3 November 2020
Penulis —  UcihaJhony

Akay dan UMI indah

PART 8

“Kayy…”, indah berkata sambil mengusap-usap dada anaknya.

“Akay taukan… kita tak boleh melakukan perbuatan seperti ini”.

Tubuhnya yang telanjang bulat sedang didekap erat oleh Akay.

Akay menciumi leher Uminya sedangkan tangannya memilin-milin puting kecil di atas buah dadanya yang kenyal dan mengkal.

Air mani Akay sudah mulai cair di atas buah dadanya. Dan di perutnya.

Tiupan angin dari kipas yg berdiri di ujung ranjang terasa sejuk ke celah selangngkangnya yang telah digagahi buat pertama kalinya setelah sekian lama gersang.

“Akay tau Umi tapi Akay sangat sayang Umi. Umi itu cantik, baik. Akay tau perbuatan ini salah Umi. Tapi Akay tak tahan, ingin peluk Umi, ingin cium Umi, Akay ingin Umi tau, Akay sangat sayang Umi”.

“Bagaimana kalau orang lain tau Kay?”.

“Takkan ada orang yang tau Umi”.

“Tapi Kay…”.

Akay mengecup bibir Uminya sebelum dia dapat menyelesaikan ucapannya. Akay menciumi rambut Uminya yang terurai di atas bantal menutupi sebagian wajah manisnya, turun ke tahi lalat hidup di antara hidung dan pipi kanannya kemudian kembali ke bibir Uminya yang hangat itu. Sekali lagi Uminya cair di dalam pelukannya.

“Kay…”

Indah lalu berucap setelah bibir mereka renggang.

“Dengarkan ucapan Umi ya”.

“kenapa Umi sayang…?”.

Indah merasa serba-salah untuk mengucapkannya, setelah apa yang telah mereka lakukan tadi.

“Kay, kita tak boleh lagi megulang apa yang telah kita perbuat”.

Akay coba mengucapkan sesuatu tetapi jari telunjuk Uminya diletakkan dengan lembut dibibirnya, meminta dia diam.

“Dengar ucapan Umi ya. Jangan lakukan lagi”.

Mereka terdiam sebentar mendengar lagu yang sedang dialunkan di radio di tepi lemari hias. Radio yang selalu menjadi teman setia Uminya selama ini ketika sedang berada dalam kamar itu, Yang Tidak pernah bosan menghibur hatinya yang kesepian.

“lelaki Buaya darat, busyet aku tertipu lagi uwouwowww”

“Dengar itu… buaya darat

suka tipu perempuan!”.

Indah bercanda sambil mengoyang-goyangkan dagu Akay dengan ibu jari dan telunjuknya. Buah dadanya berguncang saat dia tertawa kecil karena merasa lucu mendengar lagu itu.

“Eh Akay buaya darat apaan… lagian Akay tak pernah tipu perempuan juga”.

Akay tertawa perlahan sambil menciumi bahu uminya yang telanjang itu.

“Kalau tipu Umi…

Hhhhmmmm”.

“Awwww… Aduhhh Umi ishh”

Dengan Cepat jari Indah mencubit paha anak lelakinya itu, membuat Akay mengaduh pelan.

Batangnya yang belum turun sepenuhnya tersentuh oleh tangan Uminya.

Akay kembali naik di atas tubuh telanjang Uminya. Buah dada Uminya kembali tertekan di bawah dadanya.

Mata mereka bertatapan kembali, Akay ingin mengecup bibir Uminya lagi. tapi Tiba-tiba.

“Bruuummmm brummmmmmm…”

terdengar suara motor di luar rumah. Indah dan Akay tersentak.

Indah mendorong tubuh Akay dengan kasar, lalu cepat-cepat mengambil baju dan menutup buah dada sedangkan bagian tubuhnya dari pinggang ke bawah masih terbuka. Pahanya dirapatkan.

Akay bangkit dari ranjang terburu-buru memakai celana jeansnya tanpa sempat memakai kembali celana dalamnya.

Akay bergegas ke jendela, untuk memastikan siapa yang berada di luar rumah mereka. Yang menngacaukan kemesraan di antara mereka berdua.

“Mang Dadang Umi!”.

“Siapa…?”.

Dada Indah masih berdebar-debar. berdebar-debar, Rasa gelisah terpancar di wajah manisnya.

“Mang Dadang…!”.

“dia antar barang jualannya.”

“pergi temui dia Kay…!”.

Setelah mengintip dari jendela kamar Uminya, Akay segera keluar, sambil memakai bajunya.

Dia menuju ruang depan untuk membuka pintu, Sekilas pandangan matanya sempat melihat Uminya keluar dari kamar hanya memakai handuk dan menghilang masuk ke dalam kamar mandi.

“Ndah…! Indah…! Assallamuallaikum… punten… Ndahhhhhhh!!!!!”.

Lelaki setengah baya itu setengah berteriak memanggil Indah di depan halaman rumah. Di belakang motornya terlihat karung beras, minyak goreng, telur dan masih banyak lagi, yang selalu diantar ke rumah mereka untuk di olah dan dijual di warung mereka.

“Ya mang…?”.

Akay kemudian membuka pintu dan keluar…

“Ibu ada Kay…?”.

“, Umi lagi mandi mang…

“Mau antar barang ya mang?”.

“Ya lahh… Ini pesanan Ibu kamu…!”

“Ooooo iya mang…”.

Mang Dadang mulai menurunkan barang-barang dari belakang motornya yang sudah sedikit di modifikasi biar bisa membawa lebih banyak barang, dan meletakkannya di hadapan pintu. Akay pun mulai memindahkan barang-barang itu melewati pintu rumah, melewati ruang tamu. Untuk kemudian dia bawa barang-barang itu menuju ke dapur.

“Bagaimana Jakarta Kay…?”.

Tanya Mang Dadang sambil menyapu peluh di dahinya. Satu tangannya lagi menggaruk-garuk perut kerempengnya. Dia hanya memakai kaos tanpa lengan dan bercelana pendek, sangat nyentrik dengan Topi koboinya.

“keren Mang banyak gedung tinggi… !”.

Akay menjawab sambil tersenyum, pinggangnya terasa pegal setelah membawa dua karung beras yang di antar oleh Mang Dadang

“Mang juga ada saudara di Jakarta”.

Saut Mang Dadang.

“Mang Dadang sering ke Jakarta…?”.

Tanya Akay.

“gak sering-sering amat lah… siapa yang urus toko. Palingan, Setahun sekali ada laaaaaa…”.

Setelah Akay membayar, Mang Dadang pun berlalu. Akay lalu sedikitmerapihkan letak barang-barang yang di bawanya tadi ke dapur. Pintu kamar Uminya tertutup rapat.

“Kay… cepat kamu mandi, kita sudah telat ini!”.

Terdengar Suara Uminya dari dalam kamar.

Setelah mandi, Akay dengan cepat memakai pakaian dengan rapih. Uminya telah siap menunggu di ruang tamu dengan berpakaian Atasan baju batik berwarna abu muda dan rok panjang hijaunya, serta di balut jilbab yang senada dengan warna bajunya. Di lihatnya, Uminya terlihat ayu dan anggun sekali.

“Eh? Umi gk pakai baju lain…?, Tak apa-apa pakai baju yang tadi?”.

Indah tidak menjawab melainkan hanya menatap tajam kepada Akay.

Sepanjang perjalanan dengan menaiki 125Z nya ke rumah Bi Ningrum, Tubuh Indah begitu mesra memeluk Akay. Buah dadanya bersentuhan dengan punggung Akay, sesekali menekan ke punggung Akay saat mengerem. Di sepanjang perjalanan itu Akay begitu sering menarik tuas rem.

Indah merasa dirinya seperti kembali ke waktu remaja, Tidak pernah dibayangkannya perasaan ini akan muncul kembali di dalam hidupnya setelah dia menikah, apalagi setelah dia menjadi janda karena takdir. Saat Tidak bisa menahan perasaannya, dia mendekap sangat erat tubuh Akay, membuat Diri Akay menggeliat keeenakan saat terasa sepasang gunung kembar Uminya menempel erat di punggunnya.

****

“A Akay, tak lihat kita ya?”.

Satu panggilan manja terdengar dari tepi rumah.

Terlihat sepupunya Aisah dan di sebelahnya sedang tertunduk malu, Tini anaknya Uwa Yati.

“Eh… Lihat…!”.

Akay sedikit gelagapan. Langkahnya terhenti, begitu juga dengan langkah Uminya.

“Lihat Aisah… atau lihat orang yang di sebelah Aisah?”.

Aisah tretawa nakal menggoda Akay.

Dia adalah sepupu Akay yaitu anak Bi Ratna, dia juga sebaya dengan Tini Hanya beda bulan lahir saja, Mereka berdua memang berkawan baik.

Tini makin tersipu malu, tangan lembutnya sedikit mendorong tubuh Aisah. Mata Akay menatap Tini yang memakai baju gamis berwarna merah jambu. Jilbab di kepalanya juga merah jambu.

Tini tinggi semampai orangnya, lebih tinggi dari Aisah. Kulitnya putih dan matanya coklat menawan karena keluarga dari Ayahnya semuanya memiliki mata berwarna cokelat. Matanya yang bersinar kecoklatan itu kelihatan sungguh menawan, di tambah pula bibirnya yang merah merona.

“Dah lama sampai Tin…?”.

Indah menegur Tini.

Entah mengapa hatinya merasa tidak senang saat Akay memberi perhatian kepada Tini.

“Ibu kamu udah sampai juga?”.

“Baru saja sampai ”,

Tini menjawab lembut, masih malu dengan Akay.

“Ibu juga ada di dalam”.

“Kay, kalau kamu mau ngobrol dengan Aisah dan Tini, ngobrol lah dulu. Umi mau masuk ke dalam”. Indah berkata kepada Akay.

Dari isyarat gerak matanya, dia tidak senang Akay berhenti di sana bersama kedua gadis remaja itu. Tetapi, Akay tidak dapat membaca isyarat gerak mata Uminya.

Selepas itu, Indah berada di dalam kamar pengantin di lantai 2 rumah yang sederhana itu. Adiknya, Ningrum memintanya melihat apa yang perlu diperbaiki untuk memperindah lagi kamar pengantin yang dihias serba ungu itu. Pengantin perempuan tidak ada di rumah karena sedang berdandan di sebuah salon kecantikan.

Dari jendela kamar pengantin, Indah dapat melihat Akay sedang ngobrol dan becanda dengan kedua sepupunya terutama dengan Aisah. Tini lebih banyak tersipu dan kurang berbicara. Indah gelisah saatmelihat Akay begitu akrab dengan dua remaja perempuan itu. Mungkinkah dia cemburu? Hatinya berkali-kali menolak perasaan itu, tidak mungkin dia cemburu saat anak lelakinya bercengkrama dengan perempuan lain!

Dia melihat cermin. Walaupun usia dia sudah tidak muda lagi, dirinya masih cantik. Tubuhnya sederhana saja, pantat besarnya terlihat dari cermin sedikit menyembul dari balik roknya, payudaranya yang sedang, Wajahnya manis dengan bertahi lalat hidup di antara hidung dan pipi kanan. Senyumannya tetap menawan, tetapi entah mengapa dia tidak merasa senang saat Akay begitu mesra dengan Tini dan Aisah.

“Umi…!”.

Indah tersentak saat Akay tiba-tiba muncul di pintu kamar pengantin membawa beberapa kotak kado, hadiah untuk pengantin.

“Bi ningrum nyuruh Akay antar hadiah-hadiah ini ke Kamar pengantin”.

“Letakan disini Kay…”.

Indahmenunjukkan tempat beberapa kado yang disusun rapi di pinggir ranjang.

Akay meletakkan kado-kado yang dibawanya itu di tempat yang ditunjukkan Uminya. Dia sedikit kelelahan. peluh turun melalui batang hidung Akay.

Ketika dia memperhatikan kamar pengantin yang dihias serba ungu itu. Dia melihat Uminya membungkuk membetulkan tatanan bunga di atas meja di samping ranjang pengantin. Pantat besar Uminya itu dilihatnya dengan gairah. Akay mendekati Uminya, membungkuk dan memeluk tubuh uminya dari belakang. Buah dada Uminya di remas-remas.

“Kayyy…!!!!!!!!!”.

Indah terperanjat, segera berdiri lalu berbalik dan bibirnya langsung dikecup, tubuhnya dipeluk erat oleh Akay. Hangat terasa Bibir anaknya di Bibirnya. Lidah mereka berpagutan.

Indah merasa dia yang memiliki Akay sekarang, bukan Tini ataupun Aisah.

Sambil memeluk, Akay menarik tubuh Uminya sampai bersandar di dinding yang agak terlindung dari pintu kamar pengantin yang sedikit terbuka. perlahan Akay menarik turun relsleting, menurunkan celana serta CDnya. Batangnya yang keras dan tegang telihat oleh Indah.

“Hisap Umi”.

Ucap Akay sambil menekan bahu Uminya supaya berlutut di hadapannya.

“Isssh… nan… nanti ada orang datang…”.

Namun begitu dia merendahkan tubuhnya.

Sambil berlutut, dia memegang batang Akay, mengocok perlahan lalu lidahnya mulai menjilati kepala dan bagian leher batang Akay. Hatinya berdebar-debar!

Akay mendesah keenakan, matanya mengawasi pintu kamar pengantin yang sedikitterbuka, dengan mnggunakan kakinya Akay mendorong menggapai pintu agar tertutup.

“Blughhhhh…”

Uminya menoleh ke arah pintu dengan agak sedikit kaget, menghentikan sejenak kulumannya, mendongak keatas menatap wajah Akay

“Kenapa di tutup pintunya…?”

“Katannya tadi takut ada yang datang”

Jawab Akay.

Indah tersenyum, kemudian mulai mengocok dan mengulum kembali batang anaknya. dikulumnya Batang keras anak lelakinya itu masuk ke dalam mulutnya. Dia menghisapnya perlahan-lahan dengan mata yang terpejam. Dia tidak lagi kaku, membatu seperti di dalam warung pada malam itu. Pengalaman baru baginya itu begitu cepat dipelajarinya.

Akay melihat uminya begitu menikmati batangnya, Uminya yang Ayu dan terlihat lebih cantik, memakai jilbab abu muda, memakai atasan batik serta memakai rok berwarna hijau muda sedang berlutut dan menghisap batangnya. Bahkan tangan uminya meremas-remas lembut buah zakarnya. Pipi Uminya sedikitbkembung kempis mengihisap batang tegang di dalam rongga mulutnya.

Akay mendesah sambil sedikit bertambah mengangkang menahan kegelian dan keenakan sambil memegang kepala Uminya.

Kepala Indah maju mundur menghisap batang Akay, Tangannya kembali memegang paha Akay untuk mengimbangi badannya yang sedang berlutut itu. Hisapan, kuluman di sertai dengan sedikit jilatan terus dia lakukan di sepanjang batang anaknya itu.

Akay memegang kepala uminya untuk menghentikan gerakan maju mundur kepala Uminya lalu kemudian memegang Bahu uminya mebimbingnya untuk berdiri, Uminya mentap dirinya dengan pandangan sayu.

Kening mereka berdua bersentuhan.

“Akay sayang Umi…”

Ucap Akay

Indah menatap anaknya kemudian bibir merahnya sedikit tersenyum…

Secara perlahan bibir mereka berdua kembali bertemu.

Kecupan demi kecupan mereka berdua resapi, dari yang tadinya lembut perlahan mulai menjadi lumatan dan pagutan yang sedikit agak kasar.

Gairah birahi sudah menghilangkan batas wajar di antara mereka berdua.

Mereka lupa bahwa perbuatan yang mereka lakukan tidak sepantasanya di lakukan oleh mereka, Ibu dan anak.

Tangan Akay mulai meremas -remas pantat uminya yang besar dan bulat itu dari balik rok panjang hijaunya.

“Sshhhhhhhhh…”

Terdengar Oleh akay Uminya mendesah pelan…

Tangan kanannya mulai menyingkap rok panjang berwarna hijau itu, kemudian mengusap lembut paha dan pantat uminya.

Sedangkan tangan kirinya mulai menyentuh, mengusap dan sedikit menekan-nekan bagian celah selangkanngan uminya dari luar celana dalam yang berwarna merah muda milik uminya.

Indah merangkulkan kedua tangannya di bagian pundak akay, sesekali dia menggigit bagian bawah bibirnya menahan rasa geli dan nikmat.

Dia mulai menciumi leher Akay di iringi dengan kecupan - kecupan liar pada bibir anaknya…

Akay merasakan kecupan uminya semakin liar, pagutan dan kecupan bibir uminya sedikit menghisap pada mulutnya, lidah uminya bergerak liar masuk kedalam rongga mulutnya dan mencari-cari lidahnya.

Di rasakannya celana dalam uminya semakin lembab dan basah.

Tangan kanan Akay yang tadinya bergeriliya di pantat dan paha uminya, mulai menyingkap ke atas baju batik Uminya, tangannya menyusup ke dalam bra, lalu mulai meremas secara lembut dan perlahan gunung kembar sebelah kanan milik Uminya.

“Ssshhhhhh eeeerghhhh”

“Terus kay..”

Secara tidak sadar Indah malah menyuruh Akay untuk melanjutkan perbuatannnya bukan melarangnya.

Merasa mendapatkan lampu Hijau dari Uminya, di lepasakan rangkulan tangan Uminya dari bagian pundak dia, kemudian dengan kedua tangannya Akay memegang bagian bawah baju Uminya lalu menarik ke atas bajunya hingga mencapai bagian bawah leher Uminya.

Akay mecabut jarum pentul di bagian leher jilbab uminya, kemudian menacapkan jarum itu di bagian baju dan jilbab Uminya secara bersamaan, jarum itu membuat jilbab dileher dan baju uminya tidak menutupi bagian buah dada uminya.

Telihat Oleh Akay bra yang senada dengan warna celana dalam yang di pakai oleh Uminya.

Tangan Akay melingkari punggung Uminya mencari pengait bra, lalu melepaskan kaitannya.

Indah sedikit mendongak menatap Akay karna tubuh Akay sedikit lebih tinggi darinya, tangannya memegang kedua pipi Akay, sedangakan tangan Akay memegang bagian Pinggang Uminya setelah dia melepaskan pengait branya.

“Nakal…!!!!”

Dengan sedikit tersenyum Indah berucap menatap wajah Akay sambil kedua tangan mencubit lembut kedua pipinya…

Bersambung…

**thx apresiasinya

jan lupa like dan komennya

selamat membaca**

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu