2 November 2020
Penulis —  maklela

Mak Lela

Mak Lela (4 - TAMAT)

Dia menunduk. Namun tangannya malah menanggalkan daster, menyebabkan tubuhnya telanjang dalam siluet remang-remang. Tak ayal penisku langsung menegang saat ia menarik daster dari bahunya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Dia berdiri di hadapanku, cahaya bulan menerangi tubuhnya. Payudara besar dengan putingnya yang tegak di ujung, pinggul demplonnya yang seperti biola bagaikan membingkai selangkang berambut tipis karena sudah dipangkas mengarah ke pahanya yang selembut sutra serta betis berisi itu!

Dia menatapku sejenak dan kemudian berseru, “Oh, Kamal.” Ia menggenggam tanganku saat aku bergegas menariknya ke tempat tidur.

Lengannya menuju lingkar leherku ketika tanganku memeluk pinggangnya. Bibir kami yang terbuka bertemu untuk saling melumat dalam ciuman hangat! Kami langsung terpelanting ke ranjang, aku di atas, tenggelam oleh gairah menyala, mendekap satu sama lain dengan sangat ketat. Mulut kami bergerak bersama, bergesekan satu sama lain.

Aku mengangkat pinggul dan merasakan kepala penisku melintang di bibir vagina Mak Lela yang telah mekar. Segera aku bersiap memompa di pintu masuk saluran yang hangat itu! Aku dorong sedikit penisku dan merasakan dinding kelamin Mak Lela yang lembut menjepitnya, melumuri penisku dengan cairan vaginanya, hingga gembung kantung zakarku menyentuh bokongnya.

Setiap ujung saraf tubuh menjadi aktif saat aku perlahan-lahan memompa penisku masuk-keluar dari cengkeraman hangat vagina Mak Lela. Tubuhnya menggelinjang di bawahku, kadang menggelepar-gelepar kadang mengejang. Aku menghentikan ciuman dan merambah payudaranya, menggilirnya satu demi satu, mengisap putingnya yang runcing di antara gigi-gigiku dan Melumat areolanya dengan lidahku!

Kami mulai merintih bersama-sama ketika dinding-dinding vagina-nya terus menggenggam dan memijat erat penisku di kedua belahan vaginanya!

Sungguh mengherankan rintihan dan erangan pada saat gairah birahi kami semakin mendekati puncaknya tidak membangunkan bapak mertuaku. Lantas aku bisa merasakan mani putih dan hangatku dalam kantung zakar mulai menyentak liar di kedalaman, sementara pinggul Mak Lela mengayak. Dekapan kami terasa kian erat, dan ku rasakan penisku bergetar tak terkendali, dan kian mengeras ketika menyemprotkan gumpalan mani di dinding-dinding dalam vagina Mak Lela!

Mulut Mak Lela terbuka menahan suara di puncak birahinya ketika vaginanya menghisap maniku, membuat kami melayang tanpa sadar menuju kenikmatan persetubuhan yang dalam. Orgasme kami berlanjut dengan hisapan vaginanya hingga muntahan air maniku terhenti. Pada akhirnya semua tuntas dan aku berguling ke sisi Mak Lela.

Ada sekitar 15 menit sebelum salah satu dari kami dapat berbicara. Akhirnya Mak Lela memandangku dan memecah keheningan. “Ini yang terakhir kayaknya ya Mal. Karena Nana pulang besok, kita nggak punya kesempatan lagi. Kita harus menganggapnya sebagai masa lalu.”

Aku tak berkata apa-apa saat ia melanjutkan. “Kamu memberiku pengalaman paling luar biasa dalam hidup aku dan aku akan selalu menghargai dan mengenangnya, tapi aku tidak bisa menyakiti anakku dengan cara ini. Kamu mengerti kan Mal?”

Dia tersenyum padaku, membungkuk dan dengan lembut mencium bibirku lalu bangkit dan mengenakan kembali dasternya. Aku memikirkan apa yang dikatakannya dan menyadari bahwa dia benar dan berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan melakukan sekuat tenaga untuk berkonsentrasi pada Nana dan bayinya dan menyimpan perasaan terhadap Mak Lela serta memperlakukannya dengan benar.

Hari berikutnya adalah tergesa-gesa pergi ke rumah sakit dan menemui Nana beserta bayinya. Kami membawa mereka pulang, bertemu dengan semua teman dan kerabat yang berkunjung ke rumah dan menyiapkan segala macam keperluan bayi.

Dengan begitu aku hanya ala kadarnya memerhatikan Mak Lela dan apa yang ia kenakan. Toh aku telah bersumpah kepada diri sendiri untuk menempatkan dirinya ke dalam situasi yang tepat.

Di petang yang tenang, kami semua duduk di ruang tamu. Bapak mertuaku mencoba untuk menimang bayi, sedangkan Nana berbaring di sofa, dan aku duduk di dekat kakinya. Mak Lela berada di kursi dekat kepala sofa. Untuk pertama kalinya hari ini aku menyadari betapa menyenangkan melihatnya dalam blus lengan pendek yang berkancing di bagian depan.

Dia duduk di kursi dengan kaki disilangkan. Ketika aku mengamati ke bawah, paha yang tertutup itu ternyata membuatku tegang! Aku duduk di sana, menatap kaki dan pahanya saat aku merasa gerakan di dalam celana dan detak jantungku yang berdegup lebih kencang. Aku menyadari berdekatan dengan mertua perempuanku ini hanya membuatku terangsang!

Setelah beberapa saat, Mak Lela bilang ia akan menyiapkan makan malam dan menyarankan Nana tetap berbaring memulihkan tenaga. bapak menawarkan bantuan, tapi ia menolak sambil mempersilakannya menimang bayi dan bekerja di dapur sendiri. Dengan itu dia bangkit dan pergi ke dapur, kemudian kami bisa mendengar panci dan wajan serta peralatan dapur beradu ketika Mak Lela bekerja.

Ketika aku tiba di dapur, Mak Lela berdiri di tengah meja dapur membelakangiku, sedang berbenah di sana.

Pelan-pelan aku berjalan sampai berada tepat di belakangnya. Begitu dekat hingga ujung rambutnya menggelitik daguku. Sejurus kemudian aku melingkari pinggangnya, mengarahkan penis tegangku ke celah roknya yang menutup bokong. Lantas aku langsung mencium sisi lehernya. Mak Lela mengeluarkan jeritan tertahan dan menghindarkan diri agar tak terdengar seisi rumah.

Dia meraih tanganku dengan lemah, berusaha melepaskan belitan di pinggangnya dan menoleh ke arah aku.

“Kamal!! Apakah kamu gila??!!” ia bertanya dengan nada berbisik. “Nanti ada yang lihat!!! Lepaskan Mak!!!”

Aku terus menimpa lehernya dengan lidahku, sambil menekuk tubuhnya dari belakang.

“Eh, eh!” Aku menjawab permintaannya, saat aku merapatkan selangkanganku sedikit lebih keras ke bokongnya.

Tanganku merayap ke atas tubuhnya sampai aku menyentuh payudara dan mulai memijat perlahan-lahan dari luar blusnya. Mak Lela mengeluarkan rintihan dan sedikit memalingkan kepala ke arahku, lebih dari cukup untuk mendekatkan bibirku ke bibirnya.

“Aduh Maaal!” ia mengeluh ketika pinggulnya mulai bergerak, sedikit menggosok pantatnya kembali terhadap penisku yang menggembung.

Ia enggan menyerah, mencoba melepaskan tanganku dari payudaranya dan segera mendorong keras-keras.

Ketika ia mulai terangsang seperti aku, Mak Lela mulai terengah-engah “Oh, Kamal… gimana kalau kita ketahuan? Kenapa Kamal ini!”

Dia benar-benar menggoyang bokongnya ke arahku dan aku tahu tidak akan ada lagi perlawanan dari Mak Lela. Aku segera melepaskan payudara dan membuka kancing bajunya, menariknya terpisah, meraba-raba dan berusaha melepaskan kaitan braa hingga aku dapat menyentuh dua buah dadanya. Lantas aku mulai memilin putingnya yang sudah mengeras.

Mulutku menyusuri lehernya berlanjut ke telinga dan serentak iamenoleh dan, dan bersusah payah untuk berciuman! Lengan kirinya merayap di bahu aku dan tangannya meraih bagian belakang kepalaku, menariknya ke arahnya. Mulutku langsung melumatnya dan Mak Lela mengeluarkan erangan tertahan.

Tanganku kemudian meraba buah dadanya yang berdebar, bokongnya bergerak-gerak mengimbangi gesekan penisku ketika mulut kami saling melumat! Aku lepaskan payudara dari genggaman dan dengan satu tangan membuka kaitan celanaku. Ku tarik celana dalamku ke bawah untuk mengeluarkan penisku, sementara dengan tangan yang lain mengangkat rok sampai pinggang dan celana dalamnya yang melekat sementara pinggulnya berputar-putar.

Alih-alih menahan diri, aku melajukan penisku menempel bibir basah dan memasuki saluran kemaluannya yang berkedut. Saat aku meraih payudaranya yang menggelembung, meremasnya sementara batangku masuk-keluar di vaginanya, Mak Lela menggigit bibir bawahnya dan menggerakkan bokongnya ke arahku pada setiap entakan, sambil merintih dalam nada tertahan.

Dua sikunya menekan meja, sedangkan kedua tangannya melilit leherku dan menarik kepalaku turun ke pangkal lehernya. Aku mengisapnya, terus memompanya dari belakang, saat kami menemukan paduan gerak yang pas untuk entakan. Kami pun merintih bersama-sama! Dengan segera kami ingin mencapai akhir agar tak ketahuan.

Aku merasakan penisku siap memuntahkan benih ketika pompaanku kian kencang. Pada saat yang sama vagina Mak Lela pun mulai mengeluarkan reaksi yang sudah kuketahui sebagai pertanda ia akan segera klimaks: mengisap batangku dengan ketat. Dia mencengkeram kepalaku ketika vaginanya mengisap sperma yang keluar dari kepala penisku.

Mencapai orgasme sambil menyahut panggilan suaminya, Mak Lela berteriak “Yaaa!!” saat seluruh tubuhnya mengejang dan aku menyemprotkan sperma menuruni dinding rongga dengan gumpalan putih hangat itu!!

Kami berdua mengejang saat orgasme berlangsung, selangkangan Mak Lela melepas dahaganya dengan muntahan spermaku! Kami memegang satu sama lain sementara gelombang demi gelombang menghempaskan kami, menguras tenaga. Saat mereda, penisku berhenti memuntahkan sperma, mengecil dan keluar dari lubang Mak Lela yang kuyup.

Sekali lagi bapak mertuaku memanggilnya dan dia cepat menoleh kepadaku dengan mimik terkejut di wajahnya. Mak Lela buru-buru membereskan pakaiannya, sedangkan aku menarik celana dan menutupnya. Begitu beha dan blusnya sudah rapi, Mak Lela masih merapikan rambutnya, mengusap wajahnya dengan kain serbet di dekatnya, dan bergegas menuju ruang tamu.

Sisa petang itu berlangsung lancar, meskipun Mak Lela berhasil membuatku merasa bersalah dan kemudian pergi berganti pakaian, mungkin untuk membersihkan bagian bawahnya. Pelajaran yang kupetik, suka atau tidak, aku tidak mampu berada di sekitar ibu mertua tanpa ingin bercinta dan mengabaikan janji kepada diri sendiri!

Keesokan paginya kami semua bangun dan sarapan bersama. Bapak bilang akan keluar berjalan-jalan pagi seperti biasanya, sementara Nana mengatakan bahwa ia akan ke RS untuk pemeriksaan dan vaksinasi bayinya. Aku menawarkan diri untuk pergi bersamanya, tetapi ia mengatakan pemeriksaan itu cuma sebentar, tidak akan lebih dari setengah jam, jadi dia akan pergi hanya dengan bayinya.

Yang akan pergi dari rumah bergegas setelah sarapan. Kemudian setelah Nana dan bapak mertuaku meninggalkan rumah, saat itulah aku mendengar suara shower dan menyadari Mak Lela dan aku sendirian selama sedikitnya setengah jam. Langsung saja penisku mengeras!

Aku berjalan menuju pintu kamar mandi dan hendak masuk ketika aku pikir waktu itu dari dan segera berlari ke kamarku untuk mempreteli pakaianku. Aku kembali mendekati kamar mandi, telanjang bulat dan ngaceng sengaceng-ngacengnya! Aku diam-diam membuka pintu dan melangkah masuk ke kamar mandi dan bisa mendengar Mak Lela bersenandung di balik pintu kaca buram.

Aku perlahan-lahan menggeser pintu kembali dan melangkah. Ketika aku merapatkan pintu, suaranya cukup keras dan Mak Lela segera berbalik dengan sedikit terkesiap.

“OH!!” ia berseru.

Kami saling memandang sejenak dan kemudian dengan cepat merapat, ia memeluk leherku dan aku melingkari pinggangnya, bibir kami dengan cepat bertemu dengan penuh gairah, ciuman kerinduan! Suara gairah kami benar-benar memantul di dinding kamar mandi, bagaikan dua orang kelaparan menemukan hidangan kesukaan.

“MMMMHHHHHHMMMMMM !!!!” Kami merintih saat berciuman tergesa.

Tangan kami bergerak liar satu sama lain ketika aku menarik Mak Lela ke dinding kamar mandi. Tanganku segera meraih bokongnya, meremas sejenak dan kemudian mengangkatnya, menggesekkan penisku di perut dan selangkangnya, serta merapatkan punggungnya ke dinding.

Dia melingkarkan kakinya di pinggangku saat aku perlahan mulai menurunkan tubuhnya ke penisku yang menunggu. Pada sentuhan pertama kepala penisku di vaginanya, kami berdua mengerang keras dan aku segera menancapkan penisku sepanjang jalan masuk vagina sempitnya sampai aku menyentuh bokongnya. Ku benamkan kepalaku di dadanya, kami berdua saling berpegangan erat.

“OOOOHHHHHHHHH !!!!!!!” kami merintih saat ujung penisku menyentuh pangkal vagina dalam tubuh Mak Lela.

Aku mulai mengangkat tubuhnya lagi dan Mak Lela membantu dengan mengangkat pantatnya ke atas dan ke bawah, tangannya dengan liar mengacak rambutku dan mencium wajahku. Ketika kami menemukan ritme yang pas, batang penisku memompa vaginanya yang hangat. Mata Mak Lela terpejam rapat dan ia mulai merintih mengiringi irama gerak tubuh kami.

“Ooohhh… Kamal! OOOHHHH!! OOOOHHHH! Kamal OOOHHHHHH l!!… Mak baru tahu sambil berdiri itu enaaaak!!!!!”

Jelas bahwa suara perempuan dalam persetubuhan akan kian merangsang lelaki, tak terkecuali aku. Antara ucapannya dan seluruh adegan persetubuhan dengan mertuaku di kamar mandi sudah terlalu banyak merangsangku. Aku langsung merasa akan segera meletup.

Aku memeluknya erat-erat bokongnya dan berteriak, “Mak Lelaaaa aku mau sampai!!!”

Ia mencengkeram belakang leher dan berteriak kembali, “OH Kamal!! Mak juga. Mak juga mau sampai!!!”

Kami berdua meledak dalam orgasme yang melumpuhkan kesadaran. Penisku menyemprot dengan deras, memuntahkan tetes demi tetes mani matang ke celah vaginanya yang mengisap spermaku hingga kering. Kami berteriak, melenguh kesedapan ketika menikmati sensasi yang merambat senti demi senti tubuh kami.

“AAAAHHHH !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

Ini tampaknya menjadi orgasme paling kuat kami sejauh ini. Aku yakin sebagian besar karena akhirnya kami menyerah pada napsu birahi dan menyadari terlalu lemah untuk melawannya. Kami berpelukan dalam posisi berdiri, berciuman penuh gairah, seakan tak akan terpisah selamanya, sampai aku merasa punggungku pegal dan menyerah sehingga aku harus mengecewakan Mak Lela yang masih ingin ku pangku.

Dia meluncur ke bawah badan dan berdiri dengan kakinya, tapi kami tidak pernah melepas rangkulan. Kami meneruskan berciuman penuh nafsu namun lebih lembut, lebih kuat, lebih penuh perasaan, sepertinya di antara kami tak ada yang ingin ini berakhir!

Kami saling menumpahkan perasaan mendalam, saling merasa menjadi milik satu sama lain dan berjanji akan bersetubuh sembunyi-sembunyi lagi, setiap ada kesempatan! Akhirnya kami mandi bersama dan mengeringkan diri satu sama lain. Ketika berganti pakaian sebelum Nana datang, aku dan Mak Lela membicarakan kelanjutan hubungan ini dan mengakui tak sanggup menyangkal perasaan tertarik satu sama lain.

Kami baru selesai berganti pakaian ketika Nana tiba di rumah. Sisa hari itu kami habiskan bersama dengan baik, walaupun tidak ada kesempatan bagi Mak Lela dan aku menyelinap untuk bersetubuh kembali.

Hari-hari terakhir kunjungan mertuaku berjalan lebih lancar. Mak Lela dan aku menemukan beberapa peluang untuk memisahkan diri dan bercinta dengan birahi menyala-nyala. Beberapa kali kami meninggalkan tempat tidur masing-masing di tengah malam dan bertemu di sofa untuk bergumul dalam persetubuhan kilat, atau kami menyiapkan makan malam bersama dan memainkan skenario menggenjot Mak Lela dari belakang sementara yang lain berada di ruang lain!

Akhirnya sangat sedih terasa ketika mertuaku harus pergi. Kecintaanku pada Nana dan bayi kami dengan apa yang aku lakukan dengan Mak Lela secara seksual tak mungkin dibandingkan. Kami mengantarkan Pak Hasan dan Mak Lela hingga ke ruang tunggu bandara, mengucapkan salam perpisahan dan berharap dapat segera saling berjumpa.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu