1 November 2020
Penulis —  beruklanang

Scandal Salmah Dan Hamidi

Sudah 15 menit Hamidi di kantin, kopi di gelas sudah habis. Tapi penampakan mba Sal belum terlihat juga. Akhirnya Hamidi mencoba menghubungi lewat WA. Setelah beberapa pesan terkirim belum ada yg di baca. Batin Hamidi campur aduk tak menentu. Akhirnya Hamidi memutuskan untuk pulang.

Pukul 20:00 belum ada kabar dari mba Sal. Pikiran Hamidi semakin gundah. Pesan WA td sore belum ada yg di baca. Dalam kejenuhan Hamidi mulai memutar koleksi film dari laptopnya. Dasar Hamidi, meski matanya melihat film tapi pikiranya terus ke mba Sal. Dia masih kepikiran kemana perginya wanita pemilik kantin itu.

“Apa mba Sal… Ah tidak mungkin. Mba Sal bukan wanita seperti itu… Hufffssstt..”Hamidi bicara sendiri.

Entah sudah berapa film yg di putarnya.

Tok tok tok tok..

“Assalammualaikum..”

Hamidi di kejutkan suara ketokan pintu dan Sallam dari seorang wanita. Hamidi baru ingat.. Kalo pintu pagarnya belum di kunci gara gara asik nonton film..

“Waalaikumsallam..” jawab Hamidi

Hamidi melihat jam dinding.

“Hmmm.. Jam 10, malam malam begini siapa ya.. Apa mba Sal.. Akh nggak mungkin jam segini, kencanya kan sore..“batin Hamidi.

Dengan agak malas Hamidi bangkit menuju pintu depan. Hamidi melihat dari tirai jendela. Tapi tamu itu menghadap kejalan, hanya tampak belakang yg bisa di lihat Hamidi. Dengan penuh rasa penasaran Hamidi membuka pintunya.. Sang tamu pun membalikan badannya..

Dan betapa Hamidi terkejut campur tak percaya wanita itu adalah mba Sal..

“Mba Sal..“pekik Hamidi

Mba Sal cuma tersenyum..

“Mobil mba mana..” sambung Hamidi sambil clingak clinguk mencari mobil mba Sal.

“mba tinggal di kantin.. Mba td naik taksi.. Kalo bawa mobil ntar ada yang lihat bisa runyam..” jawab mba Sal

“berarti..“belum selesai Hamidi bicara, sudah di potong mba Sal..

“mba gak di suruh masuk nih…”

“ohh.. Maaf mba.. Iya iya silahkan mba.. “Hamidi mempersilahkan mba Sal masuk. Hamidi bergegas lari ke gerbang menguncinya dan kembali lagi masuk ke rumah. Dia melihat mba Sal sedang duduk sambil baca baca majalah yg ada di atas meja. Di kuncinya pintu rumah, sambil basa basi Hamidi menawarkan minuman.

“Ennngg.. Mau minum apa mba?”

“Gak usah repot repot.. Nanti mba ambil sendiri aja..” jawab mba Sal sambil mengalihkan pandangannya ke arah Hamidi.

“Nggak ngrepotin kok mba.. Gimana kalo susu kesehatan buat ibu ibu mba.. Mamah kalo malam suka minum itu mba..“usul Hamidi

“Ya udah terserah Midi aja.. Ehh.. Ntar mamah Midi tau..“mba Sal sedikit ragu

“Gak bakalan mba.. Masih banyak kok..” jawab Hamidi sambil bergegas ke dapur.

Hamidi datang membawa 2 gelas minuman. 1 buat mba Sal susu kesehatan buat ibu ibu, 1 lagi tak bukan dan tak lain kopi hitam. Hamidi duduk di samping mba Sal. Jaraknya tidak terlalu jauh hanya sejengkal tangan dewasa. Kalo di perhatikan, mereka layaknya seorang ibu dan anak. Tapi godaan nafsu syahwat berkata lain.

“Mba tadi kemana..” tanya Hamidi

“Ceritanya panjang.. Tadi teman teman arisan mba datang ke kantin. Ngajak senam.. Awalnya mba menolak, karena terus di paksa mba gak enak jg..“mba Sal berhenti bercerita untuk minum, sementara Hamidi mulai menyalakan sebatang rokok sambil mengejar cerita mba Sal.

“Terus mba..”

“Ya terpaksa mba ikut, mba hafal kalo pergi sama ibu ibu rempong pasti lama.. Dan bener.. Jam 8 baru bubaran..“berhenti sejenak sambil membetulkan letak duduknya menghadap ke Hamidi.

“Tapi WA nya kok gak di balas..”Hamidi agak cemberut.

“Hihihihi…“tawa kecil mba Sal

“Malah ketawa..”Hamidi makin gusar

“Ya gara gara ibu ibu tadi.. Hp mba sampe lupa di laci meja kasir.. Hahaha” tawa mba Sal lepas.

Hamidi yg tadinya gusar mulai tersenyum.

Melihat mba Sal tertawa renyah terlihat barisan gigi mba Sal yg rapi dan putih. Hamidi merasa suasana ruang tamunya begitu romantis. Hamidi mematikan rokokya, berlahan duduknya mulai beringsut mendekati mba Sal. Dengan masih menatap wajah mba Sal, tangan kirinya mulai di lingkarkan di pinggang mba Sal.

Hamidi meraih gelas mba Sal, diletakanya di meja. Lalu dengan perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah mba Sal, yg juga mulai mendekatkan wajahnya. Wajah dan bibir mereka sudah benar benar dekat, tapi mereka bukan ABG jaman now yg langsung berciuman. Jarak sekian mili mereka diam, sehingga hembusan nafas keduanya saling beradu.

Dengan sangat lembut bibir mereka mulai bergesekan. Tak ada kata yg terucap, hanya suara hembusan nafas yg lambat laun mulai tak beraturan. Bibir Hamidi memulai dengan kecupan lembut, kecupan pertama.. Kedua.. Ketiga.. Mba Sal masih diam. Di kecupan ke empat bibir mba Sal mulai merespon, mba Sal membalas lembut kecupan Hamidi.

Berawal dari kecupan, membangkitkan gejolak birahi mereka. Bibir mereka sekarang sudah mulai saling melumat, lumatan demi lumatan mereka lancarkan. Saling balas menyedot, saling menggigit kecil. Lidah mereka pun tak mau diam, lidah Hamidi perlahan menyapu bibir mba Sal. Di teruskan ke deretan gigi yg rapi, dengan daya jelajah yg mumpuni untuk lidah seorang laki laki dewasa menerobos masuk ke rongga mulut.

Di atas, mulut mereka saling serang. Sementara di bawah, tangan mba Sal menggenggam lembut pergelangan tangan kanan Hamidi yang menyusuri paha padatnya. Gamis berwarna hitam kombinasi putih tidak mengurangi rasa geli bercampur nikmat. Rabaan halus sesekali remasan nakal membuat jantung mba Sal terasa mau medak, berdegub kencang.

“Sssstttttttt… Ennnnnghh..” desahanya diantara sela sela mulut mereka.

”🔊🎵🎶🎵🎶🎵🎶🎵🎶🔊”

Sayup sayup terdengan nada panggil masuk dari kamar, sesaat ciuman mereka berhenti untuk memastikan apakah benar ada panggilan masuk. Setelah pasti ada panggilan masuk, Hamidi bangkit menuju kamarnya. Mba Sal menarik nafas panjang, dan melepaskanya

“Hhhhhhhfffffuuuusssssttt…”

Mba Sal bangkit berjalan menuju jendela, tanganya berpegangan pada tralis jendela. Mba Sal memandang keluar, dilihatnya lalulintas masih rame. Bahkan di depan pagar rumah yg berjarak 5 meter dari posisi mba Sal berdiri ada gerobak nasi goreng mangkal. Dilihatnya ada 3 orang pemuda sedang duduk menunggu nasi goreng.

“22:45..” gumamnya.

“Kalo di kampung jam segini sudah sepi..“batin mba Sal.

Mba Sal jadi teringat ke dua anak perempuanya di kampung. Yg pertama Nurmala umur 24 tahun bekerja di salah satu bank yg buka hampir di seluruh pelosok negeri, yg ke dua Mega 19 tahun kuliah di universitas swasta di sekitar tempat tinggal mereka. Keduanya berpostur seperti ibunya, wajah cantik.. Tubuh bongsor padat berisi.

“Aaaakhhhh…“pekik mba Sal membuyarkan lamunanya. Pekikan itu bahkan terdengar sampai jalan, tiga pemuda tadi serentak menoleh ke rumah Hamidi mencari tau sumber suara tadi.

“Ihhhh.. Midi.. Bikin kaget aja..“protes mba Sal sambil mencubit lengan Hamidi.

Rupanya setelah menerima telepon, Hamidi diam diam meremas payudara mba Sal dari belakang. Sontak mba Sal kaget, tapi itu tak lantas menghentikan aksi nakal Hamidi. Tangannya terus meremas payudara mba Sal yg terbilang besar dan masih kencang untuk ukuran wanita berumur 45 tahun. Wajah Hamidi berada di sisi kanan kepala mba Sal, tubuhnya menekan tubuh mba Sal.

Sehingga wanita istri orang itu terasa terjepit antara tubuh Hamidi dan teralis jendela yg jadi pegangan kedua tangannya. Di bagian atas, bukit kembar nan montok diremas remas tangan Hamidi. Sementara di bagian bawah, tepatnya bongkahan padat pantat mba Sal telah di gerus dengan tonjolan batang kontol Hamidi.

Mba Sal pasrah, kepalanya di sandarkan di bahu kiri Hamidi. Tanganya berpegangan teralis jendela, tubuhnya depan belakang di jamah laki laki muda penuh gairah. Nafas mba Sal kembali tak beraturan setelah tadi sempat terhenti. Kedua matanya terpejam, mulutnya terbuka sedikit yg menampakan gigi bagian depan saja.

Tangan Hamidi berusaha membuka 4 kancing gamis yg berada di depan dada, satu persatu kancing di loloskan dari pengaitnya. Tampaklah sembulan bukit kembar nan putih, Dengan di bungkus bra warna hitam terlihat begitu kontras. Terlihat otot otot hijau menghiasi payudara mba Sal. Begitu sempurna untuk wanita berumur yg sudah mempunyai dua anak dewasa.

Tangan Hamidi mencoba masuk di antara belahan payudara mba Sal, di gremasnya payudara kiri dengan lembut. Jarinya berusaha mencari puting yg masih tercepit bra yg ketat, seakan akan bra itu tidak mampu menampung payudara wanita istri sopir truk itu. Jari Hamidi menyapu areola yg terasa agak lebar mengelilingi putingnya yg besar.

“Aaakkakakhhhhhh…”

Gerakan reflek tersebut membuat pantat mba Sal agak bergerak kebelakang, menekan benjolan keras di celana Hamidi. Pinggang Hamidi menyambut dengan gerakan maju mundur, sementara pandangannya menatap wajah wanita paruh baya yg ada di sisi kiri pipinya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan