1 November 2020
Penulis —  AnakPendiam

Niatnya Balas Dendam

Aku pun membeli 2 bungkus bubur ayam dan 2 teh manis lalu kembali ke kost.

Aku pun masuk ke kost dan menuju kamar, kamar depanku yang tadi saat aku berangkat sepi kini jadi ramai suara khas orang bersetubuh. “Mulai lagi nih alayers” batinku.

Aku pun masuk dan menyiapkan tempat makan, kemudian membangunkan Bu Dyah yang masih terlelap. Kini ia terlentang, payudara besarnya terlihat kecil saat posisi ini “mungkin tumpah karena kendor” pikirku mulai ngeres.

“Bu bangun Buu..” ku goyang2 badannya.

Tak ada respon, aku iseng.. kubuka kancing dasternya. Hanya ada 3 kancing disana. “Oh bener tumpah” setelah kulihat bagian atas payudaranya.

“Buka semua bawahnya ahh..” gumamku saat beralih ke arah selangkangannya.

Ku singkap dasternya lalu ku angkat pinggulnya, kutahan dengan satu tangan dan ku tarik CD itu buru2 karena berat.

Badan Bu Dyah tidak gempal seperti kebanyakan ibu2, mungkin karena masih muda. Ia memiliki badan setinggi telingaku. Cukup lumayan tinggi jika dibanding wanita indonesia lainnya. Pinggulnya lebar, perut rata, dada besar. Lemaknya seakan tahu dimana ia harusnya berada.

Aku yang sudah berhasil menarik CDnya kini ku mainkan jariku disana, ku jelajahi perabot pribadinya.

Ia menggeliat saat aku menyentuh clitorisnya. Ku usap terus dan sesekali kupilin clit nya itu. Ia menggeliat namun tetap terpejam.

“Susah amat bangunnya Bu, gampang bangunin Penisku” batinku saat aku sadar penisku sudah mulai terbangun.

Kini kutusukkan jariku ke liang senggama Bu Dyah. Seketika ia terbelalak sadar ada yang memasukkan benda ke vaginanya.

“Ahh Joo.. apa-apaan sih.. masih pagi udah ngobel memek” katanya saat sadar jarikulah yang memasuki liangnya

“Bangun dong bu, sarapan, eh masih pagi udah basah aja” kuperlihatkan jariku yang basah ke Bu Dyah.

“Jorok ahh..” sahutnya

“Nih Bu buat sarapan” kataku sambil mendekatkan jariku ke mulutnya.

Ia pun mengulum jariku yang berlumur air vaginanya sendiri.

“Kamu ada-ada aja Jo, eh sarapan ya..” katanya sambil melepas tanganku dan melihat bubur ayam.

“Iya Bu” aku mendekat ke bubur dan teh manis yang sudah kubeli.

Bu Dyah pun mengikutiku duduk di lantai beralas tikar.

Aku selesai duluan, dan menyalakan rokokku. Tak lupa juga kubuka jendela kamar tanpa membuka tirainya agar udara segar masuk ke kamar.

Aku mulai buka percakapan, “ibu siap tinggal sendiri?”

“Siap gak siap, harus siap Jo..” jawabnya

“Nanti ibu udah bisa pindah ke kontrakan, jangan khawatir udah aku lunasi buat 2 bulan..” balasku

“Kamu ga mau tinggal sama-sama Jo?” tanya Bu Dyah yang masih menyuapkan bubur ke mulutnya

“Jangan deh Bu, tapi nanti aku kayaknya sering mampir” jawabku

“Enak aja, emang aku simpanan mu?” cercahnya

“Emang ibu gak kangen sama kontol Bejo?” tanyaku sambil senyum sinis

“Kangen sih Jo, eh kemarin kamu bawa anak kecil.. siapa?” tanyanya yang ikut menyalakan rokok

“Pacar ku dong Bu..” jawabku bangga

“Gila kamu Jo.. emang gak pingsan dia di genjot sama kamu?” tanya Bu Dyah

“Lama digenjot emang bisa bikin pingsan Bu?” ku balik tanya

“Bisa lah.. kemaren aja kalo diterusin aku bisa pingsan Jo.. kebanyakan keluar” jawab Bu Dyah

“Hari ini aku libur kuliah Bu, mau aku bikin pingsan?” aku melirik bu Dyah

“Gak ahh.. tapi kalo enak mau sih” jawabnya sambil membuka dasternya.

“Eh.. CD ku mana?” sambungnya dengan wajah bingung

“Tadi kulepas waktu bangunin ibu” jawabku

Ia pun meletakkan rokoknya lalu menghampiriku dan berusaha melepas kaosku.

“Kalo bapak tau aku suka kontol kamu, bapak gimana ya?” aku kaget dengar itu keluar dari mulutnya.

“Pasti bapak bunuh aku Bu, dan ibu ga bisa rasain genjotanku lagi” aku pun membuka pakaian bawahku dan pindah ke kasur.

Bu Dyah yang bersemangat mengikutiku lalu menerkam penisku yang masih belum full berdiri.

“Kalau saja bapak punya kontol kayak gini, aku gak akan cari yang lain Jo” ucapnya sambil mengurut penisku.

“Kalau ibu udah punya aku, apa besok ibu masih cari kontol lagi diluar sana?” tanyaku padanya

“Mungkin cari lagi Jo, tapi buat jadiin aku istrinya biar gak capek kerja. Lagian kerja disini susah kalau gak pake setor memek ke atasan. Bonusnya kurang..” ucapnya sebelum ia masukkan penisku ke mulutnya dan mulai menghisap-hisap kepalanya.

Ia pun mulai dengan favoritku, mengulum kepala penisku dan menyedotnya kuat-kuat lalu mengocok bagian yang tak ia masukan.

“Bu.. ohh.. ibu emang paling pinter soal nyedot.. ohh..” erangku saat ia perlakukan demikian.

Akhirnya perjuangannya terbayat dengan tegaknya penisku.

“Jo.. aku mau rasain penismu langsung ya? Boleh yah Jo?” ia memohon, mungkin masih ngeri saat ingat terakhir kali ia aku perlakukan kasar di sini, di kamar ini.

“Boleh kok Bu, coba aja sampai ibu puas” aku yang sudah horny dari kemarin pun mengijinkan.

Ia kemudian naik ke atasku yang kini telah berbaring menunggu aksi bu dyah.

“Ini kontol yang aku pengen Pak..” ucapnya sambil memasukkan penisku ke dalam liang senggamanya.

“Joo.. bilang ke bapak kalau aku suka goyang di atas kontolmu Jo..” erangnya saat mulai menggoyang

“Aku pasti bilang Bu.. goyangan ibu paling enak..” aku ikut mengerang akibat goyangan dan aksi naik turun pinggul Bu Dyah.

Bu Dyah menggoyang pinggulnya ke kiri kanan depan belakang dan naik turun tak kenal lelah. Ia memacu goyangannya makin intens tanpa rasa canggung lagi. Ia semakin buas seolah ingin segera mencapai puncak. Aku yang sangat menikmati aksinya ikut menyodokkan pinggulku naik turun dengan hujaman keras namun ritme pelan.

“Plok plok plok” suara kelamin kami seakan memenuhi ruangan bahkan mungkin sampai terdengar keluar, tapi kami tak pedulikan.

Ia pun menghujamkan pinggulnya “Ahhh Bejooo…” Bu Dyah melolong menikmati sesuatu keluar dari liang vaginanya.

“Jo.. kamu hebat” katanya sambil telungkup di dadaku

Aku ingin menciumnya tapi posisi tak memungkinkan, namun Bu Dyah malah menjilati putingku.

Aku menggeliat geli akibatnya dan ku goyangkan pinggulku, dimana penisku yang tegak masih bersarang di liangnya.

“Ahh Jo.. kamu nakal.. kamu nakal sayang…” aku malah semakin bersemangat.

Ku pegang pantatnya yang berbentuk seperti buah salak itu, lalu ku hujamkan penisku keras dengan ritme pelan.

“Bejoo.. ancur memek ku Jo.. ohhsss…” erang bu dyah menahan gempuranku

Aku hujani genjotan cepat setelah aku mulai merasakan adanya perlawanan dari Bu dyah. Dan aku mulai kesakitan saat bu dyah benar2 menjambak rambutku..

Aku tahan rasa sakit di kepalaku, ku balik badannya hingga terlentang. Bu Dyah mengapit kakinya di pinggangku seolah tak ingin aku pergi atau mengakhiri gempuranku pada vaginanya.

Ku pompa lagi dengan posisi itu, beban tubuhku yang bertumbu di kedua lenganku membuat pinggulku bergerak bebas.. kecepatan dan hujaman kuat membuat Bu Dyah terpejam dan menyeringai tampa bersuara.

Tapi saat ku pelankan ia membuka matanya dan mengatur nafasnya yang terengah-engah. Kumulai lagi pompaan ku seperti tadi, kecepatan dan kekuatan hantaman yang kuat.

Kali ini Bu Dyah tak terpejam dan menyeringai. Ia seperti mulai mengerang-erang menikmatinya.

“Aaakkhhh…” hanya itu yang keluar dari mulutnya namun panjang dan dengan mulutnya yang terngaga. Bagaimana ia mengatur nafas aku tak peduli.

Aku kendalikan pikiranku agar menghujani dengan kecepatan penuh serta agar aku tak cepat keluar.

Ku hentakkan sekali dengan keras penisku agar bersarang sedalam-dalamnya, aku belum keluar namun itu membuat Bu Dyah mengerang hebat.

“Joo… ahhh.. i cum Joo.. ahh.. ampun.. im fly.. ahh..” aliran deras membasahi penisku seakan tak berhenti. Apakah ini yang dinamakan multiorgasme? Aku tak tahu pasti. Aku hanya menikmati permainan.

Bu Dyah menggigit bibir bawahnya dan ia terpejam. Aku yang masih menikmati denyutan vaginanya, mulai mengatur nafasku. Nafas perut.

Matanya terbuka, denyutan vaginanya mulai menghilang.

“Selamat pagi Bu” ucapku tersenyum.

“Apaan sih Jo” wajahnya memerah selagi membalas senyumku.

Aku cium bibirnya, kami saling melumat menghisap dan beradu lidah. Bahkan Bu Dyah menyedot liurku yang sebelumnya aku sudah merokok, sarapan tapi belum sikat gigi!

Lama kami berciuman, Bu Dyah kembali mengunci kakinya ke pinggangku yang tadi terlepas karena orgasmenya. Aku mulai paham apa yang ia inginkan, kembali kugoyang pinggulku dengan tempo pelan.

Ia melepas pagutannya pada bibirku, “Jo, tinggal sama-sama dikontrakan yah.. lagian pacar kamu masih kecil, belom bisa puasin kamu kan? Emang kamu tega perkosa dia?”

Aku tak menanggapi rengekannya, lalu angkat badanya. Kini ia ada dipangkuanku sembari memeluku. Ia erat mendekapku seakan tak ingin kehilangan aku.

Aku yang sudah berhenti bergoyang kini mengangkat-angkat pahanya bermaksud menyelesaikan perbuatan kami.

Bu Dyah yang masih lemah pun bicara “maaf sayang, aku lemes banget. Kamu aja ya nikmatin tubuh aku sepuas kamu. Jangan lupa, tubuh ku sekarang milik kamu seutuhnya. Gak ada bapak dan gak akan ada musuh bapak yang ingin hancurin hidup bapak”.

“Maksud ibu apa? Orang yang memusuhi bapak?” tanyaku sambil tetap menaik turunkan tubuh Bu Dyah dengan pelan.

“Iya sayang.. mereka musuh bapak, pengusaha, pejabat, dan ajudan bapak sendiri.. mereka musuh bapak. Aku cuma membungkam mereka dengan apa yang aku punya, tapi bapak malah mengusirku..” ungkapnya

Aku pusing mendengar cerita Bu Dyah, ia jujur atau tidak aku tak tahu.

Aku muak dengan politik.. aku muak!

Aku yang kesal membaringkan tubuh bu dyah, kali ini biarpun aku kesal.. aku tak kasar padanya.

Aku naikkan satu kakinya ke bahuku dan kumasukkan lagi penisku ke liang senggama Bu Dyah.

“Bu.. ayo nikmati aku sepuas ibu. Aku mengabdikan diri untuk bapak dan ibu. Pekerjaan untuk bapak dan penisku untuk ibu” aku mulai memaju mundurkan penisku menyusuri liang senggamanya.

“Terimakasih sayang” jawabnya sambil mengekspresikan kebahagiaan.

Aku memacu penisku kembali dengan cepat sambil berharap perbuatan kami cepat selesai. Aku kayuh secepat yang aku bisa. Aku tak pedulikan rintihan, erangan, rancauan Bu Dyah. Aku ingin segera melapor infoku ini ke Bos.

Aku buka mataku yang tadinya terpejam sambil menghujamkan penisku maju mundur. Kulihat kini Bu Dyah menggigit lengan jaketku. Sepertinya ia kesakitan, lalu ku pelankan irama pompaanku, ia melepas gigitannya dan bernafas tak teratur. “Jo.. ampunn.. aku udah gak kuat.. kamu semakin liar Jo.. ampun.. tapi enakk..

“Syukurlah kalau ibu suka” aku yang mengayunkan penisku dengan pelan mencoba menciumnya.

Kupindahkan kakinya yang tadinya di bahuku, lalu aku beringsut menciumnya.

Ciumanku disambut hangat olehnya, kurasakan keikhlasan saat kami berciuman. Aku kini posisikan bu dyah untuk menungging, memamerkan bongkahan pantat yang secara sempurna menghipnotisku dari dulu.

Aku ambil posisi dibelakangnya bersiap melanjutkan perjuanganku meraih kenikmatan birahi.

Aku gesek-gesek kepala penisku di liang senggamanya, tak lupa ke arah clitorisnya yang mirip isi kacang. Bu Dyah mengerang dan menggeliat tak karuan.

“Ohh.. Joo… masukin please.. aku ga kuat Joo..” ia memohon untuk menyudahi perlakuanku pada clitnya yang menegang dan basah akibat cairan vaginanya sendiri.

“Aku masukin ya Bu..” aku meminta restunya

“Iya Jo.. iyaa.. puaskan dengan tubuhku, aku milikmu Jo..” sahutnya sambil menggeliat tak karuan.

Aku yang sudah sangat bernafsu sudah tak lagi ingin berlama-lama. Aku masukkan lagi sang naga ke goanya.

Bless.. “puaskan dirimu Jo..“pesan Bu Dyah sebelum aku mengocok isi vaginanya

Kujawab perintahnya dengan memaju-mundurkan penisku.

“Ehhh ehhh ehhh” desahan Bu Dyah selaras dengan penisku yang mulai bekerja menggali di liang senggamanya.

Kembali aku di dera nafsu yang sangat tinggi, seperti kerasukan aku menggempur liang milik Bu Dyah tanpa ampun.

“Ekhh sss ekhh sss ekhh” desahan Bu Dyah makin memperkuat dorongan yang ingin keluar dari dalam penisku.

Aku yang menginginkan puncak terus memacu penisku, bahkan satu tanganku menyusuri mencari clitnya dari depan.

“Ekhhsss Jo… jangan pegang itu Jooo… sssshhh” Bu Dyah mengerang hebat dan hamper tertelungkup, aku dengan sigap menangkap pinggulnya dan memacu gerakan penisku menyusuri vaginanya yang berkedut tanpa ampun.

“Joo.. udahh.. jo.. cukupp..” erangan bu dyah saat ku hujamkan kuat yang dibarengi semburan dari penisku. Airku tumpah membasahi liang senggamanya. Tubuhku bergetar hebat saat merasakan kenikamatan itu. Aku juga mencengkram kuat pinggulnya yang tadi hampir terlepas saat orgasme Bu Dyah.

Aku merasa kali ini sangat puas menikmati perbuatan seperti ini, tanpa halangan apapun rahasia apapun dan semuanya kami lakukan secara ikhlas.

Aku cabut penisku saat kurasa denyutan sudah berhenti. Aku berbaring di samping Bu Dyah.

“Bu, bisa ceritakan masalah yang ibu tahu? Siapa mereka Bu? Apa mereka akan mencelakakan bapak?” tanyaku dengan nafas terengah-engah.

“Aku akan ceritakan, tapi janji kamu gak akan libatkan diri terlalu jauh ya Jo.. aku sayang kamu Joo.. aku gak mau kehilangan kamu” Bu Dyah beringsut dan menjadikan dadaku sebagai bantalnya dan kemudian ia menangis.

Entah kenapa aku juga seperti punya perasaan khusus padanya, aku ikut sedih saat air mata mengalir keluar dari kedua mata indahnya.

Setelah air matanya berhenti keluar, ia mengatur nafas dan mulai bercerita.

“Berawal dari istrinya yang dulu Jo, dulu istrinya selingkuh dengan sopir pribadi bapak, lalu mereka bercerai dan sopir itu dipecat. Hak asuh anak ditangan bapak, dan bapak akan mengirimkan anak2 ke tempat keluarganya di tempat asal bapak. Tapi anak2 dihasut ibunya agar membenci bapak. Bapak bilang anak2nya di tempat keluarganya semua kan?

Itu bohong, sebenarnya anak2nya di kota sebelah ikut ibunya yang sudah menikah lagi. Hanya anak semata wayang kami yang ikut keluarganya. Salah satu yang melakukan denganku itu saudara kandung istri bapak yang dulu, dia ingin membalas dendam karena keluarganya dipermalukan dengan menuduh saudaranya selingkuh.

Padahal dia juga dihasut. Semua orang yang memanfaat aku itu orang2nya saudara mantan istri bapak. Mereka mengancam akan menghancurkan karir bapak kalau aku ga melayani mereka. Kamu tahu kan kalau bapak sangat cinta ke pekerjaan? Bisa gila bapak dilengserkan musuhnya. Atau bahkan bisa kena serangan jantung.

“Bu, aku ke tempat bapak ya, aku akan coba ceritakan cerita dari ibu. Mungkin bapak bisa percaya kalau aku yang cerita.” kataku yang tengah membelai mesra dirinya.

“Joo.. kamu nanti bilang apa kalau ditanya dari mana dapat cerita itu?” tanya bu dyah

“Aku akan bilang ke bapak kalau aku dapat dari ibu yang mulai sekarang akan aku jaga seperti istriku sendiri” balasku.

“Sampaikan ke bapak aku gak akan kembali, aku tak punya muka lagi di depan bapak” pintanya.

“Sekali lagi, jangan berurusan dengan mereka Jo, mereka bisa lakuin apa aja. Mereka gila..” sambungnya saat aku bangkit dan mengambil handuk.

“Bu apakah aku salah jika aku mencurahkan kesetiaanku pada bapak?” tanyaku

Bu Dyah bangkit dan memelukku, namun karena ia lemas jadi ia hanya mampu duduk dan memeluk kakiku.

“Jangan pokoknya jangan. Aku gak mau kehilangan kamu. Kamu masih punya banyak yang masih bisa kamu lakukan, kamu ga boleh berurusan dengan mereka. Aku ga mau kehilangan kamu Jo, setidaknya jika bukan aku.. ingat pacarmu yang masih kecil itu. Apa kamu rela dia dipermainkan sepertiku Jo? Jangan Jo kumohon..

“Chika, senyum manisnya, tawa usilnya, kecentilannya, manjanya” pikiranku tertuju padanya.

“Oke Bu, aku gak akan ikut campur lebih dalam. Aku hanya akan cerita pada bapak tentang cerita ibu” aku berkata demikian sehingga ia melepas pelukannya di kakiku lalu mendongakkan kepalanya bermaksud memandang wajahku. Tapi ia malah memandang penisku yang mulai berdiri meski tak sepenuhnya bangkit.

“Ih malah berdiri lagi” katanya sambil menghapus air matanya

“Lah dipeluk wanita secantik ibu” kataku sambil melilitkan handuk dan keluar menuju kamar mandi.

Aku tak habis pikir, jika ibu melakukannya seperti yang ibu ceritakan maka berarti ia sangat mencintai bapak. Kenapa bapak tega mengusirnya jika seperti itu?

Selesai mandi aku kembali ke kamar, berpakaian bersiap ke tempat Bos.

“Bu mandi dulu sana, nanti sepulang dari tempat bapak kita ke kontrakan ibu” kataku pada Bu Dyah yang masih malas-malasan sambil telanjang.

“Iya sayang..” katanya sambil menyambar handuk di gantungan, melilitkan di tubuhnya lalu keluar tanpa menutup pintunya rapat.

Kulihat seseorang mendekati kamarku dan membuka pintu “manteb bro.. itu ibu2 boleh tuh” katanya.

“Heh alay, sorry aku susah dapat barang bagus. Gak pake duit pula. Mana boleh bagi2. Noh minta mas debt colector” kataku membalas si alay yang sepertinya bolos sekolah.

“Ajarin dong.. bro.. yang gratisan.. haha..” jawabnya sambil mengambil rokok di mejaku dan menyalakannya.

“Nanti aku ajarin, tapi soal bagi2 aku malas. Makanya udah ga pernah bawa cabe” sahutku.

“Oke.. selamat bersenang-senang ya.. minta lagi..” katanya sambil meloloskan 3batang rokok dari bungkusnya.

“Kamu minta ajarin apa minta rokok?” kata sambil ikut mengambil rokok

“Semuanya lah.. haha..” jawabnya sambil keluar dari kamar

“Benar kan penilaianku, gadis sekarang kalah berkualitas dengan mamah-mamah” gumamku.

Tak lama Bu Dyah kembali ke kamar dengan lilitan handuk di tubuhnya.

“Bu, nanti ibu kunci ya kalo aku keluar. Jangan pakai kunci slot biar aku bisa buka sendiri” kataku

“Iya.. kamu lama gak?” tanya Bu Dyah

“Gak kok Bu” jawabku

“Aku berangkat Bu” aku pun pamit sambil mencium pipinya lalu ngeloyor pergi membawa helm.

Aku harus ceritakan semuanya. Semoga bapak tak emosi dulu.

Baru sampai tangga aku mendapat BM, “Jo dimana? Mentang2 udah punya pacar.. gak pernah iseng caht lagi”

“Kak Desi yang cantik, baik, dan budiman. Saya sedang mau ke tempat Bos. Cari tambahan buat nraktir anak kakak yang cantik jelita bak tuan putri” balasku

“Eh lupa… Bunda.. udah gak lagi Kakak. Ngomong2 mau BAHAS Chika?” sambungku

“Iya Jo, ada yang perlu diomongin sebenernya” balasnya yang aku tau kalau dia akan paham dengan kode huruf kapital.

“Besok pagi aja Kak, kalau gak besok sore abis Chika dari sini” balasku.

“Oke” balasnya singkat

“Jangan2 dia marah. Wah harus aku buat jadwal ketat nih biar gak ribet” pikirku sambil memakai helm dan siap tancap gas.

Sabtu siang.. pemberhentian selanjutnya rumah Bos..

Sampailah aku ditempat Bos, rumah yang asri dipenuhi tumbuhan hias.

Aku pun memberi salam dan masuk ke ruang tamu, saat itu ada pembantunya sedang bersih2. Aku tanyakan keberadaan bapak, ternyata beliau sedang bersantai di belakang. Aku pun capcus ke belakang.

“Selamat siang Pak” sapa ku

“Siang Jo.. ada apa nih perasaan sudah semua laporannya” sahutnya

Aku pun duduk dan mulai bicara.

“Begini pak…(skip)” aku pun akhirnya menceritakan semua yang aku tahu dari Bu Dyah.

“Aku juga tahu Jo, mereka semua berhubungan. Makanya aku tak asal bertindak. Aku juga ingin beri perhitungan dengan jalan politik. Beberapa diantaranya akan aku jebak dengan kasus korupsi. Kamu liat aja nanti beritanya Jo..” katanya sambil tersenyum iblis.

“Rencana bapak sangat bagus dan sesuai jalur. Politik” kataku menganggapi

“Ngomong-ngomong gimana Dyah?” tanyanya sambil melirik dan menatapku seperti seorang teman

“Maksud bapak?”

“Apa dia ingin kembali ke sini? Dan gimana rasa goyangannya? Dia udah cerita segitu banyaknya pasti udah kamu jamah kan..” ucap Bos

“Bu Dyah udah gak punya muka lagi untuk bertemu bapak, saya minta maaf sebelumnya. Jujur saya baru tadi dapat ceritanya setelah kita melakukan itu, saya minta maaf pak.. bukannya saya tidak menghormati bapak” balasku

“Santai Jo.. lagi pula dia udah aku suruh angkat kaki. Walaupun itu karena aku emosi, tapi itu juga karena aku ga mampu memuaskan dia. Aku masih mencintai Dyah Jo. Aku ga akan ceraikan dia, aku akan tetap mengirim uang ke rekeningnya. Kamu gak akan bisa bikin dia hamil lagi kok Jo, kamu tenang aja. Waktu dia melahirkan, dokternya mensterilkan dia karena dia punya kelainan yang diketahui dokter saat melahirkan.

“Bagaimana mungkin jika Bapak masih mencintai Ibu malah saya menggumuli ibu semau saya. Saya tidak akan tega pak. Meski tadi saya sangat menikmatinya..” ucapku pada Bos

“Kalau dyah bersamamu, dia tak akan dimanfaatkan mereka lagi Jo. Apa kamu tega jika Dyah dimanfaatkan mereka? Dan jika dia bersamamu, setidaknya dyah bisa terbebas dari beban bersamaku. Aku bukan orang yang becus menangani semuanya. Aku bukan Dewa atau Tuhan. Aku hanya manusia yang suka mengejar ambisi.

“Mulai sekarang kamu ga ikut aku lagi, kamu jangan urusi masalah ini lagi. Itu saja. Sudah pulang sana..” sambungnya.

Aku yang masih meneteskan air mata karena terharu dengan pengorbanan Bos pun harus pamit. Aku jabat tangan Bos dan kucium tangannya.

“Saya pamit Pak”

Akupun menyeka air mataku dengan ujung lengan jaketku, aku pergi meninggalkan Bos yang menatap kosong dan menangis.

Aku pulang menemui Bu Dyah untuk membawa kabar dari Bapak.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu