3 November 2020
Penulis —  UcihaJhony

Akay dan UMI indah

PART 7

“Aku selalu bahagia

Saat hujan turun

Karna aku dapat mengenangmu”

Begitu merdu lagu UTOPIA yang terdengar di radio di dalam kamar pada pagi itu.

Indah sedang bersiap, dengan memakai atasan bermotif batik berwana Abu di padukan dengan Rok panjang Hijau berbahan sutera terasa serasi dengan jilbab yang juga berwarna Abu.

Hari ini dia akan berangkat untuk menghadiri hajatan pekawinan anak saudara perempuannya, yaitu anak perempuan Bi Ningrum.

Anak sulungnya. Zahir tidak bisa pulang karena tidak mendapat jatah libur dari perusahaannya dan terpaksa harus lembur. Syafiza dari jauh hari telah memberitahu tidak bisa pulang untuk menghadiri hajatan Bi Ningrum sedangkan Aina sedang sibuk mengurus persiapan untuk mengambil S2.

Hanya dia dan Akay saja yang akan pergi ke hajatan itu.

Indah menatap pantulan dirinya di hadapan cermin. Dia merasa dirinya cukup cantik pada pagi itu. Wajah putih bersihnya yang manis, bertahi lalat kecil di antara hidung dan pipi kanan membuat dia merasa semakin ayu. Dia tersenyum sambil memandangi cermin. Bibirnya yang berlipstik tipis tetap menggoda, tetapi senyuman itu pudar saat dia teringat kembali kejadian di dalam warung saat berteduh bersama Akay semalam.

“Sesaknya nafas di dadaku mengenang percintaan, kitaa…”.

Terdengar lagu selanjutnya dari radio, Lantunan suara Inka Christie yang mendayu-dayu itu sangat menyentuh perasannya.

Pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat itu sedikit terbuka. Dia melihat Akay Sedikit kikuk dan merasa serba-salah di balik pintu itu.

“Umi… eu… euu.. Umi udah siap?”.

Akay bertanya sedikit tergagap.

Indah melirik anaknya tetapi tidak menjawab. Dia menyemprotkan perfum ke bagian badan

dan tengkuknya. Perasaan resah menghinggapi hatinya saat Akay mulai melangkah masuk ke dalam kamarnya.

“Umi udah siap?”.

Akay mengulangi pertanyaan yang sama karena menyangka Uminya tidak mendengarnya tadi.

Akay tertegun, seperti terhinoptis saat melihat kecantikan Uminya. Wangi dari parfum yang dipakai oleh Uminya juga begitu kalem dan menenangkan saat tercium oleh hidungnya.

“Umi…”,

Seru Akay perlahan.

Tangannya coba menyentuh bahu Indah. Perlakuan itu sudah cukup untuk membuat air mata Indah mengalir. Dia menutup mukanya dengan kedua belah telapak tangannya lalu duduk di pinggir ranjang. Secara tiba-tiba dia mulai menangis tersedu-sedu.

Akay bingung dan terdiam, Dia Serba-salah, apakah harus terus mendekati Uminya atau harus keluar dari situ.

Akay memang dapat menerka bahwa isak tangis Uminya itu, tentunya karena kejadian semalam dan juga hari-hari sebelumnya. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Bukan sekejap dengan mu Bukan mainan hasrat ku…”.

Perhatian Akay teralih sebentar kepada radio. Merdunya lantunan lirik dari lagu SLAM serta Uminya yang sedang terisak-isak di pinggir ranjang membuat hatinya menjadi galau.

Secara perlahan dia mulai beralih dan melangkah ke arah pintu untuk keluar. Mungkin itulah cara yang terbaik, yaitu meninggalkan Uminya seorang diri.

“Kkkkayyyy…”.

Serak suara Uminya memanggil namanya.

Langkah kaki Akay terhenti. Dia berpaling kembali melihat Uminya di pinggir Ranjang. Terlihat linangan air mata pada wajah Uminya yang sedang memperhatikannya.

Akay coba mengukir senyuman. Uminya juga tersenyum, walaupun air matanya sedang berlinang. Air mata itu terus menetes mengalir turun melalui pipinya.

Indah bertekad ingin berterus-terang Pada anaknya. Berbicara dari hati ke hati. Memberitahu tentang salah dan benar. Membawa kembali hubungan mereka ke landasan yang benar, tidak seperti dua tiga hari belakangan ini.

Perlahan Akay mulai menghampiri Indah. Dan Duduk disamping uminya. Ranjang yang berlapiskan kasur itu sedikit tenggelam saat Akay mulai duduk dan melabuhkan tubuhnya. Hembusan Angin dari kipas angin yang berdiri di atas meja sebelah ranjang sesekali menerpa tubuh mereka berdua.

“Kayyy.”

“Ya Umi, Apa Umi?”.

Akay menanti dengan berdebar, tentang apa yang ingin di ucapkan oleh Uminya.

Di lihat bibir Uminya bergerak-gerak tetapi masih tidak ada perkataan yang keluar. Dia merenung, memperhatikan wajah Uminya. Wajah Cantik yang di balut Jilbab berwarna Abu.

Hati Indah berdebar, ditambah lagi Akay sedang memperhatikannya.

Isi hati yang ingin diucapkannya itu cuma terhenti di tenggorokannya, tidak dapat diucapkan. Sampai dia merasakan Akay mulai mendekapnya lalu mengecup bibirnya. Sekali lagi Indah tenggelam di dalam lautan birahi.

“Kayy… Kayy…!!!!!!”. Indah merajuk.

Dia coba menolak tubuhnya.

Tenaga Akay sungguh luar biasa, tubuhnya tidak dapat bergerak sebaliknya Akay mendekap tubuh Uminya semakin erat.

Mata Indah terlihat Sayu saat Akay menunduk melihat ke arah wajah yang cantik dan manis itu. Raut wajahnya menggambarkan kebimbangannya, dia tidak mau apa yang dialaminya sebelum ini terulang kembali. Bibir mungilnya sedikit terbuka.

“Kayy… tolonglah, dengar dulu, Umi mau ngomong”.

Dia coba melarang dalam rasa resah kepada Akay, namun semuanya tidak mengubah keadaan, bibir Akay tetap menyentuh bibirnya yang tipis dan lembut itu.

“Shhhh…”

Perlahan. indah mulai mendesah lagi, tidak terkontrol, tangannya masih coba menolak dada Akay, tolakan yang tidak berguna dan tidak memberi kesan.

Dengan perlahan tubuh Uminya mulai dibaringkan di atas ranjang, yang memiliki kain sprei berwarna merah hati itu.

Saat tangannya mulai meraba-raba paha Uminya, Indah pasrah dan cair di dalam pelukannya, tangan Uminya mengusap-usap perlahan punggung Akay.

Lidah Akay melintasi ruang bibir dan menyentuh lidah Uminya, rangsangan yang diberi oleh kecupan Akay

menjadikan Indah semakin tidak karuan. Lidah Akay menggila di dalam mulut Uminya yang bernafas sedikit terengah, karena kekurangan udara.

Jari jemari Akay secara geram lalu mulai meremas-remas pantat Uminya yang lumayan besar itu. Perasaan Indah kini perlahan-lahan berubah, birahi sudah mempengaruhi dirinya. Tangannya di belakang tubuh Akay masih memeluk dengan sangat erat. Dia tidak berusaha lagi menghalangi apa yang sedang dialaminya saat itu.

Sentuhan demi sentuhan Akay begitu nikmat, membakar jiwanya. Kakinya menggelinjang seolah kepanasan. Hanya satu ungkapan yang berada pada pikirannya.

“Sudah! Sudah! Sudah!”

Tetapi api birahi sudah membakar dirinya. Sudah terlambat untuk dipadamkan.

Tangan Akay meyingkap Jilbab Uminya, menarik ke atas Jilbab berwarna Abu yang dipakai oleh Uminya dan terurailah rambut pendek sebahu yang selalu tersembunyi oleh jilbab yang di pakainya itu, di lanjut dengan menyingkap Atasan bermotif batiknya ke atas melewati kepala Indah, sampai Terlihatlah dua gunung kembar yang terbungkus bra berwarna coklat.

Tangan Akay terus menjalar ke buah dada yang berukuran sedang dan mengkal itu. Akay memang bukanlah seorang yang berpengalaman, Tetapi dia pernah menonton Adegan Film tidak senonoh sepaasang lelaki dan perempuan entah berapa ratus kali di dalam HP dengan berbagai macam Judul, itu sudah cukup bagi Akay untuh memahami apa yang harus di lakukan pada tubuh Uminya.

Indah merasakan hembusan angin dari kipas yang berdiri di atas meja di samping ranjang, berhembus membelai kedua gunung mengkalnya saat bagian atas tubuhnya telah terbuka.

Bibir mereka renggang sesaat untuk mengambil udara. Indah merasa tangan akay meraba-raba punggungnya mencari pengait branya. Bra coklat yang melindungi buah dadanya itu akhirnya longgar, lalu dilepaskan oleh Akay ke lantai dipinggir ranjang.

Air mata Indah mulai mengalir. Ini tidak mungkin terjadi !, ini semua di luar sikap kewajaran di antara ibu dan anak! Namun kehendak jiwanya yang kosong selama ini harus dipenuhi! Tangan anak lelakinya membelai tubuh mungilnya yang sudah sekian lama gersanng!

Seharusnya dia sudah berangkat ke Hajatan saudara perempuannya tetapi kini tubuhnya berada di dalam pelukan Akay! Mengapa ini terjadi?

Akay melihat air mata Uminya dan Akay menganggap air mata itu adalah air mata kerelaan bukan sebaliknya. Seharusnya Umi tidak menangis lagi setelah apa yang terjadi di antara mereka selama sehari dua hari ini.

Tangannya bergerak menghapus air mata uminya. Terus menyapu air mata yang mengalir di pipi dan turun ke leher Uminya.

Indah merasakan sentuhan lembut Akay itu begitu nikmat. Kepalanya terdongak saat Akay mulai menciumi area lehernya yang jenjang, menggigit halus lehernya, kemudian bibir hangat lembab anaknya itu turun ke dada dan mulai mencium, dan mengulum puting buah dadanya yang kecil dan menegang sejak tadi.

Bibirnya menghisap-hisap puting buah dada yang sebelah kanan lalu tangannya meremas-remas buah dadanya yang satu lagi.

Indah terawang-awang di dalam nafsunya. Dia tidak dapat lagi membedakan di antara benar dan salah.

Celah di antara kedua pahanya mulai terasa nikmat, lendir birahi mulai berkumpul perlahan dan mengalir dari terowongan gersangnya. Kakinya mulai mengangkang dan sebelah kakinya disilangkan mengait ke belakang anak lelakinya.

Tidak pernah terlintas di hati Indah anak lelakinya yang akan mengisi ruang yang sepi di dalam dirinya. Jauh sekali dalam pikirannya bawa tuntutan batinnya akan membawa dirinya ke dalam dekapan anaknya, setelah sekian lama dia bertahan dari godaan, cobaan dan kegersangan nafsu birahinya.

Kesucian yang selama ini dipertahankan olehnya hancur berderai oleh Akay, darah dagingnya, anak bungsunya.

Jari jemari Akay dengan sigap mulai mencari-cari relsleting rok panjangnya dan menariknya turun perlahan-lahan. Rok panjang berwarna hijau milik Indah mulai terbuka di bagian belakangnya memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna sama dengan branya.

Akay berhenti seketika, menanti larangan dari Uminya. Tetapi yang terdengar Hanya desahan Uminya yang bermata sayu dengan rambut terurai di atas bantal.

Jiwa Akay membara dibakar nafsu. Sebelah tangannya memeluk gemas tubuh Uminya, dada mereka melekat, buah dada uminya tertekan di bawah dadanya. Akay mulai menarik turun rok panjang Uminya dengan di bantu oleh sebelah kakinya meepaskannya lalu membiarkanya di ujung ranjang.

Kini tubuh Uminya hanya dibaluti oleh celana dalam yang berwarna senada dengan branya, cokelat.

Dengan terburu-buru akay mulai membuka kemeja dan melepasakan celana yang dipakainya. Tubuh remajanya yang tegap kerana aktif berolahraga itu kini hanya tinggal memakai celana dalam berwarna biru gelap. Batangnya keras menegang di dalam celana dalamnya itu.

Akay segera memeluk uminya, yang kini hanya memakai celana dalam saja, sama seperti halnya Uminya. Tangannya bergerak turun mengusap-usap celah paha Uminya dari luar cena dalam dalam tipis yang menampakkan alur yang lembab.

Uminya menggeliat penuh birahi. Mulut Uminya terengah-engah mengeluarkan nafas yang hangat sambil mgeeluarkan desahan dari mulutnya. Tangan akay lalu bergerak untuk melepaskan Celana dalam uminya secara perlahan.

Tubuh Uminya yang telanjang kini terhidang di hadapannya. Matanya bersinar birahi, dia bagaikan tidak percaya akan kenyataan ini. Akay mulai terbayang perlakuan film sepasang lelaki dan perempuan yang dilihatnya di dalam HP.

Batangnya semakin menegang dan keras. Akay lalu menunduk menggelamkan mukanya ke celah paha Umimya. Bau khas segera mulai dapat tercium olehnya.

Akay mulai menciumi, mengeluarkan lidah dan menjulurkannya di alur terowongan milik Uminya yang merah merekah dan basah itu.

“Arrrr… hhhhhhkkkkk…”.

Indah menggeliat bagaikan ikan kepanasan.

Matanya terpejam rapat, Dia belum pernah merasakan perlakuan ini sebelumnya. Akay terus menjilat-jilat di sekitar area terowongan keramat Umiya, di barengi tangannya yang bergerak mencapai buah dada Uminya lalu terus meremas-remas buah itu.

“Aaaa aaaaa aaaaaaahh”

“Aarrrrhhhh eeeeerrrrgghh.”

Indah mengerang karena terlalu nikmat. Erangannya menjadi kasar, pantatnya terangkat-angkat. Tangannya meremas-remas kain sprei sehingga menjadi kusut.

Tubuhnya bergetar dan megejang, Pahanya mengepit kuat kepala Akay. Dengan satu lenguhan yang kasar, Indah terkulai dengan kakinya yang tergeletak lemas.

“Hhhhhhuuuuuuhhhhhh…”

Indah melenguh perlahan keenakan, menghirup udara sambil meletakkan tangannya di atas kening. Dadanya turun naik. Dia benar-benar lelah dan nikmat setelah mencapai puncak birahi yang tidak pernah dirasakannya.

Tidak terasa olehnya celah pahanya telah dikuak oleh Akay. Tak terasa sedikitpun olehnya yang Akay sudah mengangkangi dan menghunuskan batangnya ke mulut lubang keramatnya. Bagaikan orang yang tersentak dari lamunan, dia merasakan sesuatu yang hangat, keras dan tumpul menembus lubang keramatnya.

“Kayyyyyyy…!!!!!!!!!!!!”.

Teriak suara Indah

Tetapi sudah terlambat. Dirinya kini telah ditunggangi oleh anaknya sendiri, Akay.

Akay terdongak keenakan saat batangnya terendam di dalam lubang keramat Uminya. Sempit, hangat dan licin rasanya. Kenikmatan yang dirasakannya tidak dapat digambarkan. Rasa ketakutan yang amat sangat mula menjelma di hati Indah ketika lubang keramatnya sedang di genjot oleh Akay.

Dia coba menggoyang-goyangkan pantatnya untuk mengeluarkan batang anaknya itu dari dalam lubang keramat miliknya, namun perbuatannya itu malah menyebabkan batang itu semakin dalam menusuk ke dalam lubangnya itu.

Akay semakin kuat menggenjot dan menghunjam batangnya ke dalam lubang keramat Uminya, pengalamannya yang pertama itu membuat dia tidak dapat bertahan lama. Lubang keramat sempit milik Uminya seolah-olah mencengkram batangnya.

Kedutan demi kedutan otot lubang keramat itu begitu nikmat. Tangannya menekan kuat kasur di kiri dan kanan, di sisi luar pinggang Indah. Pantatnya terus bergerak gagah menggenjot memompa ke depan dan ke belakang. Dia telah hampir sampai kepuncak birahinya. Indah dapat merasakannya.

“keluarkan di luar kayyyy… tolong keluarkan… cepat!!!!!!”.

“Aaaaaa umiiii aaaaa umi umi umi…”

“Harrrrrggggggghhhh…”

Akay sempat mencabut keluar batangnya dari lubang keramat Uminya.

Batang itu terangguk-angguk sebentar sebelum mengeluarkan air mani yang lumayan banyak ke atas buah dada, perut dan di atas bulu hutan tipis milik Uminya.

Tubuh tegap Akay rebah di atas tubuh Uminya. Kepalanya tenggelam di atas buah dada milik Uminya. Indah memeluk Akay dan tangannya memeluk kepala Akay rapat ke buah dadanya. Bibir Indah mengukir senyuman lemah saat Akay mendongak melihat kerah wajahnya.

Akay membalas senyuman itu, tubuhnya bergerak naik ke atas dan mengecup lembut bibir Uminya. Lalu Mereka berpelukan.

Terdengar suara merdu Glenn Fredly.

“Kasihku… sampai disini kisah kita Jangan tangisi keadaannya Bukan kerana kita berbeda…”.

Dakap peluk Akay dan Indah semakin erat. Mereka terlena di dalam dunia yang mereka cipta sendiri. Dunia yang berbeda dari tabu kemanusiaan. Suatu hubungan cinta yang terlarang.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu