2 November 2020
Penulis —  soundingsea

Banjir pun Melanda

Tetapi tidur ane pun harus terganggu karena kebelet buang air kecil di malam hari, ane melihat jam di hape yang masih menunjukkan jam 2 malam, dan dalam keadaan setengah sadar ane membuka selimut dan sarung yang ane pakai dan langsung menuju kamar mandi.

Ane melihat pintu kamar mandi yang terbuka sedikit dengan lampunya yang menyala yang membuat ane bergegas menuju sana berpikir kalau tidak ada orang di dalamnya.

Pintu kamar mandi pun langsung ane dorong tapi apa yang ada didalamnya membuat ane menjadi terdiam dan terpaku tidak bisa berkata apa apa lagi.

Bu Heni sedang berdiri, dasternya terangkat dengan tangannya yang berada di kemaluannya yang ditumbuhi bulu bulu yang sangat lebat. Dan betapa terkejutnya dia ketika pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan dirinya yang sedang bermasturbasi ria.

Keadaan tersebut diperparah dengan kondisinya bu Heni yang ketika pintu ane dorong sedang mendapatkan orgasmenya, sehingga ane bisa melihat keluarnya cairan dari sela sela pahanya dan membuat tubuhnya bergetar.

Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menyelesaikan orgasmenya tersebut, bu Heni hanya mengigit bibirnya sembari melihat ke arah ane, wajahnya memerah entah karena menahan malu karena melihat ane atau menahan orgasmenya yang sedang datang itu.

Ane reflek langsung membalikkan badan ane dan meminta maaf ke bu Heni karena ane sedang terburu buru ingin kencing dan tidak tahu kalau sedang ada orang di dalam situ.

“Aaaahh… i.. i.. yaaa maaasss.. ibu.. juga.. lupaaa.. ka.. ka.. kalau ada mas Reno… aduuuhh.. aaaaahh..”, jawabnya sembari berdesah karena orgasmenya.

Bunyi air pun terdengar dari dalam kamar mandi, sepertinya bu Heni sedang membersihkan kemaluannya, ane tidak tahu pasti karena badan ane yang menghadap kebelakang sambil memegang batang ane yang sudah kebelet ingin buang air kecil.

“Mas.. Reno..”, sapa bu Heni yang ane tanggap kalau dia sudah selesai dengan urusannya dan membalik badan ane.

“Ma.. ma.. maaf mas.. aduh.. malu aku.. maaf banget mas Reno.. bener bener malu aku..”, ujar bu Heni sembari tertunduk menahan malu.

“Iya bu.. gak papa.. ibu gak usah kuatir.. saya udah sering liat yang begitu..”, jawab ane cepat dan asal karena sudah tidak kuat lagi menahan air kencing ane yang sedari tadi tertahan.

Bu Heni sepertinya terkejut mendengar jawaban ane yang cepat dan asal itu, mukanya melongo melihat ane, seakan akan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Bu.. maaf.. udah kan yah.. saya udah gak tahan lagi nih..”, tanya ane terburu buru.

“Ah.. i.. i.. iya mas Reno.. monggo mas.. silahkan..”, jawabnya sembari menyingkirkan tubuhnya dari situ dengan kepala yang tertunduk masih menahan malu.

Pintu kamar mandi pun ane tutup dan akhirnya ane bisa buang air kecil juga, sembari menunggu selesai, pikiran ane melayang untuk me- rewind apa yang ane lihat barusan, pemandangan bu Heni yang sedang bermasturbasi dan hebatnya momennya pas sekali ketika dia sedang orgasme.

Tapi sayangnya malam ini rasa kantuk ane lebih kuat dibandingkan syahwat ane, jadi setelah selesai urusan buang air kecil ane langsung balik ke kamar dan melanjutkan tidur ane yang terpotong.

Pagi harinya ane terbangun sekitar jam 7 pagi, masih ada beberapa jam lagi sebelum_flight_ane yang dijadwalkan berangkat pukul 12 siang. Ane terduduk di tempat tidur dan melihat keluar jendela, sepertinya hari ini akan turun hujan karena langitnya gelap walaupun sudah pagi.

Ane lalu beranjak dari kamar tidur ingin menuju ke kamar mandi dengan sudah menggunakan celana panjang, gak sopan kalau ane berkeliaran pakai boxer di hari yang sudah pagi ini.

Begitu keluar kamar, ane melihat bu Heni yang sedang menuang kopi dan air teh ke dalam cangkir yang dia letakkan di meja makan, begitu tahu kalau ane keluar kamar, dengan cepatnya ia menundukkan wajahnya.

Kejadian semalam langsung datang lagi ke kepala ane, kejadian disaat bu Heni sedang merasakan kenikmatan. Tapi karena ane ingin membuat suasananya sebiasa mungkin akhirnya ane mencoba menyapanya.

“Pagi bu.. wah udah ada sarapan ya bu..?”, tanya ane seakan akan kejadian tadi malam itu tidak ada.

“Eh.. pa.. pagi mas Reno.. ndak.. ini cuman kopi, teh, sama gorengan aja kok mas..”, jawabnya dan langsung menundukkan wajahnya lagi.

“Si.. si.. silahkan mas Reno..”, lanjutnya dengan terbata bata menawarkan ane untuk sarapan.

Ane langsung duduk dan menyeruput kopi yang sudah ada di cangkir itu, pas sekali suasananya.. mendung yang akan menurunkan hujan ditambah kopi panas di pagi hari.

“Pak Dar kemana ya bu? Kok nggak keliatan..”, tanya ane yang heran karena ane sarapan sendirian disana.

“La.. lagi beli sarapan diluar mas.. tu.. tunggu sebentar ya mas..”, jawabnya.

“Wah.. nggak usah repot repot bu.. udah cukup kok ini..”, balas ane.

Suasana antara ane dan bu Heni masih kaku dan canggung, padahal ane sudah berusaha supaya sebiasa mungkin, tapi bu Heni sepertinya masih belum melupakan kejadian semalam.

“Mas.. Reno.. hmmm.. aku mau minta maaf soal yang semalem..”, ucapnya tiba tiba.

“Nggak usah minta maaf bu.. saya juga salah.. nggak tau kalo ada orang di kamar mandi.. jadi main nyelonong aja.. kebelet soalnya.. maaf ya bu..”, jawab ane yang meminta maaf juga.

Bu Heni terdiam mendengar jawaban ane, sembari tertunduk dia mencoba untuk berbicara lagi ke ane.

“Aku lupa mas.. tak pikir ndak ada orang dirumah.. biasanya kan memang aku berdua saja sama bapak..”, ucap bu Heni lagi.

Ane sebetulnya penasaran, kalau memang bu Heni dan pak Dar tinggal berdua dirumah, kenapa bu Heni harus masturbasi?, kenapa nggak langsung saja dia berhubungan badan sama suaminya?.

Tapi ane urung menanyakan rasa penasaran tersebut, ane baru kemarin kenal dengan keluarganya pak Dar, nggak sopan menurut ane bertanya tanya seperti itu.

“Oh.. iya bu.. udah ibu tenang aja ya.. saya anggep kejadian semalem gak ada kok bu.. saya jadi gak enak nih sama ibu Heni.. ibu jadi kayak takut sekarang sama saya..”, jawab ane yang mencoba menenangkan bu Heni.

“Aku.. masih malu sama mas Reno.. bukannya takut kok mas.. cuman malu bener ini..”, balasnya.

“Udah.. ibu nggak usah berpikiran kayak gitu.. kan saya tadi bilang, kejadian semalem udah saya lupain kok bu..”, jawab ane.

Bu Heni akhirnya mengangguk dan sepertinya sudah bisa menguasai diri dan emosinya, dia pun berusaha membuka obrolan lagi.

“Anu.. mas Reno.. bukannya lancang ya mas.. semalam mas Reno bilang udah sering liat.. maksudnya opo toh mas?”, tanyanya yang membuat ane tersenyum mendengar pertanyaannya.

Belum sempat untuk menjawab pertanyaannya, suara gerbang pun terbuka yang menandakan kalau pak Dar telah pulang dari membeli sarapan. Dan segera bu Heni yang mendengar suara gerbang terbuka langsung menuju pintu depan untuk menyambut suaminya tersebut.

Ane yang untuk sementara sudah puas dengan kopi dan gorengan yang telah ane makan, akhirnya beranjak menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci muka, setelah sempat tertunda karena harus berbincang dengan bu Heni.

Dan akhirnya setelah urusan pagi di kediaman pak Dar selesai, ane pun berangkat menuju bandara untuk kembali ke ibu kota dengan pak Dar yang mengantar. Ane banyak banyak berterima kasih kepada pak Dar karena sudah membantu dan menyiapkan semua kebutuhan kepindahan ane.

Pak Dar pun bilang kalau dia lagi yang akan menjemput ane minggu depan, ane lalu berterima kasih kembali dan tidak lupa pula menitipkan salam untuk istrinya karena sudah mau menerima ane dirumahnya.

Pesawat pun lepas landas sesuai waktu yang telah ditentukan, yang berarti ane akan sampai di bandara ibu kota sekitar pukul 1 atau 2 siang.

Singkat cerita sekitar jam 4 sore ane sudah berada dirumah ane lagi, sepupu ane pun sudah ada dirumah ane untuk mulai membiasakan diri menginap dirumah ane. Kami pun ngobrol ngobrol di ruang keluarga bareng sama nyokap ane sekalian.

Nyokap bilang kalau ada yang mencari ane dari sabtu sore kemarin, tidak memberi tahu dia siapa, tetapi begitu tahu kalau ane sedang keluar kota dan mengetahui kalau ane besoknya sudah kembali, pria paruh baya itu pun langsung bergegas pamit.

Disaat ane sedang berpikir, tiba tiba bel pintu depan pun berbunyi, nyokap bilang kemungkinan itu si pria kemaren, karena pria itu datang sekitar jam segini. Akhirnya ane sendiri menawarkan untuk membuka pintu depan.

Pintu depan pun ane buka dan…

BUUUUGGHHH..

Sebuah bogem mentah melayang tepat di muka ane.

“BRENGSEK!!”, teriak pria itu sembari memaki.

Nyokap dengan spontan langsung berteriak melihat anaknya yang tiba tiba dihajar di depan matanya sampai tersungkur.

Si pria paruh baya itu hendak ingin menghajar ane lagi yang kaget dari pukulan pertamanya, beruntung sepupu ane yang walaupun dia baru masuk kuliah tapi memiliki badan yang lebih besar dan lebih kekar dari ane menahan pria tersebut sehingga pria tersebut tidak bisa mendekati ane.

“Kurang ajar kamu Reno!”, teriak si pria tersebut lagi.

“Kita sudah punya perjanjian!”, lanjutnya.

Setelah berhasil mengumpulkan kesadaran dari rasa kaget, akhirnya ane paham kenapa tante Puri menghilang dari kehidupan ane seminggu ini.

Pria paruh baya yang mencari ane dari kemarin dan hari ini berhasil melayangkan bogemnya itu ialah suaminya tante Puri, om Herman.

Ane lalu bangkit dan berjalan menghampiri om Herman yang masih ditahan sepupu ane.

“Kita selesein masalah ini diluar om.. jangan di depan ibu saya..”, usul ane.

Om Herman pun akhirnya menarik nafasnya dan setelah tenang dia melepaskan pegangannya dari sepupu ane.

“Dek.. kamu jagain mama di dalam.. gak usah keluar keluar..”, lanjut ane berbicara ke sepupu ane dan dia pun mengangguk.

Ane langsung mengikuti om Herman yang berjalan keluar sampai di gerbang pintu rumah ane yang pendek dan dapat terlihat dari luar itu, ane melihat mobil mewah tidak jauh dari situ, pernah ane lihat waktu terakhir kali berkunjung ke rumahnya tante Puri, dan dia bilang kalau mobil berwarna hitam itu adalah mobil suaminya.

“Bajingan kamu! Saya kan sudah pesan sama kamu untuk jangan main perasaan sama Puri..”, ujarnya seketika begitu kami sudah cukup jauh dari penglihatan nyokap ane.

“Kamu itu cuma jadi ‘dildo’ dia doang.. gak usah besar kepala kamu..!”, lanjutnya yang sekarang malah menghina ane.

“Iya memang! Tapi saya jauh lebih tau apa yang istri om cari dibanding om sendiri yang katanya sayang tapi ternyata malah membagi istri om sendiri ke teman teman om!”, jawab ane yang sudah mulai panas.

Tempelengan keras pun melayang ke muka ane, tapi kali ini ane sudah siap jadi tempelengannya om Herman hanya membuat kepala ane bergerak tidak sampai membuat badan ane terjatuh.

Sepupu ane yang melihat dari pintu depan ingin mengahampiri ane untuk ngebantu ane lagi tapi ane larang supaya jangan mendekat.

“TAU APA KAMU!?! Kamu pikir saya senang membagi istri saya ke orang lain?!!”, teriaknya lagi yang membuat mukanya memerah padam.

Disaat ane ingin membalas ucapannya, tiba tiba pintu depan penumpang mobil om Herman terbuka, dan keluarlah tante Puri, wanita yang selama seminggu ini membuat ane jadi gusar dan khawatir menunggu kabarnya.

“Mas.. cukup mas!.. aku yang salah mas.. udah jangan pukul Reno lagi..”, teriaknya sembari menangis.

Ane lalu menghampiri tante Puri yang keluar dari mobil, walaupun ditahan sama om Herman tapi ane memaksa melepaskan tangannya dari ane dan langsung berlari menghampiri tante Puri, karena selain ane kangen sama dia, ane juga sudah tidak peduli lagi sama om Herman, toh dia juga sudah tahu situasinya.

Tetapi ketika ane sudah menghampiri tante Puri dan memeluknya, tiba tiba darah ane mendidih, emosi ane naik seketika. Ane melihat wajah cantiknya tante Puri babak belur penuh lebam, walaupun tidak banyak hanya di pelipis dan di ujung bibirnya yang membiru, tetapi tetap saja ane tidak bisa menerima kenyataan bahwa malaikat tanpa sayap yang selalu mensupport dan menemani ane itu menjadi begini.

“Maaf ya sayang.. kamu.. jadi begini..”, ucap ane sembari memegang wajahnya tante Puri, tante Puri hanya menggeleng dan menangis karena ane mengetahui kondisinya.

Om herman yang merasa apa yang dilihatnya sudah kelewatan akhirnya menghampiri ane dan tante Puri untuk memisahkan kami berdua, tetapi ketika tangannya mulai memisahkan kami berdua, ane yang sudah naik pitam melepaskan pukulan dengan sangat kencang ke mukanya om Herman yang membuat dia sekarang yang gantian terjatuh.

“BANGSAT!”, teriak ane sembari menghampiri om Herman yang terjatuh untuk kembali melepaskan bogem mentah ke mukanya.

Om Herman tidak dapat bergerak karena perbedaan secara fisik antara ane dan om Herman yang sudah menua. Sembari menarik kerah bajunya, ane sempat melancarkan pukulan ane bertubi tubi ke mukanya om Herman.

Tante Puri hanya berteriak dan menangis melihat apa yang terjadi di depan matanya, sepupu ane akhirnya keluar dari rumah, setelah tahu kalau ane sudah lepas kontrol sehingga dia berpikir untuk menahan ane supaya tidak berbuat lebih jauh lagi.

Sepupu ane berhasil menarik badan ane dan membuat ane berhenti memukuli om Herman, tante Puri dengan segera langsung menghampiri suaminya untuk membangunkannya.

“Kak Reno.. udah kak.. orang tua itu kak.. jangan kelewatan kak!”, teriak sepupu ane yang ikutan panik.

“Bangsat lo! Gw gak peduli kalo lo suaminya.. gw gak terima Puri lo bikin babak belur begini!”, teriak ane yang sudah kalap.

Warga sekitar yang tadinya tidak terlalu perduli akhirnya mulai menghampiri ke depan rumah ane untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Melihat warga yang datang dalam jumlah cukup banyak, tante Puri pun langsung berinisiatif untuk memindahkan ane dan om Herman dari situ supaya tidak tambah ricuh.

“Reno.. kita ke rumah aku aja ya.. kita selesein disana masalahnya..”, usul tante Puri yang mulai panik melihat warga yang ingin menonton keributan.

Sejurus kemudian tante Puri langsung memasukkan om Herman ke bangku penumpang yang awalnya ditolak olehnya tapi setelah sadar kalau warga sudah ramai disitu akhirnya om Herman menyetujui usul istrinya.

Sesaat setelah tante Puri dan suaminya beranjak dari situ, ane langsung berlari masuk rumah tidak mempedulikan para tetangga tetangga ane yang ribut mempertanyakan ada kejadian apa.

Ane langsung berganti pakaian juga celana dan langsung mengambil kunci mobil, serta tidak lupa pula mengambil paketan jas yang seharusnya sudah diberikan ke tante Puri dan setelah itu pamit sama nyokap dan sepupu ane.

Sekitar maghrib lebih sedikit ane sudah tiba dirumahnya tante Puri dan om Herman, mobil mewah berwarna hitamnya milik om Herman juga sudah terparkir disana.

Ane langsung masuk ke dalam rumah tanpa dipersilahkan, ane betul betul sudah kepalang emosi karena melihat kondisinya tante Puri, satpam yang berada di dalam rumah karena melihat majikannya pulang dalam keadaan mengeluarkan darah dari bibirnya mencoba menghentikan ane.

“Pak.. udah gak papa.. biarin dia masuk.. bapak tunggu diluar.. dan jangan ada yang masuk kalo gak disuruh!”, perintah tante Puri ke satpam dan kedua ART-nya yang dijawab anggukan dari mereka.

Melihat kondisinya om Herman yang sedang di kompres mulutnya sama tante Puri membuat ane tersadar kalau perbuatan ane betul betul kelewatan. Ane pun menarik nafas untuk menenangkan diri karena merasa kasihan dengan om Herman.

“Sejak kapan ada suami sah yang malah jadi bulan bulanan sama simpenannya istri..?”, tegurnya begitu melihat ane.

“Kamu mau saya panjangin.. mau saya panggil polisi sama pengacara..?”, lanjutnya dengan mengancam ane. Tentunya akan sangat mudah dengan

power-nya om Herman untuk menjebloskan ane ke penjara, karena selain sudah berselingkuh dengan istrinya, ane juga sudah membuat dia babak belur.

“Mas! Udah cukup! Aku suruh Reno kesini buat omongin masalah ini baik baik.. kamu juga salah.. sudah istri sendiri dipukul.. terus kamu samperin rumah orang buat mukul yang punya rumah..”, tante Puri mencoba menginterupsi omongannya om Herman dan mempersilahkan ane buat duduk.

“Maaf om.. saya tau saya kelewatan.. tapi..”, kata ane begitu ane duduk di sofa ruang keluarga.

“Saya masih gak terima, tante Puri om bikin babak belur.. selama ini tante Puri selalu membantu dan mensupport saya kalo saya lagi ada masalah, tante Puri sudah sabar menghadapi saya yang walaupun seperti tadi om bilang.. kalo saya ini cuma ‘dildo’nya tante Puri..”, lanjut ane.

“Reno kamu ngomong apa sih?! Kenapa masalah itu dibawa bawa lagi..?”, jawab tante Puri yang tersinggung dengan omongan ane.

“Ya memang itu kan tadinya tugasnya dia.. cuma muasin kamu aja kan.. gak usah dibela lah..”, jawab om Herman.

Ane terdiam mendengar jawabannya om Herman, memang betul semua yang dia ucapkan, dalam keadaan yang sudah tenang dan reda ane menyadari bagaimana pun ane memberikan alasan, tetap saja ane berada di posisi yang salah.

Dan memaksakan kehendak ane yang gak mau kehilangan tante Puri juga bukan jalan keluar yang bagus, mengingat situasi ane yang akan pindah kota minggu depan. Ane justru takut kalau terjadi apa apa sama tante Puri kedepannya.

“Jadi.. mau om gimana sekarang..?”, tanya ane yang sudah kehabisan jalan keluar.

“Ya jelas.. kamu pergi dari hidup saya dan istri saya.. kamu sudah keluar dari perjanjian yang pernah kita bertiga sepakati..”, jawab om Herman tegas.

“Mas.. jangan begitu dong.. selama ini kan Reno yang udah nemenin aku kalo nggak ada kamu.. tolong ngertiin sedikit dong..”, sela tante Puri.

“Oh.. masih mau ngebelain.. belum cukup yang kemaren?”, bentak om Herman yang membuat tante Puri terdiam yang maksudnya soal kekerasan fisik yang diterima tante Puri kemarin.

“Om! Udah cukup.. kalo itu mau om.. saya turuti.. tapi jangan pernah sekali kali memukul tante Puri lagi.. saya bener bener gak bisa terima sama perlakuan om ke dia..”, kata ane yang kembali emosi gara gara omongan konyolnya om Herman yang bertingkah sewenang wenang.

“Asal om tau.. yang tante Puri cari bukan kepuasan nafsunya.. tapi om sudah tidak peduli lagi sama tante Puri.. sejak om lumpuh.. om gak pernah ada dirumah kan? Om ngerasa malu karena sudah gak bisa lagi? Bukan itu masalahnya..!”, lanjut ane yang terbawa.

Om Herman melihat ane dengan serius, sembari membiarkan ane meneruskan omongan ane tadi.

“Bahkan om sampai mengusulkan tante Puri untuk berhubungan badan sama teman temannya om.. padahal lumpuhnya om gak jadi masalah buat dia.. om yang minder karena kelumpuhan om, yang nggak pernah ada dirumah buat tante Puri, om pun sudah gak perhatian lagi ke tante Puri.. itu masalahnya! ”, lanjut ane.

“Tapi om berpikir kalau ini semua cuma masalah selangkangan.. om buta karena harga diri om hancur sebagai laki laki di depan tante Puri.. begitu kan?!”, tanya ane yang mengakhiri penjelasan panjang lebar ane.

“Kurang ajar kamu..!”, maki om Herman yang sepertinya emosinya tersulut lagi karena tebakan ane yang tepat sasaran.

“Apa?! Om mau mukul saya lagi..?! silahkan..! berarti om juga mengakui kan kalo om salah.. makanya om marah dan malu gara gara omongan saya barusan..”, balas ane dengan nada menantang.

Om Herman hanya bisa terduduk mendengar omongan ane, dia menarik nafasnya, wajahnya merah padam, tante Puri yang ketakutan hanya bisa berusaha menenangkan suaminya.

Akhirnya setelah om Herman sudah bisa menguasi dirinya lagi dia berusaha untuk berbicara baik baik sama ane.

“Kamu laki laki kan Reno? Paham lah kamu harusnya sama masalah saya..”, ucapnya yang ane jawab dengan anggukan.

“Menurut kamu.. wajar gak kalo saya marah sama kamu..? saya sudah tidak bisa apa apa sebagai suami.. jadi saya berusaha sebisa saya untuk memenuhi kebutuhan istri saya..”, lanjutnya dengan nada serius.

“Tapi.. bukan berarti saya gak cemburu.. pasti ada lah itu.. saya sayang sama Puri.. makanya sejak ada kamu, jujur saya jadi takut.. Puri selalu excited kalo ngomongin kamu..”, lanjutnya lagi sembari ane melihat ke tante Puri dan sepertinya dia mengucapkan maaf ke suaminya.

“Saya sudah curiga awalnya.. yah perempuan itu lucu Reno.. mereka tiba tiba bisa kayak abg kalo lagi suka sama orang.. begitu saya tanya.. Puri selalu bilang kalo tidak ada apa apa dan nyuruh saya buat tenang tenang saja.. sampai malam minggu kemarin akhirnya saya udah gak kuat lagi.. ”, ujar om Herman yang membuat ane ingin bertanya.

“Malam minggu kemarin..?”, tanya ane.

Om Herman akhirnya menceritakan apa yang terjadi malam minggu kemarin begitu tante Puri sampai dirumah, setelah tante Puri mengantar ane di malam ulang tahun ane dan menuju rumahnya ternyata om Herman sudah menunggu di dalam dengan marah.

Dia marah karena tante Puri berani memilih menghabiskan waktu sama ane yang sedang berulang tahun dibanding sama dia yang kebetulan sedang pulang ke sini.

“Dia tau kalo saya lagi pulang.. dan dari dulu memang saya tidak suka kalo saya pulang dia tidak ada dirumah.. tapi kemarin dia malah berani mengesampingkan saya dan malah memilih kamu..”, katanya.

Dia pun melanjutkan ceritanya, emosinya semakin menjadi begitu melihat tante Puri pulang dengan gaun mewah yang ia pakai waktu dinner sama ane. dan melayanglah sebuah tamparan ke wajahnya tante Puri dengan kencang.

Selama lebih dari 20 tahun menikah, malam itu menjadi malam pertama buat tante Puri menerima kekerasan fisik dari suaminya. Hal ini membuat tante Puri ketakutan dan meminta maaf sama suaminya, tetapi suaminya yang sudah kalap kembali menampar pipi-nya tante Puri.

Setelah itu hape tante Puri diambil sama om Herman dan nyaris saja dibanting sama dia, tetapi tante Puri memohon mohon untuk jangan menghancurkan hapenya karena banyak relasi dan rekanan bisnisnya disana.

Mendapat perlakuan kasar seperti itu, akhirnya tante Puri menceritakan hubungan dia dan ane ke suaminya, yang tentu saja membuat om Herman naik pitam lagi, dan kembali menampar tante Puri untuk kali ketiga.

Ane yang mendengar kalau tante Puri ditampar bolak balik sama suaminya ingin sekali lagi memukul mukanya om Herman dengan kencang, kalau perlu biar sampai patah hidungnya, tapi tante Puri yang melihat ekspresi ane berusaha menenangkan ane.

“Saya pengen nyamperin kamu paginya padahal.. tapi saya lupa kalau saya sudah janji buat keluar negeri lagi.. makanya baru kemarin sama hari ini saya bisa kerumah kamu..”, ucapnya.

Untuk kerumah ane pun, om Herman harus kembali menampar tante Puri sekali lagi supaya dia diberi tahu dimana rumah ane karena tante Puri mati matian menjawab kalau dia tidak tahu sampai akhirnya tante Puri menyerah dan menuruti kemauan suaminya.

“Intinya.. saya takut dan terbawa emosi.. takut istri yang selama ini saya cintai pergi dari saya karena ‘penyakit’ yang saya punya.. kalau itu yang terjadi.. percuma selama ini saya punya uang, harta dan koneksi yang banyak.. buat apa juga.. sudah tidak ada yang bisa menolong saya dari ‘penyakit’ saya..

Ane lalu menarik nafas setelah mendengar inti cerita dari om Herman, ada yang ane rasakan di balik ceritanya, penderitaan selama ini yang ia pikul sendiri selama bertahun tahun hanya karena ingin melihat istri yang dicintainya itu bahagia.

Tante Puri pun sama, walaupun sudah babak belur akibat om Herman, tapi tetap saja tante Puri masih tersenyum sembari mendengarkan cerita om Herman barusan. Wanita ini memang betul betul luar biasa, ane harus kasih 2 jempol buat tante Puri, bahkan kalau perlu 4 jempol pake jempol kaki karena saking tabahnya dia jadi perempuan.

“Makanya tadi saya sudah bilang kalau ini bukan masalah ‘penyakit’ om.. selama saya dekat dengan tante Puri, akhirnya saya paham kalau tante Puri butuh orang yang bisa memberikan dia perhatian.. buktinya, kalau saya ketemu sama tante Puri, kita berdua gak selalu melakukan hubungan badan.. ”, ujar ane yang mencoba memberikan pengertian ke suaminya tante Puri tentang masalah sebenarnya.

“Kapan terakhir kali om ajak tante Puri jalan jalan berdua sekedar makan malam atau jalan jalan santai..?”, tanya ane yang membuat om Herman terdiam dan tertunduk mendengar pertanyaan ane.

“Bukan dengan memberikan tante Puri kebebasan untuk tidur dengan orang lain bakal bikin dia bahagia.. yang tante Puri butuhin bukan itu..”, lanjut ane.

“Dan waktu Reno sedang hancur karena masalah dihidupnya.. aku merasa berarti jadi perempuan yang bisa ngebantu dia buat ngelewatin cobaan dihidupnya.. itu aku gak dapat dari kamu.. karena kamu selalu simpan masalah kamu sendiri dan hanya aku yang kamu pikirin mas.. ”, kata tante Puri yang mulai berani mengutarakan isi hatinya.

“Makanya waktu Reno bilang kalo dia mulai posesif ke aku dan gak mau kehilangan aku dan menjadi ketergantungan sama aku secara terang terangan.. jujur.. aku seneng..”, lanjut tante Puri dan ane mengamini ucapannya.

Om Herman mengambil nafas dalam dalam, tangannya diletakkan di mulutnya mendengar kejujuran istrinya yang sekarang dengan kepala dingin bukan dengan emosi seperti minggu kemarin.

“Jadi mau kamu gimana sekarang..? aku.. minta maaf ke kamu karena sudah kasar dan tidak peduli sama kamu.. bertahun tahun aku jadi suami kamu.. aku sadar kalau aku kelewatan selama ini.. aku ikhlas kalau kamu mau ikut sama Reno.. ”, ujar om Herman ke tante Puri yang membuat ane terkejut dengan ucapannya setelah sebelumnya dia minta ane menjauhi kehidupan dia dan istrinya.

“Aku liat Reno juga peduli sama kamu.. dia bisa meledak melihat keadaan kamu gara gara aku.. jadi kayaknya kamu aman kalo sama dia..”, lanjutnya lagi dan tante Puri tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Nggak mungkin.. gak adil juga buat kamu sama Reno kalo itu yang terjadi.. aku hanya jadi beban tanggungan Reno doang.. masa depan dia masih panjang mas.. kasihan kalau harus nanggung aku..”, jawab tante Puri yang sepertinya masih ingin bersama suaminya di sisa hidupnya.

“Tapi.. kalau mas mengijinkan.. aku tetep pengen seperti ini.. dan kalau mas keberatan pun aku turutin apa mau kamu.. yang jelas apa pun jawaban kamu.. aku pengennya kamu jawab sesuai kata hati kamu mas.. jangan bawa bawa alasan pengen ngebahagiain aku lagi kamu juga harus pikirin kebahagiaan kamu juga..

Disaat om Herman akan memberikan jawabannya ke tante Puri, ane tiba tiba teringat chat terakhir ane ke tante Puri yang mengatakan kalau ane akan pindah keluar kota plus tetek bengeknya itu yang belum sempat dibacanya.

“Puri.. hape Puri dimana?”, tanya ane ke tante Puri.

“Ada sama saya Reno.. ada apa?”, tanya om Herman yang menjawab pertanyaan ane.

“Bisa tolong dinyalakan sebentar.. ada yang mau saya tunjukkin ke tante Puri..”, jawab ane.

Om Herman pun bangkit dari duduknya dan menuju kamarnya dan tante Puri, tante Puri berbisik berterima kasih ke ane dan kemudian meminta maaf karena keadaannya bisa seperti ini, ane hanya mengangguk mendengar ucapannya tante Puri.

Tak lama kemudian om Herman pun keluar dengan membawa hapenya tante Puri yang sudah tercolok power bank karena mati beberapa hari ini.

Hape tante Puri pun akhirnya menyala setelah menunggu beberapa saat karena keadaannya yang mati total, bunyi notifikasi pun membanjiri hapenya begitu dinyalakan, tidak heran memang orang seperti tante Puri memang mempunyai kehidupan sosial diluar yang sangat luas.

“Coba kamu liat chat dari aku..”, kata ane.

“Kamu chat apa emang? Ngomong aja langsung..”, jawabnya.

“Udah liat aja dulu..”, balas ane.

Tante Puri pun membuka aplikasi chat dan bibirnya tersenyum melihat chat dari ane, tapi tidak beberapa lama senyumnya pun hilang bagai ditelan bumi, matanya tiba tiba memerah, tapi dia berusaha tegar sembari tersenyum kembali.

“Emang.. udah.. jalannya.. yaa sayang..?”, tanyanya dengan sedih sampai sampai memanggil ane sayang di depan suaminya.

“Ada apa..?”, tanya om Herman yang penasaran dan langsung mengambil hapenya tante Puri dan langsung membacanya.

“Kamu mau pindah keluar kota?”, tanya om Herman yang ane jawab dengan anggukan.

“Tadinya saya bingung karena harus ninggalin tante Puri.. dan butuh saran dari dia.. tapi melihat situasi sekarang.. saya pikir, ini bisa jadi kesempatan yang bagus buat om dan tante Puri buat bisa akur lagi..”, jawab ane yang membuat tante Puri menangis.

“Om.. saya mau om janji sama diri om sendiri kalo om akan baik memperlakukan tante Puri kedepannya.. kasih tante Puri perhatian lagi, kalo perlu.. ajak dia kalo om ada urusan kerja diluar.. hanya untuk sekedar refreshing dan bisa berdua sama om..”, lanjut ane yang dijawab anggukan mengerti dari suaminya tante Puri.

Tiba tiba, om Herman beranjak dari situ dan mengambil kunci mobilnya lalu pergi menuju pintu depan rumahnya.

“Loh mas.. mau kemana?”, tanya tante Puri yang bingung.

“Aku.. mau cari makan diluar.. laper nih udah malem juga.. paling nanti sampe jam 9 malem..”, jawabnya sambil tersenyum dan lalu meninggalkan kami berdua.

Tante Puri yang paham dengan maksud suaminya langsung mengejarnya dan memeluknya sembari mengucapkan terima kasih.

Suaminya tante Puri akhirnya benar benar pergi dari rumahnya sendiri, dan hanya menyisakan ane dan tante Puri di dalam sana.

Tante Puri dengan senyum nakalnya lalu menarik tangan ane menuju kamarnya dan langsung menguncinya sesaat setelah kami berdua masuk kesana.

Ane langsung melumat bibirnya tante Puri dengan ganas, seminggu gak ketemu sama tante Puri bener bener bikin ane lumayan stress sebetulnya.

Tante Puri juga sepertinya merasakan hal yang sama, terlihat sekali dari cara dia melumat bibir ane yang lebih kencang dari biasanya.

“Aduh.. sakit..”, ujarnya tiba tiba ketika ujung bibirnya yang masih lebam ane hisap.

“Sayang.. maaf ya.. semuanya harus jadi kayak gini..”, kata ane sembari memegang wajahnya tante Puri dan mengusap lebamnya dengan lembut.

“Tadi pas tau kalo kamu mau pindah.. aku janji.. aku gak bakalan nyari kepuasan aku lagi.. aku pengen berhenti.. kayak yang kamu bilang.. aku pengen memulai hidup baru sama suamiku.. dan aku pengen kamu jadi orang terakhir yang kasih aku kepuasan sebelum aku berhenti.. ”, jawab tante Puri dan mencium ane dengan lembut.

Ane lalu menggendongnya, dan sembari berciuman membopongnya ke atas tempat tidur yang berukuran besar dan empuk itu.

Setelah ane merebahkan tante Puri disana, ane langsung membuka baju ane dan melepaskan celana panjang ane sehingga sekarang hanya menyisakan boxer saja seperti biasa. Tante Puri pun dengan cepat juga membuka baju lengan panjangnya dan celana jeansya.

Tapi ane seketika terdiam ketika tante Puri melepaskan bajunya, lebam yang diterimanya ternyata bukan hanya di wajah, tetapi juga ada beberapa di lengan dan pinggangnya. Ane memandangi tante Puri dengan perasaan sedih, sama sekali ane tidak menyangka kalau bakal separah ini.

Dalam hati ane berkata, kalau memang kepindahan ane dari kota ini akan memberikan tante Puri hidupnya yang dulu, ane akan sangat berbesar hati dan ikhlas melepas tante Puri kembali ke suaminya.

“.. Gak papa kok yang.. masih sakit sih.. tapi udah mendingan..”, ucapnya yang menyadari kalau ane memperhatikan tubuhnya yang lebam itu.

“Maaf.. ya.. Puri.. maaf..”, ane mengucapkan maaf sembari menciumi bibirnya tante Puri dengan lembut.

Ciuman ane mulai pindah ke lehernya untuk sekedar mengecup bibirnya lembut dan kemudian berpindah ke payudaranya yang masih tertutup BH-nya.

“Hemm.. kamu tau kalo aku masih nyeri yaa.. mainnya langsung jadi lembut begitu.. makasih ya yang.. aaaahh..”, ujarnya ketika ane membuka BH-nya dan kemudian menyusu di payudaranya yang montok itu.

Malam ini ane pengen memperlakukan tante Puri secara gentle, selain karena tubuhnya yang masih sakit karena lebam, ane rasa memperlakukan secara lembut dan tidak berlebihan akan membuatnya sedikit tenang.

“Aaaaahh.. sayaaang.. isep yang.. aaaahh.. aaaahh..”, desahnya karena terus terusan menyusu di putingnya itu.

Hisapan ane pun berpindah ke payudaranya yang satu lagi, sembari tangan ane mulai turun ke bawah dengan lembut dan menyentuh klitorisnya dari luar dan menggosoknya lembut.

Tubuh tante Puri pun mulai bergetar menerima sentuhan di klitorisnya, ane dengan sabar menghisap putingnya sambil menggosok klitorisnya dengan sangat pelan, supaya tante Puri merasakan enaknya tiap detik.

“Ssshhh..baby.. sayang.. aku kangen sama kamu yang.. ooohhh.. gitu yang.. pelan pelan aja yaahh.. ssshhh..”, ucap tante Puri yang ane lihat sudah memejamkan matanya menikmati apa yang ane berikan.

Kedua tangannya pun diangkat dan memegang kepala tempat tidur, mulut ane pun berpindah untuk menciumi ketiaknya yang sangat putih dan mulus. Tangan ane dibawah juga sudah mulai menurunkan celana dalamnya.

Ane memasukkan jari ane ke dalam memeknya tante Puri dan mengocoknya dengan lembut, sementara mulut ane bergerak dari ketiaknya pelan menuju lehernya lalu kembali turun ke payudaranya untuk ane hisap kembali putingnya.

Jari jari tangan ane terasa sangat hangat ketika ane mengocok liang kenikmatannya tante Puri yang juga sudah mulai basah itu, volume air di dalam sana sepertinya bertambah banyak.

“Hemmm.. ssshhh.. yaaaang.. yaaaaang.. aaaaahhh.._i’m cumming_yaaaang..”, desahnya yang membuat ane mengeluarkan jari ane dari dalam memeknya.

Klitorisnya tante Puri lalu ane gosok gosok pakai jari dengan kencang supaya dia bisa orgasme dan tidak beberapa lama tante Puri pun squirt dengan sangat banyak.

Craaaattt… seeerrrr.. seeerrrrr..

“Aaaaaaahhh.. aduuuh yaaang.. badanku sakit yaaaang.. aduuuuhh.. sakiiiit.. aaaahhh..”, desahnya ketika orgasme yang membuat ane kaget karena sepertinya lebam di tubuhnya tante Puri membuat orgasmenya sakit karena tubuhnya otomatis bergetar dengan kencang.

Melihat tante Puri yang kesakitan, ane langsung memeluk tubuhnya yang bergetar itu untuk meredam getarannya, tapi sepertinya usaha ane sia sia, karena dia masih mengaduh kesakitan meskipun sudah ane peluk.

“Aduh.. Renooo.. sakit keseluruh badan nih yaaaang.. aduuuhh.. aduuuuhh.. sakiiit..”, ucapnya sambil mengaduh kesakitan.

Ane betul betul iba melihat tante Puri kesakitan seperti itu, gak tega juga kalau harus melanjutkan kegiatan kami ini.

“Udah ya sayang.. gak usah dilanjut.. aku gak tega liat kamu kesakitan..”, ujar ane sembari mencium keningnya tante Puri.

Tante Puri melihat ane dan kemudian menggelengkan kepalanya, “Gak papa.. selesein aja yang.. aku tahan nanti.. buat terakhir kali kan.. aku pengen ini sampai tuntas..”, jawabnya.

Kemudian tante Puri mulai membuka boxer ane yang masih melekat di tubuh ane dan menurunkannya, tapi tidak seperti biasanya, kali ini dia terdiam sebentar melihat batang ane.

“Kalo mulut kamu sakit buat ngebuka lebar lebar.. gak usah diisep aja dulu.. langsung aku masukin aja ya..”, ucap ane yang melihat tante Puri terdiam karena sepertinya mulutnya masih sakit untuk dibuka lebar.

“Maaf ya sayang..”, jawabnya singkat dan ane pun hanya tersenyum mendengar permintaan maafnya.

Ane lalu membuka lebar lebar kakinya tante Puri, dengan perlahan ane mulai menempelkan kepala batang ane tepat di muka bibir memeknya, dan memainkannya sebentar disana.

“Hemmm.. aaaaahh.. te.. terusss yang..come on beb.. rubbin’ it beb.. aaaaahhh.. sssshhhh..”, desahnya.

“Tahan ya yang..”, kata ane yang dijawab dengan anggukan dari tante Puri.

Kepala batang ane perlahan lahan sudah mulai masuk ke dalam memeknya tante Puri, tubuhnya pun mulai bergetar dan mulutnya mulai mendesah.

“Aaaaahhh.. sakiiiiit.. pelan pelan yaaaang.. yang lembut ya sayaaaang..”, pintanya.

Sembari mendorong batang ane menuju lebih dalam lagi, bibir ane pun melumat bibirnya tante Puri supaya dia tidak terlalu terkonsentrasi ke rasa nyerinya.

Bleessss…

Batang ane pun akhirnya bisa masuk sampai ke pangkalnya, sembari berciuman tante Puri pun memejamkan matanya karena menahan rasa sakit dari tubuhnya itu.

Ane pelan pelan mulai menggerakkan pinggul ane, sebisa mungkin ane bergerak selembut dan sepelan yang ane bisa. Padahal dengan keadaan lobang senggamanya yang sudah basah ini, seharusnya tante Puri bisa merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat.

Tapi karena ada lebam di tubuhnya, kenikmatan itu harus ia bayar bercampur dengan rasa nyeri, ane gak tau alasan khusus apa yang membuat tante Puri tetap ingin meneruskan kegiatan ini selain yang tadi dia bilang, ini yang terakhir.

Sepertinya penetrasi lembut dan pelan yang ane lakukan sudah mulai membuat tante Puri terbiasa, pinggulnya pun sudah bisa mulai mengimbangi genjotan yang ane kasih, dan mulutnya juga sudah bisa mulai untuk mengeluarkan desahan.

“Ouuuuhh.. beb.. enaaaaaakk.. aaaaaaahh.. kangen benget… kayak.. udah.. lama gak diginiiiiin.. ssshhh.. ooouuuhhh..”, desahnya ketika melepaskan ciuman ane.

Ia pun memeluk ane dan mulai melanjutkan desahannya di kuping ane, genjotan pun mulai ane percepat sedikit dan melambatkannya lagi kalau tante Puri sudah mulai mengaduh kesakitan.

Akhirnya ane yang harus bisa mengimbangi kondisi tante Puri, mau tidak mau memainkan leher dan telinganya supaya tante Puri bisa cepat orgasme kembali.

“Sssshhh.. iya.. terus yaaaang.. aku.. bentar lagiiiih.. aaaaahhh.. aaaaahhh..baby… aaaawwhhh..”, racaunya.

Tiba tiba giginya tante Puri menggeretak, matanya mulai terpejam tante Puri akan orgasme untuk yang kedua kalinya, biasanya kalau seperti ini, ane pasti mempercepat tusukan ane, tapi kali ane khawatir kalau dia squirt lagi, badannya pasti nyeri lagi.

Akhirnya ane memutuskan untuk membuatnya orgasme dengan tempo tusukan yang lambat dan lembut, untungnya tante Puri masih merespon dengan mendapatkan orgasmenya yang kedua.

“Ssshhhh.._i’m.. cum… miiing_yaaaang.. aaaaaoooouuuhhh.. oooooouuuuhhh… aaaaaaakhhhhh.. sssshhhh… enaaaaaak yaaaaang.. enaaaaaaakk..”, desahnya ketika orgasme disertai lenguhan panjang.

Ane merasa ada yang hangat di selangkangan ane, ketika ane lihat ternyata cairannya tante Puri mengalir melewati sela sela dinding memeknya dan batang kontol ane. Tubuhnya tante Puri pun bergetar tapi tidak sekencang yang pertama, sembari giginya menggeretak, nafasnya tante Puri pun tersengal karena orgasmenya.

“Sakit gak yang..?”, tanya ane yang khawatir.

“Enggak terlalu yang.. masih lebih berasa enaknya dibanding yang pertama.. aku suka..”, jawabnya sambil tersenyum dan lalu menghampiri bibir ane untuk dilumatnya.

Tante Puri lalu menyuruh ane untuk bersender di kepala tempat tidur, kali dia ingin yang memuaskan ane dengan mendudukkan dirinya diatas batang ane.

Tetapi baru beberapa gerakan tante Puri tiba tiba berhenti, dia mengeluarkan air mata, tubuhnya sepertinya merasakan nyeri ketika menggerakkan pinggulnya dan ini membuat tante Puri frustrasi.

“Maaaaaaff.. aku gak bisaaa.. sakit yang..”, katanya sembari terisak.

Ane lalu memeluknya dan mengusap kepalanya, “Udah gak papa.. jangan kamu paksain ya..”, kata ane yang ingin menenangkan tante Puri.

“Aku pengen nyenengin kamu buat yang terakhir.. tapi sakit banget.. nyeri..”, katanya sambil menangis.

“Kamu selalu nyenengin aku.. selalu.. jadi kamu gak usah khawatir.. sekarang biar giliran aku ngebales kamu.. cuma ini yang aku bisa..”, jawab ane dan tante Puri menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

Ane lalu membalikkan lagi tubuhnya tante Puri untuk menyamping dengan lebam di pinggangnya yang berada diatas, ane angkat pahanya keatas dan menahannya dengan tangan kemudian dari belakang ane mulai memasukkan kembali batang kontol ane ke dalam memeknya.

Bleessss…

“Sssshhh.. ooouuuuhhh.. hmmm.. aaaaaawwhhh..”, desahnya begitu batang ane amblas di dalam memeknya.

Ane kemudian menciumi lehernya dari belakang, sementara tangan tante Puri diangkatnya untuk mencari kepala ane.

Pinggul pun mulai ane gerakkan lagi dengan lembut untuk menusuk memeknya tante Puri, kami lalu mulai berciuman dengan ganas sembari batang ane memberikan penetrasi dibawah sana.

“Ouuuuhhh.. yeaaaahh.. enak yaaang..damn.. enaaaakk.. aaaaaahhh..”, ucapnya mendesah.

Air mata tante Puri kembali berjatuhan, ane pikir dia merasakan nyeri dari tubuhnya tetapi sepertinya kali ini dia ingin meluapkan emosinya ke ane.

“Aaaaaaahhh.. Renoooo.. aku.. sayang sama kamuuuu.. oooouuuhhh.. sayaaaang.. bangeeeeett.. ooouuuwwwhhh.. enaaaaak sayaaaaang.. kamu sayang gak sama akuuuu..?”, racau tante Puri yang untuk pertama kali ane lihat dia kehilangan kontrol atas dirinya.

Tante Puri adalah pribadi yang selalu bisa mengendalikan emosinya, baik kalau dia sedang ada_problem_entah dibutik atau sama orang orang sekitar atau sedang bersetubuh sama ane. Makanya ane heran mendengar racauannya sampe seperti ini.

“Iyaaa.. aku juga sayang sama kamu..”, jawab ane yang membuat dia tersenyum dan ane kembali melumat bibirnya.

Sementara bibir kami saling melumat, ane merasakan kalau volume cairan dari bawah sana sudah semakin banyak, batang ane seperti sedang menusuk nusuk air di dalam kolam.

“Hmmm.. oouuuuhhh.. mau.. lagiiihhh nih yaaaang.. mau lagiiiiii… mau lagiiiiihh.. aaaaaahhh.. terus yaaaang.. dikiiit lagiiii.. ooouuuhhh..”, racaunya yang sepertinya akan segera orgasme.

Tangannya tante Puri lalu berusaha untuk dikalungkan ke pundak ane untuk memberikan ane ruang supaya mulut ane bisa bermain di payudaranya, ane pun paham dan segera menghisap kembali putingnya yang menonjol dengan keras itu.

Tante Puri hanya meracau dan melenguh serta memejamkan matanya begitu bibir ane mulai menyedot putingnya dengan lembut. Dan telapak tangan ane langsung ane gerakkan untuk menggosok lembut sembari masih menahan kakinya.

“Ouuuuwww.. aduuuhh.. enaaaakk..fuuuuuccckkk.._i’m cumming_yaaahh yaaaang.. aku.. udah gak kuaaaaatt.. aaaaaoouuhhhh.. nikmat bangeeeeeett..”, desah tante Puri.

Dinding senggamanya tante Puri pun memberikan gerakan pijatan yang luar biasa enak ke batang ane karena akan orgasme, dan ini membuat ane akan segera memuntahkan sperma ane pula.

“Iya.. bareng yaa.. aku juga mau keluar..”, jawab ane dan tante Puri pun mengangguk.

Gerakan pinggul ane percepat sedikit sembari menggosok gosok klitorisnya tante Puri, dan tidak berapa lama keluarlah sperma ane yang setelah satu minggu tidak mampir ke dalam rahimnya tante Puri.

Croooottt… crooottt.. crooottt..

“Oooouuuuhhh.. aaaaaaakkhh.. panas banget peju kamu yaaaaang.. ooouuuhhhh.. panaaaaasss.. enaaaaaaakk.. aku keluar jugaaaa.. aaaaaahh..”, desahnya berbarengan dengan orgasmenya.

Kami lalu berciuman dengan lembut setelah selesai ane menumpahkan lahar putih ane ke dalam memeknya tante Puri, lalu kemudian ane mencabut batang ane dari sana yang membuat ane terkejut setelahnya.

Craaaattt… seeerrrr.. seeerrrrr..

“Aaaaoouuuhhh.. aduuuuhh.. aduuuhh.. kok.. muncraaaatt.. sakiiit yaaaang.. ooouuuhh..”, teriaknya merasakan campuran antara sakit dan enak yang keluar dari memeknya.

Ane dengan cepat langsung memeluk tante Puri lagi, dan memegangi badannya disaat tubuhnya merasakan nyeri kembali ketika dia

squirt.

“Maaf ya sayaaang.. aku.. gak bisa service kamu dengan baik hari ini.. padahal terakhir..”, kata tante Puri sembari mengaduh.

“Jangan ngomong gitu ah.. yang kamu kasih selalu berharga buat aku.. aku harusnya minta maaf karena gak bisa ngasih apa apa secara materi ke kamu..”, jawab ane sambil mencium keningnya.

“Aku gak butuh materi kamu.. selama ini aku udah seneng bisa ada buat kamu dan kamu juga ada buat aku kalo aku lagi butuhin..”, jawabnya.

Kami pun terdiam beberapa saat, tidak berapa lama tante Puri membuka omongannya dengan ceria seperti biasanya.

“Aku jadi penasaran nih.. korban kamu di kota ‘S’ kayak gimana ya.. ibu ibu lagi kah.. apa jangan jangan kamu berubah selera lagi pas disana..”, tanyanya sambil terkekeh.

“Haha.. aku gak ada kepikiran buat kesana dulu.. belum juga pindah kesana.. udah mikir gituan aja.. eh tapi..”, jawab ane yang tiba tiba ane teringat soal pemandangan bu Heni semalam.

Ane lalu menceritakan apa yang ane lihat semalam, pemandangan yang kalau ane ingat ingat lagi sekarang benar benar pemandangan yang luar biasa erotis.

“Ohhh.. wah.. hampir 100% bakal jadi korban kamu lagi tuh.. kamu udah pegang kartunya.. yaa 95% lah pasti mau dia kalau kamu ajak ‘enak’..”, jawab tante Puri dengan yakin.

“Idih.. yakin banget kamu.. kenal juga nggak.. terus 5% lagi itu apa?”, tanya ane.

“5% persen lagi tinggal kamunya yang punya niatan kesana apa nggak.. ahh.. aku jadi sirik deh sama si Heni ini.. bakalan keenakan dia begitu kena sama kamu.. mana masih muda lagi dia.. bakal ketagihan kamunya juga..”, jawabnya manja.

“… Tapi yang.. kamu jangan sampai lupa ya.. si Heni ini masih punya suami.. dari cerita kamu juga baik banget lagi suaminya.. kalo hubungan rumah tangganya gak ada masalah.. aku mohon sama kamu jangan kamu ganggu.. cukup aku yang berkorban buat kamu yang..”, lanjut tante Puri.

Ane terdiam mendengar nasihatnya tante Puri, gak sampai hati sebetulnya kalau harus menggauli istrinya pak Dar karena pak Dar sudah sangat baik ke ane, sudah mau repot repot buat ane.

“Makanya.. kamu yang serius yah dari sekarang.. gak usah kecemplung lagi di urusan kayak gitu.. mumpung kamu bisa mulai hidup baru di kota baru..”, lanjutnya lagi untuk menyelesaikan nasihatnya.

Ane pun mengangguk setelah di beri petuah dan wejangan dari tante Puri, dan karena waktu juga sudah mau menunjukkan pukul 9 malam, jam yang tadi kata suaminya kata Puri kalau dia akan pulang, ane lantas bergegas memakai baju dan keluar dari kamarnya.

Setelan jas yang ane bawa juga ane turunkan dari mobil untuk ane kembalikan ke tante Puri, tapi dia menolak dan menyuruh ane untuk menyimpan setelan jasnya buat ane.

“Kenang kenangan dari aku buat kamu yang.. siapa tau kamu butuh disana..”, ucap tante Puri yang sudah keluar kamarnya dengan gaun tidur.

Ane tidak bisa menolak lagi pemberian tante Puri dan menerima setelan jas itu sebagai kado perpisahan tante Puri dan mengucapkan terima kasih sembari mencium keningnya. Dan tidak beberapa lama om Herman pun pulang.

Sebelum berpamitan, ane pun sekali lagi berpesan sama om Herman perihal tante Puri, istrinya.

“Kalo om masih ingin bersama terus sama tante Puri, dijaga dan diperhatikan.. kalo om lupa sama janji om.. saya akan balik lagi kesini buat membawa tante Puri pergi dari om..”, ujar ane dengan sedikit mengancam.

Om Herman pun terdiam dan kemudian mengangguk mengerti mendengar omongan ane, ane pun lalu beranjak pergi dari situ seperti jagoan jagoan di film.

Dari depan pintu ane melihat kalo om Herman menghampiri tante Puri dan memeluknya dengan erat. Tetapi sekali lagi om Herman membuat ane terkejut dengan omongannya.

“Reno..”, panggilnya sesaat sebelum ane menutup pintu.

“Masih ada satu minggu.. kamu puas puasin aja dulu.. aku juga keluar lagi besok lusa sampai jum’at disana..”, ucapnya yang membuat ane melihat ke arah tante Puri.

Tante Puri terharu melihat kebesaran hati suaminya, yang ingin memperpanjang waktu berduaan ane dan tante Puri sampe minggu depan.

Ane lalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih ke om Herman dan kemudian menutup pintu rumahnya sebelum pergi dari situ.

Minggu depan pun tiba, di hari sabtu pagi ini.. ane secara resmi akan pindah dari kota kelahiran ane menuju kota baru di kota ‘S’.

Pakaian dan_console game_yang ane beli sudah ane masukkan ke dalam koper kedua, termasuk juga setelan jas yang tante Puri kasih ke ane sebagai kenang kenangan.

Ane lalu mampir sebentar ke pekarangan sebelah rumah, sembari menyirami pohon pohon yang ditanam nyokap disana, ane pun ingin sebentar meluangkan waktu di makam anak ane yang masih ada patoknya itu.

“Doain papa disana ya nak.. semoga gak ada apa apa lagi disana.. kamu juga jagain nenek ya disini..”, ucap ane berbicara sebentar di makamnya.

Dan tidak beberapa lama, tante Puri pun datang untuk menjemput ane dan mengantarkan ane ke bandara. Memang keesokan harinya dari peristiwa ane dipukulin sama om Herman, tante Puri menghampiri rumah ane dan ketemu sama nyokap secara empat mata untuk meminta maaf sama apa yang telah dilakukan suaminya ke ane.

Nyokap pun berbesar hati memaafkan om Herman karena nyokap juga bilang kalau situasi seperti itu tidak mungkin hanya melibatkan satu pihak, nyokap juga menyalahkan ane sebagai pihak yang menyulut kejadian kemarin dan tante Puri akhirnya meminta maaf mengatas namakan dirinya sambil berkata kalau semuanya sudah selesai dan tante Puri pun ingin menjalani sisa hidupnya bersama suaminya.

Dan setelah itu selama beberapa hari kemudian ane dan tante Puri menghabiskan waktu berdua, hanya sekedar jalan jalan dan menikmati waktu kami saja, sama sekali tidak ada kegiatan seks di dalamnya.

Dan ketika pada kemarin malam, pas ane sama temen temen SMA ane nongkrong sebelum ane pindah, tante Puri mengabari kalau dia ingin mengantar ane ke bandara dan ane iyakan permintaannya.

“Kamu udah siap..?”, tanyanya begitu masuk rumah dan melihat ane yang sedang ada di pekarangan rumah.

“Udah kok.. tinggal jalan ini..”, jawab ane singkat.

Tante Puri yang menyadari kalau ane lagi berpamitan sama anak ane, menghampiri dan berdiri disebelah ane.

“Kamu lagi minta supaya didoain ya sama si dedek..?”, tanyanya yang ane jawab dengan anggukan.

Nyokap pun memanggil ane dari dalam yang membuat ane kaget dan segera menuju ke dalam untuk mengambil tas dan koper ane.

Ane salim lalu memeluk nyokap dan kembali meminta doanya supaya segala sesuatu hal di lancarkan di tempat baru ane. tidak lupa sepupu ane pun ane titipi pesan supaya menjaga nyokap ane disini.

Ane dan tante Puri akhirnya berangkat menuju bandara, dan singkat cerita sesampainya disana, ane langsung pamit dan berterima kasih kepada tante Puri atas semua jasanya kepada ane dan berharap kalau rumah tangganya sama om Herman akan kembali seperti ketika mereka baru menikah.

“Kamu baik baik ya sayang disana.. inget semua pesenku..”, ucap tante Puri dengan berat.

Kami lalu berciuman yang menandakan perpisahan antara ane dan tante Puri, mungkin orang orang sekitar juga males ngeliatnya tapi ane gak peduli sama orang orang.

“Aku doain yang terbaik buat kamu Reno.. sayang..”, ucapnya sembari menahan tangis.

Ane hanya mengangguk dan mengucapkan hal yang sama, lalu setelah itu ane masuk untuk boarding sembari melihat tante Puri yang masih berdiri diluar.

Akhirnya dengan perasaan yang lumayan berat, ane meninggalkan kota yang selama 27 tahun terakhir menjadi tempat ane lahir, tumbuh, bermain dan mengenal berbagai macam hal mau itu baik atau buruk, untuk menuju kota dan tempat baru dan memulai petualangan ane selanjutnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu