2 November 2020
Penulis — maklela
Sesuai janji, ini sambungan Mak Lela. Malam ini masih ada satu sambungan lagi ya. Thanks for reading:
Mak Lela (2)
Dia menatapku. “Kamal, kita nggak boleh, NGGAK BOLEH!” ucapnya sambil bergeser ke tengah tempat tidur.
Aku mengulurkan tangan dan merangkak ke arahnya, menyambar lengan atasnya, lantas menarik Mak Lela dengan berlutut di atas ranjang. Saat kami bertemu di tengah tempat tidur, kami berdua berlutut, aku mulai merapat lagi. Lalu aku memeluk dan menatap matanya yang terbuka lebar berjaga-jaga.
“Tidak Kamal, tolong, biar Mak keluar saja, kita tidak bisa melakukan mmmppphhhh …!” Aku memotong ucapannya dengan sebuah ciuman ketika mulut Mak Lela terbuka.
Dia berjuang beberapa saat ketika aku menciumnya dengan, dan kemudian Mak Lela luluh dalam pelukanku sesaat sebelum dia mulai mengerang lemah dan mulai kembali menyambut ciumanku. Perlahan-lahan lengannya merayapi dada dan bahuku ketika ciuman berlanjut lebih hangat dan kian panas sampai kami berdua melayang sehingga kehilangan kendali dalam gairah menggebu.
Kami mengerang, mulut kami menyatu, berputar terhadap satu sama lain. Selangkangan kami saling melekat dan aku dapat merasakan birahiku mulai mendidih dalam kegilaan, ingin segera mengeluarkan penis. Aku meraih ujung daster Mak Lela dan mengangkatnya perlahan-lahan melewati pinggul dan berhenti tepat di bawah pangkal lengan hingga payudaranya terbuka sudah.
Aku melirik ke bawah dan merasakan penisku bergerak-gerak dengan denyutan keras. Tampak pula betis Mak Lela bagaikan padi bernas, pahanya montok namun lembut, dan pinggul seksinya yang masih terbalut celana dalam bermerek Bordelle. Aku tak sanggup menahan diri, langsung saja ku jelajahi paha dan meremas pinggulnya yang selama beberapa hari ini hanya menjadi khayalanku.
Pinggul kami pun mulai bergerak, perlahan-lahan, menyesuaikan dengan irama dan kecepatan ciuman kami. Tanganku naik-turun di pinggul dan bokongnya, mencengkeran bulatan kembar yang masih terbalut celana dalam sutra itu. Selanjutnya tanganku mendaki hingga ujung daster yang sudah berada di pangkal lengan Mak Lela.
Aku bergerak mundur sedikit sehingga dapat menarik daster Mak Lela lebih tinggi melewati dadanya. Daster itu pelan-pelan tanggal dari tubuh Mak Lela yang terasa hangat. Mula-mula melwati payudaranya, putingnya yang mengeras, terus ke leher Mak Lela. Tampaklah dua payudaranya yang selama ini tersembunyi.
Segera saja aku sergap bagian bawah payudara Mak Lela dan perlahan-lahan bergeser ke atas, membelai satu-persatu buah dada itu, hingga jari-jariku sampai ke putingnya. Ku pilin dengan lembut masing-masing puting secara bergantian.
Mak Lela mengerang “EEEHHMMMMM”!! dan semakin mendorong payudaranya ke tanganku, masing-masing buah dada itu bergerak setiap jariku memilin putingnya seolah-olah berusaha memuaskan rasa geli yang tertahan selama ini. Aku menghentikan ciuman dan menundukkan kepala ke buah dada sebelah kiri dan menangkap puting dan areola dalam mulutku dan mulai membasahinya dan merangsang puting Mak Lela dengan lidahku!
Dia mengeluarkan erangan lain dan menyambar kepalaku dengan kedua tangannya, jari-jarinya bergerak di rambutku. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya, menariknya ke arahku, mendorong lebih dalam buah dadanya ke dalam mulutku dan mengisap putingnya lama-lama. Tangannya terus bergerak dan menarik-narik rambutku sambil mulutnya tak henti-henti mengeluarkan erangan lemah seperti menangis.
Tangan kiri Mak Lela kemudian meninggalkan kepalaku dan mengarah ke pinggangku, berhenti sejenak, kemudian ragu-ragu meraih ke bawah bajuku dan membelai ringan dadaku. Ketika lidahku berpindah merangsang buah dada lainnya, tangannya lebih bebas menjelajahi tubuhku.
Tanpa menurunkan rangsangan di putingnya, aku menyambar daster yang masih melekat di lehernya dan menariknya lebih tinggi, membuat tangannya ikut naik dan membuat daster itu tanggal seluruhnya. Rupanya Mak Lela tak mau telanjang sendiri, karena setelah dasternya terlempar ke lantai, aku rasakan tangannya menarik-narik kausku, memaksa aku melepaskan kulumanku di payudaranya.
Setelah kuasku tanggal, kami saling bertatapan sejenak dalam keadaan telanjang dari pinggul ke atas. Aku selipkan tangan di pinggulnya, sedangkan Mak Lela melingkarkan kedua tangannya di leherku, kemudian mulut kami kembali bertemu dalam ciuman yang kian menggelora. Sentuhan payudaranya yang tenggelam dalam dadaku membuat birahiku makin menggila dan kupikir lebih baik menyetubuhi Mak Lela secepatnya, atau aku akan muncrat di celana!