2 November 2020
Penulis —  soundingsea

Banjir pun Melanda

Adzan subuh berkumandang di hari yang masih gelap dan dingin ini, kepala ane masih tertempel di bantal yang sangat empuk dan lembut, dengan mata yang sama sekali tidak terpejam.

Kejadian tadi malam, yang terjadi beberapa jam yang lalu membuat ane memikirkan hal tersebut berulang ulang, ada rasa bersalah, ada rasa takut, ada pula khawatir. Perasaan yang tercampur aduk tersebut membuat ane tetap terjaga dari tidur.

Siapa yang tidak merasakan perasaan seperti itu, kalau tiba tiba mendengar kabar dari wanita yang pernah mampir di kehidupan ane sampai beberapa bulan yang lalu itu, mengabari kalau dirinya tengah berbadan dua. Hal ini akan menjadi sederhana kalau saja wanita tersebut mempunyai hubungan khusus dengan ane, semisal teman dekat atau pacar sendiri.

Tetapi ane justru mendapatkan kabar malah dari istri orang yang baru saja melangsungkan pernikahannya sekitar 3 bulan yang lalu, dan diperparah kenyataan bahwa si wanita ini adalah ibu dari sahabat ane sendiri.

Ya.. tante Rachma tengah mengandung, berita ini seharusnya menjadi berita yang membahagiakan untuk semua orang tanpa terkecuali. Tetapi berita tadi malam malah menjadi petaka sekaligus senjata makan tuan buat ane.

Bagaimana tidak dari beberapa kali ane dan tante Rachma melakukan hubungan badan, akhirnya ada satu benih unggul yang mampu menelusup menembus rahimnya beliau untuk dibuahi yang dalam beberapa bulan lagi akan menjadi makhluk kecil yang lucu dan juga menggemaskan.

Ane bukan manusia tanpa hati yang dengan seenaknya bisa melenggang bebas hanya karena wanita yang ane buahi telah memiliki suami sehingga tanggung jawabnya pun jatuh ke suaminya. Tidak, ane bukan manusia semacam itu.

Ada beban batin yang berkecamuk di dalam diri ane, dalam hati kecil ane, ane pengen banget bertanggung jawab sama semuanya. Tapi di satu sisi situasi di kehidupan ane dan tante Rachma tidak mengijinkan hal tersebut untuk terjadi.

Tante Puri yang kembali terlelap dalam tidurnya mencoba meringankan pikiran ane dengan mengatakan kalau kita akan melalui kejadian ini bersama. Tetapi, jujur ane bingung dengan caranya supaya ane bisa melalui ini semua.

“Pagiii..”, ucap tante Puri yang terbangun sembari mencium pipi ane dan menyadarkan ane dari pikiran pikiran tak menentu.

“Kamu belum tidur..?”, tanyanya kemudian.

Ane hanya menggelengkan kepala dalam diam, salam selamat paginya pun tidak ane jawab, meskipun begitu tante Puri tetap sabar melihat kondisi ane dan hanya menarik nafas yang lalu dilanjutkan dengan kembali mencium pipi ane sebelum akhirnya dia bangkit menuju kamar mandi.

Beruntung ane bersama tante Puri malam ini, wanita yang juga temannya tante Rachma ini sangat membantu ane dalam meredakan emosi ane ketika baru mendengar kabar dari tante Rachma.

Ane lalu membangunkan diri dan terduduk di tempat tidur, mendengar suara air yang mengguyur dari dalam kamar mandi, membuat ane berpikir akan sangat tidak adil buat tante Puri kalo ane terus terusan berada di dalam kondisi seperti ini.

Kurang baik apa tante Puri, walaupun ane menjadi satu satunya laki laki yang ‘ditugaskan’ untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dengan memohon mohon dan membujuk suaminya untuk mengganti 5 orang sahabat suaminya, tapi ane masih diberi kebebasan untuk berhubungan dengan wanita lainnya. Dan tidak ada syarat yang harus ane lalui untuk bertemu dengan tante Puri.

Dan bahkan ketika ane menceritakan tentang alasan sebenarnya ane mengundurkan diri dari kerjaan ane pun, tante Puri hanya terdiam. Walaupun nampak raut kekecewaan dari wajahnya, tetapi tidak lama kemudian dia pun menarik nafas dan kembali tersenyum.

Kekecawaan karena takut kalau ane malah berpindah ke bu Vivi sehabis kejadian itu, karena sebenarnya yang dia persiapkan adalah kalau kalau ane ingin pacaran serius dengan orang lain dan menyudahi hubungan kami berdua. Dia sama sekali tidak menduga kalau ane malah meniduri temannya, tapi ane memastikan kalau cerita dengan bu Vivi telah berakhir bersamaan dengan resignnya ane dari perusahaannya.

Padahal seharusnya, kalo memang betul ane diperlakukan seperti simpenannya, ane sudah tentu dilarang keras untuk menggauli atau berhubungan serius dengan orang lain dan hanya mementingkan tante Puri seorang.

Belum lagi ditambah kenyataan semalaman tadi ane menangis dipelukannya tante Puri, dan dia dengan sabarnya terus menerus menenangkan ane yang kebingungan.

Tidak heran kalau suaminya begitu sayang ke tante Puri, karena istrinya tersebut memang mempunyai hati yang terbuat dari emas bahkan mungkin berlian karena saking baik, sabar serta perhatian.

Mengingat hal tentang tante Puri membuat ane menguatkan diri lagi, dan ketika pintu kamar mandi terbuka dan menampakkan sosok tante Puri yang hanya dibalut handuk, ane pun langsung berdiri dan langsung memeluknya dan tidak lama kemudian mencium bibirnya.

“Maaf ya Puri.. aku cuma bisa diem..”, kata ane meminta maaf setelah melepaskan ciuman di bibirnya tante Puri.

Dan seperti biasa, tante Puri pun melepaskan senyuman yang bisa membuat semua hati laki laki di negara ini meleleh karenanya dan kemudian berkata.

“Iyaa Reno.. aku paham dan ngerti banget kondisi kamu sekarang kok.. wajar kalo kamu diam terus dari semalam..”, jawabnya dengan suara yang sangat menenangkan.

Ane tersenyum mendengar jawabannya, dan ane kembali mencium bibirnya tante Puri dengan lembut. Ane pengen sejenak melupakan pikiran tentang tante Rachma yang terus melanda ane dari semalam dan ingin memberikan ‘sedikit’ perhatian lebih ke tante Puri yang sudah bersabar dan mengerti tentang kondisi ane.

Tante Puri memeluk ane dari bawah sembari membalas ciuman lembut yang ane berikan. Dia tahu kalo ane ingin mengalihkan perhatian dari tante Rachma dengan mengajaknya berhubungan badan di pagi ini.

Dia pun lalu menurunkan handuknya yang dililitkan untuk menutupi tubuhnya, dan segera menggerakkan tangannya menuju ke daerah diantara selangkangan ane.

Ane lalu mendorong tante Puri sehingga bersandar pada tembok apartemennya, kemudian ane mulai melepaskan ciuman ane dan mulai menjalar menuju kuping dan lehernya.

“Hmmm.. aaaaahh.. ssshhh.. teruuusss Ren.. hmmm”, desahnya pelan.

Boxer ane pun dilorotkannya ke bawah, di genggamnya batang kemaluan ane yang mulai mengeras dan di kocoknya lembut. Tidak ada pergerakan yang liar dan ganas, ane pengen pagi ini menyetubuhi tante Puri selembut mungkin, untuk menghargai semua yang sudah dilakukannya untuk ane. Dan tante Puri tahu akan hal itu makanya dia juga memperlakukan ane dengan lembut.

Satu tangan ane mulai menuju ke daerah kemaluannya tante Puri, yang sekarang mulai ditumbuhi bulu bulu yang lebat, ane memang berpesan kepada tante Puri untuk jangan terlalu sering mencukur di daerah tersebut karena ane memang lebih bernafsu kalau ada ‘hiasannya’ disana.

Tante Puri lalu mengangkat sebelah kakinya dan melingkarkannya pada pinggul ane supaya tangan ane dapat dengan mudahnya mencari daerah tersensitifnya. Sementara tangannya masih mengocok batang ane dengan lembut.

Tangan ane pun akhirnya dapat menemukan klitorisnya yang memang karena selain ukurannya yang lumayan, gerakan kaki terangkat setengahnya tante Puri juga sangat membantu ane dalam menemukan titik terenak tersebut.

“Ssshhh.. yeaaahh..baby.. oouuuhhh..just like that.. aaaaahhh..”, begitu desahnya tante Puri ketika tangan ane mulai bermain di klitorisnya.

Gerakan tangan ane bergerak dengan sangat teratur, tidak ada percepatan di dalamnya hanya gerakan menggosok secara perlahan yang memberikan stimulasi stimulasi kenikmatan bagi tante Puri.

Lalu ane pun mulai memasukkan dua jari ane kedalam lubang kemaluannya, sementara jempol ane masih berada diluar untuk menggosok gosok klitorisnya.

Terasa sudah basah di dalam sana begitu jari ane memasuki memeknya tante Puri, dan kemudian ane pun mulai mengocoknya dengan lembut sehingga membuat tante Puri menarik nafasnya karena merasakan keenakan.

“aaahh..baby.. ooouuuhhh.. terus baby.. aku.. udah.. mau.. keluar niiihh.. hemmm.. aaaahh..”, desahnya karena merasakan kocokan lembut yang ane berikan.

Ane menambah kecepatan jari ane sedikit hanya sekedar untuk memberikan tante Puri orgasmenya yang pertama di pagi hari ini. Tangannya pun sudah tidak mengocok batang ane, melainkan sekarang mengalungkan kedua tangannya ke leher ane karena tante Puri sudah mulai merasakan akan segera orgasme.

Mulut ane pun masih mencupang dan menjilati lehernya tante Puri yang jenjang dan putih itu, diperlakukan demikian rupanya membuat orgasmenya akhirnya datang juga.

Seeeeeerrr..

“Ouuuuhhh..i’m cummiiiiingg..so.. goooood.. ssshhh.. hemmm.. aaaaaahhh..”, desahnya bersamaan keluarnya cairan dari dalam rahimnya, yang kali ini tidak muncrat jauh hanya terjatuh di lantai kamar apartement.

Badannya tante Puri pun bergetar setelah orgasme sembari memeluk ane dengan erat, tidak henti hetinya dia menyupangi dan menjilati leher serta kuping ane karena merasakan kenikmatan yang luar biasa yang dikeluarkan tubuhnya.

“Hemmm.. ssshh.. enak banget Ren.. ooouuuuhh.. aduuuuhh.. sssshhh..”, ujarnya berbisik di kuping ane ketika orgasmenya hampir selesai yang dilanjutkan dengan mencium bibir ane.

“Puri siap?”, tanya ane yang akan segera melakukan penetrasi dengan posisi berdiri.

Tante Puri pun yang telah_recover_dari rasa lelahnya mengangguk mendengar pertanyaan ane dan ane pun mulai mengarahkan batang ane ke dalam liang senggamanya tante Puri.

“Sssshhh.. aooouuuuu.. sssshhh.. pelaaann.. ooouuuhhh..”, ujarnya ketika batang ane mulai memasuki memeknya tante Puri secara perlahan dan setelah itu…

Bleeeeeesssss…

Masuklah batang kontol ane dengan sempurna ke dalam memeknya tante Puri yang membuat badannya sedikit bergetar akibat merasakan penetrasi yang ane lakukan secara perlahan.

Bibir kami pun berciuman dengan perlahan pula, cara berhubungan seperti ini baru sekali kami berdua lakukan, biasanya hanya nafsu yang menyelimuti kami berdua, tidak ada pelan pelan sama sekali semuanya langsung tancap gas dari awal.

Ane mulai menggerakkan pinggul ane, ternyata ane baru sadar bermain secara pelan ternyata lebih nikmat dibandingkan ketika ane berusaha menghujam dan menusuk dengan kencang dari awal, terlebih ketika mempunyai alasan khusus untuk melakukan hubungan intim, perasaan yang dihasilkan lumayan berbeda.

“Aaaaahh.. kok.. gini.. ajaaahh.. oouuhh.. enak ya Ren..? sshhh.. aaawwhhh..”, tanya tante Puri sambil mendesah keenakan.

Ane hanya tersenyum dan menggeleng tidak tahu mendengar pertanyaannya, tapi apapun jawabannya kami berdua benar benar sangat menikmati dan menghayati pertukaran syahwat kami.

Tusukan tusukan pelan yang ane lakukan ke tante Puri membuat matanya tertutup, kepalanya menggeleng geleng dan mulutnya hanya mengeluarkan desahan.

