sayaaaang.. aaaaakkhhhh..”, lenguhnya ketika menerima semburan sperma ane.

Ane pun terdiam sesaat karena merasakan hangat dari dalam sana, dan sejurus kemudian ane pun mencabut batang ane dari dalam memeknya tante Puri dan ambruk di sebelahnya.

“_Happy birthday_ya sayang..”, ucapnya sembari mengecup pipi ane.

“Makasih yaa..”, balas ane sembari mencium kening dan kemudian bibirnya tante Puri.

Tante Puri pun tersenyum mendapat balasan seperti itu, tampak raut wajahnya sangat senang ketika ane mencium keningnya. Sepertinya tante Puri senang bisa menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun ke ane.

Ya tepat jam 12 lewat, hari ini ane berulang tahun yang ke-27, umur yang sudah bisa dibilang matang dalam segala hal, baik pekerjaan maupun apabila ingin berumah tangga.

Tetapi diumur segini ane masih saja hidup seperti hampir 2 tahun yang lalu ketika ane mulai berkenalan dan hidup dalam syahwatnya para perempuan berumur.

Bermula dari malam ane terjebak banjir bersama tante Rachma, ‘diperkosa’ tante Puri, meniduri bu Vivi yang merupakan mantan boss ane dan tidak lupa pula tante tiri dari teman ane sendiri ummi Farida.

Ane belum tahu sampai kapan ane harus hidup seperti ini, walaupun sekarang ini ane hanya serius dengan tante Puri seorang dan tidak berusaha melirik sana sini lagi, tapi dalam hati ane pun tahu kehidupan seperti ini harus segera dihentikan.

“Reno..”, sapa tante Puri yang memecah lamunan ane.

“Kamu kan udah 27 nih.. kamu.. gak ada rencana buat hidup lebih serius..?”, tanyanya.

Ane terdiam mendengar pertanyaannya, dalam hati ane pun belum tahu jawabannya, karena jujur saja ane betul betul menikmati hidup bersama tante Puri. Ya walaupun bukan dalam arti kata yang sesungguhnya, tetapi mempunyai seseorang yang selalu ada di sisi ane membuat ane terkadang lupa kalau sebenarnya hubungan ane dan tante Puri ini tidak ada ujungnya.

“Kamu udah mulai harus mikirin masa depan kamu juga sayang..”, lanjutnya sembari mendekap badan ane.

“Iya.. aku tau.. tapi aku udah ngerasa ada kamu.. jadi.. gak tahu kenapa aku udah gak mau nyari yang lain lagi..”, balas ane yang di jawab dengan tatapan dalam tante Puri.

“.. aku sayang sama kamu Puri..”, lanjut ane.

Tante Puri tersenyum mendengar apa yang ane katakan, dia pun menarik nafasnya dan berkata.

“Iya.. aku juga kok.. tapi kamu tau lah yah situasinya.. jadi kamu harus mulai pikirin buat kedepannya..”, jawabnya yang membuat ane terdiam sekali lagi.

“Kamu sadar gak..? kita udah hampir setahun loh begini.. aku aja udah mau 50 sekarang.. setengah abad.. tidaaaakk..”, lanjutnya sambil cekikikan karena mengingat umurnya yang akan genap setengah abad di pertengahan tahun depan.

Ane mengingat ngingat lagi apa yang terjadi selama hampir setahun ini lebih tepatnya sekitar 9 bulan ke belakang. Setelah tante Puri ‘memperkosa’ ane memang kami menjadi dekat tetapi ane pada saat itu masih beranggapan kalo tante Puri sebagai sahabat dan teman curhat serta teman tidur.

Tetapi kejadian yang terjadi sama tante Rachma sekitar setengah tahun yang lalu membuat ane tidak bisa lepas dari tante Puri.

Dengan sabarnya tante Puri terus menerus menguatkan dan menemani ane ketika pikiran ane sedang kacau dan hancur karena kehilangan buah hati ane yang harus meninggalkan dunia yang belum sempat dilihatnya.

Ada yang ane temukan di tante Puri yang tidak ane temukan di wanita lain, bahkan dari yang muda sekalipun, yaitu kesabaran, pengertian, perhatian dan kebaikan hati yang ngebuat ane bisa bangkit lagi menjalani hidup bahkan gara gara itu pula akhirnya ane pun luluh sama tante Puri.

Saking luluhnya ane secara tidak sadar mulai posesif terhadap tante Puri, contohnya ketika tante Puri akan meeting dengan temannya, ane dengan segera akan menanyakan dengan siapa dia meeting, dimana, dan sampai jam berapa. Padahal sebelumnya ane tidak pernah mau tahu urusan pekerjaan tante Puri karena itu urusan dia pribadi.

Hal ini sempat membuat hubungan kami mengalami gesekan yang lumayan kuat, tante Puri yang menyadari kalo ane sudah main perasaan, mengingatkan ane lagi tentang situasi kami berdua terutama posisi ane di hidupnya.

Ane yang tersadar akhirnya meminta maaf ke tante Puri dan kemudian ane pun mengakui kalo ane menjadi posesif secara tidak sadar karena ane sudah sayang dengan dia, tidak mau kehilangan tante Puri dan menjadi ketergantungan karenanya.

Tetapi tante Puri dengan tersenyum menjawab pengakuan ane dan walaupun pada awalnya berat juga buat dia, akhirnya dia mengiyakan dan mengamini rasa sayang ane ke dia, karena ternyata tante Puri pun mengalami hal yang sama.

Ya walaupun memang tidak bisa disamakan dengan rasa sayangnya ke suaminya, tetapi menurut dia keputusan untuk membuat ane menjadi satu satunya yang memenuhi kebutuhan biologisnya ternyata menjadi boomerang ke tante Puri. Mungkin salah satunya waktu ane bercerita tentang bu Vivi yang membuat tante Puri sedikit kecewa tetapi tidak bisa marah ke ane.

Karena apa yang kami lakukan berdua bukan melulu soal birahi dan syahwat, tetapi hal hal kecil dan remeh temeh seperti mengobrol sambil ngopi, makan malam, nonton bioskop atau sekedar pergi jalan jalan untuk refreshing ternyata sangat berarti pula buat tante Puri.

Dan itu yang membuat ane akhirnya mengerti kalau apa yang dibutuhkan dan dicari tante Puri selama ini bukanlah urusan biologis, tetapi perhatian dan kasih sayang yang mungkin hilang dari suaminya yang selalu sibuk bekerja keluar negeri dan menganggap kalau masalah ini semata mata adalah masalah ketidak mampuannya dalam memenuhi kebutuhan biologisnya tante Puri.

“Tuh kan.. bengong lagi deh..”, katanya sembari mencubit perut ane.

“Haha.. iya ya udah hampir setahun ya begini.. Puri udah tua juga ya..”, jawab ane dengan bercanda dan langsung mendapat jeweran lembut dari tante Puri.

Ane pun tertawa setelah berhasil meledeknya, dan tante Puri pun ikut tertawa karena dia tahu apa yang ane bicarakan hanya sekedar gurauan semata.

“.. Tapi.. masih seksi kok.. masih bisa bikin aku ‘keras’..”, lanjut ane.

“Iiihh.. aku bisa bisa nangis Ren kalo kamu gak bisa ‘berdiri’ gara gara aku yang udah peyot..”, jawabnya sambil tertawa.

Kira kira seperti itu lah situasi ane dan tante Puri sekarang, ane bisa dibilang menelan ludah sendiri, ya walaupun tante Puri tidak memberi apa apa secara materi tetapi sekarang ane betul betul sudah menjadi simpenannya, dan ane sama sekali tidak berkebaratan dengan hal ini karena ane sekarang tahu dan yakin seperti apa tante Puri yang sesungguhnya.

Dan janji untuk tidak membuang benih benih anak ane ke dalam liang peranakannya tante Puri pun harus ane ingkari pula karena ternyata tante Puri sudah menjalani tubektomi dari beberapa tahun yang lalu, lebih tepatnya ketika dia memutuskan untuk mengikuti kemauan suaminya yang mengijinkan dia untuk berhubungan badan dengan teman temannya supaya tidak terjadi hal yang dialami tante Rachma.

Sebetulnya tante Puri ingin menceritakan hal ini ketika ane berjanji untuk tidak membuang sperma ane lagi ke dalam rahimnya tetapi ane yang waktu itu sedang dirundung masalah dengan tante Rachma membuatnya urung untuk bercerita, barulah setelah beberapa bulan dan setelah dilihatnya ane sudah lebih tenang akhirnya cerita tubektomi tersebut terkuak.

“Tapi intinya Reno.. umur kamu makin bertambah aku juga makin tua dan itu tidak bisa kita hindari.. beberapa tahun lagi mungkin aku sudah gak bisa ‘melayani’ kamu lagi.. sementara kamu masih punya waktu yang panjang untuk urusan ‘itu’..”, ujarnya melanjutkan omongannya yang tersela candaan ane.

“Aku bukannya pengen udahin hubungan kita.. nggak kok.. tapi paling gak kamu udah punya rencana ke depan juga.. ya sayang yaa..?”, lanjutnya dengan bertanya yang ane jawab dengan anggukan kecil.

Yang dibicarakan tante Puri sebetulnya ane pun setuju dalam hati, diumur ane yang beberapa tahun lagi berkepala tiga ini, ane harus bisa mempersiapkan semuanya dengan matang termasuk komitmen berumah tangga.

Bahkan nyokap pun sudah bertanya tanya kapan ane akan menikah, nyokap udah bawel karena ane gak pernah membawa pacar ane beberapa tahun belakangan, malah sekalinya ane bawa perempuan malah tante Puri yang ane bawa karena memang waktu itu tante Puri menjemput ane dirumah karena kami berdua mau pergi dan nyokap ngeliat siapa yang jemput ane.

Sontak nyokap langsung kalap yah walaupun tidak di depan tante Puri, tetapi nyokap sangat mewanti wanti hubungan ane sama tante Puri, meskipun pada saat itu ane bilangnya kalo ane gak ada hubungan khusus tapi nyokap khawatir dengan kedekatan ane sama istri orang.

“Ah kamu mah kebiasaan deh.. tiap aku ngomong serius.. pasti langsung ngelamun..”, celetuknya dan ane tersenyum mendengarnya.

“Iyaa.. aku lagi mikirin omongan kamu.. mungkin emang aku harus udah mulai serius kali yah..”, jawab ane.

“Ya udah.. pokoknya kamu pikirin baik baik omongan aku ya sayang.. buat kamu juga kok ini.. karena aku sayang sama kamu juga makanya aku gak mau ngeliat kamu menderita nantinya..”, balasnya.

“Iyaa.. ya udah tidur aja yuk.. besok telat lagi kamu meeting_nya.. hari sabtu kok ya_meeting.. jalan jalan sama aku kek.. lagi ulang tahun juga..”, kata ane sembari protes karena tante Puri besok ada meeting dengan temannya disaat ane ultah.

“Kan malemnya buat kamu.. egois deh..”, ujarnya sembari tersenyum.

Tidak beberapa lama kami berdua pun akhirnya tertidur sembari berpelukan dengan tidak mengenakan sehelai benang pun.

Matahari pun bersinar cerah, dan ane terbangun dari tidur ane, tante Puri sudah tidak ada disebelah ane, tetapi terdengar suara dari arah kamar mandi yang membuat ane mengambil kesimpulan kalo tante Puri sedang berada di kamar mandi bersiap untuk meetingnya.

Ane pun melihat hape ane yang sudah banyak pesan yang masuk kedalamnya untuk mengucapkan selamat, baik dari sosial media, grup chat atau mengucapkan secara langsung (japri).

Disaat ane sedang membalas ucapan selamat dari teman teman, tiba tiba tante Puri memeluk ane dari belakang dengan hanya menggunakan handuk.

“Pagiiii..”, sapanya dengan riang yang dilanjutkan dengan mencium pipi ane.

“Pagi sayang.. ihh.. basah.. dingiiinn.. brrrr..”, jawab ane yang kaget karena merasakan tubuh tante Puri yang masih basah sehabis mandi.

Tante Puri pun tertawa melihat ane yang kedinginan karena tersentuh badannya, lalu dia mengambil pengering rambut dari tasnya yang selalu dibawanya kalau kami menginap di apartement.

“Kamu mandi sana.. biar seger..”, suruhnya ketika menyalakan mesin pengering rambut.

“Iya bentar.. balesin ini dulu..”, jawab ane yang masih membalas ucapan ucapan selamat ulang tahun.

“Kamu nanti jam 4 udah sampe sini lagi ya yang..? jangan ampe telat..”, katanya mengingatkan rencana kami berdua untuk malam ini.

“Emang mau kemana sih..?”, tanya ane yang penasaran karena dari kemarin tante Puri hanya mengatakan kalau ingin mengajak ane pergi tapi tidak memberi tahu kemana.

“Ada aja.. tar juga tau kok..”, jawabnya singkat.

“Eh tapi aku gak nginep ya.. gak enak sama mama soalnya..”, balas ane.

“Iya.. makanya jangan telat biar gak kemaleman jalannya.. naik ojek online aja.. pulangnya biar aku yang anter dari pada bolak balik..”, jawabnya.

Ane pun mengernyitkan dahi mendengar jawaban tante Puri, lalu setelah selesai membalas ucapan ucapan yang masuk ane langsung bergegas menuju kamar mandi.

Singkatnya kami berdua sudah bersiap siap untuk meninggalkan apartement, tidak lupa kami berciuman sebentar sebelum masuk mobil masing masing.

Waktu yang dijanjikan pun tiba, ane sudah sampai pelataran apartemen sebelum jam 4, dan langsung menuju kamar tante Puri setelah dia mengabarkan kalau dia sudah tiba di sana sekitar jam 3an tadi.

Ane sudah berdandan serapih mungkin dengan menggunakan kemeja dan celana jeans serta sepatu_sneakers_yang memang biasa ane pakai kalo untuk jalan yang semi formal.

“Hemm kan.. pakenya begitu doang..”, celetuk tante Puri yang sedang duduk diruang tamu apartemennya ketika ane membuka pintu apartement.

“Gak cukup begini..? udah rapih nih.. makanya bilang dong mau kemana biar bisa nyesuai-in..”, balas ane gak mau kalah.

Tante Puri pun tersenyum melihat ane yang sewot dan kemudian dia pun berdiri dari sofa dan menyuruh ane untuk mengikuti dia ke kamar.

Ternyata di dalam kamar sudah tergantung jas berwarna abu abu gelap, lengkap dengan kemeja putih untuk dalemannya serta celana bahan yang berwarna senada dengan jasnya. Dilihat dari bahan dan teksturnya, jelas paketan jas ini bukan jas main main, mungkin untuk jasnya saja bisa berjuta juta harganya.

Ane terpaku melihat pakaian yang ada di depan ane, dalam hati ane berpikir kalau uang gaji ane dipake buat beli jas model begini mungkin ane gak bakalan bisa makan lagi buat sebulan.

Tante Puri yang tahu ane terpaku karena melihat jasnya akhirnya membuka suara sebelum ane komplain soal membelikan ane barang barang mahal.

“Ini properti butik.. aku tau kalo aku beliin kamu.. pasti kamu marah.. makanya aku sengaja pinjem dari butik.. terus senin aku balikin lagi setelah di laundry besok..”, jelasnya.

“Eh.. gak papa nih..? kasian yang mau beli kalo dikasih baju bekasan aku..”, kata ane yang nggak enak dengan apa yang dilakukan tante Puri ke ane.

“Kan aku bilang ini properti.. biasanya ini dipakai untuk model model kalo ada acara kayak_fashion show_atau_photo shoot_gitu buat promosi.. jadi ini bukan yang untuk dijual..”, jawabnya lagi.

“Semuanya..?”, tanya ane yang menunjuk dari jas sampai celana dan dijawab dengan anggukan oleh tante Puri.

“Sepatu sama_belt-_nya juga kok..”, lanjutnya sembari mengeluarkan kotak sepatu yang tergeletak dari tadi disitu dan juga goodie bag yang berisikan ikat pinggang kulit hitam yang bagus.

“Sekali kali aku mau liat kamu kalo pake ini cocok apa nggak..”, ujar tante Puri sembari menghampiri ane.

Ane menatap tante Puri sambil tersenyum dan sejurus kemudian langsung melumat bibirnya sembari memegang wajahnya.

“Makasih ya sayang..”, ucap ane setelah selasai melumat bibirnya tante Puri.

“Masih belum selesai.. masih ada lagi..”, jawabnya sambil tersenyum dan membuat ane bingung.

“Udah gak usah banyak nanya nanya dulu.. sekarang kita siap siap.. kita jalan abis maghrib.. persiapanku banyak soalnya..”, lanjutnya.

“Persiapan..? apaan sih..?”, tanya ane yang makin penasaran dengan rencana tante Puri.

“Bawel deh.. udah tuh kamu bawa baju baju kamu.. kamu gantinya di kamar depan aja.. disini buat aku persiapan ‘perang’..”, jawabnya sembari tertawa.

Sambil menggaruk garuk kepala ane yang masih belum paham dan juga penasaran dengan rencananya tante Puri, mengambil semua perlengkapan yang ditujukan buat ane dan beranjak menuju kamar depan.

Kamar di apartment ini memang ada dua, satu kamar utama yang biasa ane dan tante Puri pakai kalo ingin melepaskan syahwat, dan yang satu lagi mungkin kamar tidur tamu, karena ukurannya yang bisa dibilang tidak sampai setengah dari kamar tidur utama, hanya ada kasur dan lemari pakaian yang terdapat cermin seukuran pintu lemari tersebut.

Ane meletakkan setelan jas dan ikat pinggang di kasur sementara kotak sepatunya ane taruh di lantai, ane terdiam kembali melihat setelan jas dan sepatu tersebut, dalam hati ane berpikir kalo memang ane harus hidup dengan tante Puri, apa iya ane bisa mengikuti gaya hidupnya?.

Selama ini kalau lagi bareng sama ane, tante Puri memang tidak pernah menunjukkan dan mau mengajak ane untuk ya bisa dibilang menghambur hamburkan uang. Tetapi ane pun paham kalau sebenarnya tante Puri ini sangat

high class.

Dan malam ini dia mencoba menunjukkan ‘kelasnya’ dengan meminjamkan ane salah satu properti butiknya ini.

Jujur kalo ane yang berada di posisinya dia, apa yang harus ane kasih buat hadiah atau surprise ulang tahun?.

Diulang tahunnya yang ke-49 kemarin ane masih dalam keadaan yang bisa dibilang belum sepenuhnya bangkit dari trauma. Bahkan ane terlambat satu hari mengucapkan selamat ulang tahun ke tante Puri, tetapi tante Puri tetap tersenyum dan memaafkan ane.

Sedangkan di ulang tahun ane hari ini, tante Puri sudah mempersiapkan segala rencananya untuk ane, yang dimulai dari setelan jas yang mahal ini dan entah apa lagi yang sudah dia siapkan.

Tiba tiba ane jadi merasa bingung, takut dan minder memikirkan hal tersebut, memang betul kalau tante Puri butuh perhatian dan kasih sayang, tapi masa iya bentuk perhatian dan kasih sayang yang ane kasih cuma omongan dan batang ane doang?, sangat tidak adil buat dia kalo itu yang terjadi.

Tetapi, ane segera menepis semua pikiran negatif itu jauh jauh, tante Puri pasti punya alasannya sendiri dan juga kalau sampai dia tahu ane berpikir seperti ini yang ada dia pasti kecewa dan marah besar sama ane, hal yang sama ketika ane berpikiran kalau dia menganggap ane sebagai berondong atau gigolo yang bisa dia sewa.

Ane pun segera melepas kemeja dan celana jeans yang ane pakai berganti dengan setelan yang telah disiapkan, terasa pas sekali di badan, entah dari mana tante Puri tahu ukuran baju dan celana yang biasa ane pakai, karena selama ini tante Puri sama sekali tidak pernah bertanya tanya soal itu.

Ikat pinggang hitam dan sepatu yang juga berwarna hitam itu pun ane pakai dan kemudian ane melihat diri ane di cermin yang menempel pada pintu lemari.

Betapa hebatnya sebuah pakaian bisa merubah penampilan seseorang, ane seperti sedang tidak melihat diri ane yang biasanya disana, seperti ada orang baru yang baru ane kenal yang melihat ke arah ane dari cermin tersebut.

“Yaa.. lumayan lah..”, kata ane dalam hati.

Ya ane memang tidak terlalu begitu mengikuti_fashion,_buat ane, kemeja ya kemeja, jas ya jas, selama corak dan warnanya tidak terlalu norak dan enak dipakai, gak jadi masalah buat ane mau itu harganya murah atau belinya di tempat grosir sekalipun.

Ane langsung keluar dari kamar tamu menuju kamar tidur utama untuk menunjukkan hasilnya ke tante Puri, tetapi pintunya di kunci dari dalam.

“Tunggu ya yang.. aku bentar lagi kelar kok..”, jawab tante Puri ketika ane mengetuk pintunya.

Ini baru pertama kali terjadi, selama ini jikalau tante Puri ingin berganti pakaian atau berdandan dia akan melakukannya di depan ane tanpa malu malu, tetapi untuk kali ini dia menutup dan mengunci pintunya dari dalam untuk yang katanya persiapan ‘perang’ itu.

Akhirnya ane pun duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu tante Puri, sembari melihat lihat hape ane dan menyalakan sebatang rokok untuk membuang waktu.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan jam 6 lewat sedikit, dan akhirnya pintu kamar tante Puri pun mengeluarkan suara kunci yang dibuka dan tidak lama berselang terbukalah pintu kamar utama.

Dari dalam kamar tersebut keluarlah sesosok wanita yang sangat cantik, anggun dan juga elegan dengan gaun panjang berwarna hitam sehingga membuat kulit si pemakai gaun tersebut terlihat sangat putih dan bersinar karena perpaduan warna yang kontras.

Gaun hitam panjang elegan tersebut menutupi sebagian besar tubuh tante Puri dan hanya menyisakan bagian atas leher, pundak sampai lengan dan juga punggungnya serta tidak lupa pula bagian payudaranya yang walaupun tertutup tetapi memperlihatkan bentuk bulatan yang besar disana karena bahannya yang dibikin sedikit transparan dibagian tengah dadanya dan ditambah heels yang lumayan tinggi yang membuat tinggi badannya jadi sepantaran ane.

Tante Puri sendiri pun sangat menawan malam ini, dengan rambut coklatnya yang panjang bergelombang sepundak yang ditata dengan sangat rapih, make up yang tidak terlalu tebal karena si yang punya wajah memang sudah putih dan cantik dari sananya, dan tidak lupa pula beberapa perhiasan yang sangat pas sehingga menimbulkan kesan elegan yang keluar dari tubuhnya.

Mata ane tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, sosok wanita yang ada di depan ane ini bukanlah wanita yang hampir berusia setengah abad, tetapi wanita cantik yang sepertinya berusia di awal 30an.

Dan ditambah dengan kebaikan hatinya, membuat tante Puri ini seakan akan malaikat atau bidadari yang turun dari surga.

Tante Puri yang tahu kalau ane terpesona karena kecantikannya akhirnya tersenyum dan menghampiri ane.

“Gimana..? cantik nggak..”, tanyanya.

Ane tidak menjawab pertanyaannya akan tetapi malah langsung melumat bibirnya karena saking senangnya melihat tante Puri malam ini.

“Jangan di bibir dong.. berantakan lagi nih lipstiknya..”, protesnya sembari tersenyum.

“Haha.. maaf..”, jawab ane meminta maaf dan langsung mencium keningnya.

“Kamu.. luar biasa banget malem ini.. cantik banget..”, lanjut ane dengan memberi pujian.

Tante Puri pun tersenyum mendengar pujian yang ane berikan dan sekarang gantian dia yang melihat ane dari atas sampe bawah.

“Yah.. lumayan lah..”, jawabnya singkat dengan nada meledek.

“Udah.. gitu doang..?”, tanya ane dan tante Puri pun tertawa.

“Nggak kok.. becanda.. kamu_good looking_banget malem ini..”, katanya gantian memuji ane yang membuat ane terbang gak tahu kemana.

“Harga emang gak bo’ong ya..”, balas ane.

“Iya tapi cuma buat_finishing_aja.. yang penting apa yang ada di dalam sini..”, jawabnya sembari menunjuk dada ane.

“.. Dan juga yang di dalam ‘sini’..”, lanjutnya dengan suara menggoda sambil memegang yang ada di tengah tengah selangkangan ane.

“Cabul banget sih jadi orang..”, celetuk ane dan membuat kami berdua tertawa.

“.. Mau aku berantakin lagi nih dandanannya..?”, sambung ane lagi.

“Nggak.. jangan.. jangan sayang.. capek nih dandan begini..”, jawab tante Puri dengan cepat.

Ane pun tersenyum mendengarnya, lalu kami pun akhirnya keluar dari apartement tepat sekitar pukul setengah 7 dengan menggunakan mobil mewahnya tante Puri setelah sebelumnya baju dan sepatu ane sudah ane masukkan ke bagasi.

“Jadi.. kita mau kemana..?”, tanya ane begitu sudah dijalan.

“Udah ikutin aku aja..”, jawabnya singkat.

Mobil pun ane kemudikan sesuai dengan apa yang diintruksikan oleh tante Puri, ane tidak banyak bertanya hanya mendengarkan kemana dia mau membawa ane malam ini.

Sekitar 45 menit kemudian akhirnya kami sampai disebuah gedung yah bisa dibilang tower yang sangat tinggi di kota ini.

Kami pun lalu turun setelah tante Puri meminta supaya kami berdua turun di lobby dan menugaskan Vallet service yang berada disana untuk memarkirkan mobilnya.

Setelah masuk di lobby gedung tersebut ane akhirnya sadar kemana tante Puri akan membawa ane, tante Puri ternyata membawa ane ke salah satu restoran paling mewah disini.

Restoran mewah ini memang ada di dalam gedung ini lebih tepatnya berada di lantai paling atas di gedung ini dan memang sudah sangat terkenal dikalangan orang orang berada untuk fine dining atau yah semacamnya, hal hal yang bukan bidang ane.

“Yakin nih mau makan disini..?”, tanya ane yang tampaknya membuat tante Puri sewot.

“Reno.. bawel ah kamu.. udah ikutin aku aja yah.. jangan banyak tanya ini itu..”, jawabnya yang ane jawab dengan anggukan.

Kami pun berjalan menuju lift yang sudah disediakan untuk ke lantai paling atas, sembari berjalan tante Puri menggandeng lengan ane dengan erat, nampak ada beberapa pasangan yang sepertinya berasal dari kalangan orang berada melihat ke arah kami berdua, entah karena merasa mengenali tante Puri, atau si pria-nya kagum dengan tante Puri atau pula merasa kasihan dengan tante Puri karena jalan bareng ane.

Tapi ane tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan, ane merasa bangga bisa di gandeng tante Puri dan membalas tatapan mereka dengan senyum bangga.

Lift pun membawa kami ke lantai paling atas dari gedung ini, dan ketika kami tiba terlihatlah sebuah restoran yang bernuansa sangat romantis di dalamnya.

Tante Puri lalu menghampiri orang yang berjaga di pintu masuk restoran tersebut yang ternyata tante Puri telah memesan tempat ini.

Kami pun diantar menuju meja yang telah di pesan tante Puri yang terletak di pinggir jendela sehingga terihat pemandangan kota ini dimalam hari yang dipenuhi lampu lampu terang dari gedung atau billboard maupun mobil mobil yang melintas di bawahnya.

“Sayang.. sekali ini.. boleh yah aku_treat_kamu kayak begini.. kan ulang tahun kamu..”, ujar tante Puri dengan nada sedikit khawatir kalau kalau ane menolak apa yang coba ia berikan.

“Iya.. gak papa kok.. aku seneng malah..”, jawab ane sambil tersenyum.

Tante Puri pun tersenyum mendengar ane mengijinkan atas apa yang dilakukannya untuk ane, kami lalu duduk bersebrangan di meja putih yang terdapat lilin diatasnya karena pencahayaan di restoran ini sangat temaram untuk menambahkan suasana romantis.

Pelayan lalu datang sembari membawa gelas dan menuangkan_red wine_di gelas tersebut yang malah membuat ane bingung karena ane dari tadi belum mendapatkan menu di restoran ini.

“Aku udah siapin semuanya jadi nanti menu menu yang datang itu udah aku pesen duluan.. jadi kita tinggal makan aja..”, ujarnya karena melihat ane yang kebingungan.

“Loh.. kapan kamu urusin buat ini semua..? termasuk nih.. jasnya..”, tanya ane sembari menunjukkan jas yang ane pakai.

“Tadi pagi.. aku bohong sama kamu dikit.. bilangnya ada meeting padahal aku ke butik buat cari cari pakaian yang kira kira cocok buat kamu.. terus aku kesini buat reserve sekalian tentuin makanan apa yang bakal dateng ntar..”, jawabnya dengan tersenyum.

Perasaan ane campur aduk mendengar white lies-nya tante Puri, ane berpikir acara malam ini hanya acara makan malam yang simple dengan suasana yang casual pula, tetapi ternyata dia menyiapkan semua ini sedari pagi.

Maka dari itu untuk malam ini, ane berjanji dalam hati kalau tidak akan mengeluh dan mengkritik apa yang akan dilakukan tante Puri ke ane, akan sangat menyakitkan buat tante Puri kalau dia sudah menyiapkan ini semua dan ternyata mendapat respon negatif dari ane.

“Thanks berat ya sayang..”, hanya itu yang bisa ane ucapkan ke tante Puri.

“Iya.. sama sama..”, jawabnya sambil tersenyum.

Dalam situasi yang sangat menyenangkan itu kami akhirnya melakukan_toast_untuk memulai_fine dining_malam ini.

Sembari menunggu makanan yang datang kami pun ngobrol sambil bercanda membicarakan apa saja, mulai dari yang terjadi sehari hari sampai membicarakan orang lain yang memang menjadi hobinya tante Puri.

Sampai saat makanan yang telah ditentukan itu datang, dimulai dari makanan pembuka yang rasanya sudah sangat enak dan mewah hingga masuk ke hidangan utama yang ane sendiri pun tidak bisa menjelaskannya dengan kata kata karena saking enaknya.

Tetapi ada lagi kejutan kecil yang tante Puri siapkan ketika ane menunggu hidangan penutup, ternyata tante Puri juga menyiapkan kue ulang tahun untuk ane sebagai hidangan penutup, ukurannya tidak terlalu besar karena kalau dilihat dari ukuran kue tersebut sepertinya bisa dimakan 3-4 orang.

Dengan lilin yang menyala diatasnya, tante Puri meminta ane untuk meniup lilin-nya dengan segera, tapi ane meminta ijin untuk pindah duduk di sebelahnya tante Puri dan diijinkan olehnya.

Ane lalu meniup lilin ulang tahun tersebut setelah sebelumnya_make a wish_terlebih dahulu, berharap kalau di tahun ini semuanya menjadi lebih baik dan tidak terjadi hal hal yang traumatis seperti tahun kemarin.

“Happy birthday..”, ucap tante Puri sembari mencium pipi ane.

“.. Makasih ya sayang buat hari ini..”, balas ane.

Tante Puri pun tersenyum dan bersender di pundak ane, ane lalu memberi suapan kue pertama kepada tante Puri tentu saja, sebagai bentuk penghargaan atas apa yang sudah dilakukannya bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk apa yang sudah dilakukannya sebelum sebelumnya ke ane.

Kue tersebut akhirnya ane makan, dan betapa terkejutnya ane ketika kue itu ane gigit, rasa kue yang belum pernah ane rasain sebelumnya, benar benar luar biasa.

“Ini.. restoran sini yang buat..?”, tanya ane yang penasaran.

“Enggak.. kue-nya sendiri aku order private_sama kenalanku yang_pastry chef.. lumayan lah jam terbangnya udah tinggi..”, jawabnya enteng.

“Terus aku titip disini tadi siang.. buat pengganti dessert-nya.. untung sih, orang sini gak keberatan aku selipin makanan dari luar..”, lanjut tante Puri.

Ane hanya tertawa mendengar usahanya hari ini buat ane, sampe sampe ane bingung mau ngomong apa lagi, ucapan terima kasih tidak cukup untuk membalas semua yang tante Puri lakukan hari ini.

“Eh.. nantinya kue-nya kotakin buat mama ya..? sekali kali..”, tanya ane.

Dalam hati ane merasa sangat norak sekali hari ini, tidak pernah diperlakukan sebaik dan semanis ini sebelumnya makanya ane ingin membagi sedikit kebahagiaan ane di ulang tahun ini buat nyokap juga.

“Ya udah.. nanti di kotakin aja.. kamu bagi buat mama..”, jawabnya.

“Dasar anak mami…”, lanjut tante Puri sambil meledek.

Kami pun tertawa, dan selanjutnya ane menceritakan sedikit latar belakang ane yang belum tante Puri tahu, mulai dari ane yang yatim dari kecil karena ditinggal bokap meninggal, sampai bagaimana nyokap bekerja banting tulang untuk membiayai semua kebutuhan ane, beruntung di masa mudanya nyokap menyelesaikan kuliahnya, sehingga untuk penghasilan bisa lah menutupi segala kebutuhan ane berdua dengan nyokap.

“Pantes.. kamu bisa lengket banget sama yang lebih tua..”, sindir tante Puri sembari tertawa.

Ane juga sebetulnya gak tahu kalau memang itu masalahnya, karena ane yang sudah dekat dengan nyokap dari kecil jadi berpikir kalau ane butuh sosok seperti beliau di hidup ane dan memang ane sendiri agak risih dengan perempuan yang seumuran apa lagi yang jauh dibawah, mereka jauh lebih minta dimengerti dan kadang tidak bisa melihat ke depan kalau diberi tahu, lebih mengikuti emosinya saja.

“Haha.. bisa aja.. gak tau juga tapi..”, jawab ane singkat.

“Mungkin gara gara itu.. aku jadi gak mau lepas dari kamu.. aku gak bisa kehilangan kamu..”, lanjut ane lagi.

“Huuu.. gombal.. aku disamain kayak mama kamu nih sekarang..?”, balasnya dengan meledek.

Ane pun tertawa mendengar celetukannya, tapi apa pun jawabannya ane memang bisa lebih ‘dapet’ dengan yang lebih tua, walaupun lagi lagi semua ini karena tante Rachma yang membuka mata ane soal selera ane ini.

Kami pun akhirnya menghabiskan malam di restoran itu sembari minum wine yang dari tadi terus kami tuang, lama lama meminum wine yang hampir habis satu botol itu dan di dukung oleh suasana sekitar membuat ane ingin melepaskan syahwat ane malam ini.

“Sayang.. pengen nih..”, bisik ane ke tante Puri.

“Katanya gak mau nginep.. kue-nya udah di kotakin juga tuh..”, jawabnya.

Ane pun lupa sama janji ane ke nyokap yang bilang kalau ane akan pulang malam ini setelah makan malam, tapi karena sudah saking kebeletnya ane pun mengajukan usul nekat ke tante Puri.

“Mau nyoba di mobil gak..? biar cepet..”, balas ane.

“Ahh.. kayak abg aja deh.. sempit yang kalo di mobil..”, jawabnya protes.

“Kan biar cepet.. biar lebih deg degan..”, bujuk ane.

Tante Puri pun melihat ane, dia ragu tapi sepertinya merasakan hal yang sama karena pengaruh alkohol.

“Hemm.. ya udah yuk.. sama nih.. udah gak tahan..”, bisiknya sambil tersenyum.

Tante Puri pun langsung bangkit dari tempat duduknya, “Loh.. gak minta_bill_dulu nih..?”, tanya ane yang heran.

“Udah aku kelarin pas_reserved_tadi siang.. yuk ahh.. keburu ilang nih..”, jawabnya yang sekarang sepertinya malah tante Puri yang menggebu gebu untuk bertukar syahwat.

Ane lalu ikut bangkit dari tempat duduk mengikuti tante Puri, kami berdua langsung berjalan menuju lift dengan tergesa gesa, dan begitu kami masuk lift yang kebetulan kosong itu untuk turun kebawah, ane langsung melumat bibir tante Puri dengan ganas yang mendapat sambutan dengan ganas pula dari tante Puri.

Tante Puri berjalan ke dinding lift untuk bersender disana sembari berciuman dengan ane, tangannya pun mulai meremas remas batang ane dari luar.

Tidak mau kalah ane pun mulai menjilati lehernya sembari meremas payudaranya yang kencang itu.

“Aaaahh..baby.. a.. a.. was.. c.. c.. cctv.. hemmm..”, desahnya mengingatkan ane.

Ane tidak peduli apakah di dalam lift ini ada cctv atau tidak, ane sudah horny sampe keubun ubun, keputusan yang salah sebenarnya, karena mau tidak mau kami harus menghentikan percumbuan ini karena pastinya lift ini akan segera menyentuh lantai dasar, lantai dimana kami akan turun.

Dan benar saja, disaat ane sedang larut mencumbu tante Puri, lift pun berhenti dan berbunyi yang mengartikan kalau lift tersebut sudah sampai tujuan.

“Yang.. udah.. sampe..”, ujarnya sembari menepuk nepuk ane.

Ane yang kaget seketika langsung melepaskan cumbuan ane di lehernya, kami pun merapikan baju kami sebentar sembari menunggu pintu lift yang terbuka, dan setelahnya langsung meminta vallet untuk mengambilkan mobilnya tante Puri.

Jas yang mahal itu pun langsung ane lempar ke jok belakang begitu ane masuk ke dalam mobil, dalam sekejap tante Puri dengan cepat langsung membuka celana ane untuk menghisap apa yang ada didalamnya, beruntung mobil mewahnya tante Puri ini bertransmisi triptonic alias matic jadi tangan kiri ane bisa leluasa untuk mengelus elus kepalanya tante Puri yang sudah mulai naik turun karena menghisap batang ane.

“Aduh.. sayang.. jangan kenceng kenceng ngisepnya.. aku keenakan nih.. bahaya..”, kata ane yang mengingatkan tante Puri kalo ane sedang menyetir.

Tante Puri tidak memperdulikan peringatan ane dan malah semakin tenggelam dalam kulumannya, ane yang sudah sangat ingin untuk ‘membalas’ apa yang dilakukan tante Puri dengan panik mencari cari tempat yang aman untuk menuntaskan ini semua.

Akhirnya setelah hampir putus asa mencari tempat yang aman, mobil pun ane belokkan ke sebuah daerah yang memang dari dulu terkenal karena situasinya yang selalu sepi, dan langsung memarkirkan mobil di tempat yang jauh dari penglihatan orang orang.

Ane langsung merebahkan bangku pengemudi kebelakang sampai mentok yang membuatnya hampir berbentuk lurus, tante Puri langsung bergerak cepat dengan mulai menaikkan tubuhnya keatas ane, mengangkat gaunnya dan melorotkan celana dalamnya.

“Tuh.. kan sempit..”, kata tante Puri yang hampir terbentur atap mobil.

Ane tersenyum mendengar protesnya dan langsung menarik tubuhnya sehingga memeluk ane supaya kepalanya tidak terbentur atap mobil lagi.

“Kamu yang masukin yang.. aku gak kelihatan nih..”, kata ane sembari berbisik.

Tante Puri lalu memegang batang ane dan berusaha mencari lubang senggamanya supaya bisa dimasukki batang kontol ane yang sudah basah akibat hisapannya sebelumnya.

“Aaaawww.. ketemu.. nih yang… aduuuuhh.. enaaaakk..”, desahnya begitu mulai memasukkan batang ane ke dalamnya.

Bleessss…

Batang ane pun akhirnya berhasil masuk dan amblas di telan memeknya tante Puri yang sudah basah karena sepertinya dia pun sudah sangat kepengen untuk bisa melepaskan birahinya malam ini.

“Tahan ya yang.. aku yang gerak..”, kata ane dan dijawab dengan anggukan oleh tante Puri.

Ane lalu menggerakkan pinggul ane naik turu dengan cepat, suasana yang pengap di dalam mobil dan dengan pakaian yang masih menempel di badan kami berdua membuat keringat mengucur dengan cepatnya.

“Ouuuuuhh..fuuuck.._fuck_yang.. enaaaak.. aaaaahh.. ooouuuhh..”, desahnya di kuping ane.

“Sssstt.. kamu jangan.. teriak terlalu kenceng yaa.. takut ada orang lewat yang denger..”, balas ane mengingatkan tante Puri.

“Aaaaahhh.. ta.. ta.. tapiii.. ini enaaaakk yaaang.. aduuhhh.. ooouuuhhh..shiiiiit..”, jawab tante Puri yang seakan akan tidak senang kalo desahan dan racauannya dihalang halangi.

Genjotan dari bawah masih ane lakukan dengan teratur, desahan dan teriakan dari tante Puri pun tidak dapat dihindari lagi, ane akhirnya membiarkan tante Puri mendesah dan berteriak.

“Ouuuuwwwhh.. baby.. aaaaaahh.. mau.. keluar nih beb.. udah gak tahan.. ssshh.. aaahhh..”, desahnya yang sepertinya akan segera orgasme.

Ane berinisiatif untuk menggenjot lebih kencang tetapi, tante Puri juga menggerakkan pinggulnya dengan sangat cepat yang membuat ane berhenti menggenjot untuk membiarkan tante Puri mendapatkan orgasmenya.

Gerakan yang dibuat tante Puri makin lama makin cepat dan makin brutal, racauan pun mulai keluar dari mulutnya.

“Aduh…baby.. keluar beb.. aaaaaahhh..i’m cumming beb.. oooouuhh yeeaaahh..”, racaunya dan kemudian tante Puri mengangkat pinggulnya lalu muncratlah air mani tante Puri dari dalam memeknya.

Craaaattt… seeerrrr.. seeerrrrr..

“Aaaaooouuhhh.. aaaahhh.. enaaaaaakk.. banyak bangeeeeett yaaaang.. aaaaaaahh..”, teriaknya ketika air maninya mengalir deras membasahi celana bahan yang ane pakai.

Sembari memeluk ane dengan tubuh yang bergetar, tante Puri kemudian berbisik di kuping ane.

“Sayang.. aduuhh.. maaf yaa.. kebasahan ya kamu.. aduuuhh.. keenakan nih aku.. sorry..”, bisiknya.

“Tumben.. banjir banyak yang..”, balas ane.

“Iyah.. lagi_horny_banget aku yang..”, jawabnya sambil tersenyum.

Ane lalu merebahkan tante Puri di bangku depan penumpang selagi dia mengumpulkan nafasnya kembali, dan ane pun berpindah ke bangku belakang dan mulai menurunkan celana panjang yang ane pake yang sedari tadi hanya turun setengah.

Setelah nafasnya telah terkumpul dia pun mengikuti ane ke belakang, tadinya dia mau menaiki ane dengan posisi seperti sebelumnya tapi ane menyuruhnya untuk memutar badannya sehingga menghadap ke arah depan.

Tante Puri lalu mulai menaiki dan menduduki badan ane lagi dan setelahnya dimasukkannya lagi batang ane ke dalam kemaluannya itu.

“Aaaaaaakkhhh..so goood beb.. ooouuuhhh..”, desahnya begitu batang ane mulai memasuki bibir bawahnya.

Dan untuk kedua kalinya batang ane pun amblas ke dalam memeknya tante Puri, tubuhnya bergetar begitu memeknya berhasil menelan batang ane sampai ke pangkalnya.

“Ssshhh.. aaaahhh.. hemmm.. enak beb.. enaak.. ssshhh..”, desahnya.

Tidak lama berselang tante Puri pun mulai bergerak naik turun dalam keadaan duduk diatas betang ane.

“Ouuuhh.. yeaaahh.. aaaaahh.. aaaaahhh.. ssshh.. oouuuuhhhh..”, desah tante Puri ketika sudah mulai bisa beradaptasi.

Melihat tante Puri yang sudah terbawa dalam permainannya sendiri, membuat ane juga tidak tinggal diam, payudaranya yang ikut bergerak naik turun walaupun tertutup gaun ane remas dengan kencang dari luar.

Beruntung mobilnya tante Puri mempunyai_leg-room_yang lumayan lebar, kalo mobil ane pasti udah mentok sana sini dari tadi karena gerakan kami berdua.

Mata ane terpejam sembari meremas dan menikmati permainan tante Puri, gerakan naik turunnya sekarang diselingi dengan memaju mundurkan pinggulnya, terasa sangat enak sekali dibegitukan sama tante Puri.

“Hmm.. enak sayang digituin..”, desah ane sambil terpejam karena permainannya.

“Aaaaahh.. iyaahh?.. aku.. cepetin ya yang.. udah mau keluar lagi niiiihhh..”, balasnya.

Dan benar saja begitu ucapannya selesai, gerakannya pun makin tak terkontrol, jepitan dan rasa sempit yang ane rasakan di batang ane makin tidak bisa ditahan, sepertinya ada sesuatu yang ingin keluar dari sana.

“Ouuuuhh..Shiiitt.. yang.. enak sekali yaaaang.. aaaahhh*.. i’m cumming beb*..”, desahnya.

“Sama yang.. aku yang gerakin sekarang…”, balas ane yang juga ingin memuntahkan cairan kental yang ane punya.

Ane langsung menggenjot, memompa dan menusuk batang ane keras keras ke memeknya tante Puri, mendapatkan serangan seperti itu, tante Puri berteriak dengan sangat kencang bahkan sampe meminta ampun karena tusukan tusukan ane malam itu.

Tusukan pun ane hentikan sebentar untuk memberikan tante Puri waktu untuk mengumpulkan nafasnya kembali, dan dia pun mulai merebahkan tubuhnya diatas ane sehingga mulutnya berada di samping kepala ane.

“Aduuuhh.. keraaaass yaang.. kamu nafsu banget malem ini..”, ucapnya.

Ane hanya tersenyum mendengarnya dan langsung melumat bibirnya sembari mulai melanjutkan kembali tusukan ane dari bawah.

“Hmm.. Auuuww.. aahhhh.. enak beb.. aaaaaahh.. ouuuuhhh..”, desahnya sambil melumat bibir ane lagi.

Tubuhnya tante Puri akhirnya mulai menunjukkan tanda tanda orgasme, dan hanya lenguhan keenakan yang keluar dari mulutnya.

Mengetahui hal tersebut tangan ane akhirnya mulai bermain di klitorisnya tante Puri untuk memberikan rangsangan lebih ke tante Puri.

“Ouuuwwwhh..baby.. udah.. diujung niiiihh.. aaaaaahhh.. gak.. kuaaaaatt..”, ucap tante Puri.

“Tunggu aku yang.. bentar lagi nih.. biar bareng..”, jawab ane yang ingin keluar setelah sebelumnya tertunda.

Mendengar ane yang akan keluar juga, tante Puri tiba tiba menyuruh ane buat berhenti menusuknya dan membiarkan dirinya yang bergerak.

Gerakan tante Puri akhirnya membuat ane harus menyerah dengan mengeluarkan lahar putih ane dari dalam batang ane.

Croooottt… crooottt.. crooottt..

“Aaaaauuuhhh.. aku.._cumming_juga beb.. aaaaahhh.. angeeeeeett.. enak sekaliii yaaaaang..”, lenguhnya begitu ane menyemprotkan sperma ane ke dalam memeknya tante Puri.

Sejurus kemudian tante Puri mengangkat pinggulnya dan melepaskan batang ane dari dalam sana dan setelah terlepas tante Puri mengeluarkan cairannya yang tadi tertahan karena batang ane.

Craaaattt… seeerrrr.. seeerrrrr..

“Aaaaaaakkhhh.. muncraaaaat… ooooouuuhhh…so gooooood.. aaaaaahhh.. aduuuuhh..”, teriak tante Puri ketika memuncratkan air maninya yang bahkan semprotannya sampai membasahi kaca depan mobilnya.

Tubuhnya tante Puri pun akhirnya ambruk diatas ane setelah memuncratkan isinya, nafasnya tersengal badanya bergetar akibat orgasme yang di dapatkannya barusan.

“Hemmm.. sayang.. enak yang.. aduuuhh.. masih berasa nih yang..”, ujarnya yang lalu dilanjutkan dengan melumat bibir ane.

Tubuh kami berdua sudah basah oleh keringat bercampur dengan cairannya tante Puri yang malam hari ini mengeluarkan volume lumayan banyak dari biasanya.

“Haha.. kamu banjir banget malam ini..”, celetuk ane dan tante Puri hanya tersenyum sembari tersengal sengal.

Ane lalu merebahkan tante Puri disebelah ane, jendela pun ane buka untuk kita berdua mendapatkan nafas karena keadaan di dalam mobil yang bisa dibilang tidak sehat kalau untuk berhubungan sex.

“Jas sama baju gimana nih..? lepek begini..”, tanya ane sembari menyalahkan sebatang rokok.

“Kamu bawa aja dulu ya.. minggu depan aja kamu kasihnya..”, jawab tante Puri.

Rencananya sebelumnya memang ketika setelah makan malam selesai, kami berdua mampir sebentar di pom bensin buat ane ganti baju dan mengembalikan jas yang ane pakai ke tante Puri, tapi hal itu tidak jadi ane lakukan karena pergumulan ini yang ngebuat ane males buat mampir mampir lagi.

Setelah mengambil beberapa helai tissue untuk membersihkan alat kelamin masing masing, dan membenahi pakaian yang kami pakai akhirnya kami beranjak dari situ menuju rumah ane.

Sesampainya dirumah ane, sekali lagi ane berterima kasih ke tante Puri atas kejutan yang ia berikan malam ini dan mencium bibirnya sebelum ane masuk ke pintu gerbang rumah.

Tante Puri pun tersenyum sesaat sebelum dia berangkat dari rumah ane, tidak mengetahui kalau sesuatu yang mengerikan akan menyambutnya ketika ia tiba dirumah nanti.

Tiga hari sejak malam ulang tahun ane, telepon tante Puri tidak bisa dihubungi,chat_ane tidak dibalas, telepon ane pun tidak diangkat hanya ada nada tersambung dan kemudian masuk ke_mail box.

Tidak biasanya tante Puri begini, semenjak kami berdua benar benar menjalin hubungan di belakang suaminya, komunikasi kami menjadi semakin intens memang, chatting dan telepon sekedar menanyakan kabar setiap hari kami berdua lakukan.

Padahal ane ingin menghubungi tante Puri bukan hanya untuk menanyakan kabar saja tetapi ingin menanyakan juga perihal jas-nya yang ane bawa, karena ingin ane kembalikan sesuai perintahnya malam minggu kemarin.

Disaat ane sedang memikirkan tante Puri tiba tiba ada amplop yang diletakkan sama sekretaris kantor tepat di depan muka ane.

“Ngelamun aja mas.. ini ada surat dari ‘atas’, kalo sudah dibaca langsung ngadep bapak (Kadiv) ya mas Reno..”, tegur si sekretaris.

“Eh.. iya mbak.. surat apa ya ini..? tumben..”, tanya ane yang kebingungan.

Si sekretaris itu hanya mengangkat dahinya menandakan kalau dia tidak tahu menahu juga perihal surat yang diantarkannya.

Amplop itu ane buka dan baca dengan seksama, dan setelah membaca isinya dari atas sampai bawah, ane sedikit terkejut karena isi dari surat itu mengatakan kalo ane akan di pindah tugaskan ke daerah yang sama sekali belum pernah ane kunjungi.

Seketika jantung ane berdegup kencang, ‘beribu’ pertanyaan menghampiri kepala ane, “Kenapa tiba tiba? Bukannya seharusnya ada omongan terlebih dahulu? Apa ada yang salah sama kerja ane disini jadi ane dimutasi?”.

Perasaan khawatir pun langsung menyelimuti ane, kalau ane pindah, nyokap tinggal sama siapa, karena memang selama ini ane sama nyokap memang tinggal berdua.

Ane mempertimbangkan usia nyokap yang sudah melewati kepala enam itu, sungguh sangat kasihan buat nyokap kalau betul betul harus ane tinggalkan beliau sendiri dirumah dengan jadwal pulang yang ane sendiri gak tahu bisa pulang berapa bulan sekali.

Selain harus meninggalkan nyokap perasaan ane pun berat kalau harus meninggalkan tante Puri, meninggalkan wanita yang sudah banyak membantu ane dan berada di samping ane disaat ane susah maupun senang hampir setahun belakangan.

Mengajukan resign pun sangat tidak mungkin, karena ane belum setahun kerja disini dan kontrak kerja ane masih sisa 2 tahun lagi sehingga ijazah S1 ane pun ditahan sama perusahaan.

Dalam keadaan bingung dan khawatir, ane lalu bangkit dari tempat duduk dan menuju ruangan Kadiv, selain melaporkan kalau ane sudah menerima surat pindah, ane pun ingin menanyakan beberapa hal tentang kepindahan ane.

Singkat cerita setelah ane menghadap Kepala Divisi, akhirnya ane pun paham kalau ane pindah bukan karena di mutasi, melainkan ane diberi kenaikan jabatan dengan pindah ke anak cabang perusahaan di kota lain, ya memang tidak terlalu jauh kenaikannya tetapi yang namanya naik jabatan ya naik jabatan yang berarti gaji ane pun dinaikkan.

Kadiv memberi tahu ane kalau awal bulan ane sudah harus bisa bekerja disana yang berarti ane hanya mempunyai waktu 2 minggu lagi untuk mengurus segala keperluan kepindahan dan membereskan masalah masalah disini, bukan hanya masalah pekerjaan tetapi juga masalah kehidupan pribadi ane.

Pak Kadiv lalu menyarankan ane untuk menghubungi kantor cabang dan menuju kota tersebut akhir pekan ini buat mengurus seumanya dulu disana sebelum ane pindah, seperti mencari tempat tinggal selama disana dan lain lain, supaya gak kejepit waktu katanya.

Setelah semua penjelasannya selesai, ane pun mohon pamit dari ruangannya untuk menuju kembali ke meja ane. Pikiran ane terus melayang ke tante Puri selama berjalan keluar dari ruangannya, disaat saat seperti ini kenapa tante Puri tiba tiba tidak bisa dihubungi?, padahal mungkin dia bisa memberikan jalan keluar yang lumayan nenangin buat ane.

Ane lalu mencoba menghubungi tante Puri sekali lagi, tetapi nihil hasilnya malah kali ini nomor-nya tidak aktif. Akhirnya ane mencoba melupakan tante Puri sejenak dan menghubungi kantor cabang ane untuk menanyakan soal kepindahan ane.

Telepon ane disambut baik sama orang sana, yang akan mengurus semuanya adalah pak Darsono namanya, dia bilang akan mengurus kepindahan ane dan bahkan dia juga nantinya akan mencarikan ane tempat tinggal disana, ane tinggal beli tiket pesawat kesana untuk akhir pekan dan dia akan menjemput ane di bandara.

Kadiv pun ane kabari tentang hal ini dan mengijinkan ane untuk menggunakan uang kantor untuk tiket pesawat ane kesana di hari sabtu dan akan pulang hari minggu siang.

Kemudian setelah urusan tiket pesawat sudah beres dengan pesan online, malamnya nyokap pun kaget dengan cerita kepindahan ane ke luar kota, walaupun berat tapi beliau tetap memberi ane support dan mendoakan yang terbaik untuk ane.

Dan sama siapa nyokap tinggal kalau ane pindah, nyokap akhirnya mengusulkan supaya sepupu ane yang baru masuk kuliah tinggal sama beliau, jarak ke kampusnya memang lebih dekat kalau dari rumah ane dibanding kalau jalan dari rumahnya.

Ane langsung menghubungi om ane dan menceritakan semuanya, om ane hanya bilang tergantung anaknya, mau apa tidak dan ane pun akhirnya harus membujuk sepupu ane supaya mau tinggal sama nyokap yang untungnya dijawab dengan iya sama sepupu ane.

Masalah nyokap akhirnya selesai, nyokap pun tampak lebih tenang karena tahu ada orang yang nemenin dia dirumah, dan sekarang tinggal masalah tante Puri. Bagaimana caranya menghubungi tante Puri yang tiba tiba menghilang begitu saja tanpa meninggalkan kabar apa apa.

Akhirnya ane memutuskan kalau besok sepulangnya jam balik kantor, ane harus nyamperin tante Puri langsung di butik untuk minta jawaban kenapa dia tiba tiba dia hilang begitu saja.

Esoknya di kantor, ane mendapat kabar dari pak Darsono kalau untuk tempat tinggal ane sudah dia siapkan, dia pun meminta maaf karena tidak dapat menemukan rumah kontrakan jadi dia akhirnya mencarikan ane kos kosan berbentuk rumah.

Ane pun mengatakan kalau hal itu tidak jadi masalah yang penting tempatnya layak buat beristirahat dan kemudian ane berterima kasih ke pak Darsono karena sudah mau repot repot membantu ane.

Dan ane melanjutkan pekerjaan di kantor pusat yang harus ane selesaikan sebelum ane pindah ke kantor cabang. Sampai pada akhirnya jam pulang kantor pun tiba, ane langsung bergegas menuju ke butiknya tante Puri untuk mendapatkan jawaban tentang tante Puri.

Walaupun ane sangat yakin ketika sampai sana tante Puri pasti sudah tidak ada disana, karena memang biasanya sore dia sudah cabut dari situ tapi paling tidak ane mau mendengar jawabannya dari orang orang sana.

Setelah tiba disana, memang betul kalau tante Puri tidak ada di butik, tapi yang membuat ane kaget adalah kenyataan bahwa tante Puri tidak pernah datang ke butik semenjak malam ulang tahun ane dan para karyawan pun juga bingung karena tidak mendapatkan kabar apa apa dari tante Puri.

Ane tidak kecewa mendengar jawaban dari para karyawan butik tetapi justru ane merasakan perasaan khawatir yang luar biasa. Ane merasa ada sesuatu hal yang salah sama tante Puri sehingga membuat dia harus memutuskan hubungannya dengan dunia luar.

Dengan perasaan khawatir ane hanya bisa berdoa kalau tidak terjadi hal hal yang sangat buruk ke tante Puri dan berharap kalau dalam beberapa hari dia akan menghubungi ane lagi.

Tetapi sampai pada hari ane akan pergi ke kota tempat ane akan dipindah tugaskan, kabar itu belum juga datang. Perasaan ane betul betul tidak tenang, dan tidak akan bisa tenang sebelum ane mendapatkan kabar dari tante Puri.

Dan perasaan itu terbawa sampai naik ke pesawat dan terbang membawa ane ke kota baru, kota yang belum pernah ane singgahi sebelumnya, kota ‘S’.

Kota yang juga merupakan salah satu kota terbesar di negara ini memang belum pernah ane kunjungi atau singgahi, karena memang ane tidak pernah keluar dari kota tempat kelahiran ane karena semua saudara saudara bokap nyokap tinggal disini.

Hanya sekitar 1 jam akhirnya pesawat yang ane naiki, mendarat di bandara kota ‘S’, sebetulnya memang bisa ane naik kereta ke kota tersebut tapi akan sangat memakan banyak waktu karena ane berangkat hari sabtu dan senin pagi ane harus kembali masih masuk kantor.

Waktu sudah menunjukkan hampir jam 2 siang ketika ane selesai mengambil koper ane yang ane taruh di bagasi pesawat, dan begitu keluar bandara, ane pun melihat nama perusahaan ane yang di bawa oleh bapak bapak yang mungkin berumur sekitar 55 tahun, dan ane langsung menghampiri si bapak bapak tersebut.

“Pak Darsono?”, tanya ane ke bapak bapak tersebut.

“Iya pak.. pak Reno ya..?”, tanyanya untuk memastikan dan ane jawab dengan anggukan.

Setelah benar kalau yang dijemput itu ane, dia pun menjabat tangan ane sebagai salam perkenalan.

“Panggil Dar aja pak.. saya biasa dipanggil pak Dar sama orang orang kantor..”, ujarnya.

“Kita ke kosan pak Reno dulu ya.. maaf loh pak.. cuma dapat kosan..”, katanya yang malah meminta maaf.

“Eh gak usah minta maaf pak.. saya makasih banget loh bapak mau repot repot nih..”, jawab ane yang di balas anggukan kepalanya pak Dar.

“Nanti kalo ada.. di carikan lagi kontrakan buat bapak, supaya bapak bisa tinggal sendiri.. ini buat sementara..”, balasnya.

Ane mengangguk mendengar jawabannya, dan tidak berapa lama mobil pun keluar dari komplek bandara kota ‘S’ dan langsung menuju ke kosan ane yang ternyata memakan waktu lebih dari satu jam.

“Jauh juga ya pak?”, tanya ane.

“Bandaranya yang jauh pak.. kalo dari kosan pak Reno sih cuma 15 menit ke kantor..”, jawabnya.

Kami pun turun dari mobil dan berdiri di depan pagar kos kosan yang berbentuk rumah tersebut, rumah bergaya tahun 90an itu membuat ane teringat dengan film warkop dki, dan berharap kalau penghuninya juga seperti yang ada di film film-nya warkop, perempuan perempuan seksi yang akan menyambut ane dengan celana yang super pendek dan kaos tank top.

Tapi itu hanya impian ane belaka, karena khayalan tentang kos kosan model rumah yang ada di film tidak seperti yang ane rasakan sekarang. Kosan ane ternyata kosan khusus ikhwan, ya ditulis di depan pagar ‘kosan khusus ikhwan’ yang membuat ane mengernyitkan dahi.

Dan begitu masuk ke dalam pagar, kami berdua disambut oleh seorang perempuan dengan jilbab-nya yang sangat lebar dan longgar yang setelah ane berkenalan namanya Lastri, tapi biasanya dipanggil budhe Lastri sama orang orang sekitar karena selain umurnya yang bisa dibilang matang mungkin sekitar 45-46 tahun, Lastri ini ibu kos dari kosan yang bakal ane tempati, makanya dipanggil budhe.

Jadi ada dua rumah di dalam pagar, rumah pertama adalah rumahnya budhe Lastri dengan anak anaknya, sedangkan bangunan kedua yang hanya berjarak sejengkal dari rumah pertama dijadikan kos kosan berbentuk rumah.

“Almarhum bapak yang pengen bikin kos kosan.. tadinya pengennya kosan biasa tapi ndak aku kasih ijin, takut kalau perempuan yang ngekos mereka suka seenaknya pake baju..”, Budhe Lastri menjelaskan.

“.. Dulu sama bapak ada tiga lanang disini, bapak sama anak anakku lanang semua.. mana masih remaja lagi.. lagi sedeng sedengnya demen lawan jenis.. bahaya kalau ada perempuan ndak bener masuk kesini.. makanya tak usul kalau jadi kosan ikhwan saja.. biar hindarin zinah..”, lanjutnya.

Para penghuni pun yang kebetulan sedang ada di tempat menyambut ane diruang tamu, dan ketiga anak kosan tersebut betul betul berdefinisi ikhwan, wajah yang kalem dan bersih mungkin sering kena air wudhu, janggut lebat dan celana bahan tergantung diatas mata kaki.

Ane sebenarnya tidak ada masalah kalau harus bergaul dengan mereka karena dikeluarga ane pun ada yang seperti itu dan tidak semua yang berpenampilan begitu punya sifat yang kaku, tapi memang harus ada beberapa hal yang ane batasi dalam berbicara dan bertingkah di depan mereka.

Setelah selesai berkenalan, budhe Lastri langsung menunjukkan kamar ane, kamar yang berukuran sedang tersebut, sepertinya memang dibangun hanya untuk satu orang, mempunyai aura yang sangat tenang dan nyaman, tiba tiba ane pun sudah merasa betah dan dengan segera ingin merebahkan diri situ.

Ane lalu meletakkan koper ane di dalam lemari pakaian yang ada disana buat sementara, nanti begitu ane benar benar pindah kesini baru ane bongkar semua pakaian dari dalam koper.

Seketika ane kepikiran untuk membeli_console game_begitu nanti ane sampai di kota kelahiran ane lagi, untuk mengusir kebosanan kalau ane berada di kota yang jauh dari orang orang yang ane kenal.

“Budhe.. disini ada peraturan dilarang main game gak..?”, tanya ane dengan polos.

“Yah boleh lah.. itu juga yang pada nge-kos pada main game kalo lagi disini.. suka rame kadang kadang..”, jawabnya sambil melihat ke arah anak anak kosan yang lain.

“Iya mas.. gak papa kok kalo sekedar main game sih..”, jawab salah satu anak kosan.

Budhe Lastri langsung menjelaskan peraturan di kosan ane, “Yang paling pertama dan paling penting, ndak boleh bawa perempuan nginap.. teman perempuan boleh berkunjung hanya sampai jam 6 sore dan duduk di ruang tamu.. lewat dari jam 6 nanti tak samperin sendiri buat suruh pulang..”, tegasnya.

“.. Ini berlaku juga buat istri.. nak Reno sudah nikah belum..?”, tanyanya yang ane jawab dengan gelengan.

“Ya sudah.. ndak papa kalo gitu.. trus disini ndak ada jam malam.. kalau pulang malam, paling ndak kabari dulu nih temen temennya supaya bisa nitipin kunci rumah ke pak satpam..”, lanjutnya.

“Ada satpam disini budhe?”, tanya ane yang tidak melihat keberadaan satpam pas ane masuk gerbang.

“Oh ada.. datengnya abis isya sampe adzan subuh.. jadi kalo nak Reno bawa perempuan tengah malam.. ndak bakalan nak Reno diijinin masuk..”, jawabnya yang lagi lagi menekankan masalah perzinahan.

Dalam hati ane berpikir, apa budhe Lastri ini setegas itu untuk masalah birahi dan syahwat?, ane adalah saksi dari betapa bisa berubahnya seseorang wanita yang walaupun tertutup hijab dan dibekali ilmu agama yang cukup tapi untuk urusan syahwat tidak bisa dianggap remeh.

Karena pada dasarnya mereka juga manusia, dan seperti pria, wanita pun mempunyai apa yang namanya nafsu birahi, terlebih lagi manusia itu tempatnya salah dan dosa. Tapi ane hanya berkaca dari pengalaman ane sendiri tentang menggauli perempuan paruh baya berjilbab, mungkin karena tante Rachma dan Ummi Farida mempunyai pemikiran yang berbeda..

Tapi yang ane tahu pasti, melihat budhe Lastri bersikap seperti ini membuat ane ingin memancing keluar hasratnya yang mungkin dia kubur dalam dalam agar jangan sampai keluar.

Apa lagi walaupun tertutup jilbab yang rapat dan longgar, ane bisa dengan jelas melihat dada dan pantatnya yang menonjol dari luar jilbab, bisa dibilang ukurannya besar dan ditambah bentuk pinggulnya yang berbentuk, membuat ane berpikir akan sangat nikmat dan empuknya kalau ane bisa bergumul dengan budhe Lastri.

Untuk masalah makan, budhe Lastri hanya menyiapkan makan malam saja, karena yang ngekos di tempatnya (termasuk ane) adalah pekerja, maka bisa dipastikan siang hari keadaan kosan akan sangat kosong melompong. Dan kalau pagi budhe Lastri akan menyiapkan kopi dan teh sesuai permintaan masing masing.

“Oh ya.. kalau pulang diatas jam 9 malam, makanannya sudah tak beresi yo.. jadi kalau nak Reno merasa akan pulang malam karena lembur atau lainnya.. beli saja makanan diluar sebelum pulang..”, lanjutnya.

“Kalo sabtu minggu.. bilang saja kalo mau makan siang atau malam.. namanya hari libur kan ndak mungkin diam di kamar tok.. pasti pengen jalan jalan.. tapi yo.. kabari dulu.. kalo makan siang kabarinnya dari pagi, kalo makan malam kabari dari abis ashar.. biar akunya enak nyiapinnya.. ”, jelasnya lagi.

“Kalo kelupaan.. yah.. salahmu dewe..”, Budhe Lastri mengakhiri peraturannya.

Adzan ashar pun berkumandang, dan dengan segera teman teman baru kosan ane bergegas menuju masjid yang terletak tidak jauh dari kosan. Pak Dar pun mengajak ane untuk solat di masjid, ane yang merasa tidak enak kalau menolak akhirnya mengikuti yang lainnya berjalan menuju masjid.

Dan setelah kembali ke kosan, budhe Lastri memberikan kunci kamar ane karena sudah ada koper disana jadi kunci pun sudah ane yang pegang dan kamar tersebut sudah menjadi hak ane.

Tetapi ketika ane berpikir kalau ane akan menginap disini, tiba tiba pak Dar mengajak ane untuk melanjutkan perjalanan.

“Loh.. saya sudah bisa tidur disini kan malam ini..?”, tanya ane yang bingung.

“Kamarnya kan belum rapih pak.. malam ini bapak menginap di tempat saya saja dulu.. sekalian makan malam.. saya sudah ngabari istri saya untuk menyiapkan makan malam dirumah..”, jawabnya dengan riang.

Karena takut mengecewakan pak Dar, ane pun akhirnya nurut sama ajakannya dan berpamitan dengan seisi kosan plus budhe Lastri.

“Yowes nak Reno.. minggu depan yo nak.. kunci-nya dibawa dulu aja.. gak papa..”, jawab budhe Lastri ketika ane berpamitan.

Dengan segera mobil pun meluncur kerumahnya pak Dar, dan melewati sebuah bangunan yang lumayan tinggi di kota tersebut sekitar mencapai setengah perjalanan.

“Itu kantor kita pak..”, ujar pak Dar sembari menunjuk bangunan tersebut.

“Deket juga ya dari kosan.. enak bisa jalan agak siangan..”, jawab ane.

“Yah paling tadi di perempatan saja macetnya.. paling lama setengah jam sampai kantor dari kosan bapak..”, lanjutnya yang ane jawab dengan anggukan.

Kemudian pak Dar pun mengajak ane untuk berkeliling kota ‘S’ ini dan menunjukkan tempat tempat yang sekiranya bisa dijadikan tempat nongkrong untuk orang yang seusia ane, ternyata tempat tempat nongkrong disini tidak jauh berbeda dengan yang ada di ibu kota.

“Kalo yang anak muda seumuran bapak banyak yang main ke daerah sini pak..”, ujarnya dan ane pun kemudian akhirnya mengerti kenapa, karena semua kegiatan yang biasa anak muda lakukan ada daerah sini.

“Baru sebagian aja nih pak.. nanti malam kita jalan ke daerah timur pak.. disana ada mall dan tempat buat nongkrong nongkrong juga..”, lanjutnya.

Jujur ane tidak menyangka kalau kota ‘S’ ini akan ‘sehidup’ ini di malam hari, mungkin karena membandingkan dengan kota ‘T’ tempat ane melakukan kunjungan kerja bersama bu Vivi yang bisa dibilang sangat hening ketika malam menjemput.

Dirasanya sudah cukup untuk sementara ini dan juga malam sudah datang akhirnya pak Dar mengarahkan mobilnya menuju rumahnya, dan sekitar 20 menit kemudian tibalah kami disebuah rumah sederhana tetapi memiliki halaman yang cukup lega di depannya.

Pak Dar pun turun dari mobil untuk membuka gerbang dan memasukkan mobilnya ke dalam halaman rumahnya, ane sudah turun sebelumnya pas pak Dar membuka gerbang ane gak mau terkesan seperti boss yang hanya duduk saja di mobil.

Pintu rumahnya pun terbuka dan keluarlah wanita menggunakan daster longgar dan jilbab untuk menutupi kepalanya, persis seperti tante Rachma kalau ane lagi main kerumahnya walaupun kalau tante Rachma hanya pakai dasternya saja tanpa jilbab.

Tebakan ane wanita tersebut adalah istrinya pak Dar dan benar saja begitu pak Dar menghampiri wanita tersebut, wanita tersebut langsung menyalimi tangannya pak Dar dan juga mempersilahkan ane untuk masuk kedalam rumahnya.

Tapi yang membuat ane tidak habis pikir, istrinya pak Dar ini terlihat sangat muda, berbanding terbalik dengan pak Dar, mungkin usianya di awal 40 atau bisa jadi malah belum sampai 40 tahun, karena tidak ada kerutan yang berlebihan di wajahnya yang cantik itu.

“Bu.. ini pak Reno.. minggu depan pindah ke kantor bapak.. malam ini mau menginap disini dulu biar besok paginya langsung bapak yang anter lagi ke bandara..”, ujar pak Dar sesaat setelah mempersilahkan ane duduk diruang tamunya.

“Reno bu Dar..”, jawab ane memperkenalkan diri.

Tetapi tiba tiba mereka berdua terkekeh setelah mendengar ane memperkenalkan diri yang membuat ane jadi bingung.

“Belum di kasih tahu sama bapak ya mas Reno..?”, tanyanya yang membuat ane tidak mengerti.

“Hush.. jangan panggil mas dong.. atasan aku ini bu..”, jawab pak Dar yang membuat ane terkejut.

Sedari tadi memang pak Dar memanggil ane dengan sebutan ‘bapak’ karena ane pikir pak Dar ini belum kenal sama ane, makanya berusaha sopan sama orang dari kantor pusat, tidak terlintas kalau ternyata ane adalah atasannya pak Dar, ane pikir posisi kami setingkat.

“Memang saya atasan bapak ya..?”, tanya ane yang membuat pak Dar tersenyum.

“Loh.. pak Reno ini gimana..? tingkatan bapak kan nanti diatas saya.. kalau kita kunjungan ke pabrik nanti.. bapak yang inspeksi, nanti saya yang buat laporannya atas persetujuan bapak baik atau tidaknya laporan saya..”, jawab pak Dar menjelaskan.

Bu Dar pun tersenyum melihat ane dan pak Dar yang ngobrol membicarakan masalah kantor dan langsung ngeloyor ke dapur untuk kembali memeriksa masakannya.

“Tapi memang pabriknya sendiri jauh dari sini pak Dar?”, tanya ane melanjutkan obrolan.

“Yah.. lumayan pak.. tiap kunjungan kita pasti nginep disana..”, jawabnya yang mendapat respon tidak percaya dari ane.

“Pakai mobil sekitar 4 jam.. tapi pasti itu selesainya malem pak.. bahaya kalau kita paksakan pulang ke sini malam malam.. belum banyak lampu jalan pak..”, lanjutnya yang ane jawab dengan anggukan.

“Pak.. ayo sini mangan dulu pak.. udah siap nih..”, panggil bu Dar dari dalam ruang makan.

Pak Dar lalu langsung mengajak ane menuju ruang makan, ane memang juga sudah lapar sekali, hanya makan makanan yang disediakan pesawat tadi siang dan itu hanya cukup untuk mengganjal perut ane saja.

“Dimakan yang banyak pak Reno.. adanya cuma ini.. maaf kalo kurang selera sama pak Reno..”, ujar bu Dar.

“Enggak kok bu.. saya kebetulan suka sama makanan rumahan..”, jawab ane yang membuat keduanya tersenyum.

Sembari melahap makanan yang telah disendok sebelumnya, ane pun iseng menanyakan perihal tertawaan mereka sebelumnya ketika ane memperkenalkan diri.

“Pak.. bu.. tadi ada yang salah yah waktu saya ngenalin diri.. bapak sama ibu kok ketawa ya..?”, tanya ane.

Mereka pun saling melihat dan tersenyum kemudian pak Dar menjelaskan maksudnya.

“Maaf pak Reno.. ndak maksud saya ngetawain bapak.. cuma tadi bapak salah manggil nama ibu saja kok..”, jawab pak Dar.

“Aku ndak suka pak dipanggil ‘bu Dar’.. seperti suara bom..”, sambung bu Dar sambil terkekeh.

“Kalo sama ibu.. istri saya.. dia memang lebih seneng dipanggil nama gadisnya.. Heni..”, lanjut pak Dar yang sekarang membuat ane paham kenapa mereka berdua tertawa.

“Oh gitu.. saya pikir ada apa toh pak..”, jawab ane yang ikut tersenyum setelah mengetahui alasannya.

Ane pun melihat istrinya pak Dar, bu Heni yang sedang asik menyantap makanannya, dari dekat wajahnya benar benar cantik, bukan cantik dempulan tapi cantik alami dan sangat ayu, beruntung pak Dar mempunyai istri seperti ini kata ane dalam hati. Apa lagi memang tubuhnya bu Heni masih sangat yah bisa dibilang sekel dan berisi, tidak gombyor sama sekali.

“Jadi nanti kalo ketemu.. jangan panggil bu Dar yaa.. bu Heni saja cukup.. orang orang sini tau kalo aku ndak suka dipanggil nama suamiku..”, ujarnya yang ane jawab dengan anggukan.

“Kalau begitu.. bapak sama ibu jangan panggil saya ‘pak’.. saya ngerasa nggak enak.. umur saya jauh dibawah bapak sama ibu..”, balas ane yang merasa karena suasana sudah cair ingin mengutarakan keganjilan di kuping ane dari tadi.

Mereka berdua lihat lihatan, seperti ada yang aneh menurut mereka sama perkataan ane, ane pun akhirnya melanjutkan omongan ane lagi.

“Kalau memang karena jabatan saya.. ya.. di kantor saja ya pak.. tapi kalau diluar seperti ini jangan panggil ‘pak’ lagi..”, lanjut ane.

“Waduh.. saya ndak enak toh pak.. piye iki bu..?”, tanya pak Dar ke istrinya.

“Yowes toh pak.. kita panggil ‘mas’ saja.. gimana mas Reno?”, tanya istrinya yang ane jawab dengan anggukan senang.

Selama makan malam itu pasangan suami istri ini bercerita kalau mereka mempunyai dua anak yang sekarang sedang berkuliah di luar kota, yang sulung perempuan sudah semester akhir dan sedang skripsi, sedangkan yang bungsu kali ini laki laki baru saja masuk di kampus yang sama dengan si kakak, sehingga memudahkan pak Dar mengontrol kedua anaknya ini.

Setelah selesai makan malam pak Dar mengajak ane untuk keluar lagi sesuai janjinya sebelumnya kalau kami akan menuju daerah timur kota ini untuk melihat melihat tempat tempat disana.

“Aku ditinggal sendiri lagi toh pak..? pengen ikut sekali kali..”, tanya bu Heni ke suaminya dengan suara yang sedikit merengek karena ditinggal.

“Ibu ini opo toh.. masa ngambek kayak anak kecil gitu.. malu ini ada mas Reno..”, jawab pak Dar yang merasa tidak ane karena ada ane disitu.

“Yo.. sekali kali toh pak.. mumpung ini bukan urusan kerjaan toh.. cuman ngajak mas Reno ngenalin kota ini ke dia..”, protesnya membalas suaminya.

“Haha.. iya udah pak Dar.. ajak aja bu Heni.. sekalian bapak sama ibu pacaran lagi.. mumpung malam minggu.. saya duduk di belakang aja.. gak ganggu ganggu..”, celetuk ane yang malah membuat pak Dar malu sepertinya.

“Aduh.. ibu.. bikin bapak malu aja iki.. yowes kalo mau ikut.. jangan lama tapi dandannya..”, ujar pak Dar yang dengan terpaksa mengijinkan istrinya untuk ikut berkeliling.

Wajah bu Heni langsung terlihat sumringah mendapat ijin dari suaminya untuk ikut dengannya, dan dengan segera bergegas menuju ke kamar mandi sebentar dan masuk menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

“Aduh.. maaf sekali nih mas Reno.. ibu memang kadang suka kayak anak kecil kalo udah ketemu pengennya..”, kata pak Dar yang ane jawab dengan gelengan tidak apa apa.

Akhirnya pak Dar pun bercerita tentang perbedaan usia antara dia dan istrinya yang ternyata berjarak sekitar 13 tahun, sehingga dulu ketika menikah pak Dar berusia 33 tahun dan bu Heni berusia masih sangat belia yaitu 20 tahun. Dan menurut dia mungkin ini yang menjadi penyebab sifat manjanya bu Heni, bahkan kata pak Dar lagi kalau dibandingkan dengan anak sulungnya, anak sulungnya ini masih jauh lebih dewasa dibanding bu Heni.

“Wah jadi sekarang bapak ini 55 tahun trus ibu 42 tahun ya..?”, tanya ane meyakinkan dan mendapat jawaban iya dari pak Dar.

“Kalo ndak dijodohin sama bapaknya.. ndak nikah nikah dia mas Reno..”, celetuk bu Heni yang ternyata sudah selesai berganti pakaian.

Pak Dar mengangguk mengamini celetukan istrinya, dan tebakan ane pun benar kalau bu Heni ini masih bisa dibilang muda usianya, masih baru di awal 40an yang juga menjawab keheranan ane ketika melihat wajah dan tubuhnya bu Heni yang masih sangat bagus itu.

Dan singkat cerita kami bertiga lalu berjalan menggunakan mobil kantor untuk menuju ke daerah timur kota ini yang ternyata sangat macet malam itu.

Tetapi ada pemandangan lucu ketika kami berada di tengah kemacetan, ane yang duduk dibelakang tersenyum geli melihat kelakuan pasangan suami istri paruh baya ini. Bagaimana tidak sepanjang perjalanan bu Heni terus terusan menggelendoti pak Dar yang membuat pak Dar menjadi risih dikarenakan keberadaan ane di bangku belakang.

Sekitar jam 10 malam, setelah puas melihat lihat bagian timur kota ‘S’ dan juga sempat mampir sebentar untuk meminum kopi sembari mengobrol, kami pun akhirnya pulang ke rumah pak Dar.

Ane lalu dipersilahkan untuk menggunakan kamar anak laki lakinya yang sedang kosong itu, pak Dar lalu memberikan ane sarung sebagai bawahan untuk tidur sebagai pengganti celana panjang yang seharian ini ane pakai.

Kamar pun ane tutup, lampu ane matikan dan membuka celana panjang yang didalamnya terdapat boxer yang ane tutupi lagi dengan sarung dan kemudian segera merebahkan diri di kasur yang empuk itu. Di saat keadaan sudah gelap dan sepi tiba tiba ane teringat kembali tentang tante Puri.

Hape lalu ane ambil dan kembali mencoba menelponnya tetapi lagi lagi langsung masuk_mail box_tanpa ada nada sambung terlebih dahulu.

Perasaan khawatir akan tante Puri datang kembali, ane betul betul gelisah malam itu, akhirnya setelah beberapa menit berpikir, ane memutuskan untuk memberi tahu tante Puri lewat chat tentang kepindahan ane minggu depan.

Setelah mengutarakan segala perasaan di chat yang sudah jelas tidak akan dibaca dan dibalas itu, ane tiba tiba merasa lelah dan mata ane kemudian tertutup untuk tidur.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu