1 November 2020
Penulis —  AnakPendiam

Niatnya Balas Dendam

Aku yang seorang mahasiswa di rantau tak hanya mengandalkan uang kiriman abangku. Aku juga bekerja pada seseorang tapi tidak terikat, hanya dipanggil jika dibutuhkan. Beliau seorang politikus sekaligus bertani, beliau memiliki tanah luas yang dikelola anak buahnya. Beliau memiliki seorang istri yang masih muda, 28th sementara beliau sendiri sudah 46th kalau tidak salah.

Aku yang bekerja kepada beliau hanya sebagai pekerja kasar, seperti bongkar gudang, tebas rumput, bahkan pernah jadi mata2 beliau untuk mengawasi lawan politiknya.

Malam itu (entah hari apa saya lupa) saya sedang asik chat dengan Kak Tuti. Dimana Kak Tuti kubuat seperti diharapkan kedatangannya tapi Kak Tuti tak berani datang karena saya bilang “di daerah ini sering razia kost dan penginapan”. Haha.. memang benar begitu kok, bukannya maksud aku menakuti Kak Tuti agar tak jadi datang.

Tiba-tiba ada telpon masuk di android milikku “wih boss.. duit nih” sorakku senang dalam hati sambil nyengir kuda.

Ku angkat “Selamat malam Boss.. tumben nih?”

“Jo.. kamu dimana? Ada tugas tapi sekarang, bisa?” Tanya si Boss.

“Oke boss, siap. Stand by saya sih”. Jawabku yakin.

“Kamu cari Ibu, tadi dia keluar katanya mau ketemu temennya. Tapi kudengar dia bicara sama cowok via telpon. Kamu cari tahu sama siapa dia pergi. Kabari kalo sudah dapat infonya” kata boss memberi instruksi

“Wehh soal keluarga, repot nih.. mana istri boss baik banget lagi” batinku

“Si-siap Pak.. Ibu pakai Fortune putih kah?” Jawabku agak ragu

“Iya baru pergi, hati2 Jo.. main bersih” wejangan si boss.

“Alamak e.. ada2 saja tugasnya. Yang enakan dikit ngapa boss. Makanya punya bini muda diiket di kamar biar gak lari.

Kalo temennya orang kuasa kan berabe juga aku” ocehku setelah telpon dimatikan.

Segera kuambil topi dan jaket jeans lusuh yang entah dari kapan belum dicuci.

Aku pun siap muter2 kota menjalankan tugas.

“Hitung2 cuci mata deh liat cabe” batinku menghibur diri

“Nah tuh mobilnya” saat aku sampai di daerah pusat kota. Tak jauh dari situ ada 2 penginapan. Aku lihat dari kejauhan. Tak ada gerak gerik di dalam mobil. Aku standby di warung kopi seberang penginapan yang agak mendingan kualitasnya. “Moga gak kelamaan, besok kuliah pagi nih” runtukku dalam hati.

Hampir 2 jam aku menunggu tak ada pergerakkan. Aku lihat mobil di kejauhan masih terparkir.

“Lama amat” aku pun pergi dari warkop itu berjalan ke arah hotel satunya. Saat aku sedang berjalan tiba2 istri bos keluar dari penginapan seorang diri. Dan bodohnya lagi dia melihatku!

“Shitt.. oke pura2 ga lihat, cuek tenang” aku kembali berjalan seolah ingin belanja ke indomerit tak jauh dari parkir mobil istri bos ku itu.

Aku masuk indomerit, kubeli rokok. Saat keluar, aku dikagetkan istri bos yang sudah menunggu di balik mobilnya. Kulihat ia jalan menghampiriku. Aku nyalakan rokok dengan masih tetap pura2 tak melihat.

“Ngapain disini Jo?” tegurnya.

“Beli rokok bu” jawabku. Memang umur kita tak jauh, dan dia juga pernah minta aku panggil kakak saja seperti anak buah suaminya yang lain.. tapi aku tetap kekeh memanggilnya ibu agar aku tahu batasan.

“Aku liat tadi kamu dari warkop itu, emang disana ga jual rokok?” desaknya

“Ada sih tapi rokok ini ga ada disana” dalihku berusaha mencari alasan

“Ohh.. gitu” jawabnya masih tak percaya

“Iya bu” balasku singkat sambil menunduk. Yah bawaan kalau dengan yang lebih tua atau dituakan ya gini. Beda sikapku dengan yang sepantaran.

“Gak usah begoin aku Joo, aku tau kamu disuruh bapak buat ngikutin aku” ucapnya yang membuatku panik

“Ehh.. enggak kok bu, saya cuma lagi santai aja. Ini juga udah mau balik. Besok kuliah pagi soalnya” balasku sambil beralasan.

“Aku kasih tau Jo, lawanmu punya kuasa. Lebih baik kamu gak usah ngelapor apa yang kamu lihat” ancamnya yang mulai membuatku kecil

Aku terdiam bingung mau berdalih apa lagi.

“Besok sore aku ke tempatmu Jo. inget jangan gak usah lapor. Lawanmu orang besar” ancamnya lagi.

Dia pun ke pergi.

“Mati aku” gumamku sambil menahan emosi karena kebodohanku sendiri.

Karena ketakutan dari ancaman, akhirnya aku turuti kemauan istri bosku.

Saat tiba di tempat dimana aku parkir motor, aku bbm ke bosku. “Pak, ibu sudah balik. Saya awasi kedua penginapan dekat ibu parkir mobil, tapi ibu tak keluar dari sana. Ibu berjalan sendiri dari arah pusat jajanan kota. Maaf misi gagal”

Aku pun yang masih kesal pulang ke kost, sampai kamar kulihat bbm “gak apa Jo, yang penting tidak keluar dari penginapan” balas bos ku yang sepertinya lega dengan laporanku.

“Haduuh bos, istrimu si Dyah itu lonte! Maaf bos” kataku ngomong sendiri sambil terduduk di kasur.

Aku yang tak habis pikir dengan Bu Dyah masih agak merinding teringat ancamannya. “Apa dia serius ya?” pikirku khawatir.

Aku pun tidur dengan berjuta pikiran dengan kemungkinan yang ada. Mengenai kelakuan Bu Dyah yang selama ini kuhormati, keluarga Bosku yang terancam gagal lagi, bahkan ancaman Bu Dyah.

Keesokan hari tak ada yang berarti, pagi kuliah dan pulang langsung fitness. Nothing special.

Saat aku pulang, kost sudah mulai brisik dengan aktifitas para alay yang sedang ngumpul di teras. Aku yang capek langsung masuk kamar dan bersiap mandi.

Setelah mandi aku gabung dengan para anak labil yang sedang berisik di depan.

Kami biasa menunggu gelap seperti ini, tak ada yang komentar dengan aku yang belum lama ini memasukan Kak Desi ke kamar. Kita “tahu sama tahu”.

Adzan maghrib seakan membubarkan para remaja labil ini.

Aku yang masih betah di teras tak ikut bubar. Aku tenggelam dalam lamunan sampai seseorang yang sangat kukenal dengan maticnya masuk ke halaman.

“Beneran ke sini” batinku, merinding teringat ancamannya.

Aku yang paham akan membicarakan hal yang rahasia, mengajak Bu Dyah ke kamarku. Saat berjalan ke kamarku yang paling ujung, aku tahu para alay pasti ada yang melihat tapi mereka tidak pernah saling singgung mengenai kegiatan “pribadi” masing2.

Aku persilahkan Bu Dyah, ku tutup dan kukunci pintu. Aku duduk bersila di depannya. Dia mulai bicara

“Kayaknya kamu ga lapor” ucapnya

Aku diam tertunduk di depan Bu Dyah yang mengenakan jeans pendek selutut dan sweater coklat.

“Baguslah. Kamu udah dewasa, kamu pasti tau soal kebutuhan ITU. Meski badan kamu besar, tapi kamu ga akan mampu melawan. Dia orang besar” sambungnya

“Kalau boleh tau siapa bu?” tanyaku penasaran.

Bu Dyah diam sejenak dan terlihat menatapku, seolah dia belum yakin denganku yang akan merahasiakannya.

“Pangkatnya lebih tinggi dari Bapak” jawabnya.

Ia keluarkan rokok LA mild merah dan menyalakannya. “Kamu jaga rahasia ini Jo, jangan sampai kamu diburu orang itu karena mencemarkan namanya” kata Bu Dyah sambil mundur bersandar di tembok.

“Iya Bu” sahutku yang merasa terancam

“Ngomong2 kamarmu berantakan juga Jo” katanya, kemudian membuang abu rokok sembarangan di atas lantai.

Aku masih terdiam.

“Badan kamu bagus Jo, muka juga gak jelek2 amat. Jadi simpenan aja, istri pejabat banyak yang gatel loh. Nanti kamu bisa tinggal di tempat yang agak mendingan” kata Bu Dyah dengan santainya.

“Maaf Bu, saya gak tertarik kerja begituan” jawabku takut membuatnya tersinggung.

“Jangan2 kamu suka sesama jenis ya?” ditawarin enak dan duit banyak gak mau.

“Saya normal bu” aku membela diri

“Masak sih? Kamu pernah mikir buat merkosa aku gak Jo?” pertanyaan aneh pun terlontar

“Gak pernah Bu, saya sangat menghormati Ibu” balasku yang tidak habis pikir dengan Bu Dyah

Lalu Bu Dyah meleoas sweaternya, kemudian kaosnya.. menyisakan BH dengan warna cup ungu dan tali hitam yang ia kenakan.

Ia tersenyum melihatku yang kaget atas tingkahnya.

Namun aku tak berani bertindak, lain halnya jika dia adalah Kak Desi.

“Berdiri Jo” pinta Bu Dyah

Aku turuti permintaannya

Lalu dia mendekat dan menarik celana kolorku sampai pergelangan kaki dan menarik CDku pula.

“Kamu pasti homo ya Jo? Ada cewek begini masih gak berdiri. Apa aku yang kurang cantik?” Cerocosnya yang membuatku naik darah.

Aku yang berusaha menahan diri pun menjawab “saya normal Bu, hanya saja saya terlalu menghormati Ibu. Ibu cantik kok, buktinya ada ibu masih ada yang deketin sampai semalam kencan” kebodohanku terlepas

“Hati2 kalo ngomong Jo!” ujarnya yang merasa direndahkan sambil melempar rokoknya sembarangan

“Maaf Bu” balasku

Ia kemudian malah menggoda penisku yang belum sampai setengah tegang. Diurutnya penisku sampai hampir full power.

Dikocoknya penisku, lalu tiba2 ia masukkan ke mulutnya lalu mengeluarkannya kembali. Bibir tebalnya yang sensual mengecup lubang di kepala penisku yang kini sudah tegang sempurna.

Kembali ia masukkan penisku ke dalam mulutnya. “Ahhh Buu” erangku saat sedotan pertama darinya kurasakan.

Ia hanya masukkan kepala penisku, kemudian ia sedot-sedot kuat sambil mengocok bagian penis yang tak ia masukkan. “Ohhhkkhh Buuu” kembali aku mengerang menikmati ulah Bu Dyah.

Ia melakukannya sambil mendongak melihatku.

Kurang lebih 10menit kami bermain, atau mungkin lebih tepatnya aku dimainkan.. lantas dia mengakhiri aksinya.

Ia memungut dan kaos dan sweternya sambil berkata “pakai celanamu”.

“Hah? Segitu? Anjing!” umpatku dalam hati sambil merapihkan celana kolor dan CDku.

“Kalo kamu bisa bekerja sama, aku bakal sering kasih bonus” katanya sambil berlalu pergi meninggalkanku di kamar.

Aku pusing, bukan pusing karena tak dipuaskan melainkan pusing karena harus bagaimana lagi aku menutupi kebobrokan Bu Dyah di depan suaminya.

Aku tak ingin memikirkan hal itu terlalu mendalam. “Aku punya kehidupan sendiri” pikirku

Aku pun mengecek BBM, tak ada pesan selain pesan Kak Tuti si memek gatel yang malas kujawab.

Ku lihat Kak Desi mengganti DP, “woohh si Chika sama kakaknya” batinku yang mulai berpikir mesum mengenai kak Desi.

Seperti biasa aku chat dia, “Chikaa 😘 Love u 😘”

“Mimpi mblo?” jawab Kak Desi seperti biasa dengan olokannya

“Kali aja dikasih jadi istriku kak, namanya juga usaha” balasku

“Chika tadi baca, katanya kamu lebay. Hahahaa Om2 lebay” kak Desi kembali menjawab

“Masa sih Chika deket kakak sekarang? Emuuuaaacchhh 😘 sampaikan ciumanku buat Chika ya” balasnya memasuki mode alay

“Kalo kamu serius, kamu kesini besok.. nih chika lagi sakit.” Kak desi membalas bersama kabar anaknya yang sakit

Aku pun membalas “aduh sakit yaa.. calon istriku mau dibawakan apa?”

“Haduh Joo.. belum juga ketemu udah main claim calon istri. Bangun mblo!” balas kak Desi dengan tak ketinggalan olokannya.

“Yah kak, namanya juga usaha. Jomblo lama kayak aku pasti setia nantinya loh” balasku lagi

Ia tak membalas, aku yang memang sudah tau dimana Kak Desi tinggal berniat menengok anaknya yang masih SMP itu.

Iya, Chika ini masih SMP. Tapi kliatan manis banget, aku sih bukannya mau pdkt sama Chika.. emang aku niatnya deketin keluarga Kak Desi aja biar gak ada kecurigaan.

Esoknya aktifitas seperti biasa, kuliah. Sepulang kuliah aku gak latihan karena berniat ke rumah Kak Desi. Aku bersiap, membeli beberapa buah dari uang pemberian waktu ditempat abangku (amplop coklat).

Kurang lebih jam 2 siang aku tiba di rumah Kak Desi. Kak Desi sendiri yang membukakan pintu.

“Seriusan kamu Jo kesini?” Kak desi kaget karena kedatanganku

“Pasti lah kak, kan calon istri sakit masa gak nengok” ucapku sambil nyengir kuda.

“Hadeeh.. kamu Jo.. ternyata serius ya” balas kak desi sambil mengajakku masuk.

Rumahnya sepi, mungkin suaminya pergi dan si Dina anak kak desi yang besar belum pulang.

“Kok sepi kak?” tanyaku sambil mengamati sekeliling.

“Suami kakak kerja pulang petang terus, kalo Dina baru aja brangkat ngampus” jawab kak desi sambik membawakanku minum.

Aku hanya manggut2.

“Chika sakit apa kak?” tanyaku lagi

“Biasa demam” jawabnya singkat

“Demam kok dibiasain?” tanyaku sambil belagak bego.

“Susah amat ngomong sama kamu! Maksud kakak tuh demam doang, namanya juga masa pertumbuhan. Apalagi kemarin dia main ke waterboom sampe sore” balas kak desi

“Aku nengokin Chika boleh kak?” kataku sambil pasang muka serius.

“Ayo deh, dia lagi main hape tadi.. sambil kenalan juga” ajak kak desi

Kami jalan menuju kamar Chika.

Aku memang belum pernah bertemu dengannya, selama ini aku hanya lihat dia di foto.

“Chikaa.. ada yang mau ketemu nih..” kata kak desi sambil membuka pintu.

“Suruh masuk aja Bund..” jawab chika

Saat ku lihat dia sedang duduk bersandar di ranjangnya, “manisnya melebihi emaknya” itu yang kupikirkan.

“Siapa tuh Bund?” tanya Chika yang tak mengenaliku.

“Itu loh yang semalam nitip ciuman buat kamu” kata kak Desi mengingatkan

“Ohhh.. om alay” katanya sambil tertawa kecil

“Hai manis.. kok om alay? Haduuh.. sama calon suami sendiri kok gitu” kataku sambil duduk di kursi dekat kaki Chika.

“Manis juga, sayang masih anak2” batinku.

“Ternyata om serius nengokin Chika ya.. apa jangan2 Om beneran suka sama Chika?” katanya sambil tersenyum dan fokus menatapku

*sekedar info, umurku 24! Jangan bayangkan Bejo kayak Om2 senang yg kayak di tv2.

“Kalau Om serius emang Chika mau?” tanyaku sambil membalas tatapannya

“Gak ahh.. om udah tua!” jawabnya sambil tertawa

“Hahahaaa.. sabar mblo!” kata Kak Desi sambil menepuk pundakku.

Kami pun sama2 tertawa lepas..

Serasa sudah kenal lama, kami mengobrol dengan enjoynya meski ditinggal Kak Desi ke belakang.

“Eh bunda kemana tadi kok belum balik?” tanyaku yang kehabisan topik pembicaraan

“Mungkin nyiapkan makan Om, udah hampir jam 3, Chika biasanya makan jam segini” terangnya

“Ohh.. eh om cari bunda dulu ya, biar bunda nyiapin makan buat Chika” ucapku

“Iya om” jawabnya sambil tersenyum sangat manis

Aku pun keluar kamar Chika, kudengar ada yang melakukan kegiatan diarah belakang. Aku menghampiri sumber suara, ternyata Kak Desi yang sedang menyiapkan makan. “Disini makannya emang sore kah kak?”

“Ehh Jo.. iya Jo.. udah kebiasaan” jawabnya yang terkaget dengan kehadiranku

Ku dekati Kak Desi yang tengah mengelap piring yang hendak dipakai. Kupeluk dia dari belakang.

“Jo.. jangan disini, ada Chika!” hardiknya sambil menghentikan pekerjaannya

“Pengen cium aja kok kak.. sekali aja” rengekku dengan muka memelas setelah membalik badannya.

Aku ditarik ke arah yang tak terjangkau pandangan dari arah kamar Chika, lalu Kak Desi memelukku. “Sekali aja ya. Jangan sekali2 minta lagi atau kita akhiri aja” ucapnya serius

Aku respon dengan kecupan di bibir dan dilanjutkan dengan ciuman. Ia pun membalas mencium bibirku dan kita saling melumat. Tak hanya saking melumat, kami juga mainkan lidah kami saat itu. Tangan kak Desi yang tadi merangkulku kini mendorongku dan menghentikan kegiatan kami lantaran aku mencoba meraba payudaranya.

“Jangan keterusan” ucapnya singkat sambil kembali meneruskan mempersiapkan meja makan.

Aku kembali ke kamar Chika,

“Maniss.. makanan udah siap tuh..” kataku pada Chika yg masih bersandar dan memainkan hapenya.

Ia tersenyum saat aku mengatakan bahwa makan siang sudah siap, lalu ia turun dari ranjangnya siap menuju ruang makan yang berada di belakang.

“Kuat gak? Atau mau Om gemdong?” kataku sambil menggoda.

“Kuat lah Om, cuma pusing doang masa ga kuat jalan. Tapi kalo Om maksa, aku mau kok digendong” katanya sambil nyengir kuda memamerkan gigi2nya.

“Ya udah Om maksa deh” aku pun kearahnya dan memposisikan badanku setengah jongkok agar ia naik di punggungku.

Ia pun naik, di punggungku. Kami mungkin terlihat seperti Ayah dan Anak jika seperti ini. Tapi aku tak peduli.

Aku pun membawa Chika ke arah meja makan.

“Ikhh romantisnya.. istrinya sakit suaminya gendong ke meja makan” ucap Kak Desi melihat tingkah kami.

“Serasi ya Bund? Heheee” sahut Chika

“Kalo cocok, langsung aku lamar bulan depan Kak” ucapku menanggapi komentar Kak Desi

“Enak aja.. ngarep amat mblo!” olok Kak Desi.

Kami tertawa sambil aku menurukan Chika dekat kursi.

“Aku heran Bund, Om Bejo baik.. kok gak punya pacar yah?” kata chika setelah duduk di kursinya

“Mungkin mau nunggu kamu Chikk” balas Kak Desi

“Ihh romantisnyaa” sahut Chika dengan gaya centil khas ABG

“Aku sih kalo udah sayang, jangankan nunggu.. suruh nikahin sekarang juga mau” kataku sambil duduk.

Kak Desi tersenyum sambil geleng kepala mendengar jawaban konyolku.

“Eh Jo, emang udah Kakak ajak makan? Main duduk aja” kata kak desi membuyarkanku yang sedang tersipu.

“Ehh” reflekku saat dengar ucapan Kak Desi sambil garuk2 kepala yang tak gatal

Kak Desi dan Chika pun tertawa.

“Udah jangan salting Jo, gak mungkin lah calon menantu sendiri gak diajak makan bareng” katanya sambil melirik Chika

“Ihh Bunda nihh..” sahut Chika yang ternyata tersipu malu mendengar pernyataan Bundanya.

“Udah yuk makan, Bejo makan yang banyak.. mumpung gratis!” ucap Kak Desi yang setengah meledek

“Iya lah Kak.. namanya juga anak kost! Eh apa aku ikut panggil Bunda ya?” kataku dengan pede gila

Suasana makan yang ramai, asik dan konyol kami bertiga pun terlewati.

“Om gendong lagi” rengek manja Chika yang membuat Kak Desi heran

“Ciee kayaknya bakal ada gosip baru nih..” kata kak desi menyindir putrinya

“Apa sih Bunda, jangan iri yah sama pengantin baru!” balas Chika

Kak Desi tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya.

Aku pun kembali menggendong Chika kembali ke kamarnya.

Aku turunkan Chika di dekat ranjangnya, diapun duduk di tepian

“Om sini Chika bisikin deh” ucapnya

Aku pun memajukan kepalaku mendekatinya.

Ia malah merangkulku dan “Cupp” mengecup bibirku.

Aku kaget, tersenyum dan balas mengecupnya.

Ia tersipu, “itu buat Om yang udah baik mau gendong Chika”

Aku diam menatapnya sambil tersenyum.

“Baru juga ketemu sekali, udah main kecup aja. Bahaya bener ABG jaman sekarang. Apa cuma karena dia gak dapat perhatian lebih dari Ayahnya ya?” bingung dalam hati.

Suasana canggung menyelimuti kami berdua.

“Om, minta nomor dan pin nya yah” ucapnya membelah kecanggungan.

“Nih.. tapi dikasih nama sayang aja yah” balasku

“Ihh Om nih.. ganjen masa modusin anak kecil” sahut Chika

“Tapi Om gak anggap kamu anak kecil loh. Om anggap Chika sebagai wanita yang harus mendapat kasih sayang lebih” ucapku sok dewasa

Chika terdiam, wajahnya kosong seakan memang dia kurang diperhatikan seseorang yang ia sayang.

“Chika belum pernah pacaran, mungkinkah dia memang sesuai perkiraanku.. kurang perhatian dari Ayahnya yang mungkin sangat ia kagumi” dalam hati aku menerka-nerka.

Singkatnya aku pamit pulang karena hari sudah sore.

“Kak Desi, Chika.. aku pamit ya” kataku yang berniat pamit pulang

“Oh yaudah Jo, kirain mau nunggu” sahut Kak Desi

“Nunggu apa Kak?” tanya ku penasaran

“Nunggu diusir!” olok Kak Desi yang diikuti tawa kami bertiga.

“Yaudah kak lah, aku pamit beneran nih” ucapku lagi

“Hati2 Jo, makasih udah jenguk Chika” katanya sambil menjabat tanganku

Aku pun kearah Chika untuk bersalaman “Om balik ya, kalo Chika kangen boleh kok telpon Om nanti” ucapku sambil tanganku dicium Chika.

“Ihh Om kepedean, siapa juga yang bakal kangen” balasnya setelah mencium tanganku

Ku elus rambutnya “sama calon suami sendiri masa gak kangen” sambungku lagi

Aku pun keluar dari kamar Chika diantar Kak Desi. Baru keluar dari kamarnya dan dirasa aman, aku remas bongkahan pantatnya dari samping.

Ia menepis tanganku lebih tepatnya memukul.

Sampai lah kami di teras rumah Kak Desi, tiba2 kak desi angkat bicara

“Jangan macem2 Jo, aku gak mau ambil resiko” katanya setelah kondisi aman untuk bicara

“Maaf Kak, aku ga tahan dekat Kakak”

“Eh tadi aku pikir kamu serius sama Chika” kata Kak Desi yang berusaha mengalihkan topik

“Kalo aku direstui, aku ya bakal serius” balasku sambil memakai helm.

“Hati2 Jo” ucapnya saat aku mulai melangkah ke motor

Kak Desi menatapku sambil tersenyum namun matanya seakan kosong seperti tatapan Chika tadi.

Aku pun pulang ke kost.

“Sepi amat, tumben.. kemana para alayers yah” gumamku setibanya di kost.

Aku pun berjalan menuju kamar, terdengar jenis suara tak asing dari beberapa kamar tetanggaku. “Pantas sepi, lagi pada happy sih” batinku mendengar desahan dari kamar para tetangga. “Kok bisa barengan gitu” pikirku.

Kost yang aku tempati ini adalah kost putra dimana bisa terbilang bebas karena tidak campur dengan pemiliknya.

Lantai atas ada 8 kamar yang isinya 1 pekerjaanya sebagai debt colector, 5 pelajar SMA dan aku yang mahasiswa.

Sedangkan lantai bawah hanya ada 4 kamar yang penghuninya aku tak begitu kenal, karena jarang keluar si penghuninya.

Aku masuk ke kamarku dan ganti baju kebesaran ku. Yah singlet dan celana pendek. Kubuka pintu kamar agar lebih adem suasananya. Susu coklat, rokok kupeesiapkan. Aku di tepi kasur dan main game kecil di andro ku. Jam 5 sore aku bangkit dan mandi. Setelah mandi, aku main game lagi. Sungguh tidak penting kan?

Haha.. Sebenernya ada rencana ke fitness center tapi malas karena biasanya ramai kalau sore dan banyak tante ganjen yang bikin main tidak fokus. Bagiku keberadaan tante ganjen di fitness center bukan hal yang menguntungkan, malah merugikan, bikin salah fokus! Bukannya angkat beban malah bisa ngiler liat tingkah dan body mereka.

Kadang aku mikir, kenapa mereka gak ikut kelas aerobik aja? Atau emang mau cari peler disana? Entahlah.. hanya Tuhan yang tahu.

Maaf curcol.

Aku yang sedang asik buka2 sosmed di androku kaget tiba2 ada yang masuk dan mengunci pintu kamarku.

Sepatu olahraga, legging, sweater hoodie, ransel adides itu yang ia pakai.

Aku seketika duduk di tepi kasur. Menunggu ia yang sedang meletakkan tas dan melepas sepatunya.

“Gak keluar Jo?”

“Gak Bu, masih sore” jawabku yang memang sebenernya jarang nongkrong.

Bu Dyah ikut duduk di tepian kasur sambil menyalakan rokoknya.

“Pulang senam Bu?” tanyaku

Aku yang sebenarnya penasaran ada hal apa dia kesini tak berani menanyakan. “Kayaknya aku udah setuju buat tutup mulut. Ngapain lagi sih?” pikirku.

“Ga jadi senam, lagi males.” jawabnya sambil menyeruput susu coklatku. “Woii aku yang punya aja belum nyicip!” batinku.

Aku ikut nyalakan rokok, sambil mengamati gameku.

“Jo.. kamu beneran gak lapor ke bapak kan?” ungkitnya masalah yang sudah lalu

“Ndak Bu, sesuai permintaan Ibu” jawabku mencoba meyakinkan.

Ia membuka sweater hoodienya. Tersajilah tubuh Bu Dyah dengan kostum senamnya, Legging hitam dan tanktop abu-abu.

Terasa ada yang menggeliat di bawahku, oh itu si otong yang melakukan perenggangan setelah bangun tidur.

Aku berusaha santai, kututup gameku. Tapi tiba2 ada pesan dari Chika “Omku sayang 😘” lalu “maaf om, dibajak Bunda”. Ahh mereka sedang bercanda disana. Aku yang berusaha cuek pada Bu Dyah malah membalas pesan Chika, “aku udah mau salto loh baca BM kamu”.

Klingg.. pesan dari Chika lagi “ihh Om ngarep bener sama Chika, Chika masih kecil loh Om. Emang Om gak malu kalau misal kita beneran jadian?” panjang bener.. pikirku.

“Masa iya aku malu jadian sama cewek semanis kamu” kubalas pesannya

“Om tuh sukanya godain terus” balasnya lagi.

Baru kubaca chatnya, tiba2 Bu Dyah memepetku. “Siapa Jo? Cewekmu?” tanyanya kepo.

“Temen Bu” jawabku singkat

“Temen ngentot?”

Aku kaget mendengar ucapnya yang terakhir, apalagi ia menyandarkan tubuhnya ke badanku.

Aku tutup hapeku, tak jadi membalas pesan. Bu Dyah dengan santainya bersandar di badanku padahal kalo cuma mau nyandar, tembok juga bisa.

Bu Dyah masih asik menghisap rokoknya, kuteguk susu coklat sisa yang diminum Bu Dyah.

“Jo.. apa aku jadi kliatan tuaan ya? Sejak aku melahirkan, bapak jadi kurang perhatiannya” kata Bu Dyah yg asik menikmati lintingan tembakau.

Sekedar info. Sejak beberapa bulan lalu setelah anaknya yang sekarang sudah berusia lebih dari 2th tidak minum ASInya, anak mereka di asuh oleh keluarga suami Bu Dyah. Alasannya karena didikan keluarga Bos ku itu sangat bagus dan mereka putuskan harus memulainya sejak dini. Bu Dyah sebagai ibunya akan mengunjungi anaknya seminggu sekali.

“Stres jauh dari anak dan kurang perhatian suami, mungkin ini yang membuat dia liar di luar rumah.” pikirku.

“Ibu itu masih sangat menarik kok, seksi malah” hiburku

“Setan mana jo yang ngajarin ngomong gitu? Mentang2 berdua dikamar, jadi mulai kurang ajar” ucapnya yang agak membuatku kaget

Kupikir ia marah, tapi ternyata masih santai bersandar di badanku.

Posisi kami aku duduk di kasur, Bu Dyah bersandar di punggung menghadap arah belakangku, kakinya di tembok.

“Saya jujur loh bu, ngomong apa adanya.” ucapku sambil berusaha memutar badanku 90 derajat ke arah kiri, memposisikan badan Bu Dyah agar terlentang sambil kepalanya berbantal paha kiriku.

“Mana ada, kamu aja kemarin ga nafsu liat dadaku” ucapnya sambil memandang lekat wajahku ke atas.

Ku kumpulkan keberanian, kupegang payudaranya dengan tangan kiriku dan berkata “Kalau bukan istri Bapak, pasti sudah saya telanjangin Ibu”

“Dasar cemen!” ucapnya menanggapiku

“Salah pemilihan kata Bu!” batinku yang memanas saat kudengar omongannya

Segera aku bangkit, kulepas kaos singlet dan celana kolor serta CDku.

Bu Dyah yang terbaring nampak bingung dengan perubahan sikapku.

Otong yang sepemikiran denganku sudah setengah bangun.

Segera aku bimbing ke arah mulut busuk yang tadi bilang aku “cemen”. Bu Dyah nampak masih bingung namun entah karena naluri atau apa, ia membuka jalan agar aku memasukkan penisku ke mulutnya.

Slepp.. Bu Dyah yang masih dengan tatapan heran mulai menghisap-hisap penisku dalam mulutnya yang membuat penisku terbangkitkan sepenuhnya.

Aku membebaskan penisku dari kulumannya. Kubimbing Bu Dyah untuk duduk, setelah ia duduk langsung ku sosor dan lumat bibirnya. Bibir tebal Bu Dyah ku hisap2 terutama bibir bawahnya.

Kubuka tanktopnya, ia memudahkan usahaku dengan mengangkat lengannya.

Lehernya yang jenjang seakan berteriak “jamah aku!,” ku jilat dan ku hisap kuat bagian itu sampai berbekas. “Jooo.. ehnnnghh.. jangan ninggalin bekas..” erangnya saat kuhisap kuat.

Aku tak pedulikan apa yang bu dyah katakan, malah aku tambah kembali cupanganku.

“Hah hah hah.. joo..” nafasnya memburu saat kuhentikan cumbuanku pada lehernya yang putih bersih mulus itu.

Kubuka pengait BHnya, sebenarnya aku tak begitu suka dengan bentuk isi BHnya tapi tetap saja karena ini jalan yang sudah kupilih jadi harus tuntas.

Payudara yg menggantung miliknya sudah terbebas, besar memang tapi agak kendor mirip pepaya.

Kubaringkan Bu Dyah dengan posisi searah kasur, kembali ku lumat bibirnya.

“Ehmmhh ekhhmm” erangnya tertahan saat tanganku ikut bekerja memilin putingnya yang sudah kaku.

Kubangkit dan nyalakan musik lagi, kali ini aliran metal yang terklik playlistnya.

Kuhampiri lagi Bu Dyah, kini pandangan Bu Dyah seperti ketakutan melihat keagresifanku.

Kumulai lagi aksiku, kuciumi wajahnya mendekat ke telinganya dan kugigit2 kecil daun telinganya. Satu tanganku tak berhenti memilin bergantian puting coklat milik Bu Dyah. Kami kembali berciuman, saling hisap bibir bahkan lidah.

Aku berpindah ke dadanya, ku telusuri payudaranya yang besar mulai dari belahan lalu ke bawahnya bergantian kiri kanan. Kedua tanganku mencengkram dan meremas buah dada besar miliknya.

“Ahhh Jooo… ampuuunn…” rengek Bu Dyah saat aku mulai bermain di puncak payudaranya. Kuhisap kuat lalu kumainkan lidahku agar menari bersama putingnya, bergantian kiri kanan. Wajah ketakutannya karena keagresifanku kini berganti dengan wajah pasrah.

Aku yang lupa bahwa Bu Dyah masih mengenakan leggingnya, segera aku loloskan sisa pakaian yang melekat pada tubuhnya.

Kini bu dyah telah 100% telanjang pasrah dengan perlakuanku.

Kulipat dan kubuka pahanya, kuambil posisi diatasnya dengan penis yang menempel pada vaginanya

“Masukin Joo.. aku dah ga tahan.. please” rengeknya yang tak kupedulikan.

Kulumat kembali bibir tebal yang tadi mengucap kata kunci kemarahanku, kuhisap bibir itu dengan bernafsu dan tak ketinggalan kususuri juga langit2 mulut bu dyah, kutarik tarik lidahnya dengan lidahku. “Ehehhmmm emhh” erangnya yang seakan memintakan memasukkan penisku. Kurasakan juga pinggulnya bergoyang2 menggesekkan vaginanya pada penisnya yang masih power full.

Kini kuingin menuju ke bawah sana yang sedang asik bergoyang. Saat kulepas lumatanku, kuperhatikan goyangannya..

“Pro banget” pikirku.

Aku turunkan lagi badanku, ku raih kembali payudaranya yang sudah sangat basah karena liurku dan keringatnya dengan tanganku yang siap memilin puncak itu.

Kudarat kan kecupan dan beralih mencumbu sekitar telinga kirinya. Intensitas gesekan terasa meninggi, “ehmmmhhh” terdengar lenguh panjang dari Bu Dyah saat ku hisap daun telinganya. Bersamaan itu kurasakan pinggulnya terangkat mendesak penisku yang tadi dia gesek2.

“Permainan baru dimulai Bu” bisikku padanya.

Aku turun ke perutnya, kulihat bekas jahitan di sana. “Bekas operasi?” tanyaku dalam hati.

Kumulai bahasi sekitar pusarnya dengan lidahku, kujilati bagian pusarnya juga. “Jooo… geliiii…” desah Bu Dyah

Kumulai turun ke daerah lembah keramatnya, bulu-bulu yang terlihat terawat jadi basah karena ulahku.

Posisi Bu Dyah yang masih mengangkang memudahkanku beraksi, kubelah garis vaginanya. “Banjir bandang! Hahaa” tawaku dalam hati karena bangga.

Aku bimbing lidahku naik turun menyapu sisa orgasmenya.

Tiba-tiba “dog dog dog” pintu kamarku diketuk.

Kesal rasanya kegiatanku terganggu. Tapi apa boleh buat, ku lepar sweater Bu Dyah yang ditangkap dan dipakai menutupi ketelanjangannya.

Kubuka pintu sedikit, “ada apa bro?” tanyaku pada tetanggaku yang bekerja sebagai debt colector. “nanti ada razia kost” jawabnya sambil melirik ke arah Bu Dyah.

“Jam biasa?”

“Iya, kira2 jam 9 mereka mulai berangkat sweping.”

“Oke thanks” sambil kuberi dia 1bungkus rokok yang memang aku stok untuk konsumsi sendiri.

Aku pun menutup pintu, dan balik badan hendak meneruskan urusanku. Tapi kulihat bu dyah sedang memunguti pakaiannya yang berserakan di samping kasur.

“Mau kemana?” tanyaku dengan mimik wajah yg marah.

“Mau ada razia kan? Lagian udah setengah 8, pulang senam kemaleman ga enak sama bapak” ucapnya sambil ekspresi takut melihatku marah

“Mana ku peduli!” Kataku setengah membentak

Ia terdiam menatapku penuh kemarahan. Kuhampiri Bu Dyah yang sedang memegangi pakaiannya yang sudah ia pungut. Kupegang rambutnya acak-acakan meski masih terikat, lalu kuarahkan penisku ke depan mulutnya. Ia yang takut melihatku tak seperti biasanya langsung melahap dan melayani kemauanku. Aku yang masih marah akibat perkataannya sebelum semua dimulai, menyodok2kan penisku ke mulutnya bahkan sesekali aku berusaha masukkan sampai mentok mesti tak bisa.

Ia yang mendapatkan perlakuan kasar terlihat air mata keluar dari sudut matanya. Aku yang iba melihatnya menghemtikan hujaman2ku.

Kucabut penisku, “maafin aku Joo..” katanya sambil terengah-engah.

“Mainkan seperti kemarin bu” kataku sambil menempelkan penisku pada pipinya.

Ia pun mulai, penisku dimasukkan, disedot kuat dan ia keluarkan lagi. Ia masukkan lagi sebatas helmnya, menyedotinya kuat-kuat sambil mengocok batang yang ia tak masukkan.

“Ahh Buu.. kalau begini.. saya gak akan kasar lagi” kataku yang seakan reda emosinya

Bu Dyah yang mendengar eranganku kini jadi tak menunjukkan mimik takut lagi, bahkan mulai menikmati permainan.

Ia masih sibuk di bawah sana, mengocok hisap helm dan sesekali juga menghisap bijiku.

Kulihat jam sudah hampir pukul 8malam. Aku pun berniat harus berhasil membuat Bu Dyah terkapar karena nikmat.

Aku tarik berdiri Bu Dyah, posisikan ia bersandar di tembok ku angkat dan kupegangi satu kakinya. Bu Dyah yang paham membimbing penisku mencicip cita rasa vaginanya. “Blesss”

Kumentokkan penisku “masih sempit, sebanding dengan Kak Yanti” pikirku membandingkan.

Kulihat Bu Dyah malah menghadap samping, memejamkan mata tapi membuka mulutnya lebar. Sepertinya dia belum terbiasa dengan ukuran milikku.

Tapi aku yang merasa dibatasi waktu mulai mengayunkan pinggul. Kurasa Bu Dyah juga ikut bergoyang. Ia membenamkan wajahnya di bahuku sambil menahan erangannya.

“Jooo.. pelannn.. jooo.. ohhhkkkhhh…” erangnya saat kunaikkan ritme ayunan pinggulku.

Aku tak peduli, tetap kukayuh dengan speed yang sama. Ia kelojotan menerima hujaman2 di vaginanya.

Kunaikkan lagi speed ku, “ohhh jooo…” lenguhan Bu Dyah yang disertai dekapan kuat menghentikan gerakanku.

Kucabut dan kubimbing Bu Dyah agar duduk diatas pangkuanku, aku ingin mencoba goyangannya yang terlihat pro tadi saat menggesek penisku.

Ia mengerti keinginanku, segera ia masukkan penisku dan mulai menggoyang.

“Ohh Buu… goyangan luar biasa.. aku sukaa buuu..” erangku mengomentari goyangannya yang luar biasa

“Joo.. ohh.. kontol kamu bisa bikin aku ketagihan akhhh… ohhh.. jooo…” suara dari Bu Dyah yang terlihat menikmati pergumulan kami.

Tak lama berselang, ia jadi hilang kendali menggoyang memompa dengan liar. Aku yang menebak bahwa ia ingin segera mendapat reward atas usahanya, membantunya dengan meremas-remas benda menggantung di dadanya.

Ternyata tindakanku berhasil membantunya membuahkan hasil saat remasanku ku rumah dengan memilin putingnya yang mengacung.

“Joo… anjingg.. enakkk… joo..” erang panjang Bu Dyah yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya yang seakan ingin melahap penisku. Denyutan demi denyutan pada vagina Bu Dyah sangat kunikmati, himpitan vagina dan denyutannya saat orgasme benar2 memabukkanku.

Saat terasa reda, aku tak mau berlama-lama karena masih sadar kalau waktu kami terbatas.

Ku sanggah pinggulnya, saat hendak ku hentakkan pinggulku agar penisku kembali menyusup ia angkat bicara “emang kamu belum jo?” tanyanya dengan wajah puas.

“Belum bu” ku jawab seperlunya

Ia tak menanggapi ku dengan omongan tapi ia mengangguk, yang kuartikan sebagai tanda restu agar aku juga mendapat puas atas dirinya.

Kuhujamkan batangku mulai dari tempo pelan, sedang dan tinggi. Ia menunduk sambil membuka mulutnya, “ohhhh ehh” suara erangnya tiap hentakanku menabrak vaginanya.

Ia kemudian pasrah telungkup diatasku sambil tetap menerima pompaanku.

“Ohhhhhh” lenguhan panjang kembali terdengar.. aku tak peduli.. tetap ku pompa bu Dyah dengan kasar.

Kurasakan ia mencengkram deltoid ku sambil terus mengerang-erang.

Aku yang merasa sakit bagian bahu karena cengkraman bu dyah menghenyikan tusukanku.

Kulihat sudah hampir jam 9. Ku balikkan badan kami, kini Bu Dyah dibawahku bahkan kakinya melingkar di pinggangku seolah tak ingin aku pergi.

Aku mulai kembali memompanya dengan keinginan segera menyudahi perbuatan kami.

Hujaman demi hujamanku di respon Bu Dyah dengan desah dan erangan yang mungkin terdengar di luar karena erangam Bu Dyah makin keras seolah di berteriak.

Kini bu dyah yang tadinya hanya kakinya yang melingkar di pinggangku, sekarang Bu Dyah juga mendekapku. Semakin erat dada kami beradu.

Aku yang sudah hampir sampai, makin semangat pula aku aku hujani memeknya dengan tusukan kasar penisku.

“Ahhhhh… Buuuuu…” erangku saat kuhentakkan kuat agar penisku benar2 tenggelam dalam vaginanya.

“Ehngggjhh..“lenguhan Bu Dyah namun seperti tertahan saat penisku menyemburkan isinya di dalam vagina legit Bu Dyah.

Aku lihat jam, “masih kurang 10menitan” pikirku.

Ku coba ajak Bu Dyah mengobrol, aku duduk sambil menyalakan rokok.

“Bu memek ibu sangat nikmat, bahkan lebih enak dari punya anak SMA” pujiku yang berusaha membuka obrolan.

Ia pun ikut duduk kemudian ia bersandar di bahuku.

“Memekku rasanya kayak ada yg mengganjal jo, kayak perawan aja nih” katanya

“Ibu masih mau berani sebut aku cemen?” aku berusaha menyudutkan

“Gak lah.. aku aja sampe hampir gila karena kamu tadi. Kamu jantan Jo” jawabnya sambil memeluk lengan kananku.

“Jantan mana sama selingkuhan ibu?” tanyaku mulai menyelidik

“Kamu lah Jo.. tau gak waktu kita ketemu malam itu, aku dikerjain berdua. Tapi mereka berdua ga ada apa2nya kalo dibanding dikerjain kamu”

“Wah main bertiga ya.. emang siapa aja yang pernah ngerjain ibu?” tanyaku lagi.

Akhirnya Bu Dyah mengakui melakukan perselingkuhan, bahkan ia menyebutkan siapa2 saja yang pernah menjamahnya. 1 nama yang membuatku kaget, dia orang yang dekat dengan Bos dan sering ditugasi Bos melakukan pekerjaan kotor yaitu ajudannya sendiri!

Jam 9lebih Bu Dyah pun pulang dengan keadaan yang tak karuan, badan lemah, badan basah penuh peluh dan liurku, cupangan yang aku tinggalkan pasti akan diketahui Bos. Tapi tak apa pikirku selama Bu Dyah suka hasil kerjaku, ia tak akan membuka mulut.

Rencanaku mengorek keterangan pun berhasil. Misi terlaksana!

Jam 9.30 polisi dan satpol pp melakukan sweeping, seperti biasa sasarannya adalah narkoba, minuman, dan seks bebas.

Kost kita yang selalu mendapat bocoran selalu lolos.

Tak lama berselang, hapeku berbunyi “Boss”. “Wah jangan2 istrinya buka mulut?? Bangsat! Anjing!” Aku mengumpat sendiri di dalam kamar belum berani mengangkat telepon.

Panggilan tak kujawab.

Boss menelepon lagi…

Kali ini kuberanikan diri mengangkatnya,

“Hallo”

“Ke warkop depan polsek, kutungu” kata boss yang langsung menutup telepon

Aku panik setengah mati. Bingung harus berbuat apa. Rasanya ingin kabur saja, lagi pula aku ada biaya di amplop coklat.

“Aku lelaki, harus tanggung jawab!” Sisi baik dalam hati seakan berbisik

Aku akhirnya nekad berangkat menemui Bos.

Warkop sepi tempat kami bertemu sudah terlihat, aku kembali mantabkan hati untuk menemuinya. Kuparkir motor disamping motor Bos, kulangkahkan kaki masuk menemuinya.

Aku duduk di kursi didepan Bos, beliau mulai bicara.

“Istriku habis kencan dengan seorang pria” katanya membuka perbincangan, kulihat wajahnya yang nampak geram. Mentalku kecil kembali di depannya.

“Boss dapat info darimana? Apakah bisa dipercaya?” kataku menyelidik

“Keparat itu meninggalkan tanda di tubuh Dyah” semakin geram wajah Bos

“Lalu bagaimana selanjutnya Pak?” tanyaku agak ketar-ketir

“Kamu ikuti kemana saja saat pergi” perintahnya

Hatiku PLONG! Aku tak ketahuan, Bu Dyah juga tak buka mulut.

“Baik pak nanti saya akan cari bantuan yang bisa dipercaya” jawabku menerima perintah

“Kalau butuh dana dulu kamu bisa telpon atau temui saya di kantor, saya tidak bawa uang cash sekarang”

“Baik pak” yang sudah tak was2 lagi.

“Saya undur diri dulu, saya akan laksanakan semaksimal mungkin”

Aku pun pergi meninggalkan Bos, aku pulang ke kost dengan hati yang tenang.

“Saya sudah dapat bantuan Pak, saya hanya akan mengawasi target saat malam. Kalau target curiga atau melihat kami saat menjalankan misi, kami akan bergantian” tengah malam ku kirim pesan itu ke Bos untuk meyakinkan saya sudah mulai bergerak.

Aku yang sebenarnya tak melakukan apapun dalam kasus ini pun sorak hore!

Kali ini aku bisa tenang. Tugas yang sebenarnya sudah beres, tinggal menunggu hasil saat kubuka kartu yang sudah kudapat.

Keesokannya aku pun beraktifitas seperti biasa, kuliah fitness pulang ke kost.

Jam 4 sore aku tiba di kost, alayers sedang berkumpul.. aku yang kondisi lelah pun hanya bersay-hello lalu naik ke atas, mandi dan ngumpul bareng para alayers.

Tak ada yang spesial hari itu, hanya chat dengan Kak Desi dan Chika. Kak Tuti yang sebelumnya sering chat walau gak guna karena hanya mengeluhkan kegatelannya pun akhir2 ini tak hubungi aku lagi, mungkin dah dapat kontol baru.

“Sayang dimana? Kok gak ada kabar 2hari ini? ” tulisan Chika di BBM saat kubaca setelah pulang kuliah. “Bukannya Chika belom pernah pacaran ya?” batinku bingung. Aku pun mengomentari tulisannya “Ciee.. yang ternyata punya pacar “.

“Ikhh apaan sih” balasnya

“Lohh.. kok jutek?” pikirku

“Oh iya Om kemaren lupa gak balas BM kamu ya? Maaf yah.. mulai pikun nih.. Om kira udah Om balas, jadi Om juga nunggu balasan kamu ” balasku yang ingin menghidupkan suasana.

“Hahaha.. serius Om? Kirain kenapa gak balas, ternyata faktor U. Hahaaa..” balasnya

“Nyesel aku bilang pikun  anak sama bundanya suka ngeledek”

“Ihh tua2 ngambekk.. jelek ihh..”

“Tuanya bisa di ilangin gak? Diganti sayang mungkin?”

“Eh Om dimana bisa minta tolong ndak?”

“Aku siap menjalankan permintaan tuan putri 😘”

“Jemput disekolah ya ” mintanya

“Oke.. wait a seccond *padahal 15menit ” balasku sambil segera bersiap.

Pkl 2:13 p. m aku menunggu sampai di seberang gerbang sekolahnya lalu aku langsung kabari Chika. Ia keluar berlari dengan lincahnya, “gayanya natural banget, tanpa ada dusta jadi selimutnya” gumamku lirih.

“Yuk Om” ajaknya sambil naik jok motorku.

“Kemana?” tanyaku

“Terserah yang penting jangan ke rumah, males ada ayah” jawabnya

“Loh ada ayah kok males? Eh mau makan dulu gak?” tanyaku lagi

“Chikka udah makan, ke kost Om Bejo aja yuk” katanya

“Oke lah kalau beggitu” kataku menirukan logat tegal

Kami pun sampai di kost, ku ajak Chika ke kamar ku dan ku kunci. Ku kunci pintu bukan karena aku mau perkosa dia, bukan. Aku cuma gak mau tiba2 Bu Dyah datang nyelonong.

Kami pun ngobrol sambil sambil buka snack dan softdrink yang kami beli di indomerit.

“Kamu kenapa Chikk kok ga mau pulang?” tanyaku

“Males ketemu Ayah” katanya

“Ya kenapa bisa males? Ayah kamu loh”

“Ayah sebenernya baik, tapi sekarang berubah sejak sering pulang ke rumah Mama” jelasnya

Mama disini adalah istri pertama yang katanya sampai sekarang gak rela diduakan.

Karena Chika keliatan sedih jadi aku berusaha mengganti topik.

“Eh katanya kamu belom punya pacar, tadi kamu update buat siapa?” tanyaku yang kepo

Chika diam, tersenyum lalu “buat Om”.

“Mau ngolok Om lagi yah? Ketebak” kataku

“Serius loh Om..” jelasnya

“Gak percaya” ucapku enteng.

Cupp.. dikecupnya pipiku.

“Apa tuh?” tanyaku sambil memegang pipi yang tadi dikecupnya

“Biar Om percaya” katanya santai sambil merebahkan diri.

Aku pun ikut berbaring di sampingnya.

“Ahh.. ciuman dipipi sih nyamuk juga bisa!” tantangku

“Mau lebih? Ijin dulu sama bunda” katanya

Aku yang berbaring lalu terduduk, “Kak Desi, aku sayang Chika, boleh ya aku cium bibirnya” “boleh” sambil aku menirukan suara perempuan.

“Ikhh Om Bejo gilaaaa” katanya dengan suara agak keras saat aku langsung mendekatkan bibirku.

Ku kecup bibir mungil gadis itu, Chika terpejam.. ku kecup lagi,, sekarang aku lumat bibirnya dan aku hisap-hisap bibirnya.

“Ihh om nyuri ciuman pertamaku” sambil menutup mukanya dengan bantal setelah aku melepas ciumanku.

“Kok kamu gak nolak?” tanyaku

“Aku kan penasaran gimana rasanya.. hahaaa” jawabnya sambil mengintip dari balik bantal.

Chika pun ikut duduk, sungguh pengalaman pertamaku aku disuguhi anak gadis manis dan polos seperti dia.

“Temen2 kamu sering cerita enaknya pacaran ya?” tanyaku

“Iya om, kadang aku juga jadi pengen” jawabnya

“Mereka pernah cerita apa aja? Kalo pacaran ngapain aja?” selidikku agak kepo

“Gitulah om, ciuman, raba2, bahkan ada yang pernah gitu” jawabnya dengan malu-malu

“Gitu apa sih?” tanyaku lagi

“Itu lohh.. ihh Om.. itu ML” ucapnya.

Chika memerah mukanya, mungkin dia malu mengucapkannya.

“Wow” hanya itu kata yang keluar dari mulutku.

“Om pernah ML?” tanyanya penasaran

Aku diam, menghela nafas.

“Pernah” jawabku singkat

“Gimana rasanya Om? Kata temenku ada yang enak, ada juga yang katanya sakit”

“Kalo cewek pertama sakit, malah bisa sampai 3 atau 4 kali masih sakit. Tapi lama2 enak, tergantung sih”

“Chika pernah kepikiran nyoba sama temen, tapi takut” ucapnya yang membuatku kaget

Aku angkat dia yang duduk di depanku agar duduk dipangkuanku. Ia kaget dengan perlakuanku. Tapi setelah kupeluk, ia terasa tenang.

“Kalo soal gitu, gak boleh coba2 yah. Kalo mau ngelakuin, kamu harus yakin. Dengan siapa kamu ngelakuin juga harus kamu pikir2 deh” nasehatku pada Chika yang sebenernya juga gak bener sih.

“Iya Om” ucapnya sambil memegangi tanganku yang memeluknya.

“Om baik ya.. coba kalo orang lain, pasti Chika udah diperkosa” sambungnya

“Kok?”

“Iya, Chika juga udah tau Om sebenernya soal begituan. Chika juga sering dibilang kuper karena belom pernah ngapa2in” sambungnya lagi

“Anak SMP sekarang ganas amat ya masih kelas 1 padahal.. sewaktu aku SMP perasaan masih jaman main tamiya” batinku

Aku mati kutu, gak bisa ngomong apa2 lagi.

“Om” panggilnya karena aku diam terus

“Ya Chikka?”

“Om serius gak waktu bilang sayang ke Chikka?” pertanyaan yang sulit dijawab

“Sayang lah, kalo ga sayang mana mau Om jemput kamu” pemilihan jawaban yang salah

“Chika juga sayang Om Bejo, kita pacaran yah”

Aku melongo mendengar ucapan gadis kecil ini.

“Jadi kalo bunda ngeledek Om Bejo, jawab aja kalo Om Bejo pacar Chika” sambungnya.

“Kita kan baru 2x ketemu Chik, kamu yakin? Lagian kamu masih sekolah” sahutku yang masih terheran karena ulah Chika

“Ndak apa, sekali kenal udah cukup bikin aku yakin dengan Om Bejo kok”

Aku gak bisa ngomong apa-apa.

“Udah sore nih, anterin Chika pulang ya sayang”

Aku yang masih kehabisan kata2 masih terdiam.

Cupp.. kecupan Chika membangunkanku dari lamunan.

“Chika, Om masih ga percaya kamu ngomong begitu” ucapku

Ia malah menciumku, melumat bibirku menirukan apa yang aku lakukan sebelumnya. Aku yang tadinya pasif jadi membalas aksinya. Kulumat juga bibirnya bahkan kini kumasukkan lidahku, ia terkaget tapi kembali terpejam menikmati perlakuanku.

“Chika yakin mau jadi pacar Om Bejo?” tanyaku yang masih tak percaya

“Iya sayang” kembali ia mengecup bibir ku.

“Yaudah nanti Om bilang terus terang sama Bunda ya” kutatap wajahnya

“Siapa takut.. bunda pasti ijinin, Om kan baik” balasnya yang belum tau diriku sebenarnya

“Yuk.. katanya mau pulang” ajakku

Aku pun mengantar Chika pulang.

Chika turun dari motorku setelah aku berhenti di halaman rumahnya.

“Om tunggu di teras yah, aku ganti baju dulu” pintanya

“Oke” jawabku singkat

Tak lama setelah Chika masuk, Kak Desi keluar dan duduk di kursi sampingku.

“Kalian dari mana Jo?” tanya Kak Desi yang matanya sembab

“Abis jalan di pusat jajanan Kak, Kakak kenapa? Kok kayak abis nangis?” tanyaku balik

“Gak apa2 Jo”

“Suami kakak dirumah?” tanyaku memastikan, karena tak ada sosok seorang Ayah keluar daritadi.

“Tadi pergi lagi?”

“Iya”

Chika pun keluar

“Om, ayo masuk” kata Chika

“Eh, iya Jo masuk” sambung kak Desi

“Eh Dina kemana? 2x kesini kok gak pernah ada?” tanyaku

“Biasa Jo, dina lagi jalan sama cowoknya. Balik paling maghrib” jawab Kak Desi

“Bunda abis nangis lagi? Kenapa Bund?” tanya Chika yang baru sadar kalau mata Bundanya sembab

“Biasa Chikk” jawab kak Desi

Mereka pun nampak lesu.

Aku bingung harus bagaimana, mencari ide untuk mencairkan suasana

“Kak, nanti abis maghrib aku jemput ya. Ada yang aku omongin. Soal Chika” kataku sambil melihat Chika.

“Aku ikut ya Om?” pinta Chika yang merasa terancam

“Gak boleh, kamu sama kak Dina di rumah” ucapku

“Ada apa Jo? Soal Chika? Tumben kenapa gak disini aja? Biasanya lewat BM” sahut kak desi.

“Penting Kak” kataku

“Oke kalau penting” kata Kak Desi sambil melihat Chika

“Kalau begitu aku pamit dulu Kak, maaf ya Chika” kataku sambil membelai kepalanya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu