1 November 2020
Penulis — andx
Dalam perjalanan pulang tiba-tiba turun hujan deras. Aku lalu menepikan motorku dan kami berteduh di sebuah warung gubug kecil yang kosong dan tak terpakai. Melihat mama yang cukup kedinginan, aku lantas memakaikan jaketku padanya supaya hangat. Perlahan-lahan kami pun saling mendekatkan diri. Aku mulai merangkul mama, dan mama bersandar di bahuku.
“Tumben-tumbenan kamu ngesun mama. Biasanya nggak pernah,” kata mama.
Aku tersenyum. “Iya, pengen aja, ma. Masa ngga boleh.”
“Ya tapi kamu jangan malas mandi, ri. Bau tau,” canda mama.
Kami saling tersenyum. Sekali lagi aku cium pipi mama, kami saling berpandangan, dan perlahan-lahan kukecup bibir mama dengan mesra dan mama membalasnya. Bibir kami bertautan dengan penuh gairah. Belum pernah aku melakukan french kiss senikmat itu. Ataukah mungkin itu karena aku melakukannya dengan mama?
Sembari berciuman, tanganku mulai bergerilya untuk menangkap gunung kembar mama yang pejal. Sungguh nikmat rasanya menggerayangi susu mama yang terasa kenyal dan cukup montok itu. Tak terbayangkan bagaimana dulu aku sungguh ingin dapat meremas-remas susu indah tersebut. Sampai-sampai aku selalu berusaha mengintip mama ketika mandi, hanya agar aku bisa melihat sepasang susunya yang sekal dan pejal.
“Mama cantik banget,” bisikku mesra. “Sudah lama ari menginginkan mama.”
“Kamu benar-benar pintar mencumbu wanita, ri,” desah mama. “Tidak seperti papamu.”
“Ma, kenapa mama tidak minta cerai saja sama papa?” tanyaku. “Papa udah banyak nyakitin mama.”
Mama terdiam sejenak. “Ya, kamu benar ri. Mama sebenarnya juga udah nggak tahan menjalani biduk rumah tangga dengan papamu.”
“Ma, gimana kalau habis ini kita check in bentar?” usulku.
Mama tersenyum, dan paham maksudku. “Jangan sekarang lah ri, mama kan lagi ngga enak badan. Lagian ni juga udah terlalu sore.”
“Jadi kapan ma? Ari pengen banget nie.”
“Sabar, nanti pasti mama kasih.”
“Mama masih bisa hamil ya?”
“Iya, sepertinya sih gitu. Kenapa? Jangan bilang kamu pengen menghamili mama ya.”
Aku terkekeh. “Pengennya sih gitu.”
Mama tersenyum. “Ya, kalo mama nanti udah bener-bener pisah dari papamu, mama sih mau-mau aja kamu hamili.”
Aku merangkul mama dengan lembut. “Seandainya mama nanti udah lepas dari papa, aku siap mengawini mama. Mama mau kan jadi istriku?”
“Kalau kamu pengen mama jadi istrimu, maka mama minta kamu juga harus bisa tanggung jawab ri,” ujar mama. “Carilah pekerjaan tetap mulai dari sekarang, karena sebagai istri kan mama juga butuh dinafkahi.”
“Iya mama benar. Kalau begitu aku janji aku akan mulai cari pekerjaan tetap.”
“Nah, gitu dong, itu baru namanya laki-laki,” kata mama.