Melihat ane yang kerja terus dari tadi, tante Puri akhirnya berinisiatif untuk menggoyangkan pinggulnya sembari bersandar di tembok dengan satu kakinya yang terangkat dan kedua tangannya yang sekarang bertumpu pada tembok sebagai pegangan.

Dia mulai menggoyangkan pinggulnya dengan pelan, tidak ada gerakan liar yang biasa ia lakukan ketika mendapat giliran untuk ‘berkerja’, hanya gerakan maju mundur dan kemudian tiba tiba berhenti dan setelahnya memutarkan pinggulnya kembali yang membuat kontol ane seperti mau patah menjadi dua karena diperlakukan seperti itu.

Ane sempat memejamkan mata sebentar karena keenakan dan ini membuat tante Puri tersenyum senang. Gerakannya juga tidak berubah menjadi kencang masih tetap pelan dan teratur, karena tante Puri juga ingin menikmati tiap gerakannya.

Tetapi tidak lama setelahnya desahan tante Puri mulai memburu, nafasnya mulai tersengal sengal dan rambutnya yang bergelombang sebahu itu sudah mulai tampak acak acakan.

“Renooo.. ssshhh..baby.. aaaaahh.. aku.. gak.. kuaaaat.. ooouuhh..i’m gonna cum beb.. ssshhh..”, desahnya yang memberitahukan kalo dia akan orgasme lagi.

Tante Puri akhirnya mempercepat goyangan sedikit untuk mendapatkan orgasmenya, dan kemudian dia mengangkat kakinya yang tadi melingkar ke pinggul ane sehingga kemaluannya pun terlepas dari kontol ane.

Seeeeeerrr..

Cairan kewanitaan itu akhirnya keluar untuk yang kedua kalinya, ya tante Puri mengalami orgasme lagi yang dibarengi badannya yang bergetar dan mengejang.

“Oouuuuhh.._fuuuuuck_Renoooo.. oouuuuhh.. sssshhh.. aduuuuhh.. aaoouuuuu..”, desahnya ketika badannya bergetar dan menegang sehingga badannya ambruk seketika.

Ane pun langsung menahan dan memegangi tubuh tante Puri yang ambruk itu, ane ikuti kemana jatuhnya sambil memegangi tubuhnya sehingga tante Puri bisa ambruk dengan aman.

Dengan rambut yang sudah acak acakan, dan nafas yang tersengal tante Puri tidak bisa berkata kata lagi hanya mengaduh ngaduh merasakan keenakan dari orgasmenya.

“Aduuhh.. enaaak Renooo.. ssshh.. aduuuhh.. enaaaakk.. sshh.. huufh..”, ujarnya dengan suara yang mirip dengan orang mengigil.

Ane menghampiri wajahnya tante Puri, ane sibakkan rambutnya sedikit sehingga menampakkan wajahnya yang sangat cantik sedang kelelahan karena orgasme.

Kemudian dengan lembut ane mencium kening lalu bibirnya yang membuat tante Puri tersenyum.

“Makasih ya Reno..”, ujarnya setelah ane mencium bibirnya yang ane jawab dengan gelengan kepala.

“Nggak.. aku yang harusnya ngomong begitu.. malah aku harusnya minta maaf sama Puri..”, jawab ane yang membuat mata tante Puri memerah.

Tante Puri lalu memeluk ane, keringat kami bersatu karena pelukan tersebut, tapi ane tidak peduli lagi dengan masalah kecil seperti itu, saat ini ane cuma pengen memberikan yang ‘terbaik’ buat tante Puri karena kebaikannya.

“Kamu belum mau keluar kan..? lanjut lagi yah.. kamu tenang aja.. aku yang ‘kerja’ sekarang..”, ujar tante Puri sembari berbisik di kuping ane.

Tante Puri lalu mendorong tubuh ane sehingga ane sekarang terlentang di lantai, walaupun ada tempat tidur tapi kami berdua tidak ingin kehilangan momentum hanya karena pindah ke tempat tidur.

Dia lalu berjongkok tepat diatas batang ane dan memasukkannya secara perlahan sampai batang ane habis ditelannya.

“Sssshhh.. huuufh.. ssshh.. ouuuhhh.. aaawhh..”, desahnya begitu batang ane masuk kedalam lobang senggamanya.

Ia lalu menaik turunkan pinggulnya untuk beberapa kali, dan kemudian merubahnya menjadi gerakan maju mundur dan kembali untuk naik turun di batang ane.

“Ssshh.. beb.. kamuuu.. santaaiii.. aja yaahh.. nikmatin ajaaahh.. hemmm.. ssshh.. ouuuhh..”, ujarnya sembari mendesis.

Ane pun menuruti perintahnya dengan memejamkan mata ane untuk menikmati apa yang tante Puri lakukan diatas ane.

Batang kemaluan ane bagaikan dijepit, dipijat, dan kemudian disedot kedalam lubang senggamanya tante Puri yang memang sangat enak karena fitness dan yoga yang ia lakukan secara berkala.

“Uuuuuhhh.. aaaouuuuuh..shiiit__baby.. baby.. ini.. enak bangeeeett.. ssshhh.. aaahhh..”, racau tante Puri yang ternyata menaikkan kecepatannya karena ingin cepat cepat membuat ane keluar.

Mata ane mulai terbuka kembali untuk melihat apa yang sebenernya terjadi, dan ternyata tante Puri sudah kehilangan kontrol, tubuhnya mengadah kebelakang dengan tangannya yang bertopang pada paha ane, dia sudah larut dalam kenikmatan surga dunia ini, pinggulnya pun seperti bergerak secara otomatis mengaduk aduk batang kontol ane.

Ketika adukannya semakin cepat dan tidak terkontrol, tiba tiba ane merasakan akan ada sesuatu yang menyembur dari batang kemaluan ane. Pikiran tentang tante Rachma pun kembali datang, ane gak mau merusak kebahagiaan tante Puri dan suaminya karena cairan putih kental ini.

“Pu.. Puriii.. aku.. mau keluar sayang..”, ucap ane yang ingin memberi tahu tante Puri kalo ane gak mau membuang sperma ane ke dalam rahimnya.

“Hemmm.. yaa.. udaaahh..?”, tanyanya karena mendengar ucapan ane.

Ane mengangguk ke arah tante Puri, dengan menunjukkan muka khawatir pula seakan akan ingin bilang kalo ane gak mau lagi buang di dalam.

“Bentar.. lagi.. jangan.. di dalem ya sayang..?”, pinta ane ke tante Puri dan dia pun paham kenapa ane mengusulkan hal tersebut.

Tante Puri lalu bangkit dan mencabut memeknya dari batang kontol ane, sejurus kemudian dia langsung turun kebawah untuk menghisap dan mengocok batang ane dengan kencang.

Croooottt.. crooooottt… crooottt..

Semburan lahar putih ane pun masuk ke dalam mulutnya tante Puri yang langsung diminumnya dan dengan cepat menghabiskan sisa sisanya yang masih tertempel di batang kemaluan ane.

Setelah dirasanya batang kontol ane bersih dari segala cairannya, tante Puri lalu melihat ane dan tersenyum, kemudian diciuminya batang kontol ane yang mulai melemas lalu ciumannya naik sampai ke perut ane sebelum akhirnya ia bangkit dan menuju kamar mandi lagi.

Ane lalu segera bangkit untuk menyusulnya ke kamar mandi.

Tante Puri berdiri di depan cermin wastafel yang berada di kamar mandi untuk membersihkan mulutnya dari cairan protein yang tadi ia telan. Ane lalu memeluknya lagi dari belakang sembari mencium pipinya.

“Kamu tumben.. pagi pagi buta begini udah romantis..?”, tanyanya dan ane hanya tersenyum mendengarnya.

Ane gak tahu kalo yang ane lakukan itu romantis, ane cuma pengen memberikan rasa terima kasih ke tante Puri.

“Aku cuma mau nunjukin rasa terima kasih ke Puri.. itu aja..”, jawab ane singkat.

Tante Puri lalu membalikkan badannya dan memegang muka ane dengan kedua telapak tangannya lalu kemudian berkata, “Sama sama.. aku udah bilang kan kita bakal laluin ini semua bareng bareng.. jadi… kamu gak usah kuatir sama aku..”, jawabnya sembari mencium bibir ane.

“Tapi aku harus gimana ya sekarang..?”, tanya ane yang teringat tentang masalah sebenarnya yang sempat hilang karena pertukaran syahwat ane dengan tante Puri.

“Hmmm.. aku tau gak mungkin buat kamu sama Rachma untuk berpura pura tentang masalah ini…”, ujarnya yang ane jawab dengan anggukan.

“… Jadi kalo menurut aku, nanti kita atur waktu untuk ketemu sama Rachma untuk membicarakan ini semua..”, lanjutnya yang ane jawab dengan tatapan dalam dalam karena belum sepenuhnya mengerti sama apa yang dia maksud.

Tante Puri yang mengerti maksud tatapan ane menjelaskan maksud dari omongannya.

“Maksudnya.. biar kamu berdua membicarakan masalah ini secara langsung dan aku yang akan jadi penengahnya buat nyari jalan yang terbaik.. gitu..”, jelas tante Puri.

Memang memikirkan masalah ini sendiri tentu tidak akan menemukan jalan keluarnya tapi siapa tahu ketika sudah bertemu dengan tante Rachma dan di mediasi oleh tante Puri, akhirnya jalan keluar itu pun akan nampak.

Ane lalu mengangguk dan menyetujui usulan yang tante Puri berikan, kemudian kami berdua langsung menuju shower untuk segera mandi pertama buat ane dan mandi yang kedua kali buat tante Puri setelah badannya berkeringat kembali akibat pergumulan yang terjadi.

Setelah itu kami pun bersiap siap untuk melakukan aktifitas masing masing, tante Puri yang akan ke butik dan ane yang masih pengangguran bersiap siap untuk pulang kerumah setelah dua hari ini menghabiskan waktu bersama tante Puri.

Ketika kami berdua sudah siap untuk melangkahkan kaki dari kamar apartemen, tante Puri pun berbicara sekali lagi ke ane.

“Nanti kamu telpon si Rachma, tanya kapan dia mau kontrol ke rumah sakit.. bilang juga kalo kamu mau ketemu sama dia.. kalo dia nolak bujuk terus yaa..”, pesan tante Puri ke ane yang ane jawab dengan anggukan.

Kami pun akhirnya keluar dari kamar apartemen untuk menuju tempat masing masing

Malam pun tiba, ane yang seharian ini dirumah malas untuk pergi kemana kemana, menyantap makan malam yang nyokap masak dengan lesu, nyokap yang heran dengan keadaan ane mencoba bertanya tapi ane jawab kalo ane hanya kurang tidur dari kemaren karena menginap dirumah teman.

Ketika makan malam pun selesai ane langsung bergegas menuju kamar ane untuk tidur tiduran karena ane pengen cepat cepat menjalankan usulan tante Puri, tetapi ane ragu untuk menelepon tante Rachma karena takut mengganggunya dan takut pula kalo suaminya tidak senang mendengar istrinya menerima telepon dari laki laki lain.

Dalam hati ane menyesal juga tidak mengabari tante Rachma dari siang, tidak lama setelah ane tiba dirumah. Karena kalau siang kemungkinan besar suaminya masih memberikan materi ya paling tidak, suaminya tidak ada dirumah. Tapi ane masih ragu, ane takut untuk mendengar suara tante Rachma.

Ane berniat untuk menunggu lebih malam, tapi kalo tante Rachma sudah tertidur disaat ane menelepon dan yang mengangkat suaminya bakal jadi masalah lagi. Akhirnya ane membulatkan tekad untuk menelpon tante Rachma saat ini juga.

Ane memencet layar di hape yang bernamakan “Tante Rachma” untuk meneleponnya, nada sambung pun berbunyi, ane semakin deg degan menunggu telpon ane diangkat, persis seperti anak sd yang lagi pdkt.

Tidak kemudian nada sambung pun terhenti berganti menjadi suara perempuan yang ane kenal.

“Assalamlekum..”, sapa suara diseberang sana.

“Waalaikum salam tante.. Reno nih..”, jawab ane memberi salam.

“Iya Reno ada apa ya..?”, tanyanya.

“Hmmm.. Reno ganggu gak tante..?”, jawab ane dengan pertanyaan kembali.

“Nggak Reno.. aku lagi dikamar, suamiku lagi diruang belajarnya.. lagi nyiapin materi..”, jawabnya yang membuat ane sedikit lega.

“Oh gitu.. hmm.. tante.. Reno.. boleh ngomong gak..?”, tanya ane ragu ragu.

Tante Rachma terdengar seperti menarik nafas, sepertinya beliau sudah tahu apa yang mau ane omongin.

“Reno.. mau ngebahas soal telponku tadi malam ya..?”, tanyanya dengan suara yang lesu.

“Iya tante.. Reno.. bener bener minta maaf sama tante.. jujur tante.. setelah dapat kabar dari tante tadi malam.. Reno bingung tante.. gak tahu mau ngapain..”, jawab ane yang mulai membahas soal kehamilan tante Rachma.

Tante Rachma pun terdiam mendengar pengakuan ane, suara isakan pun mulai terdengar di kuping ane.

“I.. i.. iyaa.. Reno.. tapi.. ini bukan salah kamu doang kok.. aku.. jugaa.. kita berdua yang salah..”, balasnya dengan suara yang penuh dengan kesedihan.

Ane yang mendengar tante Rachma dengan suara terisak isak, ingin ikutan juga sebenernya, tapi ane tahan untuk tidak terbawa emosi yang berlebihan.

“Jujur.. tante.. juga bingung.. sebetulnya.. kasian suamiku..”, lanjutnya dan dengan suara tangisan yang mengeras ketika menyebut suaminya.

“Tapi.. tolong tante.. jangan mikir yang aneh aneh yaa.. kasian bayinya tante..”, balas ane panik karena takut kalo tante Rachma berpikiran untuk mengugurkan kandungannya karena tidak kuat menahan rasa bersalah terhadap suaminya.

Ane hanya mendengar suara tangisan tante Rachma di seberang telpon, setelah suara isakannya mulai mereda tante Rachma baru menjawab ucapan ane barusan dengan jawaban “iya”.

Ane lalu mulai melanjutkan untuk menjalankan usulan tante Puri, setelah ane rasa tante Rachma sudah mulai agak redaan.

“Hmm.. tante.. kalo tante mau.. kayaknya kita harus ketemu.. Reno.. mau ngomongin masalah ini langsung sama tante..”, ujar ane.

“Buat apa Reno..? tanggung jawab?!.. nggak mungkin Ren.. aku udah bilang sama kamu kalo aku gak mau minta apa apa dari kamu..”, jawabnya dengan nada yang sedikit emosi sambil menangis kembali.

“Tapi…”, ane terdiam sejenak sebelum membalas omongan tante Rachma untuk meyakinkan diri ane sendiri.

“.. Tapi.. itu anak Reno tante.. itu darah daging Reno.. Reno mau tau perkembangannya juga.. Reno gak mau lepas gitu aja mentang mentang tante sudah ada suami sekarang..”, balas ane yang akhirnya terbawa emosi.

Tante Rachma terdiam kembali mendengar jawaban ane, terasa ada yang dipikirkan di dalam kepalanya. Dan ane pun melanjutkan omongan ane kembali.

“Reno.. mau ketemu tante.. kita perlu bicara tante.. tante kapan kontrol kandungan..? biar kita ketemu disana aja yaa..?”, tanya ane setelah mengungkapkan tujuan ane menelpon tante Rachma.

Sambil meredakan kembali air matanya, tante Rachma pun menjawab pertanyaan ane.

“Tiga hari lagi kayaknya.. hari kamis.. tapi aku dianter Randi Ren.. gimana ketemunya..?”, jawabnya yang sepertinya mengiyakan ajakan ane.

“Nanti itu Reno yang pikirin.. Reno mau bilang terima kasih banget buat tante karena ngasih Reno kesempatan buat ketemu.. hari rabu nanti Reno kabarin lagi ya tante..?”, jawab ane dan mendapat persetujuan dari tante Rachma, setelah itu ane mengucapkan salam dan menutup telponnya.

Kemudian ane langsung menelepon tante Puri untuk mengabarkan kalau temannya itu menyetujui rencana kami berdua. Tidak lupa pula ane juga memberi tahu kalo Randi yang akan mengantar tante Rachma untuk kontrol kandungan.

“Jangan kuatir Reno.. nanti aku yang atur semua..”, jawabnya santai.

Singkat cerita hari yang ditunggu pun tiba, hari kamis pagi adalah jadwal tante Rachma untuk kontrol kandungan di sebuah rumah sakit yang berjarak lumayan jauh sebetulnya dari rumah tante Rachma, tapi karena dokter langganan tante Rachma yang sedari dulu sukses membantu persalinan Randi dan Sisil pindah kesana mau tidak mau, karena sudah percaya akhirnya tante Rachma memutuskan untuk mengikuti ke tempat kerja baru dokter tersebut.

Malam sebelumnya pun ane sudah mengabari tante Rachma lagi untuk memastikan tentang pertemuan kami hari ini, menurut pesannya tante Puri, ane disuruh memberi tahu tante Rachma kalo Randi nanti jangan diajak turun dan disuruh menunggu di mobil. Tante Rachma pun mengiyakan usulan ane.

Ane juga disuruh menginap di apartemen sama tante Puri, karena besoknya menggunakan mobilnya dia untuk menuju ke rumah sakit, tante Puri khawatir kalo pake mobil ane, nanti diciriin sama Randi dan akan membuat semua rencana berantakan.

Jadilah hari ini, ane dan tante Puri bergegas menuju rumah sakit tempat tante Rachma kontrol kandungan. Begitu sampe di parkiran mobil, ane melihat mobilnya Randi dengan Randi yang sedang menunggu di mobil, tidak ada tanda tanda tante Rachma yang berarti beliau sudah turun untuk menuju ruangan dokternya.

Tante Puri lalu mengintruksikan ane untuk menuju basement dan mermarkir mobilnya di sana untuk menghindari kecurigaan Randi.

Setelah mobil terparkir, kami berdua langsung menuju lantai tempat dimana terdapat dokter kandungan. Dan beruntung tante Rachma masih menunggu giliran untuk dipanggil kedalam.

Ane sudah menduga sebelumnya, tante Rachma pasti terkejut melihat kedatangan ane dengan teman SMA-nya tersebut. Dan itu tampak dari raut wajahnya tante Rachma begitu melihat ane berjalan bersama tante Puri.

“Tante..”, sapa ane sembari menyalimi tangannya, agak aneh sebetulnya, bagaimana tidak, bagaimana mungkin ane menyalimi seorang wanita yang sedang mengandung anak ane sendiri.

Tante Rachma yang melihat tante Puri pun paham tentang hubungan kami berdua, beliau hanya tersenyum ke arah temannya tersebut.

“Ohh.. jadi sama lo nih sekarang si Reno..”, ujar tante Rachma dengan nada meledek dan tante Puri terkekeh mendengar ledekannya.

“Sorry ya Ma.. gw gak cerita cerita ke lo.. gw juga gak mau cerita sebetulnya.. tapi sekarang kita jangan bahas ini dulu ya..”, jawab tante Puri yang membuat ane merasa tidak enak dengan kedua wanita berumur ini.

“Reno cerita ke lo Pur..?”, tanya tante Rachma dan yang dijawab dengan gelengan dari tante Puri.

“Enggak Ma.. pas lo nelpon Reno.. emang lagi ada gw disitu.. jadi gw tau gimana ceritanya..”, jawab tante Puri dengan jujur.

Kami bertiga lalu duduk di bangku tunggu rumah sakit tersebut, dengan tante Puri yang duduk bersebelahan dengan tante Rachma sedangkan ane berjongkok di tengah tengah mereka.

“Ma.. tapi lo yakin ini anaknya Reno..?”, tanya tante Puri dengan menembak pertanyaan langsung ke tante Rachma.

Ane juga penasaran sebetulnya, tapi ane gak enak kalo kemarin kemarin nanya di telpon.

“Kenapa..? cemburu..?”, balas tante Rachma dengan nada meledek sambil tertawa tapi beliau pun melanjutkan jawabannya.

“Becanda Puri.. iya ini emang anaknya dia..”, jawabnya sembari melihat ane yang terpaku sambil berjongkok.

“Tante yakin..?”, tanya ane yang ikut menimpali dan dijawab anggukan sama tante Rachma.

“Waktunya pas sama yang terakhir kali itu Ren.. dari usianya memang sebelum aku nikah..”, jawabnya yang membuat ane sekarang yakin seratus persen kalo anak ini adalah anak kandung ane.

Tiba tiba air mata tante Rachma terjatuh lagi, setiap kali membicarakan hal ini di depan ane, beliau pasti langsung menangis tapi ane sangat memaklumi ini, di situasi seperti ini sudah tentu yang bisa dilakukan hanya menitikkan air mata.

Tante Puri lalu memeluk sahabatnya itu dan tante Rachma langsung bersender di pelukannya tante Puri, ane hanya bisa memegangi tangannya tante Rachma yang entah ada pengaruhnya atau tidak ane hanya ingin sekedar membuat beliau sedikit tenang.

“Aku.. gak enak.. mau ngabarin kamu sebenernya.. aku gak mau ngebebanin kamu Ren.. tapi.. selalu ada perasaan bersalah setiap harinya…”, ujar tante Rachma sembari menangis di pelukan tante Puri.

Tante Puri menepuk nepuk pundak sahabatnya itu sembari memberikan kata semangat dan sabar ke tante Rachma yang dijawab dengan anggukan kepalanya tante Rachma.

Ane bener bener mati kutu setelah melihat dan mendengar langsung kata kata yang keluar dari mulutnya tante Rachma.

“Kado” perpisahan yang juga ‘kado’ pernikahan yang ane kasih ke tante Rachma benar benar ada bentuknya dalam beberapa minggu lagi, bukan sekedar kiasan untuk menggambarkan kegiatan seksual yang kami lakukan.

Dan sekarang tante Rachma yang menanggung rasa bersalah tersebut setiap hari bahkan setiap saat ketika dia melihat dan memegangi perutnya yang belum nampak membesar itu.

“Aku bohong sama suamiku.. aku mundurin usia kandungannya”, lanjutnya yang mengingatkan ane soal ‘kado’ ane yang terjadi satu minggu sebelum hari pernikahan tante Rachma.

“Loh.. yang anter lo siapa waktu pertama kali cek..? Randi?”, tanya tante Puri.

“Nggak.. begitu gw ngerasa kayaknya gw hamil.. gw langsung ngabarin dokter langganan gw trus gw kesini sendiri naik ojek online (mobil)..”, jawab tante Rachma.

Disaat kami semua terdiam karena penjelasan tante Rachma, tiba tiba suster memanggil nama tante Rachma karena gilirannya pun tiba.

“Ya sudah.. nanti kita bahas ini lagi.. lo masuk dulu ya Ma.. liat gimana debaynya..”, ujar tante Puri ke tante Rachma dengan senyum sehingga membuat tante Rachma juga tersenyum.

Kemudian tante Puri melihat ke arah ane, “Kamu temenin Rachma Ren.. kamu mau liat juga kan gimana..”, ujarnya sambil kembali tersenyum.

Ane pun langsung mengantarkan tante Rachma ke dalam ruangan dokternya, yang sesampainya di dalam ane memperkenalkan diri sebagai saudaranya tante Rachma, ane rasa si dokter gak perlu tahu cerita sebenarnya.

Pemeriksaan pun dilakukan, ane bisa melihat di monitor bagaimana keadaan anak ane disana, ada perasaan haru, senang juga bangga yang tiba tiba datang mendatangi ane begitu dokter bilang kalo anak ane dalam keadaan sehat.

Sayang ane belum bisa tahu apa jenis kelamin si jabang bayi tersebut karena usianya yang masih sangat muda, padahal ane pengen banget tau jenis kelaminnya, hanya sekedar penasaran sebagai seorang bapak.

Setelah berkonsultasi sebentar menanyakan ini itu soal kehamilannya tante Rachma, kami pun bergegas keluar dari ruangan dokter.

“Gimana si debay..?”, tanya tante Puri penasaran begitu kami keluar dari ruangan dokter.

“Alhamduillah.. sehat Pur.. dokter cuma pesen kalo gw gak boleh terlalu capek dan stress karena masih muda usianya..”, jawab tante Rachma dengan senang.

“Tuh.. lo gak boleh stress dan banyak pikiran Ma.. buat debaynya juga kan..”, jawab tante Puri yang dijawab anggukan oleh tante Rachma.

Ane juga cengengesan karena senang begitu keluar dari ruangan dokter yang ditangkap oleh tante Puri.

“Ini kenapa bapaknya senyam senyum..? kesenengan banget kamu..”, ujar tante Puri yang meledek ane dan ane hanya cengar cengir diledek begitu.

“Udah ah Pur.. jangan begitu ngomongnya.. gw jadi gak enak lagi nih..”, sambar tante Rachma dengan nada yang lumayan serius.

“Sorry Ma…”, jawab tante Puri meminta maaf.

“Tapi kan itu bener anaknya Reno..”, celetuk ane tiba tiba karena lumayan gak terima yang membuat mereka berdua terdiam.

Ane sedikit gak terima karena seakan akan tante Rachma gak pengen nganggep anak ini adalah anak ane.

“Gak gitu Reno…”, balas tante Rachma yang belum selesai bicara udah dipotong sama tante Puri.

“Udah.. udah.. kita jangan bahas di tempat umum kayak gini.. gak enak.. kita ke apartement aja.. lebih private buat bahas beginian..”, sanggahnya.

“Loh.. ke apartement..? Randi ikut gitu..?”, tanya tante Rachma bingung dan ane pun ikutan bingung dengan rencana tante Puri, ane pikir kita bertiga membahas persoalan ini di rumah sakit.

“Ya.. enggak lah.. Reno kamu ke mobil aja duluan.. aku sama Rachma mau ketemu Randi..”, jawab tante Puri.

“Maksudnya apa ya..?”, tanya ane yang masih bingung.

“Jadi nanti..”, ujarnya sembari melihat tante Rachma, “.. Kita berdua nyamper si Randi, bilang kalo kita berdua gak sengaja ketemu disini.. trus bilang, kalo lo mau main dulu sama gw Ma.. lo suruh deh tuh anak lo pulang duluan..”, tante Puri menjelaskan rencananya.

“Oh gitu.. dia emang nyuruh gw buat buru buru juga sih sebenernya.. mau langsung ke ‘kantor’ katanya..”, jawab tante Rachma.

“Nah.. kebetulan.. ya udah yuk kita ke bawah dulu nyamperin Randi, biar si Reno nunggu kita di mobil..”, balas tante Puri.

Sesuai intruksi tante Puri, ane langsung menuju ke basement tempat mobil di parkir, sedangkan mereka berdua menghampiri Randi yang sedari tadi menunggu di mobil.

Sesampainya di mobil, ane duduk termenung memikirkan hal barusan, masih gak percaya kalo ane bakalan punya anak, walaupun anak itu bukan dikandung sama istri sah ane, tapi ane turut senang mengetahui keadaannya yang sehat di dalam perut mama-nya.

Disaat itu pula ane memutuskan untuk terus memantau perkembangan anak ini selanjutnya, dengan atau tanpa persetujuan tante Rachma. Ane ngerasa punya hak disini, paling tidak hanya sekedar untuk tahu perkembangannya nanti.

Hape ane pun berbunyi meneriman panggilan telepon dari tante Puri yang menyuruh ane untuk segera ke lobby untuk menjemput mereka berdua dan mengabarkan kalo Randi telah keluar dari parkiran rumah sakit untuk pulang.

Ane langsung menjalankan mobil ane menuju lobby, ane menyuruh tante Puri untuk duduk saja dibelakang menemani tante Rachma supaya beliau ada temen ngobrol, sementara ane menjadi supir hari ini.

Sepanjang perjalanan hanya ada obrolan ringan antara tante Rachma dan tante Puri, mereka sama sekali tidak menyinggung soal kehamilan maupun tentang diri ane. Mereka hanya ngobrol seperti ibu ibu biasa saja.

Kami bertiga pun mampir sebentar di tempat makan untuk membeli makan siang yang memang waktu menunjukkan hampir pukul 12 siang, tidak makan ditempat tetapi dibungkus untuk makan di apartement.

Sesampainya di apartement kami lalu memakan makanan yang baru saja dibeli, dan setelah itu kami bertiga duduk diruang tamu apartemennya tante Puri untuk membahas kembali masalah kehamilannya tante Rachma.

“Ma… sebenernya alasan kita bedua ngajak lo buat ngebahas masalah si debay ini.. karena gw kasihan sama Reno sama lo Ma..”, ujar tante Puri yang membuka obrolan kami.

“Iya tante.. waktu tante ngabarin Reno kalo tante hamil.. Reno shock dengernya..”, sambung ane menimpali omongan tante Puri.

Tante Rachma kembali terdiam mendengar omongan ane dan tante Puri barusan, seperti biasa setiap kali membahas kehamilannya ini di depan ane, mata beliau pasti memerah.

“Habis nutup telpon lo.. dia langsung diem abis itu nangis semaleman..”, lanjut tante Puri yang membuat ane rada malu juga karena tante Puri ‘membocorkan’ kalo ane nangis semaleman.

Tante Rachma pun akhirnya buka suara untuk menjawab omongan ane berdua, mukanya memerah matanya kembali berair.

“Ya.. terus gimana..? kamu gak mungkin tanggung jawabin aku kan..? keadaannya udah begini sekarang..”, jawab tante Rachma sambil menangis.

Ane menunduk mendengar jawabannya, tante Puri pun memandang wajah temannya itu dengan raut wajah iba.

“Iya.. gw tau kalo itu udah gak mungkin.. tapi paling nggak gw disini pengen nyari jalan tengah buat masalah ini.. biar lo bedua sama sama enak, sama sama ikhlas..”, jawab tante Puri.

Ane akhirnya buka suara setelah tertunduk mendengar ucapan ucapannya tante Rachma sebelumnya.

“Kalo.. Reno pribadi.. tadi waktu nungguin tante Rachma dan tante Puri di mobil.. Reno udah netapin buat tetap mantau perkembangan anak ini.. mungkin nanti kedepannya Reno bakal bikinin tabungan buat anak ini dan nyisihin sebagian kecil gaji Reno buat keperluan dia kalo dia udah besar..”, kata ane.

“Gw juga Ma.. nanti gw bantuin Reno deh buat ngurus kebutuhannya.. nanti mungkin yang kayak Reno bilang.. bikinin tabungan, dan tabungannya lo yang pegang..”, sambung tante Puri yang membuat ane gak enak sama dia.

Mendengar omongan ane dan tante Puri membuat tante Rachma tersenyum sedikit di sela tangisannya. Kemudian beliau pun merespon usulan kami.

“Makasih banget ya Puri.. Reno kamu juga.. kamu bener bener anak baik emang..”, jawabnya dan kemudian melanjutkan omongannya.

“Tapi yang bikin aku khawatir dan takut… kalo aku ‘gak ada’.. anak ini sama siapa..”, lanjutnya.

“Kok lo ngomong gitu Ma..?”, tanya tante Puri khawatir mendengar omongan tante Rachma.

“Puri.. umur kita udah berapa sih..?? kalo anak ini lahir dan gw juga selamat setelah proses melahirkan.. sampe kapan gw bisa ngeliat anak ini tumbuh..? pas anak ini umurnya 20 tahun gw udah 68/69.. apa iya gw dikasih sampe umur segitu..? itu juga kalo gw sampe umur segitu..”, jawab tante Rachma.

“Kalo aku kenapa kenapa pas ngelahirin.. dan anak ini selamat.. siapa yang mau ngurus..? kamu Reno? Di mata keluarga aku kamu siapa..? tiba tiba mau ngurus anak aku yang baru lahir.. aku juga gak bisa nyerahin ini ke Randi.. gak adil juga buat dia.. Sisil pun belum tentu bisa nerima anak ini, karena dia nganggep ini anak dari ayah tirinya..

“Belum lagi beban batin yang gw rasain ke suami gw Pur.. apa rasanya coba.. punya anak yang bukan darah dagingnya dia tanpa sepengetahuan dia, dan dia nganggepnya kalo anak ini anak kandungnya.. udah gitu tau sendiri laki gw aja lebih tua dari gw.. ”, tante Rachma menyelesaikan jawabannya dan dilanjutkan dengan menangis lagi.

Banyak alasan yang membuat tante Rachma takut dan bingung sebagai seorang ibu sekaligus istri dan ini sangat bisa dimaklumi, bukan saja karena kehamilannya yang diakibatkan oleh orang lain yang bukan suaminya, hal hal seperti proses kelahiran yang dimana di usia tante Rachma ini memang cukup rentan buat melahirkan juga beliau pikirkan, belum lagi ketika anak ini lahir, tante Rachma sangat takut kalau beliau dan suaminya tidak dikasih umur panjang sama yang maha kuasa.

Efek dari kalau anak ini adalah anak ane yang membuat dia secara batin dan moral menjadi tidak tenang, walaupun orang lain melihatnya kalo anak ini adalah anak suami barunya tapi dalam hatinya tante Rachma, beliau merasa tidak enak kalau misal nantinya dia membohongi orang lain untuk merawat anak ini jikalau beliau kenapa kenapa.

“Sorry ya Ma.. kalo di gugurin aja gimana..?”, tanya tante Puri mencoba mencari jalan singkat.

“Enggak!”, jawab ane dan tante Rachma berbarengan yang membuat tante Puri meminta maaf.

Tante Puri akhirnya menatap mata tante Rachma dan berusaha untuk menenangkan beliau sekali lagi.

“Rachma… yang lo bilang emang bener kok.. tapi.. lo jangan lupa juga.. banyak yang peduli sama anak ini.. banyak yang care sama dia.. ya gw ngerti diumur kita sekarang sebagai perempuan yang akan melahirkan anak bayi memang bisa bikin kita ketar ketir.. tapi kan lo denger yang dokter bilang.. kalo ibunya si bayi pikirannya harus tetap tenang Ma..”, kata tante Puri.

“.. Belum lagi masalah umur.. kita gak tahu kapan waktunya kita ‘datang’ Ma.. tapi yaa.. kenapa kita gak nikmatin aja pelan pelan sembari menunggu apa yang akan terjadi besok..?”, lanjutnya.

Mendengar semua ucapannya tante Puri yang bilang kalo banyak yang peduli sama anak ini ane jadi teringat update status si Randi kemarin malam.

“Iya tante.. banyak kok nanti yang peduli sama anak ini.. Randi aja udah gak sabar mau liat adik barunya.. dan tante juga gak usah kuatir.. Reno bakal ngelindungin anak ini kalo nanti dia kenapa kenapa..”, kata ane menimpali dan dilanjutkan dengan..

“.. Sampai Reno mati..”, lanjut ane.

Mendengar ucapan ane, sembari menangis tante Rachma menghampiri ane dan kemudian memeluk ane dengan erat.

“Reno bener udah kayak bapak yaa..”, celetuknya dengan tersenyum yang ane dan tante Puri balas dengan senyuman pula.

“Iya dong.. jujur tadi tante.. Reno bangga waktu di dalam ruangan ngeliat si bayi dalam keadaan sehat.. luar biasa ya perasaan jadi orang tua..”, balas ane.

Kemudian tante Rachma pun tersenyum dan berkata, “Lebih bangga lagi kalo asalnya dari istri sah-nya Reno..”. ujarnya sambil tersenyum dan tiba tiba sadar kalau masih ada tante Puri disitu.

“Eh.. Puri.. sorry yaa.. kebawa emosi..”, tiba tiba tante Rachma yang sadar atas tindakannya barusan meminta maaf ke tante Puri.

“Haha.. gak papa juga kali.. kalo sama lo mah gw tenang Ma..”, jawab tante Puri.

“‘Kalo sama gw’..? Ya olloh Reno.. lo ngelonin siapa lagi..? kok Reno jadi begini sih..”, ujar tante Rachma dengan terkejut.

Ane pun melihat tante Puri dengan ekspresi tajam karena kebiasaannya nyeletuk dan tante Puri meminta maaf ke ane kalo itu gak sengaja.

Tapi tidak lama setelah meminta maaf tante Puri dengan lancarnya menceritakan kisah ane sama bu Vivi yang akhirnya membuat ane Resign dan ditanggapi dengan gelengan kepala sama tante Rachma, ane pun hanya tertunduk menahan malu mendengar tante Puri bercerita.

“Mau berapa banyak lagi Reno..?, aku sama Puri gak cukup buat kamu..?”, tanyanya sembari menjewer kuping ane karena kelakuan ane.

Dalam hati, untung tante Puri gak tau cerita soal ummi Farida, kalau sampe mereka berdua tau bukan cuma ane doang yang habis, Randi juga bisa bisa di gantung sama ibunya kalau sampe tante Rachma tahu ceritanya.

Tampaknya tante Rachma sekarang sudah lumayan tenang dan bisa tersenyum, mendapat dukungan dari teman dan juga bapak kandung si bayi serta suasana yang cair membuat pikiran beliau menjadi sedikit lebih ringan.

“Eh.. tapi.. gw belum tahu nih.. kok lo bisa sama Reno Pur..?”, tanya tante Rachma ke tante Puri.

Dalam hati ane berkata kalau ini saat yang tepat membalas celetukan tante Puri barusan.

“Reno ‘diperkosa’ tante..”, jawab ane yang menyerobot pertanyaan yang ditujukan buat tante Puri dan cubitan yang kencang pun mendarat di pipi ane.

“Oh.. mau ngebales..? udah janji kan gak bahas masalah itu lagi..?”, tanyanya sembari menyubit.

“Aduh.. iya.. enggak.. enggak.. becanda doang..”, jawab ane yang menahan rasa sakit di pipi.

Tante Rachma tertawa melihat kelakuan ane dan tante Puri, sepertinya si jabang bayi pun senang melihat bapaknya disiksa seperti ini.

Kami bertiga pun bisa tertawa lumayan lepas saat itu, dan kemudian tante Puri dan ane menceritakan asal muasal kenapa sekarang ane bisa nemplok sama tante Puri.

Tante Rachma yang tidak percaya dengan apa yang beliau dengar, hanya menggeleng gelengkan kepala mendengar cerita kami berdua.

“Ya ampun.. tau gitu gw gak usah ceritain si Reno sama lo Pur..”, ucap tante Rachma yang ane jawab dengan anggukan.

“Ngangguk ngangguk lagi.. padahal paginya kamu yang minta nambah.. buat nyari ‘jawaban’ katanya..”, celetuknya melihat ane yang mengiyakan omongan tante Rachma dan ane mengangguk juga mengiyakan omongan tante Puri.

Kami pun akhirnya tertawa lagi karena obrolan ini, ane bener bener gak nyangka sama situasi ini.

Situasi yang seharusnya canggung karena ane meniduri mereka berdua malah menjadi situasi yang sangat cair sekarang saking cairnya sampe sampe tante Puri lagi lagi nyeletuk yang nggak nggak.

“Eh tapi Ma.. lo ‘kangen’ gak sih sama Reno..?”, tanyanya dengan nada sedikit menggoda.

Lagi lagi ane melihat tajam ke arah tante Puri, tetapi tidak dipedulikan olehnya.

“Hush.. ngaco lo ah.. gw udah jadi istri orang nih.. ya kali deh..”, jawab tante Rachma.

“Tau nih.. ngaco aja..”, timpal ane ke tante Puri.

“Jujur aja deh Ma..”, lanjut tante Puri.

“Puri udah yah.. Puri udah kelewatan..”, pinta ane untuk menghentikan omongan tante Puri.

Tante Rachma tersenyum maklum melihat temannya itu, sepertinya beliau memang sudah hafal betul dengan sifat tante Puri yang bisa dibilang sangat terbuka dan pengen tahu itu. Ane pun meminta maaf ke tante Rachma karena pertanyaan tante Puri disaat yang sangat tidak tepat.

“Haha iya udah gak papa Ren.. aku mah udah hapal betul sama kelakuannya dia.. dari dulu gak berubah..”, jawab tante Rachma menjawab permintaan maaf ane sembari melirik ke arah tante Puri.

“Eh.. Reno.. lagian yaa.. kadang namanya ibu ibu hamil emang suka kepengen yang nggak nggak.. kalo si debay pengen ketemu bapaknya ya.. mau gimana..?”, ujar tante Puri menyambung omongannya tante Rachma.

“Tapi..”, ucap tante Rachma tiba tiba.

“Emang dari beberapa minggu yang lalu aku pengen banget ngubungin Reno.. kayak ada yang ganjel.. mungkin juga perasaan bersalah.. bisa juga karena kemauan si bayi.. tapi aku tahan tahan sebisa aku..”, kata tante Rachma.

“Akhirnya kemaren malem aku udah gak tahan makanya aku kabarin kamu..”, lanjut tante Rachma.

Ane melihat tante Rachma ketika bercerita, ane berpikir, mungkin di lubuk hatinya beliau ingin sekali berteriak dan mengakui kalo anak yang dikandungnya bukan anak suaminya, perasaan bersalah yang menjadi beban tersendiri karena harus ditutupi oleh kebohongan yang akan bertahan untuk selamanya, mungkin atas dasar itu beliau akhirnya memutuskan untuk mengabari ane soal kehamilannya.

Atau juga seperti kata tante Puri, ini adalah kemauan si jabang bayi supaya mama-nya bisa bertemu dengan makhluk yang berperan penting dalam penciptaannya.

Tante Puri tersenyum puas mendengar jawaban tante Rachma yang sesuai dengan kemauannya dan sejurus kemudian tiba tiba tante Puri bangkit dari duduknya.

“Udah ahh.. gw mau ke butik dulu.. setor muka gak enak sama anak buah..”, celetuknya yang ngebuat ane dan tante Rachma seketika bingung.

“Lah.. gw pulang sama siapa nih..?”, tanya tante Rachma yang kebingungan.

“Tar gw balik lagi kesini abis maghrib.. sekarang masih jam 2an lumayan dah tuh lo puas puasin sama bapaknya si debay..”, jawab tante Puri dengan nada meledek.

Tante Puri pun melangkahkan kakinya keluar pintu apartement, ane yang sekali lagi melihat kebaikan tante Puri dengan meninggalkan ane berdua dengan tante Rachma akhirnya mengejar tante Puri.

Tante Puri yang sedang menunggu lift yang naik untuk menjemputnya untuk turun kebawah, ane tarik tangannya dan melumat bibirnya yang dibalas dengan lembut sama tante Puri.

“Thanks ya Puri.. lagi lagi..”, ucap ane begitu selesai melumat bibirnya tante Puri.

“Iya udah.. aku udah janji kan sama kamu..”, jawabnya sambil tersenyum.

Lift yang ditunggu akhirnya tiba, pintu lift pun terbuka menyambut tante Puri untuk dibawanya turun ke bawah. Tante Puri lalu berbisik di kuping ane sebelum dia masuk ke dalam lift.

“Aku jalan dulu ya.. di ‘sapa’ debaynya di dalam..”, ujarnya dengan mengempasis kata ‘sapa’ dan ane pun langsung paham maksudnya.

Tante Puri lalu mencium pipi ane sebelum masuk ke dalam lift, dan ketika pintu lift mulai tertutup, dengan candaan nakalnya tante Puri membuat gerakan tangan jari telunjuk yang di masukkan ke dalam lubang, ane pun tertawa dibuatnya.

“Puri kenapa Ren..?”, tanya tante Rachma begitu ane membuka pintu apartementnya tante Puri.

“Ahh.. gak papa.. cuma mau bilang makasih..”, jawab ane sekenanya.

“Oh.. haha.. ya ya ya.. ingat Reno.. Puri masih punya suami..”, balas tante Rachma yang sepertinya paham dengan kondisi ane dan tante Puri yang dekat tidak hanya untuk urusan kasur.

“Lagian kamu nih.. nenek nenek kayak aku sama Puri masih aja dikejar.. kayak gak ada aja yang lebih muda..”, lanjutnya.

Ane tersenyum mendengar ucapan tante Rachma, dalam hati ane ingin menyalahkan tante Rachma karena semua ini beliau yang bikin, mulai dari waktu ane masih SMA sampe tahun kemaren akhirnya bisa bener bener mewujudkan impian ane dan dari situ mulai ane ‘terjerumus’ dalam kehidupan wanita wanita berumur ini.

“Siapa yang duluan cerita ke tante Puri..?”, sindir ane ke tante Rachma dan beliau hanya tertawa.

“Kirain kamu gak bakal ketemu lagi sama dia, ternyata temennya mantan bos kamu ya.. maaf ya Reno..”, jawab tante Rachma.

Kami pun berbincang tentang kehidupan tante Rachma setelah menikah, ane juga bercerita kalo ane masih main kerumah aslinya yang sekarang sangat kosong dan hanya menyisakan Randi sebagai penghuninya, dan juga tentang ummi Farida yang mengantarkan makanan untuk Randi, dan hanya tentang rantang tidak lebih.

“Iyaa.. dia kan nganter tuh buat sodaranya, jadi aku nitip buat Randi sekalian.. masakannya tetep aku yang buat.. dia cuma ambil rantang trus anter ke rumah..”, jawabnya.

“Terus Sisil gimana..? ada kabar apa..?”, tanya ane yang penasaran sama kabar adiknya Randi ini, ane gak enak kalo nanya beginian sama abangnya takut disangka macem macem.

Tante Rachma mengambil nafasnya sebelum menjawab, sepertinya keadaannya tidak tambah membaik antara tante Rachma dan Sisil.

“Jarang Reno.. udah sinyal susah katanya disana.. Sisil juga kayaknya masih kesel sama keputusan aku..”, jawab tante Rachma dengan lesu.

“Tapi dia udah tau kan kalo tante ‘isi’..?”, tanya ane lagi.

“Udah.. dia orang pertama yang tante kabarin setelah suamiku.. tapi ya gitu.. ucapan selamatnya kayak gak ikhlas..”, jawabnya lagi.

Begitu berat penderitaan batin tante Rachma gara gara ane, kehidupannya yang tenang dan bahagia bersama kedua anaknya sebelumnya tiba tiba ane kacaukan begitu saja.

Ya.. ini dampak dari malam banjir di tahun lalu itu, tante Rachma yang takut ketergantungan sama ane akhirnya memutuskan untuk menikah lagi dan mendapat tentangan dari kedua anaknya, terutama si bontot Sisil yang masih keras kepala, ditambah lagi situasi kehamilan tante Rachma sekarang yang membuat beliau mati matian harus menjaga mulutnya rapat rapat.

Tapi tante Rachma tidak pernah sekalipun menyalahkan ane, beliau memikirkan hal ini dengan sedih tanpa pernah sedikit pun membawa bawa ane di dalamnya. Dia menanggung semua konsekuensi dari tindakan yang dia ambil selama ini.

Tante Rachma yang melihat ane terdiam dan melamun tiba tiba menarik tangan ane untuk memegang perutnya yang sudah mulai membesar walaupun tidak terlalu keliatan karena masih dini usianya.

“Coba papa-nya kenalan dulu nih sama anaknya..”, ucapnya ke ane yang membuat ane tersenyum.

Telapak tangan ane merasakan sesuatu disana tapi tidak begitu jelas, ane ingin mengucapkan sepatah dua patah kata perkenalan tapi ane canggung dan malu di depan tante Rachma.

Tidak tahu kenapa tiba tiba bibir ane malah mendekati bibirnya tante Rachma dan menyentuhnya, tante Rachma lumayan terkejut melihat tindakan ane tapi beliau diam saja.

Tapi tidak lama kemudian bibirnya pun mulai menyambut bibir ane dengan lembut, kami berciuman dengan tangan ane yang masih memegang perut tante Rachma yang sekarang terdapat dari hasil perbuatan kita berdua.

Ane yang tiba tiba merasakan keinginan lebih akhirnya mulai memindahkan tangan ane yang tadinya di perutnya tante Rachma, menuju ke payudaranya yang ditutupi gamis hitam panjang. Tetapi tante Rachma menahan tangan ane sebelum ane sempat meremasnya.

“Jangan ya Reno.. kita udah janji.. Reno masih inget kan..?”, tanyanya setelah melepaskan ciumannya.

“Masih kok.. tapi Reno pengen kenalan lebih deket lagi sama si dedek..”, jawab ane.

“Ini pasti tujuannya si Puri deh.. ninggalin kita bedua disini.. dasar tuh orang..”, balasnya ketus.

Ane tersenyum mendengar komplainnya, bibir ane pun kembali mengahampiri bibirnya tante Rachma dan tanpa ragu tante Rachma membalas ciuman ane.

Sepertinya mendapat ciuman dari ane, membuat tante Rachma harus mengingkari janjinya sendiri.

“Hmmm.. Reno.. kalo mau kenalan.. ‘kenalannya’ jangan kenceng kenceng ya.. aku takut..”, kata tante Rachma tiba tiba yang malah membuat ane terkejut.

“Tante yakin..?”, tanya ane.

“Kalo aku nolak juga kamu-nya pasti ngerayu.. udah hapal ahh..”, jawabnya yang ngebuat ane malu. Entah ini sudah menjadi yang keberapa kali tante Rachma menolak ajakan ane tapi ane memang selalu membujuk dan merayunya untuk bertukar lendir.

“Lagian dedeknya yang mau kok..”, lanjutnya.

“Dedeknya apa mama-nya..??”, goda ane yang membuat kami berdua tertawa dan melanjutkan ciuman kami berdua.

Tangan ane mulai menjamah payudaranya yang tadi sempat tertunda, dan meremasnya dengan lembut.

Tubuh tante Rachma hanya pasrah terduduk di sofa, beliau hanya menerima apa yang ane lakukan ke tubuhnya.

Tidak berapa lama, tante Rachma melepaskan ciumannya dan mulai melepaskan jilbab yang di pakainya sedari tadi pagi itu.

“Di kamar aja yuk..”, ajaknya dan ane langsung mengarahkan beliau ke kamarnya tante Puri, kamar yang selalu kami berdua pakai kalo ingin melepaskan nafsu.

Ane langsung melumat bibirnya lagi setibanya di kamar, tangan ane membuka resleting gamisnya di belakang dan sekalian dengan kaitan BH-nya begitu resletingnya turun cukup kebawah.

Gamisnya tante Rachma pun berhasil ane lucuti sampe bawah, tante Rachma juga dengan sendirinya melepaskan BH-nya dan nampak lah payudara yang ane kenal sebelumnya.

Dengan keadaan yang sudah tidak tertutup lagi, tampak sedikit perubahan dari perutnya tante Rachma, walaupun tidak besar tetapi sedikit berbeda dari yang terakhir ane ingat.

Tangan ane lalu mulai meremas payudaranya tante Rachma dan memainkan putingnya, tangan beliau pun berusaha membuka kancing kemeja ane sampe bawah.

“Oohh.. Renoo.. aku.. k.. k.. kangeenn..”, desahnya sembari membuka kancing kemeja ane.

Berhasil dibuka, kemeja ane pun langsung dibuang tante Rachma entah kemana, tangannya sejurus kemudian langsung membuka ikat pinggang dan melorotkan celana panjang ane dan hanya menyisakan boxer.

Ane merebahkan tubuhnya tante Rachma di kasur dengan lembut, mulut ane pun mulai berpindah menuju lehernya.

“Ssshh.. Renoo.. Renoo.. aaaaahh..”, desahnya tante Rachma ketika ane mulai menjilati lehernya.

Tangannya mulai mencari batang kemaluan ane dari dalam boxer dan langsung meremasnya lembut ketika menemukan apa yang beliau cari cari.

Ane menurunkan boxer ane untuk memberikan apa yang ada di dalamnya, dan benar saja ketika isi dari boxer sudah menampakan wujudnya, tante Rachma tampak senang.

“Hmmm.. kangen banget sama ‘burungnya’ Reno.. gara gara ‘ini’ nih jadi begini semuanya..”, celetuknya sambil menyindir dan tersenyum.

Tante Rachma membangkitkan tubuh bagian atasnya untuk menghampiri batang ane dan mulai menciuminya, sedangkan tubuh bagian bawahnya yang masih memakai celana dalam dibiarkan terlentang lurus di kasur.

“Gedean mana..?”, tanya ane iseng ke tante Rachma.

“Ngapain begitu ditanyain.. gak penting..”, jawabnya.

“Berarti enakan mana deh..?”, tanya ane lagi penasaran yang ingin membandingkan batang ane dengan suami barunya.

Tante Rachma tersipu mendengar pertanyaan ane, dan kemudian menunjuk batang ane sebagai jawabannya.

“Udah ahh.. gak usah geer..”, tukasnya cepat karena melihat muka ane yang tersenyum bangga.

Perlahan lahan tante Rachma mulai memasukkan batang kontol ane ke dalam mulutnya, hisapannya betul betul ganas, seperti orang yang lapar di tengah hutan dan menemukan pisang yang terjatuh.

“Aduh.. pelan pelan tante..”, ujar ane yang keenakan sembari memejamkan mata.

Tante Rachma tertawa mendengar respon ane gara gara hisapannya, dan dengan sengaja malah mempercepat hisapannya sembari menjilati kepala batang kontol ane.

“Hemmm.. aku udah lama nih gak ngisep.. suamiku gak mau.. gak aneh aneh dia..”, ujar tante Rachma sembari menghisap batang ane.

Sembari terpejam, pikiran ane pun melayang mendengar ucapannya tante Rachma, di jaman sekarang ini rasanya tidak mungkin ada laki laki yang tidak senang ketika batangnya dihisap sama lawan mainnya, tapi ane teringat ketika ane dan tante Rachma untuk pertama kalinya melakukan hubungan badan, waktu itu tante Rachma juga bilang kalo mendiang suaminya tidak pernah melakukan yang aneh aneh.

Tersadar dari pikiran ane dan melihat tante Rachma yang makin ganas melumat habis batang ane, akhirnya ane berinisiatif untuk menjamah bagian intimnya juga.

Ane mulai menurunkan tangan ane untuk mengelus elus kemaluannya tante Rachma dari luar celana dalam. Mendapat sentuhan, tubuhnya mulai bergerak gerak.

Desahannya pun mulai terdengar walaupun terhalang batang kontol ane yang masih penuh berada di mulutnya.

Dengan tidak sabaran tante Rachma mulai menurunkan celana dalamnya, rambut kemaluan yang lebat itu pun akhirnya terlihat dengan mata kepala ane sendiri, sudah lama ane tidak melihat pemandangan seperti ini, kata ane dalam hati.

Langsung ane pegang dan ane masukkan jari ane ke lobangnya.

“Aaaaaakhh.. e.. e.. naaak.. cepetin.. d.. d.. oooong…”, pintanya sembari mendesah dan melepaskan hisapannya.

Mendengar perintahnya, tusukan dengan jari pun ane percepat sedikit, ane gak mau terlalu kencang karena ane takut kenapa kenapa janinnya.

“Aaaaahh.. aaaaaawhhh.. Renooo.. sayaaang.. ooouuuhhh..”, desahnya.

Ane tersenyum mendengar panggilan ‘sayang’ ke ane, seperti sudah berabad abad gak mendengar panggilan ini.

Tiba tiba tante Rachma memegang tangan ane dan melepaskan hisapannya, tidak biasanya beliau begini. Biasanya beliau pasti membiarkan dirinya mendapatkan orgasmenya dahulu, tidak berhenti di tengah jalan seperti ini.

“Kenapa tante..? sakit ya..?”, tanya ane dengan perasaan khawatir takut takut kalau beliau merasakan sakit disana.

“Enggak kok.. langsung aja ya.. aku udah gak tahan nih.. pengen banget dientot Reno..”, ujarnya dengan berbisik di kuping ane.

Ane tersenyum mendengar permintaannya, tante Rachma meminta ane untuk rebahan, beliau ingin berada diatas terlebih dulu.

“Nanti.. ditegur ya anaknya.. di dalam..”, ujarnya sembari tersenyum dan dengan perlahan memasukkan batang ane ke dalam organ intimnya.

“Aooouuuhh.. e.. e.. emaaang enaaakk niihhh.. bedaaa.. keraaaass.. aaaakkhh..”, ucapnya ketika kepala batang ane mulai memasuki memeknya tante Rachma.

Dan..Bleeesss..

Batang ane habis tertelan di dalam memeknya tante Rachma, dan membuat beliau terduduk sembari menahan rasa enak.

“Ouuuhh.. masih.. enak.. aja Reno.. hhmmmm..”, ujarnya sambil terduduk.

“Memek tante juga… makin sempit nih..”, balas ane memuji kerapatan liang senggamanya tante Rachma.

Beliau pun tersenyum mendengar ucapan ane, kemudian tante Rachma mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur.

Tante Rachma menggerakkan pinggulnya dengan sangat perlahan dan teratur, untuk merasakan setiap detik sensasinya sembari mendesah.

“Ssshh.. Renooo.. sayaaang.. aku.. enak niiihh.. ooouuuhh.. sayaaang..”, desahnya dengan memanggil manggil nama ane.

Ane sangat menikmati permainan tante Rachma, saking enaknya ane kembali memejamkan mata untuk merasakan jepitan dan goyangan yang berada di sela sela selangkangan.

Tidak berapa lama ane merasa kalau batang ane seperti diaduk aduk dengan cepat, dalam mata tertutup ane pun mulai mendengar suara rintihan dan desahan yang mulai tidak terkontrol dari tante Rachma.

Dalam hati ane pun tersenyum karena mengetahui kalo beliau akan segera mendapatkan orgasmenya. Ya tante Rachma memang selalu begini ketika sudah mulai terbawa, beliau membiarkan nafsunya yang mengambil alih tubuhnya.

Ane mencoba membuka mata untuk melihat pemandangan yang ane tunggu tunggu, pemandangan tante Rachma mengeluarkan

inner demon-nya.

“Ooouuuuhh.. yaaahh.. Renooo.. enaaakk.. sss.. sayaaang.. enak bangeeet.. aaaakkh.. aku.. mau.. keluar sayaaaang..”, racaunya dengan rambut yang sudah menetupi wajahnya itu.

“Iya.. keluarin aja..”, balas ane.

Tante Rachma menggoyangkan pinggulnya makin cepat, beliau benar benar sudah ingin merasakan orgasmenya, dan tidak berapa lama akhirnya beliau pun orgasme.

“Aaaoooouuuhhh.. ooouuuhh.. ya ollooohh.. enaaaakkk.. aduuuuhh.. keluaaaarr..”, desahnya ketika orgasmenya datang.

Tubuhnya pun bergetar dan menggelinjang kesana kemari, untuk sesaat ane lupa akan hal ini dan hampir saja membuat tante Rachma jatuh kebelakang. Untung tangan ane berhasil memegang dan menahan kedua tangannya begitu ane teringat reaksi tubuhnya ketika orgasme.

Ane lalu menarik tante Rachma untuk mendekap ane dan membiarkannya menyelesaikan orgasmenya sembari melenguh panjang.

“Aaaaahh.. sayang.. bener bener ya kontol kamu.. ssshhh.. enak banget..”, lenguhnya di kuping ane.

“Maaf ya tante.. Reno lupa..”, ane balas meminta maaf karena tidak memeganginya ketika orgasme.

Kuping ane lalu digigit kecil sama tante Rachma sembari berbisik, “Gitu ya.. udah lupa..”, sindirnya sembari tersenyum.

Ane hanya mengangguk meminta maaf lagi karena kealpaan ane, kemudian ane membalikkan tubuh tante Rachma sehingga sekarang beliau berada di bawah ane.

“Udah siap..?”, tanya ane ketika hendak memasukkan kembali batang ane ke dalam liang senggamanya.

Tante Rachma tersenyum mendengar pertanyaan ane tetapi sebelum ane menghujamkan batang ane kembali, tante Rachma berkata kepada ane.

“Sekali ini.. aku mau dipanggil mama dong.. ya Reno..?”, pintanya yang membuat ane sedikit terkejut.

“Aneh tau.. lagi ada anak kamu.. masa aku masih dipanggil tante..”, lanjutnya dengan nada protes.

Ane mengangguk setuju dengan permintaannya dan mencium bibirnya tante Rachma dengan lembut.

“Mama.. siap gak..?”, tanya ane yang sudah bermain peran.

“Iya Pa.. udah siap kok..”, jawabnya sembari tersenyum.

Mendengar jawabannya, ane lalu melebarkan kedua kakinya tante Rachma untuk memasukkan batang kontol ane ke dalam memeknya tante Rachma.

“Hemmm.. Pelan pelan ya Pa.. ssshh.. jangan langsung di kencengin..”, pintanya yang ane jawab dengan anggukan.

“Ouuuuhh.. Pa.. keraaaass Paaa.. aaaaakkhhh.. hmmm.. aaaaaahh..”, desahnya ketika menerima penetrasi dari batang ane.

Setelah berhasil masuk, ane lalu terdiam sebentar melihat perut tante Rachma, ane mengelus sebentar perutnya dan berkata, “Kamu tahan ya di dalam..”.

Tante Rachma tersenyum sembari mengelus rambut ane dengan lembut, kemudian ane mulai menggerakkan pinggul ane dengan sangat perlahan.

“Aaaooouuhh.. iya Paaa.. begituuu.. aaaaahh.. pelaaann.. enaaaakk..”, kata tante Rachma merespon gerakan pinggul ane yang perlahan itu.

Bibir ane pun tidak tinggal diam dengan mencium bibirnya tante Rachma dengan lembut, kami berdua lumayan lama dalam posisi seperti itu.

Tanpa ane sadari gerakan pinggul ane makin lama makin lancar dan makin kencang hujamannya yang membuat tante Rachma sedikit khawatir.

“Ouuuuhh.. Paa.. kekencengaaann.. aaaaahh.. pelanin sayaaang.. aaaakkh..”, pintanya.

Ane yang tersadar akhirnya berhenti sebentar untuk menyadarkan diri ane terlebih dahulu.

“Maaf ya Ma.. kebawa suasana nih..”, kata ane meminta maaf yang dijawab dengan senyum oleh tante Rachma.

Ini pengalaman pertama ane bersetubuh dengan wanita hamil, jadi ada ketakutan tersendiri di pikiran ane. Ane sama sekali gak ada ilmu bagaimana berhubungan badan ketika pasangan hamil, apakah seperti biasa saja atau pelan pelan karena takut mempengaruhi si janin.

Ane mencoba sekali lagi untuk menggerakkan pinggul ane dengan perlahan, dan berusaha untuk menstabilkan kecepatannya.

Sebelah kakinya tante Rachma ane angkat untuk memberikan ane posisi yang lebih enak untuk mencumbu dan melumat tubuh bagian atasnya, mulai dari payudaranya kemudian naik menuju leher dan bibirnya.

“Sssshhh.. aaaaoouhhh.. Paaa.. kon.. tolnyaa enaaaaak Paaa.. aaaaahh..”, racaunya.

“Kangen.. gak.. diginiin..??”, tanya ane menggoda.

“Iyaaahh.. aaaahh.. bangeeeett.. beda.. rasanyaaaa.. oooouuuhhhh..”, jawabnya.

“Beda gimana Maa..?”, tanya ane lagi.

“Aaaaaahhh.. le.. le.. lebih besaaaar.. sssshhh.. lebiiihh.. enaaaaakk.. aaaaaawwhh..”, jawabnya lagi.

Ane tersenyum puas mendengar jawaban racauan tante Rachma, beliau akhirnya mengakui kalau batang ane lebih besar dari suami barunya. Sebetulnya ane pengen memancing beliau dengan pertanyaan apakah dia mau lagi atau tidak, tapi ane urungkan niat ane, itu adalah pertanyaan yang membuat ane dan tante Rachma berada di situasi rumit seperti sekarang.

Kecepatan tusukan pun ane naikkan sedikit, karena ane sepertinya sudah mulai merasakan ada yang mau keluar.

Tante Rachma juga sepertinya akan orgasme untuk yang kedua kali, matanya mulai terpejam, badannya mulai bergetar dan kepalanya bergeleng geleng ke kanan dan ke kiri menahan nikmat.

“Ooouuuhhh.. aaaahhh.. Paaa.. mau.. lagi niiihhh.. bentar lagiiii.. aaaahh..”, desahnya.

“Iya Ma.. Papa juga.. di dalem boleh gak ya..?”, balas ane sembari bertanya.

“Iya! Gak papa.. aaaaahh.. di dalem ajaaa.. oooouuhhh..”, balasnya sembari mulai berteriak.

Mendengar jawaban dari tante Rachma ane terus memompa lagi tusukan ane, tangan ane juga mulai bermain di klitorisnya tante Rachma supaya beliau bisa orgasme bareng sama ane.

“Ouuuhh.. aduuuhh.. sayaaaang.. aaaahhh.. enaaak sayaaaaang.. teruuuss.. bentar lagiii…”, racaunya karena sudah mendekati orgasme.

Dan tidak berapa lama…

“AAAAAAKHHH.. OOOUUUHH.. AKU KELUAAAARR!!”, teriak tante Rachma.

Croooottt.. crooooottt… crooottt..

Mata tante Rachma mendelik kemudian terpejam, badannya menggelinjang dan bergetar lalu setelah itu mengejang karena merasakan orgasme berbarengan dengan keluarnya sperma ane di dalam sana.

“Aaaaaakkhh.. oooooouuhhh.. enaaaaaakk.. Paaaa.. enaaaakk.. angeeeeett.. aaaaaahhh.. Ya olooohh.. nikmaaaatt.. aaaaahh..”, desahnya tidak karuan karena keenakan.

Ane langsung memeluk tubuhnya tante Rachma lalu melumat bibirnya, keringat juga sudah bercucuran dari badan kami berdua.

“Ssshh.. Paa.. kalo sama tuh Papa selalu enak.. bikin takut nih.. hmmm..”, ujarnya ketika melepaskan ciuman ane.

Ane hanya tersenyum kemudian batang yang masih tertancap di memeknya tante Rachma pun ane cabut sehingga mengeluarkann cairan putih dari sana.

Bibir ane kemudian menciumi perutnya tante Rachma, dan tiba tiba ane terkejut karena seperti merasakan getaran dari dalam sana.

Ane pun reflek langsung melihat tante Rachma yang tersenyum, di momen itu dalam hati ane sangat girang karena bisa merasakan gerakan dari buah hati ane sendiri secara langsung.

“Anaknya seneng tuh.. ketemu Papanya..”, kata tante Rachma.

Ane menatap lagi perutnya tante Rachma dan kemudian mencoba untuk bicara dengan si jabang bayi.

“Kamu sehat sehat ya di dalam.. Papa minta maaf kalo papa gak ada buat kamu nanti.. tapi Papa janji kalo waktunya datang.. Papa bakal jagain kamu lagi..”, ujar ane memberikan pesan.

“Jadi.. jangan bikin susah Mama-mu yaa..”, lanjut ane sembari mencium perutnya tante Rachma dan getaran kecil itu pun datang lagi.

Wajah tante Rachma pun menunjukkan haru ketika ane selesai bicara ke si jabang bayi di dalam sana. Air matanya menetes tapi bibirnya menyunggingkan senyum senang.

“Makasih ya Pa..”, ucapnya yang ane jawab dengan anggukan dan kemudian mencium dahinya tante Rachma kemudian mengecup bibirnya.

Ane pun rebahan disebelahnya tante Rachma, kami berdua hanya terdiam tidak berkata apa apa. Dan tak lama kemudian ane pun tertidur.

Badan ane berguncang guncang waktu ane lagi tidur dan ketika membuka mata nampak wajah cantik yang menyambut bukaan pertama mata ane.

“Capek yaa..? ampe ngorok..”, tanya suara tersebut.

“Eh.. Puri udah balik..? jam berapa ya ini..?”, tanya ane yang kaget melihat tante Puri yang membangunkan ane.

“Udah setengah 7.. pintu gak dikunci.. baju berserakan dimana mana.. dasar..”, celetuknya.

“Hehe.. maaf yaa..”, balas ane seadanya.

“Tante Rachma mana..?”, tanya ane kemudian.

“Lagi di kamar mandi tuh.. aku sampe sini lagi ada yang kecapean berdua rupanya..”, sindirnya dengan meledek.

Ane tertawa mendengar ledekannya, kemudian membalas, “Kan disuruh ‘nyapa’ tadi.. ya aku ‘sapa’ dong..”, kata ane.

“Iya iya.. udah sana siapin baju kamu.. tungguin si Rachma abis itu giliran kamu bersih bersih.. atau.. kamu mau bareng aja sama Rachma..?”, tanyanya lagi lagi dengan meledek.

“Enggak kayaknya.. kamu mau nunggu lebih lama emang..?”, kata ane yang menjawab ledekannya.

“Haha.. nggak usah deh.. aku-nya mupeng ntar.. jadi.. gak usah ya Reno..”, balas tante Puri.

Ane lalu merapikan baju dan celana ane yang terlempar akibat pergumulan ane dan tante Rachma tadi siang menjelang sore itu.

Dan tak berapa lama kemudian tante Rachma keluar dari kamar mandi sudah siap lengkap dengan gamis hitamnya dan jilbabnya.

Singkat cerita setelah ane mandi dan berganti pakaian kami pun bersiap siap untuk pulang, tetapi sebelumnya kami berkumpul lagi di ruang tamu apartement untuk mengambil keputusan apa yang harus ane dan tante Rachma lakukan perihal si jabang bayi.

Dan keputusan yang diambil adalah ane sebagai bapak kandungnya akhirnya diberikan ijin oleh tante Rachma untuk terus memantau perkembangan si jabang bayi dan nantinya ketika pas si jabang bayi ini berubah menjadi bayi, dan yang seperti sudah dibicarakan sebelumnya, ane menyiapkan tabungannya untuk persiapan dia kalau dia sudah besar nanti.

Tante Puri pun membantu ane dalam menambahkan jumlah tabungan tersebut setiap bulan, tidak terlalu besar, karena dia ingin ane tetap menjadi yang lebih dominan dalam pengaturan isi tabungan tersebut.

Kemudian tante Rachma pun mengajukan syarat, apabila suatu saat terjadi sesuatu sama beliau ketika anak ini sudah lahir, maka ane harus menjelaskan semuanya kepada keluarganya terutama Randi. Tante Rachma tidak ingin anak ini diasuh sama keluarga suaminya, karena tante Rachma beranggapan bahwa bapak kandung si anak ini masih ada, jadi lebih baik memberikan ane tanggung jawab soal pengasuhan anak apalagi kalau anak ini nantinya berjenis kelamin perempuan.

Walaupun berat buat ane karena akhirnya harus membongkar semuanya ke Randi, yang bisa berakibat berakhirnya hubungan pertemanan ane, tapi tante Rachma berpendapat itu adalah harga yang harus ane bayar selama ini, dan beliau juga tidak ingin ketika beliau meninggal nanti masih menyimpan sebuah kebohongan.

Maka dari itu, mulai hari ini semua data data kontrol tante Rachma akan dibuat dua salinan, yang asli beliau yang pegang dan simpan sementara salinannya diberikan ke ane dan tante Puri untuk jaga jaga apabila yang asli hilang atau rusak.

Tante Puri pun meminta mulai dari saat ini setiap kontrolnya tante Rachma, dia diijinkan ikut untuk menggantikan ane memantau perkembangan si bayi, karena salah satu syarat lainnya tante Rachma adalah mulai dari sekarang ane hanya bisa melihat dia dan si bayi beberapa bulan sekali kalau waktunya memadai dan ane mau gak mau menyanggupi syarat beliau.

Apa yang kami bicarakan ini di rekam secara suara maupun gambar, sebagai bukti autentik nantinya ketika dibutuhkan.

Setelah pengambilan keputusan itu selesai, ane sekali lagi meminta maaf sama tante Rachma untuk semua yang menimpa dirinya. Tante Rachma hanya mengangguk dan berkata kalau mulai sekarang kami berdua akan mencoba menanggung segala akibat dari perbuatan kami berdua.

Kami bertiga akhirnya keluar dari apartemen tante Puri sekitar hampir setengah 8 malam, kami pun langsung menuju rumahnya tante Rachma yang baru dan setelah itu mengantar ane pulang, tante Puri berkata akan sangat melelahkan buat ane kalau harus balik lagi ke apartement untuk mengambil motor ane dan kemudian baru pulang kerumah.

“Reno.. Puri.. makasih banget yaa.. aku minta maaf ke kalian berdua karena udah bikin repot..”, ujar tante Rachma ketika hendak turun dari mobil waktu sudah sampai dirumah suaminya.

“Enggak tante.. ini bentuk tanggung jawab Reno ke tante.. gak seberapa malah..”, jawab ane.

Tante Puri pun menggelengkan kepalanya lalu kemudian memeluk temannya itu lalu cipika cipiki sebelum tante Rachma membuka pintu untuk turun dari mobil.

Tante Puri lalu pindah ke depan untuk menemani ane disana, dan setelah memberi salam ke tante Rachma, kami berdua lalu berjalan menuju ke rumah ane.

Sesampainya di depan pagar rumah ane, ane mengucapkan terima kasih sebesar besarnya atas apa yang sudah dan akan tante Puri lakukan ke ane. Tanpa tante Puri, ane gak tahu mau gimana lagi dan belum tentu ane bisa setenang ini menghadapi ini semua.

“Ini bisa jadi pelajaran berharga buat kamu Reno.. dan buat aku juga kalo semisalnya aku ketemu masalah yang sama..”, ujarnya yang membuat ane jadi merasa bersalah.

“Puri jangan ngomong gitu dong.. mulai sekarang.. aku gak mau keluarin lagi di dalem.. aku takut kejadian sama kamu juga.. aku harus bilang apa sama suami kamu..”, balas ane.

Tante Puri hanya tersenyum mendengar omongan ane, seperti ada yang dipikirkannya tapi ane keburu mencium pipi dan bibirnya sebelum dia bisa bicara, lalu kemudian ane langsung turun dari mobilnya.

Mobil tante Puri akhirnya berlalu dari rumah ane, ane lalu masuk ke dalam dan menuju kamar untuk merebahkan diri sambil memikirkan kejadian hari ini.

Kejadian luar biasa di hidup ane, karena ane sebentar lagi akan merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang bapak, walaupun ini bukan ane yang meminta.

Beberapa hari berselang, ane yang sudah diterima di salah satu perusahaan swasta lainnya, akhirnya menjalani aktifitas ane seperti biasa. Berangkat pagi, pulang malam sembari diselingi bertemu dengan tante Puri tentu saja.

Ane juga menolak tawarannya untuk berkerja di butiknya, sudah terlalu banyak yang tante Puri lakukan untuk ane. Sehingga membuat ane harus tahu diri dengan tidak terlalu banyak meminta bantuan dari dirinya. Walaupun tante Puri agak sedikit kecewa ketika ane menolak ajakannya untuk kerja sama dia, tapi akhirnya dia pun mengerti maksud tujuan ane.

Tetapi takdir ingin sekali lagi ‘menyentil’ ane sepertinya, satu bulan setengah dari ane berkerja di kantor baru, dan disaat saat ane sudah mulai bisa berpikir dan hidup dengan tenang, berita itu pun datang menerpa.

Ketika jam istirahat kantor tiba ane yang sedang makan siang dengan rekan rekan kerja yang baru untuk lebih mengakrabkan diri, tidak sengaja membuka buka sosial media dan menemukan update status Randi yang membuat badan ane kaku sekaku kakunya.

“GWS MA.. RIP LITTLE BROTHER..”.

Itulah isi update status dari Randi yang dituliskannya di sosial media.

Ane yang mengetahui kalau ‘little brother’ yang dimaksud adalah anak ane, karena setelah beberapa minggu akhirnya jenis kelamin si jabang bayi akhirnya mulai muncul dan berjenis kelamin laki laki, mendadak menjadi panik dan keringat dingin.

Teman teman baru ane yang kaget melihat kondisi ane yang tiba tiba berubah mencoba menanyakan kondisi ane, tapi ane hanya terdiam dan menggeleng. Dan sejurus kemudian ane mohon pamit dari situ untuk ijin menelepon.

Nomor Randi pun ane hubungi, walaupun heran kenapa ane bertanya kondisi nyokapnya tapi dia menjawab juga pertanyaan ane dan setelah ane tahu nyokapnya dibawa ke rumah sakit mana, telpon dari tante Puri pun datang.

“Reno… kamu… udah.. tau..?”, tanyanya dengan suara ragu ragu.

“Udah Puri..”, jawab ane singkat.

Tante Puri mencoba menguatkan ane lewat telepon, dan menyarankan kalau ane langsung bertemu dengan dia di rumah sakit tempat tante Rachma dibawa dan ane pun menyetujui usulannya.

Ane lalu bergegas mengabari teman teman kantor ane dan mengabarkan kalau kerabat dekat ane ada yang meninggal dan memohon untuk melaporkan hal ini keatasan untuk diberikan ijin.

Mereka pun mengangguk setuju dan mengucapkan bela sungkawa ke ane, dan dengan segera ane langsung bergegas menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit ane langsung menghubungi Randi untuk menanyakan di kamar berapa nyokapnya dirawat.

Ane lalu berlari di dalam rumah sakit, tidak mempedulikan teriakan suster suster disana yang melarang ane untuk berlari, ane sudah panik dengan apa yang terjadi hari ini.

Pintu kamar ruangan tante Rachma pun ane buka, disana sudah ada Randi, ummi Farida dan tante Puri yang sedang menenangkan tante Rachma yang menangis dengan keras di pelukannya tante Puri.

Tante Rachma yang melihat kedatangan ane sepertinya ingin langsung berteriak untuk mengadu ke ane, tetapi tante Puri yang ada di sebelah beliau berusaha untuk tetap mengingatkan situasinya agar tante Rachma tidak sampai lepas kontrol dan membeberkan semuanya.

Ane lalu menghampiri Randi dan berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri agar tidak menunjukkan emosi yang sangat hancur kala itu.

Randi pun bercerita kenapa ini bisa terjadi, karena hari ini jadwal mengantar rantang, tante Rachma meminta ummi Farida untuk mengantarnya kerumah aslinya untuk mengambil sesuatu, mereka berangkat lebih cepat dari biasanya dan tidak menunggu Randi pulang.

Begitu sampai dirumahnya, tante Rachma langsung menuju lantai dua untuk mengambil keperluannya, sedangkan ummi Farida seperti biasa memindahkan makanan dari dalam rantang ke piring.

Tidak berapa lama ummi Farida yang telah selesai memindahkan makanan menunggu tante Rachma di bawah tangga, dan ketika tante Rachma sudah hampir mencapai bawah tiba tiba beliau pingsan sehingga membuatnya terjatuh. Walaupun tidak terlalu jauh tetapi cukup untuk membuat tante Rachma mengalami pendarahan yang keluar dari sela sela pahanya.

Ummi Farida yang panik langsung menelepon Randi dengan segera, sementara menunggu Randi tiba dirumah, ummi Farida berusaha sekuat tenaga membopong tante Rachma yang pingsan untuk di rebahkan di sofa.

Akhirnya, begitu Randi tiba, dia lalu menggotong tante Rachma ke dalam mobil dan langsung bergegas ke rumah sakit, tante Rachma yang tiba tiba sadar di mobil sekuat tenaga meminta supaya tante Puri dikabari, beruntung Randi menyiapkan semuanya, termasuk membawa hape-nya tante Rachma.

Begitu sampai dirumah sakit, tante Puri pun di kabari dan setelah itu Randi mencurahkan apa yang dia alami melalui sosial media, sehingga ane pun tahu kabar beritanya.

“Terus… adik.. lo..?”, tanya ane dengan suara pelan dan tante Rachma mulai menangis ketika ane bertanya sementara tante Puri melihat ane dengan rasa iba.

“Lagi sama dokter.. kayaknya nggak bisa lagi..”, jawab Randi.

Ane hanya menarik nafas dalam dalam dan mengangguk ngangguk, sekuat tenaga ane menahan perasaan hancur di dalam hati supaya tidak keluar, nampak tante Puri pun ikutan panik melihat kondisi ane, dia hari ini harus berkerja ekstra keras untuk menenangkan ane dan tante Rachma.

Tidak berapa lama, dokter dan suster pun masuk ke dalam ruangan sembari membawa bungkusan yang tertutup rapi.

Bungkusan yang berisi janin tersebut dibawa untuk diberikan ke tante Rachma, dan dengan sekejap tante Rachma langsung dikuasai emosi dan menangis dengan kencang sembari meminta maaf ke janin tersebut.

Dokter dan suster pun memohon ijin dari situ, dan suasana senyap dan haru pun langsung terasa dari dalam sana. Tante Rachma yang menangis sembari terus meminta maaf akhirnya membuat Randi ikutan menangis karena melihat nyokapnya yang sedih.

Tante Puri memeluk temannya itu dengan sangat erat dan berusaha menguatkan tante Rachma walaupun akhirnya tante Puri menitikkan air mata juga.

Ane hanya bisa mengepalkan tangan sekencang kencangnya menahan rasa sedih, janin yang ane pikir dalam waktu dekat akan menjadi anak yang lucu dan menggemaskan itu kini sudah berubah menjadi jasad.

Tiba tiba ane ingin melakukan sesuatu yang bisa ane lakukan untuk anak kandung ane, hal terakhir yang bisa ane lakukan sebagai orang tua.

“Tante.. kalo tante mau kuburin bayi-nya secepat mungkin.. biar saya aja yang nguburin.. Randi disini aja jagain tante..”, usul ane yang membuat tante Rachma melihat ane dalam dalam seakan akan paham sama tujuan ane.

“Nggak nunggu bapaknya dulu nih..? lagi otw kesini kok.. lagi kejebak macet dia..”, sela ummi Farida yang tidak tahu kalo ane adalah bapak dari anak ini.

Tante Rachma lalu menarik nafas dan berusaha berbicara sembari menahan tangisannya.

“Ya udah Reno.. kamu tolong kuburin ya.. di belakang rumah aja.. lebih cepat lebih baik..”, jawab tante Rachma.

“Yakin lo Ren.. gw bisa ngikut lo sih.. kan lo gak tau juga sekop ada dimana..”, tanya Randi.

“Iya… gak papa… lo disini aja dulu… jagain nyokap… sampai bokap lo dateng…”, jawab ane dengan datar.

“Aku temenin kamu kalo gitu..”, sambung tante Puri.

“Dari pada kamu repot bawanya sendirian..”, lanjutnya sembari ane melihat tante Rachma dan beliau memberikan ijin.

Ane dan tante Puri lalu mohon pamit dengan membawa bungkusan berisi janin tersebut dan langsung bergegas menuju parkiran.

Ketika ane ingin membuka pintu pengemudi, tante Puri melarang ane untuk menyetir dan menyuruh ane untuk duduk saja di bangku penumpang sambil memegangi bungkusan tersebut.

“Kamu jaga anak kamu Reno.. mumpung masih bisa..”, ujarnya dan ane pun mengangguk setuju.

Sepanjang perjalanan akhirnya emosi yang tertahan karena kepura puraan di ruangan tadi akhirnya tumpah juga, seperti tante Rachma, ane pun menangis sembari memeluk bungkusan tersebut dengan erat dan meminta maaf ke makhluk tidak berdosa tersebut.

Sembari menyetir tante Puri pun mengelus elus pundak ane untuk menenangkan ane dan mencoba menguatkan ane untuk tetap sabar.

Ketika sudah dekat ane mengarahkan tante Puri untuk berbelok dari tujuan sebenarnya, tante Puri paham dengan maksud ane dan menuruti perintah ane.

“Kamu.. mau bawa pulang anak ini kerumah kamu ya..?”, tanya tante Puri.

“Iya.. dia udah tau rumah mama-nya.. sekarang aku pengen rumah papa-nya jadi tempat peristirahatan terakhir..”, jawab ane dan tante Puri mengangguk setuju.

Mobil pun akhirnya sampai dirumah ane, beruntung hari ini nyokap ane juga lagi menginap dirumah saudara sampai akhir pekan ini sehingga rumah ane kosong tidak ada orang karena memang ane hanya tinggal berdua saja dengan nyokap.

Kami lalu bergegas menuju pekarangan di samping rumah, tidak terlalu luas tapi terdapat banyak pohon buah buahan yang ditanam nyokap disitu.

Ane memberikan bungkusan janin tersebut ke tante Puri, sementara ane mengambil sekop dari dalam gudang.

Tanah pun ane gali dengan cepat, keringat mulai bercucuran dari badan ane, tapi ane tidak peduli, ane hanya ingin memberikan ‘tempat tidur’ untuk si kecil supaya dia bisa tenang.

Akhirnya setelah cukup dalam ane lalu menguburkan janin tersebut ke dalam liang lahat kecil itu dan menutupnya kembali begitu ane meletakkan jasad kecil itu di dalamnya.

Ane pun ambruk seketika setelah menyelesaikan tugas ane, tante Puri secara otomatis langsung memeluk ane dari samping dan mengelus kepala ane dengan lembut.

Sebelum ane beranjak dari situ, tidak lupa pula ane memberikan gundukan tanah itu patok penanda supaya ane bisa tau posisi persis dimana ane menguburkan anak kandung sendiri.

Tante Puri lalu menghubungi tante Rachma dan menceritakan perubahan rencana yang ane lakukan, tante Rachma pun mengerti sama apa yang ane lakukan dan mengucapkan terima kasih.

Ane pun terduduk di dalam ruang keluarga rumah ane, mencoba menguatkan diri sendiri, tante Puri kemudian membuatkan ane minuman setelah sebelumnya menanyakan tempat gelas dan minuman berada.

Merasa untuk sementara waktu ane gak bakal bisa ngelewatin ini semua sendiri, akhirnya ane meminta tante Puri untuk menginap dirumah ane untuk beberapa hari, paling tidak sampai nyokap ane pulang.

“Iya.. gak papa.. apapun yang terjadi.. aku bakal nemenin kamu kok..”, jawabnya yang membuat ane tersenyum dan memeluk tante Puri.

Singkatnya kami pun kembali kerumah sakit untuk kembali melihat kondisi tante Rachma yang sekarang suaminya pun sudah ada menemani disitu dan mengucapkan terima kasih ke ane dan tante Puri atas apa yang sudah ane lakukan untuk bayi-nya, untungnya tante Rachma tidak terlalu mengalami cedera yang serius dan bisa keluar dari rumah sakit dalam beberapa hari.

Ane dan tante Puri pun akhirnya pamit dari situ dan kembali menuju rumah ane dengan terpisah, ane pake motor tante Puri menggunakan mobilnya.

Selama beberapa hari dirumah ane, tante Puri lagi dan lagi sangat sangat bisa membantu ane dalam menenangkan dan meredam emosi ane ketika lagi jatuh dan membuat ane pun ingin bangkit untuk bisa membalas kebaikan tante Puri.

Kebaikan yang ane rasa tidak bisa di balas oleh apapun di dunia ini kecuali dengan berusaha membuat tante Puri tetap tersenyum bahagia.

Dua bulan sudah berlalu dari kejadian kegugurannya tante Rachma, ane tidak pernah mendengar kabar maupun main kerumahnya Randi lagi selama dua bulan ini.

Bahkan ketika bertemu dengan tante Puri pun, tante Puri yang mencoba memberi tahu kabar tentang tante Rachma ane tolak halus, mengingat tante Rachma dan kegugurannya masih sedikit membuat ane trauma, untungnya tante Puri mengerti dan mencoba menghargai keputusan ane.

Tetapi ternyata ane tidak bisa menjauh memang dari rasa trauma tersebut karena sekarang di beberapa malam tertentu, kalau ane lembur dan terjaga sampai tengah malam, ane merasa seperti mendengar suara bayi yang menangis dari arah samping rumah, lalu berganti menjadi suara tertawa dan setelah itu seperti ada yang sedang berlari lari dari arah sana.

End of Season one.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu