1 November 2020
Penulis —  AnakPendiam

Niatnya Balas Dendam

Aku pulang dari rumah Chika, sesampai di kost kutenangkan pikiran. Aku tak hiraukan para remaja labil yang asik di teras. Malah aku heran mereka masih santai, padahal biasanya malam jumat adalah malam aman dari bahaya razia.

Aku berbaring sambil memikirkan Chika yang kurasa tertekan sampai berbuat seperti itu tadi siang. Aku teringat bibirnya yang mungil melumat bibirku. Aku malah membayangkan jika dia adalah Bundanya. Aku sange dan lapar. Yah sesederhana itulah hidupku, sange lapar, fitness pun bukan bertujuan mencari tante atau bahkan para maho yang berkeliaran di tempat fitness..

Aku pun bersiap2, karena janji akan menjemput Kak Desi petang nanti. Saat itu pikirannya tidak ada unsur mesum, tapi sekarang beda karena tadi mengingat kelakuan Chika di kamarku sebelumnya.

“Kak, inget nanti aku jemput” aku memastikan via BM.

“Gak usah jemput jo, aku aja yang jemput kamu. Aku juga udah bilang ke Dina kalau aku nanti keluar. Eh Jo, kamu di kampus gak terlalu kenal Dina?” tanya Kak Desi

“Gak terlalu kak, cuma kalo ketemu saling sapa aja. Gak pernah ngumpul bareng, dia pun kalau di kampus bareng cowoknya terus” jawabku

“Ohh.. dia ga terlalu tahu soal kamu, dia tanya ke Chika malah Chika lari masuk kamar dan ngunci pintunya” terang kak Desi

“Tolong suruh Dina deketin Chika ya Kak, perlakukan Chika seperti sahabat sendiri” aku meminta

“Ada apa sih sebenernya Jo?” tanyanya lagi

“Itu yang nanti kita mau bahas kak” jawabku. “Oke aku tunggu kak” sambungku

Aku pun pergi membeli beberapa makanan dan minuman, dan kembali ke kost. Saat aku naik ke lantai 2, aku lihat seorang wanita cantik memakai jeans panjang dan kaos lengan panjangnya.

“Cepet banget kak?” tanyaku sambil mendekat.

“Katamu penting” jawabnya yang terlihat risih dengan suasana kost.

Pantas saja, 2 alayers di kamarnya masing2 bersama pacarnya, sisanya dibawah bersama satu cabe yang juga pernah aku cicipi.

Aku persilahkan Kak Desi masuk, aku kunci pintu lalu melepas jaketku dan tinggal kaos singlet dan celana pendekku yang menempel.

“Chika gimana responnya tahu aku ajak kakak keluar?” tanyaku sambil membuka plastik belanjaan dan memberikan air minum ke Kak Desi.

“Kliatan gak rela, malah pas Dina deketin katanya nangis. Emang kamu apain dia tadi Jo? Sebagai orang tua Chika, Kakak gak rela kamu apa-apain dia” jawab kak desi dengan nada meninggi

“Kalo Chika yang minta gimana?” sahutku

“Serius Jo!” Kak Desi agak membentak

“Gak Kak, Oke serius tapi kakak harus terbuka” kataku pada Kak Desi

Kak Desi masih menunggu apa yang mau aku bicarakan sebenarnya.

“Gimana hubungan kakak dengan Ayah Chika?” tanyaku

Kak Desi agak terkejut tapi ia menunjukkan wajah sedih.

Ia menghela nafas “sebenernya kami udah ga harmonis sejak lama, walaupun kakak istri muda tapi dia lebih suka bersama istri pertamanya”

“Dia juga jadi gampang marah, bahkan pernah memukul kakak di depan anak2” ceritanya sambil menitikan air mata.

Aku yang tak tega mendekatinya dan memeluknya dari samping.

Ia menangis, aku biarkan dia, hanya kecupan dan belaian di rambutnya yang aku lakukan.

Setelah tangisnya reda, aku kembali bertanya.

“Lalu sikapnya ke anak2 gimana kak?”

“Lebih cuek, jarang di rumah. Seminggu sekali dia pulang. Sejak dia memukul kakak di depan anak2, anak2 juga jadi malas bertemu”

“Pantas Chika seperti ingin mendapat perhatian lebih. Dina pun sepertinya jarang dirumah karena itu. Anak2 masih butuh perhatian” kataku yang masih mendekap Kak Desi di dadaku.

“Lalu kenapa Chika sikapnya aneh setelah pergi sama kamu?” Kak Desi mulai menyelidik.

Aku mulai mikir keras bagaimana agar kak desi memandang dan menilai objektif.

“Kak aku ga ingin Chika tersesat. Chika mendekati aku karena di matanya aku bisa memberi apa yang ia butuhkan. Kasih sayang yang tak lengkap dari kedua orang tuanya.” aku mulai mengeluarkan pikiranku

“Maaf ngerepotin kamu Jo” ucap Kak Desi

“Kak, sebelumnya minta maaf. Kakak juga jangan marah dulu” aku mulai khawatir

“Hmm” menanggapi permintaanku

“Soal sex, Chika sudah punya bekal. Bukan aku yang mengajari”. Kak Desi kaget dan melepas dekapanku

“Aku juga belum melakukan apa2” sambungku sebelum dia bicara

“Lalu maksudmu apa Jo?” tanyanya sambil mengerutkan dahi

“Pergaulan Chika sudah luas, dia juga sudah tau soal begituan tapi dia belum pernah melakukannya. Begitu tadi dia cerita” aku mulai menggambarkan tentang Chika yang sebenarnya

Kak Desi masih mengerutkan dahi sambil menatapku tajam

“Bahkan tadi dia ngajak aku pacaran. Kakak paham kan apa yang aku omongin?” kataku sambil merebahkan diri di kasur dan memandang langit2 kamar

“Jadi kamu mau ngomong kalau dia butuh kamu? Dan kamu bakal ngentotin dia? Gitu?” ucap kak desi yang meninggi

Aku bangkit lalu toyor keningnya sambil geleng2. Kak Desi keheranan setelah kutoyor kepalanya.

“Maksudku akan sangat gampang buat seseorang masuk ke kehidupannya, dan bisa saja seseorang itu merusak Chika. Tadi siang, dia sisini. Di kamar ini dia memelukku, menciumku.. kalau bukan aku pasti abis” kataku dengan muka serius ala penagih hutang

“Kalo gitu aku pulang dulu Jo..” katanya sambil beranjak dari duduknya

“Kak..” kutahan dengan menarik tangannya

“Kakak belum paham keadaan Chika kah? Pakai emosi seperti sekarang akan membuat Chika makin buruk. Malah bisa nular ke Dina.” cegahku

Ia pun terdiam dan masih berdiri.

Aku pun memeluknya lagi.

“Aku sayang kalian kak, meski kita belum kenal lama tapi aku peduli dengan kakak” ucapku

Kak Desi pun membalas pelukanku, ia kembali menangis.

“Aku sayang kalian kak, kakak harus tenang menghadapi masalah ini” kataku mencoba sok ceramah tapi sepertinya gak ngefek.

Ku lepas pelukanku. Kulirik jam dinding, “baru setengah 7” batinku.

Aku ambil hapeku, kulihat ada pesan dari Chika

“Om, jangan laporin ke bunda yahh… pleaseee”

Kubalas pesannya “Om dan Bunda cari solusi buat kamu. Kamu tenang aja. Kalau bisa Om juga akan minta ijin buat jadi pacar kamu”

“Pokoknya kalau bunda marahin chika berarti itu salah Om!” pesanku dibalas langsung

“Gak akan kok.. Om usahain, karena bunda juga sayang Chika ”

Ia tak membalas lagi.

Kulihat kini kak desi duduk dikasurku sambil bersandar di tembok.

Aku ambil minuman dan mengambilkan untuknya juga. Aku duduk di sampingnya.

“Omongin kak, jangan di pikir sendiri. Kita bicarakan semua, masalah kakak akan mempengaruhi anak2 juga walaupun tak secara langsung” ucapku

“Kakak cuma gak habis pikir, kenapa bisa chika jadi gitu” balasnya

“Aku juga kak” aku pun menciumnya.

“Jangan sekarang Jo, kakak lagi gak mood” kata kak Desi

“Aku sebenernya ngajak kakak kesini gak cuma mau ngomongin soal keluarga kakak”

“Kakak tau jo, kakak udah paham tabiatmu. Kamu yang kayak gitu jadi gak yakin aku kalau kamu tadi gak apa2in Chika” kecurigaan Kak desi mulai tumbuh

“Aku emang gini kak, tapi jangan samain aku sama bandot! Aku juga punya nurani. Mana mungkin aku perkosa Chika yang hanya butuh kasih sayang seorang ayah!” ucapku serius.

“Maaf Jo, bukan maksud kakak merendahkan kamu”

Aku kembali menciumnya, kali ini dia membalas. Aku yang bernafsu seperti kesetanan melumat liar bibirnya dan menghisap2 lidahnya.

“Ehhmm Joo..” erangnya

Kulepaskan pagutanku.

Ku pandang matanya dalam-dalam.

“Aku tahu gak hanya anak2 yang kehilangan kasih sayang Ayah. Kakak juga kehilangan sosok suami yang pernah menyayangi kakak dengan tulus” ucapku.

Ia malah menangis.

Dok.. dok.. dokk.. dokkk.. pintu kamarku digedor, tak ada suara panggilan.

“Apa jangan2 razia? Masa sih? Belum ada jam 7” pikirku

Aku pun bangkit meninggalkan kak desi yang menangis di atas kasurku.

“Chika?” aku terkaget makhluk mungil yang tinggingnya tak lebih dari bahuku sudah ada di depan pintu.

Ia masuk dan melihat bundanya menangis di atas kasurku.

“Bunda.. maafin Chika” ucap Chika kemudian memeluk Bundanya.

“Chika sayang bunda.. chika gak akan nyakitin bunda” sambung Chika

“Bunda juga minta maaf karena kurang perhatian ke Chika.. kamu mau pacaran sama Om Bejo? Bunda ijinin kok” kata Kak Desi sambil memeluk anaknya.

“Bunda serius?” Chika memastikan dengan memandang lekat bundanya setelah melepas pelukan mereka.

“Iya.. tapi kamu janji.. gak boleh ngerepotin Om Bejo ya..” ucap kak Desi sambil melirikku.

Aku terdiam tapi mulutku ternganga mendengar percakapan mereka.

“Aku jadi objek! bukan subjek!” pikirku

“Udahh.. kayak sinetron lama2” potongku ke Chika dan Kak Desi

“Sirik aja kamu Jo, bilang aja mau ikut pelukan” sahut Kak Desi

Kami tertawa bersama setelahnya

“Jo, aku pulang dulu yah.. Chika ikut bunda atau masih mau sama Om Bejo?” Kak Desi pamit

“Disini dulu Bund, nanti dianter Om Bejo.. Iya kan Om?” jawab Chika

“Oke.. bunda pulang dulu ya. Titip anak kakak ya Jo” kata Kak Desi sambil berjalan keluar kamar.

Aku hanya acungkan jempolku tanda setuju.

Chika mengikuti bundanya hanya sampai pintu dan mengunci pintu setelah bundanya menuruni tangga.

“Tadi Om ngomongin apa aja? Kok bunda sampai nangis?” tanya chika sambil mendekat dan kemudian duduk dipangkuanku

Aku pandang anak itu, kecantikan alami dibalut kaos, sweater tipis dan rok lipit selutut menambah kecantikannya yang khas ABG.

“Ngomongin kalian, kamu kakak dan bunda bahkan ayah kamu” jawabku yang tersadar anu ku masih bangun

Chika mungkin belum sadar, ia biasa saja.

“Waduh semoga Chika gak sadar kalo itu si otong” batinku

“Om tadi ijin juga ke bunda kalo mau giniin Chika?” tanya Chika yang kini membuatku bingung

“Maksud Chika apa? Pacaran? Kalo pacaran Om cerita kalau Chika ngajakin pacaran, Bunda tadi ijinin kan?” jawabku yang belum paham

“Bukan pacaran, tapi giniin Chika?” kata Chika sambil menekan penisku dari luar jeans pendek ku.

Aku terdiam, aku sendiri belum percaya mengenai respon Chika tadi.

“Chika juga pengen nyoba Om” katanya lagi

“Ehh.. gak boleh! Kamu belum boleh coba-coba soal begituan..” kuhentikan jemari Chika yang menekan-nekan penisku dari luar

“Kalo gitu Chika yakin deh.. gak pake coba-coba” kata chika sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.

“Ihh.. Chika kok jadi bandel” ucapku

“Om, bentar ya.. chika ke kamar mandi dulu” ia berdiri dari pangkuanku

Chika keluar kamar dan kemudian ke kamar mandi.

Aku menyalakan rokokku dan berharap penisku tenang kembali.

“Om pangku lagi dong..” dengan gaya manja Chika

“Tapi om lagi ngrokok,” yang posisiku saat itu sedang tidak memungkinkan jika Chika asal duduk, karen satu kaki ku angkat.

“Gak papa..” ucapnya

Akupun meluruskan kedua kakiku sambil bersandar di tembok kamar. Chika pun kembali duduk dipangkuanku.

“Ihh.. punya om masih berdiri” chika sambil menggoyang-goyangkan badannya.

“Udah tau berdiri malah didudukin” balasku

“Enak om, ada yg ngganjel. Boleh Chika buka gak om?” pintanya padaku

“Gak boleh..” ucapku cuek

“Kalo gitu Chika maksa” ucapnya sambil membuka resleting dan kancing celana pendekku.

“Ihh kok Chika nakal sih?” komentarku

“Nakal sama Om gak masalah, tadi siang Om juga nakalin Chika” katanya yang sudah berhasil membuka resleting dan kancing celanaku.

“Chika Om antar pulang aja ya?” kataku yang takut khilaf

“Ihh Chika diusir.. Om gak sayang Chika lagi ya?” ia sudah tak lagi memandangku, malah memandangi boxer ku.

Aku saat itu tak memakai CD, hanya boxer yang ada kancingnya dibalik celana pendekku. Itu kulakukan agar praktis saat melepas sebelum menggauli Kak Desi.

“Om sayang sama Chika kok, makanya Om gak mau macem2 sama Chika” ucapku saat ia menekan penisku dari balik boxer

“Ahh.. itu sih alasan Om aja, buktinya Chika ga dikasih apa yg Chika mau” dan “klik” kancing boxer pun lepas.. ia mengeluarkan naga yang telah terbangun dari sangkarnya

“Chika!” aku membentaknya

“Chika gak mau kehilangan Om Bejo” tiba2 ia memelukku.

Kumatikan rokok ku lalu kubelai rambutnya.

“Om ga mungkin ninggalin Chika, Om sayang Chika kok” ucapku sambil membelai lembut kepalanya

“Om serius kan?” ucap Chika sambil mendekatkan wajahnya

Aku kecup bibirnya. Ia tersenyum.

Dia pun meraih penis ku yang ada dibawahnya.

“Udah dong Chika, nanti kalo Om khilaf gimana.. Om ga mau nyakitin Chika” ucapku yang hanya dibalas senyumnya

Tak ku duga, ia menggesekan penisku ke PAHAnya.

“Chika!” bentakku pelan yang agak tertahan karena takut terdengar tetangga kamar

“Cuma gesek-gesek kok Om” katanya sambil tersenyum

Aku tatap tajam wajahnya..

“Om jangan marah ya..” kembali ia tersenyum

Ia menunduk setelah bicara, kukira dia takut karena kutatap dengan wajah marahku

Namun.. ia menghentak dan Blesss… ia mendongakkan wajahnya sambil matanya terbelalak.

“Chika kenapa dimasukkan?” Aku tak percaya dengan apa yang ia lakukan.

Bagaimana caranya? Bagaimana bisa semudah itu? Meski dia mengangkang, bukankah dia masih perawan? Darimana dia belajar melakukannya? Bukankah dia memakai celana dalam? Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku mendorongnya agar itu terlepas? Aku dihujani banyak pertanyaan di kepalaku.

“Sakit Om” ucapnya membuyarkan semua pertanyaan di kepalaku.

Kulihat ia meringis, mata sayu mengeluarkan airmata.

Kembali kebingungan menyelimutiku, apa yang harus kulakukan?

“Chika milik Om Bejo, jangan tinggalin Chika ya Om” kata Chika sambil memelukku dengan penisku masih bersarang di vaginanya.

Aku pun balas pelukannya, ia menangis di dalam dekapanku. Entah apa yang membuatnya menangis mimik marahku, takut kehilanganku, atau rasa sakit dari vaginanya. Aku pun tak tahu. Ia pun melepas pelukannya, begitu juga aku yang masih shock atas perlakuannya itu.

Ia kembali terpejam dan mengangkat tubuhnya, melepas penisku dari vaginanya dan duduk di sebelahku sambil menyibakan roknya.

“Sakit Om” katanya lagi sambil meringis

Kuusap air matanya, ku kecup keningnya.

“Chika gak boleh begitu, sampai waktunya Chika siap ya..” ucapku yang masih ngaceng berat.

Kulihat penisku seperti diwarnai dengan tinta merah.

“Kok berdarah Om?” tanya Chika sambil menunjukkan vagina polosnya yang berdarah.

Akhirnya kujelaskan detailnya.

Ku ambil tisu dan kubersihkan penisku dan kusarangkan kembali kedalam celana. Ku bersihkan vagina Chika juga menggunakan tisu.

“Chika kenapa kamu lakukan itu?” tanyaku

“Kata temenku, gituan bikin orang yang kita sayang jadi makin sayang ke kita” jawabnya dengan polos

Plak… ku tepuk keningku sendiri mendengar ajaran sesat yang ia terima.

“Chika salah ya Om?” ucapnya karena melihatku aneh

“Iya salah.. salah besar.. pacaran bukan berarti harus ML Chika.. emang sih itu kebutuhan tapi gak gitu juga” kataku mencoba menasehati

Chika kini memeluk lenganku, ia sepertinya paham dengan maksud ucapanku.

“Chika ini sekolahnya pintar tapi polos bener sihh..” pikirku

“Masih sakit sayang?” tanyaku.

“Masih.. berasa ada yg ngganjel” jawabnya

Kupandang wajahnya, ia mendekatkan wajahnya ke wajahku dan kami berciuman.

Kulumat bibirnya, ia pun membalas. “Sudah pandai ternyata” pikirku yang sedang INGIN

Ku julurkan lidahku menyusup masuk mencari lidahnya dan menarik-nariknya. Ia pasrah mendapat perlakuanku, ia kalungkan tangannya di leherku pertanda menikmatinya. Kuhisap-hisap dan kulumat secara bergantian.

Chika menyudahi aksiku, ia menarik wajahnya sambil terengah-engah.

“Om” hanya itu kata yang keluar dari mulut mungilnya.

Aku melepas sweater tipisnya, dan kuangkat kaosnya.. ia menaikkan tangannya dan terlepaslah kaos yang menutupinya.

Kembali kupagut bibirnya, kali ini tanganku tak hanya diam. Kuraba BH kecil nya, kubuka pengaitnya. Kulepas pagutanku di bibirnya, ia melepas BH yang ia kenakan. Kemudian kini ia yang menciumiku, dari pipi lalu beralih ke bibirku. Ia lumat bibirku, aku mengimbangi aksinya. Kini Chika telah belajar, ia seperti orang yang sudah pro dalam berciuman.

“Ehhmmhh..” ia mendesah saat menikmati bibirku.

Tanganku kembali bertindak menjelajahi tubuhnya, dari punggung ke bahu lalu ke depan.. dada mungil Chika.

Aku berusaha remas tapi tak bisa, terlalu kecil maka ku pijat2 gundukan kecil itu.

Desahan tertahan makin sering kudengar.

“Ehhmmhh Ommhh” aksinya terhenti saat aku mulai memainkan putingnya.

“Geliii omhh ehhmmhh..” ia meracau dan menggeliat

Ku hentikan sejenak aksiku, kubaringkan ia di kasur dan kumulai lagi aksi bejad ku pada si gadis polos.

“Ahhhkkhh ommhh” mulai ia mengerang kembali saat kudaratkan lidahku di putingnya

Kusibakkan rok pendeknya, kuraba sisi dalam pahanya sampai mendarat di atas vaginanya.

Ia memeluk kepalaku di dadanya saat jariku menjamah belahan vaginanya.

“Geliii ommmhhh” rengeknya

Aku hisap-hisap dan ku jelajahi dada mungil Chika, ia masih memeluk kepalaku bahkan menjambak rambutku.

Aku coba masukkan jariku di vaginanya, ia menggeliat lagi.. tapi tak ada keluhan berarti.

Basah vaginanya melumuri jariku..

“Ommhhh.. ahhkhh” ia mengerang sambil menjambak rambutku, makin basah kurasakan pada jariku di dalamnya.

“Hentikan Jo..” hatiku sendiri berteriak

Kuhentikan perbuatanku, kulihat wajah manis Chika. Ia terengah-engah seperti burung dara setelah adu balap.

“Gimana sayang? Masih sakit?” tanyaku

Sambil terengah-engah ia menjawab, “udah mendingan Om”

Aku memeluknya, sampai ia tertidur.

Aku tinggal ia ke belakang, bersantai di balkon dekat kamar mandi. Kunyalakan rokokku, ada tetanggaku mendekat sambil senyam-senyum tai.. iya tai.. senyum lalu nyelonong ambil rokok tanpa ditawari, minum dari botol teh yang ku beli tadi sore.

“Sukses bro?” tanyanya

“Masih kuliah” jawabku sok polos

“Ahh becanda kau bang, itu tadi tante2. Tante keluar dapet cabe” balasnya

“Bilang tu anak cabe aku tampol kau.. dia cewek resmiku bro.. kita harus pesen dari bocah karena takut keduluan orang macam kau yang tiap malam bawa pulang cabe” kataku

“Sialan.. gak tiap malam juga bang.. kadang libur kalo ada razia..” jawabnya.

Kami tertawa sambil menikmati rokok.

“Malam ini ada razia gak?” tanyaku.

“Aman..” jawabnya singkat

“Kok gak bawa cabe?” tanyaku lagi

“Kata siapa.. noh dibawah ada 2” kata dia sambil mengeluarkan 4 batang rokok dari bungkus.

“Minta bang, duit abis. Harga cabe naek” sambungnya sambil nyelonong.

“Aman ya.. gimana kalo Chika nginep ya? Kira2 kak desi ijinin gak ya?” pikirku yang mulai tertarik menikmati Chika.

Kumulai BM kak Desi,

“Kak, Chika suruh pulang jam berapa?” tanyaku

“Maksimal jam 9 Joo.. lebih dari itu kamu aku sunat sampai mentok!” jawabnya

“Oke Bunda.. 😘” balasku

“Sunat sampai mentok? Aduh gimana kalau ketahuan dia udah gak perawan ya? Mati aku bisa dikebiri nih..” batinku khawatir.

Aku pun masuk kamar bermaksud membangunkan Chika.

“Chikaa.. bangunnn.. Chikk..” kupanggil dan kugoyang-goyang badannya.

Ia pun terbangun, “Om..” hanya itu responnya.

“Sayang pulang yuk..” ajakku

“Nginep sini aja boleh Om?” tanya Chika

“Bunda udah nyuruh pulang” jawabku

“Bunda gak ngertiin pengantin baru ihh” ucapnya sambil bangun dan memungut pakaiannya.

Ia kenakan pakaiannya, aku yang penasaran kemana celana dalamnya akhirnya tahu kalau celana dalamnya ia kantongi di saku sweater.

Ia ambil tas slempangnya dan kembali duduk di pangkuanku. Ia pun mengecup bibirku

“Emuuachh.. Chika sayang Om Bejo” katanya

“Masih ngigau? Sana cuci muka..” balasku

“Jahat amat Om..” sahutnya sambil berlalu ke kamar mandi.

Aku pun bersiap mengantar Chika pulang, hampir jam 9. Takut Kak Desi marah. Tapi aku berniat membelikan martabak untuknya.

Kami berboncengan membelah malam, ke arah pusat jajanan. Saat melewati penginapan, aku lihat mobil yang aku kenal ada di sekitar. “Udah mulai ternyata” batinku.

Aku pun mengantar Chika pulang dengan sehat walafiat hanya kurang 1 saja yaitu perawannya yang jebol tanpa kunikmati. Iya aku tak menikmatinya karena aku dilanda bingung dan panik.

Aku pun kembali ke kost dan bermaksud menelepon bos.

“Halo selamat malam Pak” sapaku

“Malam, gimana? Targetmu keluar malam ini. Sudah tau info rekannya?” tanya boss

“Saya sudah punya beberapa nama, jumlahnya mencengangkan boss. Sepertinya penyakitnya sudah kronis. Maaf sebelumnya, sepertinya rekan target hanya memanfaatkan penyakitnya” jawabku

“Aku ga peduli Jo.. besok kita ketemu siang, jam 1 di tempat biasa” balas si Boss

“Baik pak, tapi bapak sendirian. Jangan bawa siapa2. Walaupun ajudan bapak” kataku

“Oke Jo.. besok aku tunggu” katanya lagi

Telpon pun ditutup.

Esoknya, hari jumat aku kuliah 1 MK. Tak ada yang spesial hanya saat bertemu Dina, ia seperti makin ramah padaku. Mungkin karena dia tau aku sekarang pacar adiknya. Lucu memang, aku yang sudah bangkotan berpacaran dengan adiknya yang masih belia.

Jumat siang, saatnya aku melapor hasil kerjaku ke Bossku. Kubawa catatan nama rekan targetku, dan pakaian gym karena aku akan sekalian latihan. Tak lupa aku kirim pesan ke Chika kalau aku tidak bisa jemput dia sore nanti sepulang dia kegiatan pramuka. Aku bilang padanya kalau bertemu besok saja sekalian malam mingguan.

Aku pun memacu sepeda motorku ke warkop sekitar kantor bos. Mobil dinasnya belum terparkir di sana. Aku pun masuk dan pesan minum selagi menunggu Bos.

Tak lama berselang beliau datang sendiri tanpa ajudannya. “Bagus lah” pikirku.

“Mana daftar namanya Jo?” tanyanya setelah duduk

“Ini Boss, nama2 yang sudah saya kumpulkan. Mereka pernah jadi rekannya.” kataku sambil menyerahkan secarik kertas yang aku persiapkan.

“Kamu yakin ini?” ucapnya yang nampak sangat marah saat membaca tulisan tanganku.

“Yakin Pak. Tapi itu belum semua, semalam saya belum mendapatkan nama. Mungkin 2 atau 3 hari lagi” jawabku mantab.

“Sudah Jo, aku akan langsung usir dia sepulang kerja.” kata bos

“Pak.. saya semalam ketahuan membuntuti. Sepertinya saya bisa terancam karena mereka berkuasa. Bisa bapak rahasiakan bagaimana bapak cari info? Atau setidaknya merahasiakan saya sebagai pencari info.” kataku memohon.

“Itu mudah Jo, dia tau saya punya orang banyak. Meskipun entah berapa yang bisa dipercaya. Kamu tenang saja. Aku bisa rahasiakan, tapi maaf untuk perlindungan.. aku ga bisa kasih Jo, mereka lebih berpengaruh” ungkapnya.

“Saya bisa atasi asal bapak rahasiakan info ini berasal dari saya, selamam saya mengaku sebagai pelanggan. Saya juga bawa teman wanita untuk berjaga2 kalau kepergok” kataku sambil bersandar santai.

“Oke beres Jo, ini buat kamu. Kalau kurang telpon saja” ucapnya sambil menyodorkan amplop coklat yang buru2 aku masukkan tas berisi pakaian gym.

“Terima kasih pak, ngomong2 soal target.. beliau memang sering menggoda, semalam saja ia bilang agar tidak usah sewa kamar, lebih baik ikut kita saja” kataku yang membuat beliau kaget.

“Kamu terima?” reflek Bos bertanya.

“Gak lah pak, meski di goda begitu saya masih kontrol. Masa iya saya main sama istri Bos.. beda lagi kalau jandanya Bos..” kataku sambil meringis

“Besok kamu sudah bebas Jo, mau kamu apakan juga silahkan.. awas Jo.. jangan sampai kena masalah sama orang2 ini (yang di daftar selingkuhan Bu Dyah) mereka bahaya” aku lega udah dapat ijin darinya.

“Menang banyak nih” batinku.

“Saya tunggu kabar target disingkirkan pak.. hehe” kataku

“Kayaknya udah ga sabar kamu Jo” katanya menanggapi

“Saya penasaran Pak, gimana rasanya apa sebegitu hebatnya sampai begitu gilanya dia” kataku lagi

“Dia hebat Jo, saya aja ga kuat kalo udah dapat goyangannya. Aduh… sayang sebenernya lepasin tapi jijik juga kalo di pelihara. Orang macam dia bahaya Jo, kamu beneran hati2 Jo” nasehatnya

“Siap Pak” ucapku sambil memeragakan posisi hormat

“Yasudah saya duluan Jo. Jangan sampai berurusan dengan mereka terlalu dalam Jo, bahaya” ucapnya lagi sambil berlalu.

Aku yang bahagia setengah mati mendapat restunya pun senyum2 sendiri sampai diperhatikan orang warkop.

Aku yang selesai laporan pun pergi dari tempat itu dan menuju tempat fitness.

Jam 4sore aku pulang, berbarengan dengan bubaran anak Pramuka. “Oh mumpung mereka bubar, sekalian jemput ahh” batinku yang masih berbunga.

“Chika sayang, kamu udah pulang belum? Mau jemput ndak? Om pulang gym nih” pesanku delivered.

“Eh katanya ga bisa jemput Sayang? Yaudah jemput Chika yah.. tadinya Chika mau bareng temen, tapi gak jadi deh kalo dijemput Om Bejoku 😘” balasnya.

“Aku udah di depan sekolah” segera kubalas pesannya

“Udah kliatan kok tuh sayangku yang anunya keras.. haha.. ” balasnya lagi

“Berani bener dia chat gitu, kalo ketahuan kan bisa abis aku kena omelan emaknya” batinku.

Ia pun senyum sambil berlari menghampiriku, lalu naik ke boncengan dengan semangat.

“Kamu tuh ya.. chat gitu.. kalo ketahuan emang gak malu?” tanya ku.

“Iya nanti aku hapus” jawabnya.

Kami pun langsung ke rumah Chika tanpa mampir lagi. Santai ku kendarai motorku yang memang jarang melaju kencang.

Kita pun sampai ke rumahnya, “jangan lupa BM tadi dihapus ya.. jangan sampai ketahuan” kataku pada Chika yang turun dari motorku

“Iya.. eh mampir dulu gak Om?” tanya Chika

Tiba-tiba “Ciee.. pasangan paling romantis tahun ini jatuh kepada…”

“Apaan sih Kak..” ucap Chika memotong candaan Dina.

Meski tak semanis Chika, Dina ini punya body sangat bagus.. dadanya hampir sebesar milik Bundanya.

“Ehh.. kakak ipar..” kataku menyapa sambil cengengesan

“Aduh bang.. udah yakin nih sama Chika? Gak milih kakaknya aja?” kata Dina yang berkacak pinggang menampilkan bodynya sambil melirik Chika.

“Gak deh.. adeknya bisa nangis guling2 nanti” jawabku

“Udah Om. Jangan layanin nenek lampir itu..” katanya sambil menjulurkan tangan ingin bersalaman dan mencium tanganku

“Ampun deh.. dasar pengantin baru!” komentar Dina yang melihat Chika mencium tanganku

“Pamit dulu ya semua..” aku pun berlalu buru-buru karena lelahku sudah di puncak.

“Oalah Din.. kalo cuma Body sih masih milih Bundamu” gumamku diatas motor.

Aku pun pulang ke kost dan beristirahat. Jam 5 aku mandi, tak ada yang spesial. Para alay pun masih di depan, mereka belum keluar mencari yang pedas-pedas. Aku pun keluar membawa rokok dan sebotol mineral. Para alay yang kelaparan akan rokok lalu menrampas habis rokok yang aku bawa. “Untung stok banyak” pikirku.

“Bro.. belum hunting?” tanyaku.

“Masih nunggu kabar, kalo ga aman ngapain bawa pulang.. rugi ngejajanin” jawabnya

Memang kami tak pernah menanyakan lebih tentang masalah seperti itu, paling hanya sekedar bahan membuka omongan.

“Kalo ada kabar, cepetan update ya.. kabarin semua yang disini. Jangan sampai kayak waktu itu, buru2 aku mainnya” kataku

“Halah.. itu sih karena berita ngadat bro, kabar turun jam 7 kalo ga salah kemarin tuh” jawabnya

“Bro.. bukannya itu barang mu?” kata salah seorang alay padaku

“Eh.. kok bawa tas segala.. maghrib gini mau pindahan?” kata yang lain.

“Wah masalah ni” kataku pelan

“Kita ga ikutan yah..” kata mereka sembari bubar yang memang waktu udah maghrib

“Jo..” katanya sambil duduk

“Kok ibu bawa tas gitu? Mau kemana?” tanya ku

“Ibu diusir Jo, kamu laporin ibu ke bapak ya?” katanya sambil sesenggukan menangis

“Gak lah bu, mana mungkin.. saya kan udah ambil bayarannya dari ibu” jawabku

“Ahh.. udahlah.. lagian udah kejadian.. aku nginep sini ya Joo.. semalam aja” ucapnya sambil menghapus air matanya.

“Waduh, nginep ya.. aman gak ya? Eh gimana kalau aku antar ke rumah orang tua ibu?” tanyaku sambil menawari bantuan

“Bego.. aku malu.. ketahuan selingkuh malah pulang.. iya kalau masih dianggap anak sama mereka. Hikss.. aku nyesel Jo.. aku kira bapak bakal maklumin karena nafsuku gede” katanya kembali menangis.

Aku ambil tasnya “ke kamar aja dulu Bu” ajakku

“Mainkan sekenario dulu deh” pikirku mulai memutar otak

Aku masuk kamar di ikuti Bu Dyah, ia langsung tengkurap membenamkan wajahnya di bantal.

“Bu aku carikan kontrakan atau kost dulu yah, biar aman” kataku sambil berpakaian agak rapih.

Aku tinggal Bu Dyah di kamar, ku pacu motorku sampai ke rumah Bos.

Kutemui dia yang sedang di balai belakang setelah bertanya ke pembantunya.

“Maaf Pak, boleh saya bicara sebentar?” Kataku sambil membungkuk

“Oh kamu Jo.. ada apa? Kalo soal target udah angkat kaki dia” ucapnya sambil senyum sinis.

“Iya Pak saya tahu, malah ke kost saya dan bilang kalau saya yang melaporkan. Saya takut pak kalau saya dikejar orang2 itu” kataku yang membuat Bos menoleh padaku.

“Aku sudah rahasiakan padahal Jo.. sumpah deh aku ga sebut namamu. Dia dimana sekarang Jo? Masih di kostmu?” tanya Bos balik

“Iya pak target di kost, waktu datang tadi nangis dan bilang semua pasti karena saya. Makanya saya lari kesini Pak” jawabku

“Percaya Jo, kamu ga aku sebut-sebut kok. Bagus kan kalau di kostmu. Pakai daster gitu, bisa langsung pakai” ucap Bos sambil menggerak-gerakan alisnya.

“Ahh Pak. Mana saya kepikiran tadi.. taku duluan yang ada pak.. yasudah pak saya cuma memastikan kalau nama saya tidak disebutkan, saya permisi Pak” aku pun berbalik hendak mencari kost untuk Bu Dyah.

“Bentar Jo.. beli terong jo, biar kamu gak kalah sama dia.. haha..” katanya sambil tertawa diikuti tawaku juga

“Pantas.. pakai terong, coba bisa lama pasti ga akan selingkuh” kataku dalam hati.

Aku pun mencari kost/kontrakan yang murah bebas serta kondusif. Sebenarnya mudah carinya, karena aku banyak tau soal tempat tinggal yang tipe gitu. Apalagi untuk cewek, kost cewek salon karaoke sampai yang esek2 juga aku tau, karena dulu sempat hampir tinggal tinggal di daerah itu. Tiba-tiba aku teringat satu tempat kontrakan, yang punya kenal denganku.

Aku pun pacu motorku ke sana, kenalan ku ini pria paruhbaya yang pandai ngomong. Ramah sih, kalo udah nongkrong ada aja yang dibahas tapi 1 penyakitnya.. takut bini..

Aku pun kembali ke kost untuk minta KTP Bu Dyah dan ambil uang untuk bayar kontrakan.

Saat aku sampai kamar, aku terkesima melihat bu dyah. Tadi sore aku belum sadar jika ia hanya memakai daster tipis dengan dalaman yang terawang. Aku remas pantatnya, “ohh.. Jo..” erangnya saat sadar aku yang meremas.

“Dapat kontrakannya Jo?” tanya Bu Dyah sambil duduk

“Belum Bu, saya pinjam KTP ya Bu..” jawabku sambil memerah dadanya.

“Ougghh… KTP di dompet dalam tas itu” katanya sambil menunjuk tas slempangnya.

Kuambil KTPnya, kudekati Bu Dyah lagi.

“Kunci pintu dari dalam ya Bu” perintahku sembari memcium pipinya

“Iya tadi aku lupa Jo” balasnya

Aku pun keluar dan bergegas ke tempat kenalanku.

Aku pun sampai ke tempat kenalanku dan menanyakan kontrakannya, kontrakannya ini ada 4 petak. Dimana 3 diantaranya sudah diisi oleh wanita malam, orang kumpul kebo dan 2 wanita pekerja salon yang tinggal 1 kontrakan.

“Kalo ditempati pasangan kumpul kebo 1 lagi gimana Cil?” tanyaku pada si Kancil, Kancil adalah panggilannya.

“Ohh ya kalo gitu biaya naik” jawabnya enteng.

“Ku kira mau sama binimu Jo, ternyata doyan juga kumpul kebo.. hehe” sambungnya.

“Aku kan bujang Cil, ngumpul sama kebo montok sih aku demen Cil..” balasku

“Kerja dimana dia Jo? Lah binimu gimana?” tanya dia

“Aku bujang Cil… ini ktp yg mau ngontrak sini, kalo aku kesini jangan grebek Cil.. kalo orang lain grebek aja ga papa.. seneng malah aku..” kataku padanya

“Mana ada yang percaya kamu bujang Joo.. besok aja ktpnya, minta kopinya aja 2 lembar.. santai saja sama aku Jo.. sukur2 aku juga dikasih jatah Jo..” balasnya.

“Udah berani ngadepin bini mu Cil?” tanyaku menyindir

“Pukimak kau.. jangan bawa2 nenek lampir itu Jo.. merinding bawaannya” balasnya

Kami pun tertawa saat kancil bilang nenek lampir.

“Ini duitnya ya, nanti aku kayaknya nyobain kasur pemberianmu ini Cil” kataku sambil menggelar kasur bekas pemberian kancil sebagai hadiah karena aku yang menyewa.

Kami pun beranjak dari kontrakan kancil, aku antar dia pulang ke rumahnya yang hanya berjarak 200mtr-an dari situ.

Aku pun bertemu istrinya, kami hanya bertegur sapa sebentar. Istrinya ini sebenarnya cantik, tapi bodynya kurang menarik dan ditambah dandanan menornya jadi semakin ancur saja.

Aku pun pulang dengan kunci kontrakan baru.

Aku pulang sambil memutar lewat kota, dimana tujuanku melihat polsek.. memantau kondisi aman atau tidaknya malam ini kondisi kost. Ternyata polsek sepi, tidak ada atau belum ada persiapan briefing.. entahlah aku pun kurang tau.

Aku pun pulang ke kost, sesampainya di kost hanya ada 2 alay di luar dengan 2 cabe segar.. “korban baru nih” batinku saat tiba di kost.

“Ciee cewek baru..” kataku saat mendekati mereka.

“Ahh bro.. bisa aja..” jawab seorang dari mereka

“Aman kah?” Tanya ku..

“Aman lah.. tuh bang debt colector juga bawa oleh2” jawabnya

“Oke sip.. thanks..” kataku sambil meninggalkan mereka

Aku pun naik dan hendak masuk kamar.. terkunci pakai slot

Ku ketuk pintu.. dogh.. dogh.. dogh..

Pintu pun terbuka oleh Bu Dyah, yang masih berpakaian lengkap dan bermuka sembab.

“Belum tidur bu?” tanyaku sambil duduk di atas kasurku.

“Gak bisa tidur Jo, abis diusir eh sekarang banyak suara begituan..” katanya sambil menunjuk kamar sebelah.

“Namanya juga kost cowok Bu, bebas dikit bawa deh temen biar ga bengong” sahutku

“Aku malam ini libur ya Jo, lagi gak mood” katanya lagi

“Iya bu, saya juga capek.. tadi latihan jadi pegel badan” kataku sambil membuka pakaian dan menyisakan boxer tanpa CD.

“Eh katanya capek kok buka baju?” tanya Bu Dyah yang sudah berbaring.

“Saya tidurnya ya gini Bu, biar adem” jawabku sambil mengambil posisi berbaring di sampingnya.

“Nanti digigit nyamuk lho Jo” kata bu Dyah yang memandangi tubuhku

“Paling nyamuknya ibu, mau gigit ini” kataku sambil meletakkan tangan bu dyah di selangkanganku.

“Iihh gak lah..” ia pun ber balik, tidur menyamping membelakangiku.

Aku pun yang lelah akhirnya tertidur..

Pagi aku terbangun jam 4.. “kepagian” pikirku..

Samping kamarku sedang berisik, mungkin cabenya kesiangan mau dijual di pasar atau kesiangan mau dibalikin ke tempatnya.

Aku bangun dengan badan yang segar, kulakukan pemanasan seperti biasa.

Tiba2 perutku ada yang berbunyi.. iyalah aku belum makan dari kemarin.

Pagi itu aku berniat mencari bubur ayam di pasar pagi, lumayan buat sarapan pikirku.

Aku pun bersiap memakai celana kaos dan jaketku, kupandang nyenyaknya bu dyah.. “wajahnya innocent kalau sedang tidur” pikirku.

Aku pun keluar tapi bertemu dengan cabe yang juga mau pulang, mereka berdua sepertinya tak diantar.

Aku pun menyapanya dan sedikit menggoda.

“Kayaknya semalam enak nih sampe kedengeran di kamarku” ucapku sambil merangkul salah satu dari mereka.

“Eh mas bejo ada2 aja, masa sih sampe kedengeran? Wah mungkin mas bejo mimpi kali..” sahut salah satu diantara mereka

“Kalo ini mimpi gak yah?” kataku sambil meremas dadanya.

“Ihh.. awas loh mas, ketahuan mas debt colector.. bisa kena marah tuh remas pacarnya” sahut yang satunya

“Loh kalian berdua pacarnya debt colector?” tanya ku penasaran

“Dia aja mas, aku sih cuma pemain pendukung” ungkapnya

Aku kaget, mereka berteman dan debt colector menggauli mereka bersamaan. Gimana caranya. Aku juga mau. Pikirku.

“Eh sorry ya.. aku kira bukan pacarnya” kataku sambil melepas rangkulanku

“Gak papa mas, lagian kayaknya mas bejo lebih kuat. Ototnya bikin pengen” kata pacar debt colector

Gila ini cabe.. berani bener ngomong gitu.

“Iya sih.. semalem aja butuh obat buat kita” sahut temannya

“Haha.. kalian aja kali yang terlalu mantab” kataku sambil mengeluarkan motor mereka.

“Mungkin ya mas.. kita nafsu banget sih kalo main bareng” sahut pacar debt colector

“Kalian ini bener2 ya.. eh dia kan libur.. kenapa gak main sampe puas? Bolos aja sekolahnya” kataku

“Yah mas ini, sekolah ya sekolah mas.. gini tu cuma buat hiburan” jawabnya

“Pemikiran yang bijak.. sekolah yang bener ya..” nasehatku sambil ku naiki motor bersiap ke pasar.

“Iya lah mas.. duluan ya mas..” kata mereka sambil tancap gas.

Oke.. aku pun tancap gas ke arah berlawanan, pasar pagi..

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu